Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Rumah Sehat

2.1.1. Defenisi Rumah Sehat
Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik,
kepadatan hunian yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah
(Depkes RI, 2003).
Menurut Winslow dalam Chandra (2007), rumah sehat adalah suatu
tempat untuk tinggal permanen, berfungsi sebagai tempat bermukim, beristirahat,
berekreasi (bersantai) dan sebagai tempat perlindungan dari pengaruh lingkungan
yang memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.
Rumah sehat adalah rumah yang dapat memenuhi kebutuhan rohani dan
jasmani secara layak sebagai sesuatu tempat tinggal atau perlindungan dari alam
luar. Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesejatan

yang optimum. Untuk memperoleh rumah sehat ditentukan oleh tersedianya
sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat
yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang
menggunakannnya untuk tempat tinggal berlindung yang memperngaruhi derajat
kesehatan manusia. Rumah juga merupakan salah satu bangunan tempat tinggal
yang harus memiliki kriteria kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna
mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif (Prasetya, 2005).

Universitas Sumatera Utara

7

2.1.2. Kriteria Rumah Sehat
Kriteria rumah sehat yang tercantum dalam residental environment dari
WHO (1974), antara lain :
1. Dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat
istirahat.
2. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus dan
kamar mandi.
3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan pencemaran.

4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.
5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya
dari gempa, keruntuhan dan penyakit menular.
6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.
Sementara menurut Mukono (2006) kriteria rumah sehat harus menjamin
kesehatan penghuninya dalam arti luas. Maka diperlukan syarat perumahan yaitu :
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis
Secara fisik kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan suhu dalam rumah
yang optimal, pencahayaan yang optimal, perlindungan terhadap kebisingan,
ventilasi memenuhi syarat, dan tersedianya ruang yang optimal untuk bermain
anak.
Suhu ruangan dalam rumah yang ideal adalah berkisar antara 18-200C, dan
suhu tersebut dipengaruhi oleh : suhu udara luar, pergerakan udara, dan
kelembaban dalam udara ruangan.

Universitas Sumatera Utara

8

Pencahayan harus cukup baik waktu siang maupun malam hari. Pada

malah hari pencahayaan yang ideal adalah penerangan listrik. Pada waktu pagi
hari diharapkan semua ruangan mendapatkan sinar matahari. Intensitas
penerangan minimal tidak boleh kurang dari 60 Lux.
Pertukaran hawa (ventilasi) yaitu proses penyediaan udara segar dan
pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan
Peraturan Bangunan Nasional, lubang hawa suatu bangunan harus memenuhi
aturan sebagai berikut luas bersih jendela/lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10
dari luas lantai. Pengaruh buruk kurang luas ventilasi adalah berkurangnya kadar
oksigen, bertambahnya kadar gas CO2, adanya pengap, suhu udara naik, dan
kelembaban udara bertambah.
2.

Memenuhi Kebutuhan Psikologis
Kebutuhan psikologis berfungsi untuk menjamin “privacy” bagi penghuni

rumah. Perlu adanya kebebasan untuk kehidupan keluarga yang tinggal dirumah
tersebut secara normal. Keadaan rumah dan sekitarnya diatur agar memenuhi rasa
keindahan. Adanya ruangan tersendiri bagi remaha dan ruangan untuk
berkumpulnya keluarga serta ruang tamu.
3.


Perlindungan Terhadap Penularan Penyakit
Untuk mencegah penularan penyakit diperlukan sarana air bersih, fasilitas

pembuangan air kotor, fasilitas penyimpanan makanan, menghindari intervensi
dari serangga dan hama atau hewan lain yang dapat menularkan penyakit.
4.

Perlindungan/Pencegahan terhadapa Bahaya Kecelakan dalam Rumah

Universitas Sumatera Utara

9

Agar terhindar dari kecelakaan makan konstruksi rumah harus kuat dan
memenuhi syarat bangunan, desain pencegahan terjadinya kebakaran dan
tersedianya alat pemadam kebakaran, pencegahan kecelakan jatuh, dan
kecelakaan mekanis lainnya.
2.1.3. Syarat Kesehatan Rumah Tinggal
Menurut Kepmenkes No.829/menkes/SK/VII/1999, syarat kesehatan

rumah tinggal adalah sebagai berikut :
1.

Bahan Bangunan
a.

Tidak terbuat dari bahan yang dapa melepaskan bahan yang
membahayakan kesehatan, antara lain : asbestos kurang dari 0,5 serat/m3
per jam, timbal kurang dari 300 mg/kg bahan.

b.

