Kajian Uni Eropa Hasrat Turki Bergabung

Kajian Uni Eropa
Gejolak Demokratisasi Turki:
“Hasrat Turki bergabung dalam Uni Eropa”

Fakhri Falahudin Ahmad

20130510311

Untari Narulita MD

20130510316

Putri Johantin A

20130510312

Dina Armelia

20130510285

Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Poltik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2015
ABSTRAKSI

Turki dikenal sebagai negara Islam yang menganut ideologi politik yang
condong ke ideologi Barat semenjak runtuhnya kekaisaran Islam Ottoman yang
digantikan dengan Republik Turki pada tahun 1923. Di bawah komando Mustafa
Kemal Attaturk, Turki mengadopsi nilai-nilai berwacanakan westernisasi dan
modernisasi. Sistem kesultanan dan kekhalifahan dihapuskan dari sistem
pemerintahan, agama dipisahkan dari kehidupan pemerintah dalam segala
pengambilan kebijakan. Sedangkan fungsi agama dalam kehidupan berpolitik
diatur langsung oleh negara dan pembentukan konsepsi mengenai solidaritas serta
kepentingan nasional yang berada diatas kepentingan kelompok minoritas 1.
Perubahan haluan sistem pemerintahan ini menjadikan arah politik luar negeri
berhasrat bahwa Turki dapat sesegera mungkin bergabung dalam kekuatan besar
di Eropa dan Amerika Serikat khususnya melalui kerjasama sektor ekonomi.2
Namun gejolak perubahan arah sistem pemerintahan yang modern tidak
diimbangi dengan perkembangan demokratisasi politik dalam negeri, di mana
masih kurangnya pemaknaan terhadap pelaksanaan HAM (Hak Asasi Manusia)

yang merupakan salah satu syarat mendasar untuk dapat diterima sebagai negara
anggota Uni Eropa. Masalah HAM yang harus segera diselesaikan oleh
pemerintahan Turki adalah masalah Kurdi, Armenia, dan Cyprus terkait
pelanggaran HAM, kekerasan dan kurangnya penghormatan kepada kaum
minoritas, ini menjadi sorotan utama Uni Eropa agar Turki dapat lebih
menegakkan demokrasi di negaranya. Di antara kendala yang menghambat
Eropanisasi Turki adalah mengenai masalah perebutan pengaruh antara Yunani
dan Turki, kepentingan Turki dalam permasalahan Siprus adalah menjadi basis
penyokong terhadap komunitas Turki (Cyprus Turki) yang hidup di Siprus sebagai
golongan minoritas. Sedangkan kepentingan Yunani adalah untuk menggulingkan
pemerintahan Republik Siprus kemudian mendirikan negara Siprus yang
terunifikasi dengan Yunani. Permasalahan Cyprus inilah yang kemudian

1

Zurcher: 1997
Dikutip dari jurnal karya Gandha Praditya Putra: “Pegeseran Politik Luar
Negeri Turki dari Barat ke Timur Tengah (2007-2011)”
2


Page | 2

menyebabkan proses aksesi Turki menjadi terhambat. 3 Di sisi lain Turki telah
mengalami pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dimana pendapatan
perkapita meningkat dan kemiskinan berkurang. Perkembangan pesat juga
dirasakan dalam sektor ekonomi dan teknologi, hal ini membuat Turki memiliki
harapan besar agar menjadi negara anggota Uni Eropa di kemudian hari.
AKAR PERMASALAHAN


Penerapan demokrasi dan adaptasi norma-norma Eropa yang dilakukan
Turki

selalu

mengalami

kesulitan

karena


pihak

yang

berkuasa

mempertahankan sistem pemerintahan yang birokratis, nasionalis dan
cenderung mendukung otoritarianisme. Hal ini berlawanan dengan
intergovermentalism liberal dimana pendapat Moravcsik menyatakan
bahwa negara memainkan peran dalam dua tingkatan secara bersamaan
(two level games), yaitu domestic politics dan international negotiation.
Kolaborasi urusan dalam negeri dan bagaimana cara negara melakukan
negosiasi dengan internasional untuk mewujudkan kepentingan nasional
negara tersebut.


