Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian Aset Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus – Pagar Merbau Lubuk Pakam Dalam Perpektif Kriminologi

BAB II
PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN

A. Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian
1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian
Disebutkan dalam Pasal 362 KUHP bahwa :
“ Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau
sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki
barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 900,-“.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pencurian
mempunyai 2 (dua) unsur yaitu :
1. Unsur Objektif, terdiri dari :
a. Perbuatan mengambil
b. Objeknya suatu benda
c. Unsur keadaan yang menyertai atau melekat pada benda yaitu
sebagian ataupu seluruhnya milik orang lain.
2. Unsur Subjektif, terdiri dari :
a. Adanya maksud
b. Yang ditujukan untuk memliki
c. Dengan melawan hokum


Universitas Sumatera Utara

Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah subjek dan kesalahan
sedangkan yang termasuk unsur obyektif adalah sifat melawan hukum, tindakan
yang dilarang serta diancam dengan pidana oleh undang-undang dan faktor-faktor
obyektif lainnya.
Berbicara mengenai tindak pidana pada dasarnya harus ada subyek dan orang
itu melakukannya dengan kesalahan. Dengan perkataan lain jika dikatakan telah
terjadi suatu tindak pidana, maka ada orang sebagai subyek dan pada orang
tersebut harus ada kesalahan
Pada Pasal 55 KUHP yang dapat dihukum sebagai orang yang melakukan
tindak pidana adalah:
1. Orang yang melakukan (Pleger)
2. Orang yang menyuruh melakukan (Doen Plegen)
3. Orang yang turut melakukan (Medepleger)
4. Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian,salah memakai
kekuasaan dan martabat, memakai paksaan dan sebagainya, dengan
sengaja menghasut supaya melakukan perbuatan itu (Uitlokker) 29
Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian

apabila terdapat semua unsur tersebut diatas 30.
Tindak pidana pencurian dalam Pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai
mengambil barang, seluruhnya atau sebagian kepunyaan milik orang lain dengan
tujuan memliki barang tersebut secara melawan hukum.

29

P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Adhitya Bakti,
Bandung, 1997, hal.584.
30
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu Media, Malang, 2003, hal.5.

Universitas Sumatera Utara

Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan
bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil. Mengambil adalah suatu
tingkah laku positif/perbuatan materiil, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan
otot yang disengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari-jari dan
tangan


yang

kemudian

diarahakan

pada

suatu

benda,

menyentuhnya,

memegangnya, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya
ketempat lain atau kedalam kekuasaannya.
Sebagaimana banyak tulisan, aktifitas tangan dan jari-jari sebagaimana
tersebut di atas bukanlah merupakan syarat dari adanya perbuatan mengambil.
Unsur pokok dari perbuatan mengambil adalah harus ada perbuatan aktif,
ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam

kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan
sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda
tersebut ke dalam kekuasaannya secara nyata dan mutlak.
Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah
merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga
merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu pencurian secara sempurna.
Kekuasaan benda apabila belum nyata dan mutlak beralih ke tangan si
petindak, pencurian belum terjadi, yang terjadi barulah percobaan mencuri. Dari
perbuatan mengambil berakibat pada beralihnya kekuasaan atas bendanya saja,
dan tidak berarti juga beralihnya hak milik atas benda itu ke tangan petindak. Oleh
karena untuk mengalihkan hak milik atas suatu benda tidak dapat terjadi dengan

Universitas Sumatera Utara

perbuatan yang melanggar hukum, melainkan harus melalui perbuatan-perbuatan
hukum, misalnya dengan jalan jual beli, hibah dan lain sebagainya 31.
Bilamana dapat dikatakan seseorang telah selesai melakukan perbuatan
mengambil, atau dengan kata lain ia dalam selesai memindahkan kekuasaan atas
sesuatu benda dalam tangannya secara mutlak dan nyata. Orang yang telah
berhasil menguasai suatu benda, ialah bila ia dapat melakukan segala macam

perbuatan terhadap benda itu secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan
lain terlebih dahulu.
Mengenai pembentukan pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda
bergerak (rorend goed) dan benda-benda berwujud (stoffelijk goed). Benda-benda
tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari
benda tetap dan menjadi benda bergerak. Benda bergerak adalah setiap benda
yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda
yang kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadap
benda yang bergerak dan berwujud saja.
Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja,
sedangkan yang sebagian milik petindak itu sendiri. Seperti sebuah sepeda milik
A dan B, yang kemudian A mengambilnya dari kekuasaan B lalu menjualnya.
Akan tetapi bila semula sepeda tersebut telah berada dalam kekuasaannya
kemudian

menjualnya,

maka

bukan pencurian


yang

terjadi

melainkan

penggelapan.