Tidak

terbuat

dari

bahan


yang

menjadi

tempat

tumbuh

dan

berkembangnya pathogen.
2.

Komponen dan Penataan Ruangan.
a.

Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.

b.


Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan di kamar cuci
kedap air dan mudah dibersihkan.

c.

Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

d.

Bumbungan rumah 10 m da nada penangkal petir.

e.

Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.

Universitas Sumatera Utara

10

3.


Pencahayaan
Pencahayaan alami/buatan , langsung maupun tidak langsung dapat

menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 Lux dan
tidak menyilaukan mata.
4.

5.

Kualitas udara
a.

Suhu udara nyaman antara 18-300C.

b.

Kelembaban antara 40-70%.

c.


Gas SO2 kurang dari 0,1 ppm/24jam.

d.

Pertukaran udara 5 kaki3/menit/pernghuni.

e.

Gas CO kurang dari 100 ppm/8jam.

f.

Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.

Ventilasi
Luas lubang ventilasi alami yang permanen minimal 10% luas lantai.

6.


Vektor Penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk, ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.

7.

Penyediaan Air
a.

Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60
liter/orang/hari.

b.

Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air
minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun
2002.

8.

Sarana penyimpanan makanan

Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman dan bersih.

Universitas Sumatera Utara

11

9.

Pembuangan Limbah
a.

Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air,
tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.

b.

Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,
tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.

c.

Kepadatan Hunian
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan untuk tidak lebih dari 2
orang.

2.1.4. Kondisi Fisik Rumah
Kondisi fisik rumah adalah keadaan rumah secara fisik dimana orang
menggunakan untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia. Penyakit atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan yang buruk. Lingkungan yang buruk tersebut dapat berupa kondisi
fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat seperti ventilasi, kepadatan
penghuni, suhu, kelembaba. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit saluran pernapasan (Slamet, 2009).
2.1.4.1. Ventilasi
Menurut Chandra (2007) Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi
atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan manusia. Ventilasi digunakan
untuk pergantian udara. Hawa segar diperlukan dalam rumah guna mengganti
udara ruangan yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga
temperature dan kelembaban udara dalam ruangan. Guna memperoleh

Universitas Sumatera Utara

12

kenyamanan udara seperti dimaksud di atas diperlukan adanya ventilasi yang baik.
Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Ventilasi Alam
Ventilasi alam berdasarkan pada 3 kekuatan yaitu : daya difusi dari gasgas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur.
Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur
udara kelembabannya. Ventilasi alam yaitu jendela, pintu, lubang angin. Ventilasi
yang baik minimal 10% dari luas lantai; 5% ventilasi insidentil (dapat dibuka dan
ditutup) dan 5% ventilasi permanen (tetap).
2) Ventilasi Buatan
Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan
alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut adalah kipas angin, exhauter dan
AC (air conditioner).
Tidak tersedianya ventilasi yang baik pada suatu ruangan akan
membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan pencemaran oleh bakteri
ataupun berbagai zat kimia. Adanya bakteri di udara umumnya disebakan debu,
uap air dan sebagainya yang akan menyebabkan penyakti pernapasan (Azrul,
2002).
Menurut

Kepmenkes

Nomor

829/menkes/SK/VII/1999

tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan; luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang
permanen minimal 10% luas lantai.

Universitas Sumatera Utara

13

2.1.4.2. Jenis Lantai
Menurut Achmadi (2008) lantai yang baik harus selalu kering, tinggi lantai
harus disesuaikan dengan kondisi setempat, lantai harus lebih tinggi dari muka
tanah. Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tidak
berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan, sehingga dapat
mencegah terjadinya penularan penyakit terhadap penghuninya.
Lantai rumah sangat penting untuk diperhatikan terutama dari segi
kebersihan dan persyaratan. Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi
karena jika musim hujan akan menjadi lembab sehingga dapat menimbulkan
gangguan terhadap penghuninya dan merupakan tempat yang baik untuk
berkembangbiaknya kuman penyakit, termasuk bakteri penyebab ISPA.
Sebaiknya lantai rumah tersebut dari bahan yang kedap air dan mudah
dibersihkan. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, sebaiknya lantai
dinaikkan kira-kira 25 cm dari permukaan tanah (Prasetya, 2005).
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak
lembab. Bahan lantai harus kedap air, mudah dibersihkan dan tidak menghasilkan
debu (Ditjen PPM dan PL, 2002).
Menurut