Demokrasi multi partai yang diterapkan Turki memberikan tempat kepada
kelompok religius, provinsi, kaum Kurdi, dan kelompok lain di dalam
dunia politik, sosial dan ekonomi. Evolusi politik Turki perlahan

menjadikan kelompok politik Kemalis menjadi lemah. Melemahnya
kelompok

politik

Kemalis

menyebabkan

militer

turun

tangan

mempertahankan warisan Kemal. Hal ini justru menganggu perkembangan
demokrasi di Turki.


Peran Militer di Turki telah diwarnai dengan kudeta militer pada tahun

1960, 1971, dan 1980. Keterlibatan militer pada ranah politik
pemerintahan Turki tidak memiliki pola yang konsisten sekaligus
menjadikan kondisi politik Turki yang tidak stabil dapat menghambat
upaya Eropanisasi Turki.

3

Di kutip dari http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/656/jbptunikompp-gdladhiwardan-32756-12-unikom_a-v.pdf 20 November 2014

Page | 3



Secara historis dan religiusitas Turki memiliki akar yang sangat berbeda
dengan negara-negara di daratan Eropa secara keseluruhan. Negara-negara
Eropa memiliki sejarah kebudayaan yang sama-sama berakar dari
kekaisaran Romawi disertai dengan campur tangan Gereja yang memiliki
peran sangat besar dalam pertumbuhan dan perkembangan kehidupan
sosial dan masyarakat di negara-negara Eropa. Sementara itu, Turki yang
berada berdampingan dengan negara-negara di daratan Eropa dengan

sejarah Romawi dan Gereja tidak memliki cukup banyak pengalaman
historis dan religiusitas yang sama.



Permasalahan lainnya adalah mengenai penggunaan bahasa. Di negaranegara Eropa mengadopsi tiga rumpun bahasa yaitu rumpun bahasa
Germania, rumpun bahasa Romans, dan rumpun bahasa Slavia. Sementara
itu Turki memiliki bahasa yang tidak bersumber dari salah satu dari tiga
rumpun yang digunakan di daratan Eropa.



Faktor sentimen-sentimen menjadi suatu hal yang menyudutkan Turki
sebagaimana yang ditunjukan oleh negara-negara Eropa lainnya, Turki
dianggap tidak termasuk dalam Christian Community. Hal ini diperkuat
dengan sejarah yang buruk antara Turki dan beberapa negara anggota Uni
Eropa lainnya, seperti Inggris dan Yunani, dimana keduanya dapat saja
menggunakan

hak


veto-nya

untuk

menolak

keanggotaan

Turki,

sebagaimana yang pernah dilakukan Yunani pada Turki.


Keraguan Eropa yakni dalam kapasitas dan hasrat Turki untuk
mengadaptasi acquis Un Eropa bukan satu-satunya syarat aksesi Turki
menjadi anggota Uni Eropa. Turki diminta menyelesaikan masalah yang
terkait dengan Republik Turki Siprus Utara. Karakter Islam Turki menjadi
tentangan dari berbagai oposisi di Eropa, terutama kelompok Demokrat
Kristen Eropa. Selain itu, Eropa memiliki ketakutan tersendiri terhadap

Turki seperti mengenai imigrasi atau terorisme Islam.



Dapat disimpulkan bahwa hambatan-hambatan Turki dalam menjadi
anggota tetap Uni Eropa hingga saat ini secara garis besar disebabkan
oleh masalah perbedaan identitas budaya, ekonomi dan politik yang dirasa
tidak sesuai dengan identitas Eropa.
Page | 4

REGIONALISME DI UNI EROPA
Pengalaman yang buruk mengenai peperangan membuat bangsa Eropa
mengembangkan berbagai kemungkinan untuk melakukan kerjasama guna
menghindarkan berulangnya peperangan di kawasan ini. Uni Eropa merupakan
wujud dari regionalisme baru untuk mencapai integrasi. Tahapan mencapai
integrasi Uni Eropa seperti sekarang ini melalui proses yang cukup panjang
dimulai dengan pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC) pada
tahun 1950-an dan anggotanya terdiri dari Perancis, Jerman, Italia, dan negaranegara Benelux mulai menyatukan negara-negara di Eropa secara poltik dan
ekonomi.