31

Ibid, hal.7.

Universitas Sumatera Utara

Jadi benda yang dapat menjadi obyek pencurian tidak harus berupa bendabenda yang mempunyai nilai, akan tetapi juga benda-benda seperti : karcis kereta
api

yang telah terpakai, sebuah anak kunci, sepucuk surat, sepucuk surat


keterngan dokter dan lain-lain 32. Dimana benda tersebut haruslah benda-benda
yang ada pemiliknya. Benda-benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi
objek pencurian. Mengenai benda-benda yang tidak ada pemiliknya ini dibedakan
antara:
1. Benda-benda yang sejak semula tidak ada pemiliknya, disebut res
nulius, seperti batu di sungai, buah-buahan di hutan.
2. Benda-benda yang semula ada pemiliknya, kemudian kepemilikannya
itu dilepaskan, disebut resderelictae. Misalnya sepatu bekas yang sudah
dibuang di kotak sampah.
Mengenai apa yang dimaksud dengan hak milik ini, adalah suatu pengertian
menurut hukum, baik hukum adat maupun menurut hukum perdata. Walaupun
pengertian hak milik menurut hukum adat dan menurut hukum perdata pada
dasarnya jauh berbeda, yaitu sebagai hak yang terkuat dan paling sempurna,
namun karena asas dalam peralihan hak itu berbeda, menyebabkan kadang-kadang
timbul kesulitan untuk menentukan siapa pemilik dari suatu benda.
Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud
(kesengajaan sebagai maksud/opzetals oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam
pencurian, dan kedua unsur memiliki. Dua unsur itu dapat dibedakan dan tidak

32


P.A.F Lamintang, Op.Cit., hal.207.

Universitas Sumatera Utara

terpisahkan. Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus
ditujukan untuk memilikinya.
Dari gabungan kedua unsur itulah yang menunjukkan bahwa dalam tindak
pidana pencurian, pengertian memiliki tidak mensyaratkan beralihnya hak milik
atas barang yang dicuri ke tangan petindak, dengan alasan, pertama tidak dapat
mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang
menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif) saja.
Sebagai unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri atau
untuk dijadikan sebagai barang miliknya. Apabila dihubungakan dengan unsur
maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil diri petindak sudah
terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan
sebagai miliknya.
Maksud memiliki melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada
melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan
mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain

(dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum.
Berhubung dengan alasan inilah, maka unsur melawan hukum dalam
pencurian digolongkan ke dalam unsur melawan hukum subjektif. Pada dasarnya
melawan hukum adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan
tertentu33. Dilihat dari mana atau oleh sebab apa sifat tercelanya atau terlarangnya
suatu perbuatan itu, dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan hukum, yaitu
pertama melawan hukum formil dan kedua melawan hukum materiil.

33

Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 16.

Universitas Sumatera Utara

Di dalam doktrin dikenal ada dua (2) sifat melawan hukum yaitu :
1. Melawan hukum bersifat formil
Para penganut bersifat melawan hukum formal mengatakan, bahwa pada
setiap pelanggaran delik sudah dengan sendirinya terdapat sifat melawan
hukum dari tindakan pelanggaran tersebut. Dengan demikian hal delik tidak
dengan tegas bersifat melawan hukum sebagai unsur, sudah dengan sendirinya

sifat melawan hukum ada dan tidak perlu dibuktikan lagi tetapi jika dengan
tegas dicantumkan sifat melawan hukum sebagai unsur delik maka harus
dibuktikan adanya bersifat melawan hukum itu 34.
2. Melawan hukum bersifat materil
Zevenbergen mengatakan bahwa pada setiap delik dianggap ada unsur
bersifat melawan hukum dan harus dibuktikan 35. Tetapi sehubungan dengan
pembuktian, dikatakannya jika bersifat melawan hukum dicantumkan dengan
tegas sebagai unsur delik, atau bersifat melawan hukum tidak dinyatakan
dengan tegas maka akan timbul keragu-raguan apakah menurut paham
masyarakat tindakan itu bersifat melawan hukum, maka dalam tersebut harus
ada (usaha) pembuktian.