Kepmenkes

Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999

tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan; komponen dan penataan ruangan rumah sehat
dimana lantai kedap air, mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
2.1.4.3. Pencahayaan
Menurut

Sastra

(2006)

Cahaya

matahari

sangat

penting

bagi

kehidupan manusia, terutama bagi kesehatan. Selain untuk penerangan cahaya

Universitas Sumatera Utara

14

matahari juga dapat mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk,
membunuh kuman penyakit tertentu seperti ISPA, TBC, influenza, penyakit mata
dan lain-lain.
Cahaya, berperan sebagai gemercid (pembunuh kuman atau bakteri).
Cahaya matahari banyak dimanfaatkan oleh manusia dalam rangka menciptakan
kesehatan yang lebih sempurna, seperti membiarkan cahaya matahari pagi masuk
ke dalam rumah, karena cahaya matahari pagi tersebut banyak megandung sinar
ultraviolet yang dapat mematikan kuman (Azwar, 2002).
Agar dapat memperoleh cahaya yang cukup, setiap ruang harus memiliki
lubang cahaya yang memungkinkan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedikitnya setiap rumah harus
mempunyai lubang cahaya yang dapat berhubungan langsung dengan cahaya
matahari, minimal 10% dari luas lantai rumah; 5% dapat dibuka (Prasetya, 2005).
Menurut

Kepmenkes

Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999

tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan; pencahayaan alami dianggap baik jika
besarnya antara 60-120 Lux dan buruk jika kurang dari 60 Lux atau lebih dari 120
Lux.

2.1.4.4. Langit-Langit
Menurut Sastra (2006) langit-langit merupakan bidang pembatas antara
atap rumah dan ruangan di bawahnya. Langit-langit rumah memiliki banyak
fungsi, fungsi utama dari langit-langit adalah untuk menjaga kondisi suhu di
dalam ruangan akibat sinar matahari yang menyinari atap rumah. Udara panas di

Universitas Sumatera Utara

15

ruang atap ditahan oleh langit-langit sehingga tidak langsung mengalir ke ruang di
bawahnya sehingga suhu ruang dibawahnya tetap terjaga.
Selain menjaga kondisi suhu ruang dibawahnya, langit-langit juga
berfungsi untuk melindungi ruangan-ruangan di dalam rumah dari rembesan air
yang masuk dari atas atap, menetralkan bunyi atau suara yang bising pada atap
pada saat hujan. Selain itu juga langit-langit dapat membantu menutup dan
menyembunyikan benda-benda (seperti: kabel instalasi listrik, telfon, pipa hawa)
dan struktur atap sehingga interior ruangan tampak lebih indah.
Pemilihan bahan langit-langit sebaiknya yang bisa menyerap panas,
sehingga suhu dan kenyamanan udara dalam ruangan tetap terjaga. Langit-langit
dapat menahan rembesan air dari atap dan menahan debu yang jatuh dari atap
rumah (Prasetya, 2005).
Menurut

Kepmenkes

Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999

tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan; bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang
dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan dan langit-langit
harus mudah dibersihkan.
2.1.4.5. Kelembaban
Menurut

Kepmenkes

Nomor

829/menkes/SK/VII/1999

tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat
kesehatan dalam rumah adalah 40-70%.
Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan
akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme antara lain bakteri, spiroket,

Universitas Sumatera Utara

16

ricketsia, dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk kedalam tubuh melalui
udara. (Achmadi, 2008).
Kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung
menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme.
Bakteri pneumokokus seperti halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan subur pada
lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk >80% volume sel
bakteri dan merupakan hal yang esensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan
hidup sel bakteri. Selain itu jika udara terlalu banyak mengandung uap air, maka
udara basah yang dihirup berlebihan akan mengganggu pula fungsi paru (Azwar,
2002).
2.1.4.6. Dinding
Dinding adalah pembatas, baik antara ruangan dalam dengan ruang luar
ataupun ruang dalam dengan ruang dalam yang lain. Bahan dinding dapat terbuat
dari papan, triplek, batu merah, batako, dan lain-lain (Prasetya, 2005).
Dinding berfungsi sebagai pendukung atau penyangga atap, untuk
melindungi ruangan rumah dari gangguan serangga, hujan dan angin, serta
melindungi dari pengaruh panas dan angin dari luar. Bahan dinding yang paling
baik adalah batu, tembok, sedangkan kayu, papan, bambu kurang baik.
Menurut Suryatno (2003) rumah yang berdinding tidak rapat seperti bambu,
papan atau kayu dapat menyebabkan ISPA, karena angin malam langsung masuk ke
dalam rumah. Jenis dinding yang mempengaruhi terjadinya ISPA, selain itu dinding
yang sulit dibersihkan dan penumpukan debu pada dinding, merupakan media yang
baik bagi berkembangbiaknya kuman.