ECSC

membentuk European

Defence

Community (EDC)

yang

kemudian mengalami kegagalan pada musin panas 1954. Kegagalan ini bukannya
meruntuhkan semangat negara-negara tersebut untuk bekerjasama, melainkan
semakin menambah keinginan untuk berintegrasi secara lebih kuat dan mendalam.
Sejumlah negosiasi dan diskusi dilakukan oleh negara-negara tersebut dengan
tujuan untuk mengavaluasi dan memperbaiki kegagalan EDC. Pada 25 Maret
1957 ditandatangani perjanjian Roma atau Rome Treaty yang mengesankan
terbentuknya terbentuknya European Economic Community (EEC atau lebih
dikenal dengan MEE = Masyarakat Ekonomi Eropa) dan European Atomic
Energy Community (Euratom). Kedua perjanjian tersebut mulai berlaku tahun
1958. EEC inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Uni Eropa. Rome

Treaty yang merupakan dasar dari pembentukan EEC, menampilkan suatu
kerangka yang memiliki tujuan untuk mengeliminasi tarif dan kuota, menciptakan
tarif internal bersama, menetapkan kebijakan agrikultur dan transportasi bersama,
mengkoordinasi unit kesatuan moneter, serta berbagai kebijakan menganai
peraturan-peraturan yang terkait. EEC dalam perjalannanya kemudian berubah
menjadi European Union (Uni Eropa) pada tahun 1992. Perubahan ini didasari
oleh Maastricht Treaty yang juga memberikan peran baru pada bidang kebijakan
domestik

dan

luar

negeri,

serta

menampilkan

daftar

perencanaan

penciptaan Euro sebagai mata uang bersama Uni Eropa.

Page | 5

KEBIJAKAN PERLUASAN KEANGGOTAAN UNI EROPA
Perluasan keanggoataan atau enlargement4 merupakan kebijakan dalam
Uni Eropa. Kebijakan ini memiliki peran penting dalam perkembangan Uni
Eropa. Melalui enlargement ini Uni Eropa bertujuan untuk mencapai integrasi
yang lebih mendalam. Uni Eropa yang membawa nilai-nilai perdamaian dan
kebebasan, demokrasi, keadilan dan hukum, serta toleransi dan solidaritas, kini
dengan 27 anggota dengan populasi lebih dari 500 juta orang, menjadi zona
ekonomi yang paling besar di dunia. Pasar tunggal yang kini lebih luas seiring
meluasnya wilayah Uni Eropa meningkatkan kesejahteraan, kemampuan
berkompetisi, dan pengaruh Uni Eropa dibandingkan dengan bentuk aslinya,
yakni EEC yang hanya beranggotakan enam negara dengan populasi
masyarakatnya yang kurang dari 200 juta orang. Sejak tahun 1973, Uni Eropa
telah melakukan enam tahap enlargement yang membawa 21 negara baru masuk
menjadi bagian dari Uni Eropa. Berkaitan dengan penambahan anggota sebagai
berikut:5

Tahun
1957

Negara-Negara
Belgia,

Perancis,

Jerman,

Italia,

Luxemburg,

Belanda

1973

Inggris, Irlandia, Denmark

1981

Yunani

1986

Spanyol, Portugal

1995

Austria, Swedia, Finlandia

2004

Ceko, Estonia, Siprus, Latvia, Lithuania, Hungaria,

4

Dikutip dari http://ec.europa.eu/enlargement/the-policy/conditions-forenlargement/index_en.htm 20 November 2014
5

Di kutip dari jurnal karya Eka Sari Handayani “Kegagalan Turki Menjadi
Anggota Tetap Uni Eropa”

Page | 6

Malta, Polandia, Slovakia, Slovenia
2007

Romania, Bulgaria

Keanggotaaan uni Eropa terbuka bagi setiap Negara yang menjadi anggota
dengan dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu pertama, Negara yang
bersangkutan harus berada di benua Eropa dan kedua, Negara tersebut
menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, penegakan hukum, penghormatan HAM
dan