34

E.Y. Kanter dan S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya,
Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1982, hal.147.
35
Ibid, hal.148.

Universitas Sumatera Utara


B. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pencurian Dalam KUHP
Ketentuan umum mengenai tindak pidana pencurian telah diatur dan
dijelaskan dalam KUHP oleh karena itu tidak ada lagi alasan bagi seseorang
tindak pidana untuk tidak dapat dihukum. Hal ini termuat dalam Bab XXII Pasal
362-367 KUHP yaitu :
1. Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHP) merumuskan :
“Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau
sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki
barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 900,“.
Unsur-Unsur dalam pasal 362 KUHP adalah :
a. Mengambil
Yang dilarang dan diancam dengan hukuman di dalam
kejahatan pencurian adalah “perbuatan mengambil” yaitu
membawa sesuatu benda di bawah kekuasaannya secara mutlak
dan nyata dengan maksud “untuk menguasai benda tersebut
secara melawan hukum” 36.
b. Suatu barang atau benda
Segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang, benda
bergerak dan benda berwujud seperti daya listrik dan gas.
c. Barang itu harus “seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain”.

36

Ibid, hal. 206.

Universitas Sumatera Utara

Unsur ini mengandung suatu pengertian bahwa benda yang
diambil itu haruslah brang atau bendaan yang ada pemiliknya.
Barang atau benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat
menjadi obyek pencurian.
d. Pengambilan barang tersebut harus dengan sengaja, dengan
maksud untuk memilikinya secara melawan hukum.
2. Pencurian Dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHP) merumuskan :
A. Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun :
a. Pencurian ternak
b. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi,
atau gempa laut, letusan gunung meletus, kapal karam, kapal
terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan, atau
kesengsaraan dimasa perang.
c. Pencurian pada waktu malam dalam suatu rumah atau pekarangan
yang tertutup yang ada dirumahnya, dilakukan oleh orang yang ada
disitu bertentangan dengan kemauannya orang yang berhak.
d. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.
e. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ketempat
kejahatan itu atau dapat mencapai barang yang diambilnya dengan
jalan membongkar, memecah dan memanjat, atau dengana jalan
memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

Universitas Sumatera Utara

B. Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah
satu hal tersebut dalam butir 4 dan 5, maka dikenakan pidana penjara
paling lama 9 tahun.
Unsur-unsur dari tindak pidana pencurian dengan pemberatan
sebagaimana bunyi Pasal di atas adalah :
a.

Pencurian ternak
Yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak
dan babi (Pasal 101 KUHP).

b. Pencurian tersebut dilakukan pada waktu ada bencana, kebakaran,
dan sebagainya. Alasan untuk memperberat ancaman pidana pada
pencurian semacam ini adalah karena timbulnya kericuhan,
kekacauan, kecemasan yang sangat memudahkan pencurian.
c. Pencurian dilakukan pada waktu malam hari di dalam rumah
kediaman. Apa yang dimaksud dengan “malam hari” sudah jelas,
yaitu sebagaimana dikatakan oleh Pasal 98 KUHP, yang
mengatakan : “Malam berarti masa anatar matahari terbenam dan
matahari terbit.”
d. Pencurian dilakukan berssama-sama oleh dua orang atau lebih, itu
semua harus bertindak sebagai pelaku atau turut melakukan.
e. Pencurian dilakukan dengan menggunakan cara
1. Merusak : disertai dengan pengrusakan terhadap suatu benda
misalnya memecah kaca jendela, mencongkel kusen pintu.

