Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mekanisme Pertahanan Diri terhadap Hasrat Melakukan Hubungan Seksual pada Diri Biarawan Buddha T1 802005141 BAB V
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pada dasarnya ketiga nara sumber menggunakan bentuk
mekanisme pertahanan diri yang digunakan dalam penelitian ini.
Adapun bentuk mekanisme pertahanan diri adalah penolakan,
represi, asketisisme atau menolak segala kebutuhan, isolasi,
penggantian, melawan diri sendiri, proyeksi, tawanan altruitik,
pembentukan reaksi, penghapusan, introjeksi atau identifikasi,
identifikasi dengan penyerang, regresi, fiksasi dan sublimasi (Freud,
Personality Theories, 2006)
Pada bentuk mekanisme pertahanan diri penolakan, nara
sumber dapat menolak mengalami hubungan seksual meskipun
mereka tidak mampu menolak datangnya atau munculnya keinginan
untuk melakukan hubungan seksual. Hal ini dimungkinkan karena
nara sumber belum dapat melakukan bentuk mekanisme pertahanan
diri represi yaitu nara sumber belum dapat melupakan semua
stimulus yang berhubungan dengan seksual. Sehingga nara sumber
hanya dapat berpegang kepada bentuk mekanisme pertahanan diri
asketisisme atau menolak segala kebutuhan dan nara sumber dapat
menjalani hidupnya dengan patuh terhadap aturan kebhikkhuan atau
menjalani gaya hidup asketik sesuai dengan profesinya sebagai
bhikkhu.
Nara sumber berusaha menutup diri dari berbagai macam
stimulus yang dapat membangkitkan gairah seksual mereka dengan
173
tujuan mereka dapat melupakan atau menjadi tidak terlalu fokus
terhadap
kehidupan
keduniawian
atau
melakukan
bentuk
mekanisme pertahanan diri isolasi. Setelah nara sumber dapat
melakukan mekanisme pertahanan diri isolasi, mereka mencoba
untuk melakukan bentuk mekanisme pertahanan diri melawn diri
sendiri yang bertujuan untuk dapat mengantikan kebutuhan / tidak
memenuhi kebutukan yang sebenarnya mereka butuhkan. Setelah
mereka berusaha untuk melawan keinginan mereka maka mereka
menggunakan bentuk mekanisme pertahanan diri pengantian yaitu
mengalihkan atau menggantikan kebutuhan seksual mereka dengan
kebutuhan lain yang dapat diterima atau sesuai dengan aturan
kebhikkhuan.
Ketiga nara sumber melakukan bentuk mekanisme pertahanan
diri tawanan altruistik, nara sumber masih memanfaatkan orang lain
untuk memenuhi kebutuhannya yaitu menolak keinginan untuk
melakukan hubungan seksual. Dalam melakukan mekanisme
pertahanan diri tawanan altrusitik, nara sumber menjadi mampu
membedakan antara kebutuhan nara sumber dan kebutuhan orang
lain sehingga mereka bisa tidak melakukan mekanisme pertahanan
diri proyeksi. Setelah mereka melakukan tawanan altruistik mereka
menjadi lebih mudah untuk melakukan mekanisme pertahanan diri
pembentukan reaksi yaitu menentang semua pendapat yang
bertentangan dengan usaha mereka dalam menolak hubungan
seksual.
174
Ketiga nara sumber mencontoh kehidupan seseorang yang
mendukung mereka untuk mencapai cita-citanya dalam menjalani
kehidupan sebagai seorang bhikkhu dengan tujuan agar mereka
menjadi lebih mudah dalam menghadapi segala permasalahan yang
dihadapi. Hal ini berarti mereka melakukan bentuk mekanisme
pertahanan diri introjeksi atau identifikasi. Namun mereka tidak
melakukan identifikasi dengan penyerang yaitu meraka tidak ingin
membiarkan dirinya menjadi lemah atau mudah terhasut untuk
menikmati kehidupan keduniawian.
Adanya kecemasan dan ketakutan untuk mengambil langkah
berikutnya menyebabkan RM menggunakan bentuk mekanisme
pertahanan diri fiksasi, yaitu kalau harapan unuk mengambil
langkah berikutnya banyak menimbulkan kecemasan maka ego
akan mengambil strategi untuk tetap tinggal pada tahap sekarang.