menjalanakan

segala

peraturan

perundangan

Uni

Eropa

(acquis

communautaires). Setiap negara Eropa yang menghormati prinsip-prinsip
kebebasan, demokrasi, menghormati hak asasi manusia dan kebebasan dasar, dan
aturan hukum dapat mengajukan permohonan untuk menjadi anggota, sesuai
dengan artikel 2 dan 49 dari The Treaty on European Union. Setelah mengajukan
diri untuk menjadi kandidat anggota baru Uni Eropa, negara tersebut akan melalui
suatu proses yang panjang dan ketat. Aplikasi permohonan untuk bergabung
dengan Uni Eropa diserahkan kepada European Council, kemudian The European
Commission akan memberikan pendapat resmi mengenai negara tersebut. Setelah
mendapat pendapat dari The European Commission, European Council akan
memutuskan apakah negara tersebut diterima menjadi negara kandidat anggota
Uni Eropa atau tidak. Setelah disetujui, barulah negosiasi resmi antara negara
kandidat dengan seluruh negara anggota Uni Eropa dapat dimulai. Proses ini
tentu saja tidak berjalan begitu saja. Untuk menjadi negara kandidat anggota
baru Uni Eropa, suatu negara harus memenuhi kriteria yang disebut
sebagai Copenhagen Criteria yang disahkan oleh European Council pada tahun
1993 di Copenhaggen, Denmark. Secara garis besar, Copenhagen Criteria
mengatur kewajiban negara calon anggota untuk memenuhi:6
1.

6

Stalibitas institusi melalui pengaplikasian sistem pemerintahan demokratis;

Di kutip dari jurnal karya Eka Sari Handayani “Kegagalan Turki Menjadi
Anggota Tetap Uni Eropa”

Page | 7

2.

Pengaplikasian konsep the rule of law. Yang berarti tidak ada individu yang
kebal hukum. Semua orang memiliki kedudukan yang setara di hadapan
hukum, dapat diatur oleh dan atau dikenai sanksi sesuai hukum yang
berlaku;

3.

Menjunjung tinggi nilai-nilai penegakan Hak Asasi Manusia (HAM);

4.

Menjamin perlindungan dan kesamaan hak bagi kaum minoritas;

5.

Memiliki ekonomi yang terbuka serta pasar yang kompetitif. Terkait dengan
tingginya tekanan oleh pasar dari dalam dan luar Uni Eropa;

6.

Mendapat persetujuan dari negara anggota lain, terkait dengan prediksi
bahwa calon negara anggota dapat menyesuaikan diri dengan institusi Uni
Eropa serta mampu terintegrasi secara penuh baik dalam bidang ekonomi
maupun politik.
Bila negara calon anggota dapat memenuhi kriteria di atas, maka ia dapat

diterima sebagai anggota baru. Tujuan dibentuknya Copenhagen Criteria adalah
untuk mengurangi kemungkinan permainan kepentingan dalam penerimaan calon
anggota

baru.

Sebab

kepentingan

politik

dapat

mengganggu

proses governance dalam Uni Eropa.7 Sebagai suatu organisasi supranasional
wajar saja apabila mekanisme Eropanisasi suatu negara masuk menjadi anggota
Uni Eropa begitu ketat dan terstruktur dengan sistematis dan masif, karena apabila
terjadi suatu kepentingan tersendiri dari salah satu negara anggota dampak yang
ditimbulkan akan mejalar ke negara anggota lainnya bahkan seluruh Uni Eropa.
UPAYA TURKI MENJADI ANGGOTA UNI EROPA
Uni Eropa telah memberikan jalan kepada pemerintah Turki untuk
melakukan perundingan, Uni Eropa akan melihat hasil dari pencapaianpencapaian yang dilakukan oleh pemerintah Turki dalam memenuhi setiap kriteria
Kopenhagen, peneliti akan memaparkan setiap upaya, kemajuan dan kendala yang
dihadapi pemerintah Turki selama proses memenuhi kriteria Kopenhagen tersebut.
Membela hak asasi manusia merupakan salah satu prioritas utama kebijakan
7

Ibid

Page | 8

eksternal Uni Eropa. Tahun 2004 Uni Eropa mengadopsi Pedoman Pembela Hak
Asasi Manusia. Delegasi Uni Eropa dan Turki bersama-sama dengan misi
diplomatik Uni Eropa di Turki telah mengadopsi Strategi Lokal Uni Eropa untuk
Mendukung dan membela Pembela Hak Asasi Manusia di Turki. Uni Eropa
menyediaan dukungan yang efektif kepada para pembela HAM serta pemantauan
situasi pembela HAM di Turki. Dalam rangka strategi ini, pertemuan rutin
berlangsung setiap tahun dengan misi Uni Eropa dan pembela HAM dan LSM,
masalah HAM yang harus segera diselesaikan oleh Turki adalah masalah Kurdi,
Armenia, dan Cyprus adalah masalah yang di hadapi pemerintah Turki terkait
pelanggaran HAM, kekerasan dan kurangnya penghormatan kepada kaum
minoritas, ini menjadi sorotan utama Uni Eropa agar Turki dapat lebih
menegakkan demokrasi di negara tersebut, dan berikut hasil penelitian terkait
upaya pemerintah Turki dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Pemerintahan memiliki tugas menata kembali sektor perekonomian,
mengurangi hutang negara dan menerapkan perekonomian yang lebih berorientasi
ekspor. Keberhasilan Erdogan dapat dilihat ketika Turki harus mengatasi krisis
keuangannya sendiri. Kemampuan kompetisi perekonomian Turki yang kini tidak
hanya mengandalkan pada sektorsektor tekstil dan produk garmen atau buahbuahan seperti dulu, kini mulai memasuki bidang industri otomotif, kimia dan
mesin, besi dan baja. Turki telah membuktikan kemampuannya dalam kompetisi
perekonomian. Uni eropa lalu melihat perkembangan ekonomi Turki yang begitu
pesat dan dalam beberapa pertemuan membuat laporan yang berisi sebagai
berikut:
“Turki