Universitas Sumatera Utara

2. Memotong : diikuti dengan perbuatan lain misalnya memotong
pagar kawat.
3. Memanjat : ditafsirkan secata jelas pada Pasal 99 KUHP yaitu
masuk melalui lubang yang sudah ada, tetapi bukan untuk
masuk atau masuk melalui lubang tanah yang dengan sengaja
digali, begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang
digunakan sebagai batas pentup.
4. Memakai anak kunci palsu : diterangkan dalam Pasal 100
KUHP yaitu “yang dimaksud anak kunci palsu termasuk juga
segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka kunci”.
Misalnya : kawat, paku atau obeng digunakan untuk membuka
sebuah slot itu adalah benar-benar anak kunci namun bukan
merupakan anak kunci yang biasa dipakai penghuni rumah.
5. Memakai perintah palsu : menurut yurisprudensi yang
dimaksud dengan perintah palsu hanyalah menyangkut perintah
palsu untuk memasuki tempat kediaman dan pekarang orang
lain.
6. Memakai pakaian jabatan palsu : adalah seragam yang dipakai
oleh seseorang yang tidak berhak untuk itu.

Universitas Sumatera Utara

3. Pencurian Ringan (Pasal 364 KUHP) merumuskan :
“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 No.4 , begitu
juga apa yang diterangkan dalam Pasal 363 No.5, asal saja tidak dilakukan
dalam sebuah rumah atau dalam pekaramgan yang tertutup yang ada
rumahnya, maka jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh
lima rupiah, dihukum karena pencurian ringan dengan hukuman penjara
paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900,-.”
Unsur-unsur dalam Pasal 364 KUHP adalah
a. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP), asal barang yang dicuri tidak
lebih dari Rp.250,-.
b. Pencurian dilakukan oleh dua orang lebih (Pasal 363 sub 4), asal
harga tidak lebih dari Rp.250,- dan
c. Pencurian dengan masuk ketempat barang yang diambilnya dengan
jalan membongkar, memecah, dsb.

4. Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 KUHP) merumuskan :
a. Hukuman dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun,
dihukum pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud
akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu, atau jika
tertangkap tangan , supaya ada kesempatan bagi diri sendiri atau
bagi kawannya yang turut melakukan kejahatan itu akan melarikan
diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap ada ditangannya.

Universitas Sumatera Utara

b. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan:
Ke 1 : jika pencurian dilakukan pada waktu malam dalam sebuah
tempat kediaman atau pekarangan yang tertutup yang ada tempat
kediamannya, dijalan umum atau dalam kereta api atau trem yang
sedang berjalan;
Ke 2 : jika pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan bersekutu;
Ke 3 : jika masuk ketempat melakukan pencurian dengan merusak
atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau
pakaian jabatan palsu;
Ke 4 : jika pencurian itu mengakinatkan luka berat.
c. Jika pencurian itu mengakibatkan luka berat, maka dikenakan
pidana penjara paling laam lima belas tahun.
d.

Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Jika
pencurian itu mengakibatkan luka berat atau kematian dan
dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu dan disertai
pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam butir 1 dan 3.

Unsur-unsurnya adalah sebagi berikut :
A. Unsur Obyektif:
1. Cara atau upaya yang digunakan :
a. Kekerasan, atau
b. Ancaman kekerasan;

Universitas Sumatera Utara

2. Yang ditujukan pada orang;
3. Waktu penggunaan upaya kekerasan dan atau ancaman
kekerasan itu, ialah
a. Sebelum;
b. Pada saat;
c. Setelah berlangsungnya pencurian.
B. Unsur Subyektif :
Digunakan kekerasan atau ancaman kekerasan itu, dengan
maksud yang ditujukan :
a. Untuk mempersiapkan pencurian;
b. Untuk mempermudah pencurian; atau
c. Untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta
lainnya apabila tertangkap tangan;
d. Untuk tetap menguasai benda yang dicuri apabila
tertangkap tangan 37.
Pada segi Obyektif , terletak pada bermacam-macam sebab,
antara lain :
a. Pada akibat perbuatan, misalnya akibat luka berat atau
kematian pada ayat (2 dan 3) Pasal 170; pada pencurian
dengan kekerasan (365 ayat 3); pada penganiayaan
biasa (351 ayat 3); pada pemerasan (368 ayat 2);

37

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, PT Raja Grafika Persada, Jakarta,
2002, hal. 91-92.