Universitas Sumatera Utara

17

Menurut

Kepmenkes

Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999

tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan; komponen dan penataan ruangan rumah sehat
dimana dinding rumah sehat harus memiliki ventilasi, kedap air dan mudah
dibersihkan.
2.1.4.7. Kepadatan Hunian
Luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan untuk lebih dari 2
orang dalam satu ruang tidur.
2.2.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

2.2.1. Defenisi ISPA
Infeksi Saluran Pernapasa Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai
spectrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan
sampai penyakit yang parah dan mematikan tergantung pada patogen
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (WHO,2008).
Menurut Unicef, ISPA disebut sebagai pandemic yang terlupakan atau The
Forgotten killer of Children. Hal ini diduga karena ISPA merupakan penyakit
yang akut dan kualitas pelaksannaan pencegahannya belum memadai, ISPA
terjadi dalam beberapa variasi, ISPA dapat menyebar secara cepat dan berdampak
besar bagi kesehatan masyarakat.
Menurut Kemenkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan 2012, ISPA merupakan suatu infeski akut yang menyerang salahs atu
bagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung sampai alveoli
termasuk sinus, rongga telinga, dan pleura.

Universitas Sumatera Utara

18

Menurut Hartono (2012) terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut
beberapa faktor. Penyebaran dan dampak penyakit berkaitan dengan:
a.

kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga),
kelembaban, kebersihan, musim, temperatur

b.

ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan
infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap
fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi).

c.

faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu
menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau
infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan umum.

d.

karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi
(misalnya, gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran
inokulum).
Menurut Depkes RI (2007) ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut,

istilah ini meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut. Dengan
pengertian sebagai berikut:
i.

Infeksi adalah masuknya kuman atau mikro organisme kedalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
ii.

Saluran pernapasan adalah organ dari hidung hingga alvioli serta organ

adneksanya seperti sinus-sinus rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernapasan atas.
iii. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung selama 14 hari diambil untuk
menunjukan peroses akut. Meskipun beberapa penyakit yang dapat digolongkan

Universitas Sumatera Utara

19

dalam ISPA proses ini berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes, RI 2007).
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang berlangsung sampai 14
hari yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ dari hidung sampai
gelembung paru. Beserta organ-organ disekitarnya: sinus, ruang telinga tengah
dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat
ringan seperti batuk pilek (Rasmaliah, 2007).
Menurut Muhammad, Hood & Taib (2005), ISPA adalah radang akut
saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik
atau bakteri, virus , maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru.
2.2.2. Etilogi ISPA
Menurut WHO (2007), ISPA dapat menimbulkan berbagai spectrum
penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada pathogen penyebabnya,
faktor lingkungan, dan faktor pejamu.
Menurut WHO, berdasarkan penelitian di berbagai Negara juga
menunjukkan bahwa di Negara berkembang streptococcus pneumonia dan
Haemofilus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan.

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis penyakit bakteri, virus,
jamur, dan aspirasi. Beberapa diantaranya :
Bakteri

: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, Haemophilus, Influenza, dan lain-lain.

Virus

: Influenza, Adenovirus, Sitomegalovirus

Jamur

:Asperigillus sp, Candida albicans, Histoplasma, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

20

Aspirasi

: makan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak biasanya
tanah, cairan amnion, pada saat lahir, benda asing ( Widoyono,
2008).

2.2.3. Patogenesis ISPA
Menurut Muhammad, Hood & Taib (2005) ISPA dapat ditularkan melalui
air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup
oleh orang sehat ke saluran pernapasannya.
3 cara penyebaran infeksi pernapasan :
1.

Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk

2.

Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersinbersin

3.

Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda-benda yang telah
dicemari jasad renik.

2.2.4. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut :
a. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas :
1) Pneumonia berat : apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan
yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat,
frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.
2) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) : bila tidak ditemukan tanda tarikan
yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat,
frekuensi nafas kurang dari 60 kali per menit.

Universitas Sumatera Utara

21

b. Kelompok umur 2 bulan -

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016

2 18 165

Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 4 111

Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 16

Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 5

Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016 Chapter III VI

0 0 37

Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 3 3

Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 26

Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 0 15

Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 0 2