telah

membuat

kemajuan

besar

dengan

mengurangi

ketidakseimbangan makroekonomi. Turki juga mampu mengatasi tekanan
kompetitif dan kekuatan pasar Uni Eropa. Sejak pertengahan tahun 2004,
Pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) meningkat dari 5,8% di tahun
2003 menjadi 8,9% pada 2004, dibantu oleh pertumbuhan konsumsi swasta
yang kuat, yang didorong oleh suku bunga yang lebih rendah, peningkatan
kredit konsumsi dan lonjakan investasi sektor mesin dan peralatan.”8

8

Dikutip dari http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/656/jbptunikompp-gdladhiwardan-32756-12-unikom_a-v.pdf 20 November 2014

Page | 9

KENDALA TURKI BERGABUNG BERSAMA UNI EROPA
Kondisi politik dan ekonomi Turki memang selalu menjadi alasan kuat
Uni Eropa untuk selalu menolak keanggotaan Turki. Ekonomi Turki yang jauh
berbeda dengan negara-negara Uni Eropa lainnya dikhawatirkan akan menjadi
suatu masalah bagi Uni Eropa dan menjadi beban bagi Uni Eropa di masa yang
akan datang. Jika Turki diterima sebagai negara anggota Uni maka Turki berhak
mendapatkan

bantuan

perekonomian

dari

negara-negara

Uni

Eropa

melalui Regional Polcicy-nya. Selain itu, kondisi demokrasi Turki juga menjadi
sorotan Uni Eropa, Turki dianggap belum mampu untuk menegakan demokratisasi
di negaranya, hal ini ditandai dengan masih banyaknya pelanggaran HAM yang
sering terjadi di negara tersebut. Kekuatan militer yang sangat dominan terhadap
sipil di Turki dan metode militerisme yang kerap digunakan untuk menangani
berbagai masalah yang terjadi di negara tersebut menjadi tolak ukur lemahnya
demokrasi di Turki.9 Di sisi lain, Turki memiliki beberapa ancaman antara lain,
Turki memiliki populasi sebesar 74 Juta jiwa, hal ini akan membahayakan dan
memberi ancaman bagi negara Uni Eropa yang memiliki populasi besar seperti
Jerman dengan 80 Juta jiwa. Karena dalam Uni Eropa setiap hasil poling di
tentukan berdasarkan jumlah populasi penduduk. Sehingga jika Turki bergabung
dengan Uni Eropa akan menjadi halangan bagi negara besar dengan populasi yang
kalah banyak dari Turki sebut saja Perancis sebesar (61 Juta penduduk)
terancam.10 Salah satu syarat yang ditujukan Uni Eropa kepada Turki adalah
mengakui Republik Cyprus yang dikuasai Yunani. Konflik antara Turki, Yunani
dan Cyprus jelas menjadi penghalang masuknya Turki kedalam Uni Eropa, Turki
masih memiliki masalah politis dengan Uni Eropa yakni terkait dengan kasus
Cyprus.11 Dari hambatan atau kendala yang telah tersirat di atas perlu kita sadari
bahwa Uni Eropa merasa khawatir yang berlebihan ketika Turki menjadi bagian
anggota negara di Uni Eropa alasannya tidak lain adalah karena faktor agama,
9

Di kutip dari jurnal karya Eka Sari Handayani “Kegagalan Turki Menjadi
Anggota Tetap Uni Eropa”