Universitas Sumatera Utara

b. Pada cara melakukan perbuatan, misalnya : dengan
tulisan pada pencemaran (310 ayat 2); dengan
memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan
kesehatan pada penganiayaan (365 ayat 3); dengan tipu
muslihat , kekerasan atau ancaman kekerasan (332 ayat
2);
c. Pada berulangnya perbuatan, misalnya pencarian atau
kebiasaan (282 ayat3; 299 ayat 2);
d. Pada objek tindak pidana , misalnya : ternak (363 ayat
1); akta-akta autentik, surat hutan dan sertifikat hutang
dari suatu negara (264 ayat 1); terhadap ibunya,
bapaknya, istri atau anaknya atau pejabat ketika atau
karena menjalankan tugas yang sah ( 365 ke-1 dan 2)
e. Pada subjek tindak pidana (si pembuat) , misalnya :
dokter/tabib, bidan atau juru obat (349).
Pada segi Subyektif, misalnya dengan rencana lebih dulu
(340, 353 ayat 1 KUHP) 38.
5. Pencurian dalam Keluarga (Pasal 367 KUHP) merumuskan :
a. Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam bab ini adalah suami (istri) orang yang terkena
kejahatan dan tidak terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta

38

Ibid, hal. 95.

Universitas Sumatera Utara

kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu tidak
mungkindiadakan tuntutan pidana.
b. Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja makan dan ranjang
atau terpisah harta kekayaan , atau jika dia adalah keluarga sedarah
atau semenda baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang
derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan
penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.
c. Jika menurut lembaga matriarkal, kekuasaan bapak dilakukan oleh
orang lain daripada bapak kandung (sendiri), maka ketentuan ayat
diatas berlaku juga bagi orang itu.

C. Sistem Pembuktian Menurut KUHAP
1. Pengertian Pembuktian
Masalah pembuktian ini adalah merupakan yang pelik (ingewikkeld)

dan

justru masalah pembuktian menempati titik sentral dalam hukum acara pidana.
Adapun tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari dan mendapatkan
kebenaran materil, dan bukanlah untuk mencari kesalahan seseorang 39.
Van Bemmelen mengatakan bahwa maksud dari pembuktian (bewijzen)
adalah sebagai berikut :

39

Ansori Sabuan, Syarifuddin, Ruben Achmad , Hukum Acara Pidana, Penerbit Angkasa,
Bandung, 1990, hal.185.

Universitas Sumatera Utara

“Maka pembuktian adalah usaha untuk memperoleh kepastian yang layak
dengan jalan memeriksa dan penalaran dari hakim :
a. Mengenai pertanyaan apakah peristiwa atau perbuatan tertentu sungguh
pernah terjadi;
b. Mengenai pertanyaan mengapa peristiwa ini telah terjadi.
Darisitu pembuktian terdiri dari :
1. Menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dapat diterima oleh pancaindera;
2. Memberikan keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang telah diterima
tersebut;
3. Menggunakan pikiran logis.
Dengan demikian pengertian membuktikan sesuatu berarti menunjukkan halhal yang ditangkap oleh pancaindera mengutamakan hal-hal tersebut, dan berpikir
secara logika.
Pembuktian ini dilakukan demi kepentingan hakim yang harus memutuskan
perkara. Dalam hal ini yang harus dibuktikan ialah kejadian konkret, bukan
sesuatu yang abstrak. Dengan adanya pembuktian itu maka hakim, meskipun tidak
melihat

dengan

mata

kepala

sendiri

kejadian

sesungguhnya,

dapat

menggambarkan dalam pikirannya apa yang sebenarnya terjadi, sehingga
memperoleh keyakinan tentang hal tersebut 40.

40

Ibid, hal.186.