Walaupun RM merasa cemas jika ia kembali menjadi orang biasa
atau perumah tangga hal ini membuat RM menjadi percaya diri atau
kuat dalam menjalani hidupnya sebagai seorang bhikkhu. Berbeda
dengan yang dilakukan oleh SN dan ND yang tidak merasa cemas
apabila mereka harus kembali lagi menjadi perumah tangga, namun
mereka juga tidak pasrah dalam melawan semua cobaan yang
datang melainkan mereka berusaha untuk dapat menjalani
kehidupan sebagai seorang bhikkhu tanpa rasa terpaksa.
Dalam mengubah semua dorongan yang tidak dapat diterima
oleh aturan kebhikkhuan menjadi dapat diterima, ketiga nara
sumber tidak mengubah semua dorongan kedalam bentuk seni tau
175
yang disebut bentuk mekanisme perthanan diri sublimasi. Tetapi
mereka mencoba untuk menyelesaikan segala permasalahan dengan
menggunakan cara untuk menyelesaikan masalah yang pernah
digunakan pada saat mereka masih remaja atau masih muda dulu
yang disebut dengan mekanisme pertahanan diri regresi, yaitu
mengingat kembali peristiwa ketika mereka mengalami tekanan
psikologis sebagai tameng untuk mempertahankan dirinya agar
dapat menyelesaikan masalah. Seperti yang digunakan oleh SN
ketika ia merasakan jatuh cinta maka ia mengingat peristiwa pada
saat masih remaja di mana ia pernah disaliti oleh wanita yang ia
cintai. Dengan mengingat kejadian itu maka SN tidak ingin
mengulang peristiwa masalalunya.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat peneliti
berikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi laki-laki dan perempuan yang masih remaja ataupun
pasangan suami istri diharapkan penelitian ini dapat membantu
pengambilan keputusan yang matang dalam masalah seksual
yang muncul, agar tidak tejadi hubungan seks diluar nikah
ataupun terjadi perselingkuhan.
2. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih
lanjut mengenai mekanisme pertahanan diri terhadap hasrat
seksual menggunakan teori serta karakteristik subjek yang lebih
176
tepat sehingga dapat diketahui cara yang tepat untuk
menghadapi hasrat seksual.
3. Data yang didapat dalam penelitian ini belum mengungkap apa
yang sebenarnya sedang dirasakan oleh nara sumber atau
mengungkap lebih dalam lagi mengenai mekanisme pertahanan
diri. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan juga menggali data
yang lebih dari penelitian ini agar data penelitian dapat lebih
lengkap dan lebih baik.
177
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pada dasarnya ketiga nara sumber menggunakan bentuk
mekanisme pertahanan diri yang digunakan dalam penelitian ini.
Adapun bentuk mekanisme pertahanan diri adalah penolakan,
represi, asketisisme atau menolak segala kebutuhan, isolasi,
penggantian, melawan diri sendiri, proyeksi, tawanan altruitik,
pembentukan reaksi, penghapusan, introjeksi atau identifikasi,
identifikasi dengan penyerang, regresi, fiksasi dan sublimasi (Freud,
Personality Theories, 2006)
Pada bentuk mekanisme pertahanan diri penolakan, nara
sumber dapat menolak mengalami hubungan seksual meskipun
mereka tidak mampu menolak datangnya atau munculnya keinginan
untuk melakukan hubungan seksual. Hal ini dimungkinkan karena
nara sumber belum dapat melakukan bentuk mekanisme pertahanan
diri represi yaitu nara sumber belum dapat melupakan semua
stimulus yang berhubungan dengan seksual. Sehingga nara sumber
hanya dapat berpegang kepada bentuk mekanisme pertahanan diri
asketisisme atau menolak segala kebutuhan dan nara sumber dapat
menjalani hidupnya dengan patuh terhadap aturan kebhikkhuan atau
menjalani gaya hidup asketik sesuai dengan profesinya sebagai
bhikkhu.
Nara sumber berusaha menutup diri dari berbagai macam
stimulus yang dapat membangkitkan gairah seksual mereka dengan
173
tujuan mereka dapat melupakan atau menjadi tidak terlalu fokus
terhadap
kehidupan
keduniawian
atau
melakukan
bentuk
mekanisme pertahanan diri isolasi. Setelah nara sumber dapat
melakukan mekanisme pertahanan diri isolasi, mereka mencoba
untuk melakukan bentuk mekanisme pertahanan diri melawn diri
sendiri yang bertujuan untuk dapat mengantikan kebutuhan / tidak
memenuhi kebutukan yang sebenarnya mereka butuhkan. Setelah
mereka berusaha untuk melawan keinginan mereka maka mereka
menggunakan bentuk mekanisme pertahanan diri pengantian yaitu
mengalihkan atau menggantikan kebutuhan seksual mereka dengan
kebutuhan lain yang dapat diterima atau sesuai dengan aturan
kebhikkhuan.