10

Dikutip dari http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/656/jbptunikompp-gdladhiwardan-32756-12-unikom_a-v.pdf 20 November 2014
11
Ibid

Page | 10

sosial, budaya dan jumlah penduduk. Uni Eropa pun mengemukakan jauh lebih
konkrit yakni dengan permasalahan di dalam pemerintahan Turki seperti
permasalahan penegakkan HAM yang belum sempurna ditambah denga aturan
hukum dianggap masih memberatkan wartawan, penulis, penerbit, politikus dan
akademisi. Perlindungan kaum non-muslim yang dianggap kaum minoritas seperti
kelompok Alevi, perempuan dan kaum Kurdi.
Dewan Komisi Uni Eropa mengkhawatirkan bahwa pemerimaan Turki
sebagai anggota Uni Eropa aka menimbulkan perpecahan internal didalam
oganisasi. Di tahun 2007 sebagaimana disampaikan oleh Presiden Komisi Uni
EropaJose Manuel Baroso mengatakan bahwa Turki belum siap untuk bergabung
kedalam Uni Eropa, “Tomorrow nor after the day tomorrow. ”Namun peluang
Turki untuk masuk ke Uni Eropa masih sangat terbuka.”
PROSPEK TURKI BERGABUNG DALAM UNI EROPA DI MASA
MENDATANG
Tercatat bahwa apa yang telah di capai Turki seharusnya sudah melebihi
apa yang diinginkan oleh Uni Eropa, walaupun melihat kondisi yang dihadapi
oleh Turki saat ini memang banyak yang tidak sejalan dengan apa yang diinginkan
oleh Uni Eropa. Namun bukan berarti pintu untuk menjadi anggota tertutup untuk
Turki, Turki telah menunjukkan keseriusannya untuk dapat bergabung dengan Uni
Eropa, dari hasil penelitian diatas, peneliti menilai jalan untuk Turki masihlah
sangat panjang, Eropa membutuhkan Turki yang stabil, demokratis dan semakin
sejahtera, ini demi stabilitas yang selama ini dijaga oleh Uni Eropa, menurut
beberapa Negara anggota Uni Eropa Turki memiliki potensi yang baik jika
bergabung dengan Uni Eropa, Turki memiliki pasar yang bagus untuk
memasarkan produk produk Uni Eropa, posisi geografi Turki sangat strategis
untuk perekonomian Eropa, dan menjaga keamanan Eropa, untuk saat ini Turki
memang gagal untuk bergabung dengan Uni Eropa, namun keberhasilan Turki
dimasa mendatang untuk bergabung dengan Uni Eropa akan segera terealisasi jika
pemerintah Turki berhasil dalam menyelesaikan semua syarat-syarat yang telah
diberikan seutuhnya oleh Uni Eropa. Pentingnya Turki untuk Eropa berasal dari
Page | 11

banyak faktor, termasuk kemampuan menjanjikan ekonomi dan kedekatan
geografis ke benua Eropa, sementara menjembatani Uni Eropa dan Timur Tengah.
Eropa

membutuhkan

Turki

karena

tidak

hanya

berpengaruh

terhadap

perkembangan politik, ekonomi dan sosial budaya di benua Eropa, tetapi juga
telah dipengaruhi oleh mereka. Untuk Turki, itu sangat penting bergabung dengan
Uni Eropa sebagai keanggotaannya akan memungkinkan negara Turki untuk lebih
menegaskan dirinya sebagai kekuatan regional yang bertanggung jawab.
Keanggotaan Uni Eropa dianggap oleh Turki sebagai jalur untuk modernisasi
negara dan masyarakat.12 Untuk opini publik Eropa, aset terbaik Turki adalah
untuk menunjukkan komitmen jelas untuk transformasi demokratis dan nilai-nilai
Eropa. Kemajuan Turki dalam melaksanakan program reformasi mengesankan
ditetapkan dalam perundingan aksesi akan memiliki dampak terbesar pada
pendapat Eropa. Dalam upaya yang terus menerus di bangun oleh Turki dalam
memenuhi persyaratan keanggotaan Uni Eropa, Turki masih memiliki hasrat
untuk bergabung menjadi negara anggota Uni Eropa. Faktor yang menyokong
tidak lain adalah adanya national interest yang ingin dicapai Turki sebagai negara
yang telah berpindah haluan pada sistem pemerintahannya. Pengakuan dari
beberapa oposisi negara anggota Uni Eropa diharapkan oleh Turki bisa mencair
dengan membukakan pintu selebar-lebarnya untuk Turki mampu bergabung di
Uni Eropa dimasa mendatang.
KESIMPULAN
Kegigihan Turki dalam upaya bergabung menjadi negara anggota di Uni
Eropa sudah sepantasnya di berikan apresiasi oleh Uni Eropa. Dari awal Turki
telah mempersiapkan segala syarat dari Uni Eropa seperti merubah haluan
ideologi politik yang condong ke ideologi Barat semenjak runtuhnya kekaisaran
Islam Ottoman yang digantikan dengan Republik Turki pada tahun 1923.
Kemudian sistem pemerintahan mulai dibangun menjadi demokrasi walaupun
belum sepenuhnya demokrasi itu di jalankan dengan sebaik-baiknya oleh
pemerintahan Turki. Hal itulah yang menjadi alasan Uni Eropa belum bisa
12