Universitas Sumatera Utara

2. Sumber-Sumber Hukum Pembuktian
Sumber-sumber hukum pembuktian adalah:
a. Undang-undang;
b. Doktrin atau ajaran;
c. Yurisprudensi.
Karena hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana,
maka sumber hukum yang utama adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1981,
tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 No. 76 dan Penjelasannya yang dimuat dalam Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209.
Apabila di dalam praktik menemui kesulitan dalam penerapannya atau
menjumpai kekurangan atau untuk memenuhi kebutuhan maka dipergunakan atau
yurisprudensi 41.
3. Sistem atau Teori Pembukt ian
a. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undan Secara
Positif (Positive Wettelijk Bewijstheorie).
Dalam menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada , dikenal
beberapa sistem atau teori pembuktian. Pembuktian yang didasarkan
melulu kepada alat-alat pembuktian yang disebut undang-undang, disebut
sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif,
karena hanya didasarkan kepada undang-undang melulu. Artinya jika telah
terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut
41

Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, CV.Mandar
Maju, Bandung, 2003, hal. 10.

Universitas Sumatera Utara

undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan lagi. Sistem ini
disebut juga teori pembuktian formal (formele bewijstheorie).
Menurut D.Simons, sistem atau teori pmbuktian berdasar undangundang secara positif (positief wettelijk) ini berusaha untuk menyingkirkan
semua pertimbangan subjektif hakim dan mengikat hakim secara ketat
menurut peraturan-peraturan pembuktian yang keras. Dianut di Eropa pada
waktu berlakunya asas inkisitor (inquisitoir) dalam acara pidana 42.
b. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu.
Berhadap-hadapan secara berlawanan dengan teori pembuktian
menurut undang-undang secara positif, ialah teori pembuktian menurut
keyakinan hakim melulu. Teori ini disebut juga conviction time.
Disadari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiripun tidak
selalu membuktikan kebenaran. Pengakuan pun kadang-kadang tidak
menjamin terdakwa benar-benar telah melakukan perbuatan yang
didakwakan. Oleh karena itu, diperlukan bagaimana juga keyakinan hakim
sendiri 43.
Bertolak pangkal pada pemikiran itulah , maka teori berdasar
keyakinan hakim melulu yang didasarkan kepada keyakinan hati
nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan
yang didakwakan. Dengan sistem ini, pemidanaan dimungkinkan tanpa
didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang. Sistem ini dimuat
oleh peradilan juri di Perancis.
42

Jur Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua Cetakan Keempat, Sinar
Grafika, Jakarta, 2010, hal.251.
43
Ibid, hal. 252.

Universitas Sumatera Utara

c. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas
Alasan Yang Logis (Laconviction Raisonnee)
Sebagai jalan tengah , muncul sistem atau teori yang disebut
pembuktian yang berdasar keyakinan hakim sampai batas tertentu (la
conviction raisonnee). Menurut teori ini , hakim dapat memutuskan
seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan yang didasarkan
kepada dasar-dasar pembuktian

disertai dengan suatu kesimpulan

(coclusive) yang berlandaskan kepada peraturan-peratauran pembuktian
tertentu. Jadi, putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi.
Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena
hakim

bebas untuk

menyebut

alasan-alasan

keyakinannya (vrije

bewijstheorie) 44.
Sistem atau teori pembuktian jalan tengah atau yang berdasar
keyakinan hakim sampai batas tertentu ini terpecah kedua jurusan. Yang
pertama yaitu pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang
logis (conviction raisonnee) yang kedua adalah teori pembuktian berdasar
undang-undang

secara

negatif

(negatief

wettelijk

bewijstheorie).

Persamaannya adalah keduanya sama berdasar atas keyakinan hakim,
artinya terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan hakim
bahwa ia bersalah.

44

Ibid, hal. 253.