Ketiga nara sumber melakukan bentuk mekanisme pertahanan
diri tawanan altruistik, nara sumber masih memanfaatkan orang lain
untuk memenuhi kebutuhannya yaitu menolak keinginan untuk
melakukan hubungan seksual. Dalam melakukan mekanisme
pertahanan diri tawanan altrusitik, nara sumber menjadi mampu
membedakan antara kebutuhan nara sumber dan kebutuhan orang
lain sehingga mereka bisa tidak melakukan mekanisme pertahanan
diri proyeksi. Setelah mereka melakukan tawanan altruistik mereka
menjadi lebih mudah untuk melakukan mekanisme pertahanan diri
pembentukan reaksi yaitu menentang semua pendapat yang
bertentangan dengan usaha mereka dalam menolak hubungan
seksual.
174
Ketiga nara sumber mencontoh kehidupan seseorang yang
mendukung mereka untuk mencapai cita-citanya dalam menjalani
kehidupan sebagai seorang bhikkhu dengan tujuan agar mereka
menjadi lebih mudah dalam menghadapi segala permasalahan yang
dihadapi. Hal ini berarti mereka melakukan bentuk mekanisme
pertahanan diri introjeksi atau identifikasi. Namun mereka tidak
melakukan identifikasi dengan penyerang yaitu meraka tidak ingin
membiarkan dirinya menjadi lemah atau mudah terhasut untuk
menikmati kehidupan keduniawian.
Adanya kecemasan dan ketakutan untuk mengambil langkah
berikutnya menyebabkan RM menggunakan bentuk mekanisme
pertahanan diri fiksasi, yaitu kalau harapan unuk mengambil
langkah berikutnya banyak menimbulkan kecemasan maka ego
akan mengambil strategi untuk tetap tinggal pada tahap sekarang.
Walaupun RM merasa cemas jika ia kembali menjadi orang biasa
atau perumah tangga hal ini membuat RM menjadi percaya diri atau
kuat dalam menjalani hidupnya sebagai seorang bhikkhu. Berbeda
dengan yang dilakukan oleh SN dan ND yang tidak merasa cemas
apabila mereka harus kembali lagi menjadi perumah tangga, namun
mereka juga tidak pasrah dalam melawan semua cobaan yang
datang melainkan mereka berusaha untuk dapat menjalani
kehidupan sebagai seorang bhikkhu tanpa rasa terpaksa.
Dalam mengubah semua dorongan yang tidak dapat diterima
oleh aturan kebhikkhuan menjadi dapat diterima, ketiga nara
sumber tidak mengubah semua dorongan kedalam bentuk seni tau
175
yang disebut bentuk mekanisme perthanan diri sublimasi. Tetapi
mereka mencoba untuk menyelesaikan segala permasalahan dengan
menggunakan cara untuk menyelesaikan masalah yang pernah
digunakan pada saat mereka masih remaja atau masih muda dulu
yang disebut dengan mekanisme pertahanan diri regresi, yaitu
mengingat kembali peristiwa ketika mereka mengalami tekanan
psikologis sebagai tameng untuk mempertahankan dirinya agar
dapat menyelesaikan masalah. Seperti yang digunakan oleh SN
ketika ia merasakan jatuh cinta maka ia mengingat peristiwa pada
saat masih remaja di mana ia pernah disaliti oleh wanita yang ia
cintai. Dengan mengingat kejadian itu maka SN tidak ingin
mengulang peristiwa masalalunya.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat peneliti
berikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi laki-laki dan perempuan yang masih remaja ataupun
pasangan suami istri diharapkan penelitian ini dapat membantu
pengambilan keputusan yang matang dalam masalah seksual
yang muncul, agar tidak tejadi hubungan seks diluar nikah
ataupun terjadi perselingkuhan.
2. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih
lanjut mengenai mekanisme pertahanan diri terhadap hasrat
seksual menggunakan teori serta karakteristik subjek yang lebih
176
tepat sehingga dapat diketahui cara yang tepat untuk
menghadapi hasrat seksual.
3. Data yang didapat dalam penelitian ini belum mengungkap apa
yang sebenarnya sedang dirasakan oleh nara sumber atau
mengungkap lebih dalam lagi mengenai mekanisme pertahanan
diri. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan juga menggali data
yang lebih dari penelitian ini agar data penelitian dapat lebih
lengkap dan lebih baik.
177