Dikutip dari http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/656/jbptunikompp-gdladhiwardan-32756-12-unikom_a-v.pdf 20 November 2014

Page | 12

membukakan pintu untuk Turki masuk menjadi negara anggotanya. Akan tetapi
tidaklah menutup kemungkinan dimasa mendatang Uni Eropa bersikap mencair
dan menerima Turki dengan permasalahan yang belum dapat di selesaikan. Peran
Uni Eropa manakala suatu negara anggota mengalami kesulitan dalam
penegakkan demokrasi seharusnya menjadi contoh yang baik untuk bisa
memberikan jalan keluar dari permasalahan tersebut. Kita mengetahui
bahwasanya Uni Eropa merupakan salah satu organisasi internasional yang
bersifat integritas dan supranasional. Sorotan duniapun tak akan lepas ketika ada
permasalah di Uni Eropa, dikarenakan UE merupakan organisasi internasional
yang memiliki pengaruh kuat dalam gejolak dunia internasional. Akan tetapi,
hambatan-hambatan yang diberikan Uni Eropa kepada Turki seolah-olah hanya
untuk mengulur waktu dan berbasa-basi. Peran negara oposisi di Uni Eropa
menjadi faktor dari Uni Eropa untuk tidak gegabah dalam Eropanisasi negara lain
di kawasan Eropa. UE dalam pelaksanaan toleransi antarnegara pun cenderung
dianggap masih perlu di perbaiki, melihat bahwa Yunani sebagai negara anggota
UE sejak tahun 1981. Masih mengalami beberapa permasalahan dalam negeri,
mengingat bahwa krisis di UE tidak lain adalah dampak krisis negara Yunani yang
tidak mampu mengontrol pengeluaran dalam negeri yang menyebabkan awal
resesi di Eropa. Tidak bermaksud membanding-bandingkan dengan negara lain,
namun kita bisa menyadarinya sendiri. Turki memiliki tingkat yang sama dengan
Yunani atas permasalahan yang dialami kedua negara tersebut. Yang menjadi
faktor pertanyaan mendasar bagaimana sikap Uni Eropa dalam memperluas
keanggotaan Uni Eropa. Atas dasar kriteria copenhagen atau ada faktor selain itu,
apakah mungkin faktor agama, sosial, budaya sebenarnya menjadi fokus utama
Uni Eropa dan negara oposisi. Hal ini membuktikan bahwa Uni Eropa masih
tebang-pilih dalam penentuan keanggotaan Uni Eropa. Selain itu, diperkuat
dengan ketakutan Uni Eropa dengan isu Islamophobia, yang memiliki pengaruh
terhadap jalanan sistem pemerintahan Uni Eropa.
REFERENSI
Cini, Michele. (2010). European Union Politics. New York: Oxford University.
Page | 13

McLaren, L. (2007). Explaining opposition to Turkish membership of the EU.
European Union Politics, 8, 251-278.
Park, Bill. (2012). Modern Turkey: People, State and Foreign Policy in a
Globalized World. 4. Turkey’s Europeanization: A journey without an
arrival?.
Zurcher, Erik J. (2003). Sejarah Modern Turki. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/656/jbptunikompp-gdl-adhiwardan-32756-12unikom_a-v.pdf di akses pada 20 November 2014
http://ec.europa.eu/enlargement/the-policy/conditions-for
enlargement/index_en.htm di akses pada 20 November 2014
http://europa.eu/ di akses pada 20 November 2014

Page | 14