Universitas Sumatera Utara

d. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif
(Negatif Wettelijk)
HIR maupun KUHAP, begitu pula Ned, Sv. yang lama dan yang baru,
semuanya menganut sistem atau teoti pembuktian berdasarkan undangundang negatif (negatief wettelijk). Hal tersebut dapat disebut dapat
disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP, dahulu Pasal 249 HIR.
Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang , kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.”
Dari kalimat tersebut nyata bahwa pembuktian harus diundangkan
kepada undang-undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam
Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari
alat-alat bukti tersebut 45.
Hal tersebut dapat dikatakan sama saja dengan ketentuan yang tersebut
pada Pasal 294 ayat (1) HIR yang berbunyi sebagai berikut:
“Tidak seorangpun boleh dikenakan pidana, selain jika hakim
mendapat keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa benar telah
terjadi perbuatan yang dapat dipidana dan bahwa orang-orang yang
didakwa itulah yang bersalah melakukan perbuatan itu.”
Sebenarnya sebelum diberlakukan KUHAP , ketentuan yang sama
telah ditetapkan dalam Undang-undang tentang Kekusaan Kehakiman
(UUKK) Pasal 6 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut:

45

Ibid, hal.254.

Universitas Sumatera Utara

“Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat
keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab
telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”.

Kelemahan rumus undang-undang ini ialah disebut alat pembuktian
bukan alat-alat pembuktian, atau seperti dalam Pasal 183 KUHAP disebut
dua alat bukti.
Dalam sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang
secara

negatif (negatief

wettelijke

bewijsteorie)

ini,

pemidanaan

didasarkan pada pembuktian berganda (dubbel en grondslag, kata
D.Simons), yaitu pada peraturan undang-undang dan pada keyakinan
hakim, dasar keyakinan itu bersumberkan pada peraturan undangundang 46.
4. Alat-Alat Pembuktian
Adapun alat-alat bukti yang dimaksud sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
184 KUHAP ialah :
a. Keterangan Saksi
Dicantumkan dalam Pasal 1 Butir 27, yang menyatakan:
”Keterangan saksi ialah salah satu alat bukti dalam perkara pidana
yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana,
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri, dengan
menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu”.

46

Ibid, hal.256.

Universitas Sumatera Utara

Keterangan saksi ini harus memenuhi 2 syarat, yaitu :
1. Syarat formil, dan
2. Syarat materiil
Keterangan seorang saksi dianggap sah, jika diberikan di bawah
sumpah (Pasal 160 Ayat 3). Mengenai seorang saksi yang tidak mau di
sumpah tidak dapat dijadikan alat bukti melainkan dipergunakan
sebagai tambahan alat bukti yang sah Pasal 185 Ayat (7) KUHAP 47.
Menurut Pasal 185 Ayat (6) KUHAP, dalam menilai kebenaran
keterangan

seorang

saksi

,

hakim

harus

sungguh-sungguh

memperhatikan :
a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang
lain;
c. Alasan yang

mungkin dipergunakan oleh saksi untuk

memberikan keterangan yang tertentu;
d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya.
b. Keterangan Ahli
Yang disebut ahli menurut Pasal 120 KUHAP , adalah ahli atau
ahli yang mmpunyai keahlian khusus. Berdasarkan 132 KUHAP ,
adalah ahli yang mempunyai keahlian tentang surat dan tulisan palsu;

47

Ansori Sabuan, Op.cit., hal. 192.

Universitas Sumatera Utara

Dari ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut di atas tidak
disebutkan secara jelas syarat-syarat tentang seorang ahli, kecuali
untuk

dokter

ahli kehakiman atau

dokter. Sehingga dibuka

kemungkinan seorang ahli dari kalangan tidak terdidik secara formal.
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan
(Pasal 1 butir 28 KUHAP ).
Apabila diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum, yang dituangkan dalam sutu bentuk laporan, dn dibuat
dengan mengingat sumpah sewaktu ia menerima jabatan atau
pekerjaan ( penjelasan Pasal 186 KUHAP), maka keterangan ahli
tersebut sebagai alat bukti surat 48.
Sebelum memberi keterangan, ahli wajib mengucapkan sumpah
atau janji menurut cara agama yang dianutnya (Pasal 179 Ayat (2)
KUHAP). Dengan demikian selaku ahli, maka ia mempunyai
kewajiban : datang di persidangan, mengucapkan sumpah, dan
memberikan

keterangan

menurut

pengetahuan

dalam

bidang

keahliannya.

48

Hari Sasangka, Op.Cit., hal 54.

Universitas Sumatera Utara

c. Surat
Aspek fundamental “surat” sebagai alat bukti diatur pada Pasal 184
ayat (1) huruf c KUHAP. Kemudian secara substansial tentang bukti
“surat” ini ditentukan oleh pasal 187 KUHAP yang selanjutnya
berbunyi sebagai berikut 49 :
1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya,
yang semua keterangan tentang kejadian atau keadaan yang di
dengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangundangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal
yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung
jawabnya dan yang di peruntukkan bagi pembuktian sesuatu
hal atau sesuatu keadaan;
3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pejabat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.
4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

49

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana. Normatif, Teroritis, Praktik Dan Permasalahannya,
PT. Alumni. Bandung. 2007. hal. 186.

Universitas Sumatera Utara

d. Petunjuk
Menurut Pasal 188 petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau
keadaan yang karena persesuainnya, baik antara yang satu dengan
yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan telah
terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya 50.
Petunjuk bukanlah merupakan alat pembuktian yang langsung
tetapi pada dasarnya adalah hal-hal yang disimpulkan dari alat-alat
pembuktian yang lain, yang menurut Pasal 188 Ayat (2) KUHAP
hanya dapat diperoleh dari :
1. Keterangan saksi
2. Surat
3. Keterangan terdakwa
Selanjutnya dalam Ayat 3 dari pasal yang sama menekankan
bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam
setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif dan
bijaksana.

e. Keterangan Terdakwa
Lain halnya dengan hukum acara pidana yang lama (HIR) yang
mengenal pengakuan terdakwa sebagai alat bukti yang sah , maka
dakam KUHAP dipakai istilah keterngan terdakwa.

50

Andi Hamzah, Op.Cit., hal. 277.

Universitas Sumatera Utara

Pengakuan terdakwa (Bekentenis) ialah pernyataan terdakwa
bahwa ia melakukan tindak pidana dan menyatakan bahwa dialah yang
bersalah; sedangkan keterangan terdakwa (erkentenis) tidak usah
merupakan pengakuan bersalah, pemungkiranpun dapat dijadikan
bukti, sehingga pengertiannya lebih luas daripada pengakuan terdakwa.
Pasal 189 menyebutkan “Keterangan terdakwa adalah apa yang
dinyatakan terdakwa di sidang tentang tentang perbuatan yang
dilakukannya atau yang diketahuinya sendiri atau dialaminya sendiri.
Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,
melainkan harus dinilai dengan alat buki yang lain 51.
Dalam pemeriksaan di sidang kemungkinan terdakwa tidak mau
menjawab (diam) atau menolak memberikan jawaban. Hal yang
demikian tidak boleh diterima sebagi bukti bahwa ia mengakui
kesalahannya. Dalam hubungannya dengan ini, Pasal 175 KUHAP
menyatakan bahwa : “ jika terdakwa tidak mau menjawab atau
menolak untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan”

51

Hari Sasangka, Op.Cit., hal. 196.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemetaan Status Hara K-tukar, Ca-tukar, Dan Mg-tukar Di Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II

2 34 51

Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian Aset Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus – Pagar Merbau Lubuk Pakam Dalam Perpektif Kriminologi

3 32 118

Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian Aset Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus – Pagar Merbau Lubuk Pakam Dalam Perpektif Kriminologi

0 1 10

Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian Aset Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus – Pagar Merbau Lubuk Pakam Dalam Perpektif Kriminologi

0 1 2

Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian Aset Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus – Pagar Merbau Lubuk Pakam Dalam Perpektif Kriminologi

0 0 34

Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian Aset Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus – Pagar Merbau Lubuk Pakam Dalam Perpektif Kriminologi

0 0 2

Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian Aset Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus – Pagar Merbau Lubuk Pakam Dalam Perpektif Kriminologi Appendix

0 0 10

Pengaruh Pemberian Sarapan Terhadap Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja di Perkebunan Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II Tahun 2017

0 0 17

Pengaruh Pemberian Sarapan Terhadap Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja di Perkebunan Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II Tahun 2017

0 0 2

Pengaruh Pemberian Sarapan Terhadap Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja di Perkebunan Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II Tahun 2017

0 0 7