Penerapan Model Discovery Learning pada

PELAKSANAAN MODEL DISCOVERY LEARNING
PADA PEMBELAJARAN ORGAN TUBUH MANUSIA DAN HEWAN

ARTIKEL

OLEH
MUSTIKA PERDANA PUTRI
NIM 110151411527

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JUNI 2015

1

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN
ORGAN TUBUH MANUSIA DAN HEWAN

Mustika Perdana Putri

1
Widayati
2
Rochani
KSDP/ FIP Universitas Negeri Malang
E-mail: tikuz_gemuk1@yahoo.co.id
ABSTRACT: The result of observation at VA grade SDN Karangtengah 1 Blitar
showed that studying activity still using conventional method and just some
students that actively participated. This research using descriptive qualitative
approach. Procedure for collecting data is using observation, interview,
questionnaire, and documentation research. The research outcomes shows that: (1)
RPP that using discovery learning model have best desain with average result
90%, (2) implementation of discovery learning model done suitably with model’s
step with average result 84%, (3) student activity about discovery learning model’s
step have average result 63%, (4) studying with discovery learning model can
increase student’s learning outcomes.

Keywords: discovery learning, implementation, learning
Pendidikan merupakan pilar yang paling penting dalam menentukan masa
depan sebuah bangsa. Hal ini disebabkan karena keberhasilan sebuah bangsa

dalam membangun dan membentuk suatu pemerintahan yang dapat
mensejahterakan rakyatnya berawal dari pendidikan masing-masing anggota yang
berkecimpung dalam pemerintahan itu sendiri. Pelaksanaan pendidikan dapat
dikatakan berhasil apabila dapat membentuk pribadi yang memiliki moral dan
kepribadian luhur, cerdas, serta memiliki karakter yang sesuai dengan Pancasila.
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia pada saat ini didasarkan pada UUD
1945, Pancasila, dan Kurikulum 2013. “Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek
penilaian, yaitu aspek sikap (afektif), aspek pengetahuan (kognitif), dan aspek
ketrampilan (psikomotor)” (Wikipedia, 2013).
Model yang dapat diterapkan untuk memaksimalkan pemahaman siswa
terhadap suatu materi pada pelaksanaan kurikulum 2013 ini salah satunya adalah
model discovery learning dalam kegiatan pembelajaran yang berpusat pada
kegiatan menemukan pengetahuan. Penemuan (discovery) merupakan suatu model
pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme
(constructivist theories of learning) yang menyatakan bahwa siswa harus
1

Widayati dan 2Rochani adalah Dosen Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang.


1

2

menemukan dan membangun pengetahuan sendiri. Model ini menekankan
pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu,
melalui keterlibatan siswa ssecara aktif dalam proses pembelajaran. Agustian
(2012) memberikan deskripsi sebagai berikut.
Discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar
siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang
diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah
dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir
analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi.

Observasi yang dilakukan pada tanggal 4-5 November 2014 di SDN
Karangtengah 1 Blitar, mendapatkan hasil: 1) kegiatan pembelajaran di kelas VA
menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi, 2) keaktifan siswa
sebatas pada kegiatan membaca teks pada buku LKS yang telah dibagikan sekolah
serta kegiatan tanya jawab yang dilakukan dengan guru, sehingga kegiatan
pembelajaran terkesan monoton dan kurang bervariasi, 3) mayoritas siswa

menyatakan bahwa mereka kurang memahami isi teks pada buku LKS, sementara
tujuan akhir dari membaca adalah untuk memahami isi bacaan, 4) hanya 6 siswa
yang aktif dalam kegiatan tanya jawab sedangkan yang lain hanya menjadi
pendengar. Selain itu, hasil wawancara dengan guru menunjukkan bahwa guru
jarang menggunakan model pembelajaran. Beberapa model pembelajaran yang
pernah digunakan adalah model pembelajaran STAD, jigsaw, dan talking stick.
Fakta di atas tentunya bertolak belakang dengan prinsip dan ciri-ciri
kurikulum 2013 yang mana seharusnya pembelajaran menggunakan pendekatan
scientific serta menggunakan konsep contextual learning. Menurut Piaget, anakanak usia sekolah dasar berada pada tahap tugas perkembangan operasional
konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan
pada objek-objek peristiwa nyata atau konkrit. Siswa kelas V termasuk anak yang
memiliki tugas perkembangan operasional konkrit, yang mana siswa dianjurkan
mengalami peristiwa nyata dalam pembelajaran untuk memaksimalkan
pemahaman siswa terhadap suatu materi.
Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang lebih bervariasi
namun tidak menghilangkan fokus dari kegiatan pada suatu pembelajaran serta
dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan berfikir siswa dalam
pembelajaran. Salah satu alternatif yang dipilih yaitu dengan menggunakan model

3


discovery learning. Hal ini sesuai dengan Kemendikbud (2013: 9) bahwa
“pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model belajar berbasis
penyingkapan/ penelitian yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah”.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian tentang penerapan
model discovery learning untuk mengetahui keberhasilan penerapan model
discovery learning dalam mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, maka
dilakukan sebuah penelitian dengan judul "Penerapan Model Discovery Learning
pada Pembelajaran Organ Tubuh Manusia dan Hewan Kelas VA SDN
Karangtengah 1 Blitar".
METODE
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif kualitatif. Bagdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007: 4)
menyatakan bahwa “Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang yang perilakunya diamati”. Jenis penelitian ini adalah studi
kasus. “Studi kasus adalah uraian mengenai berbagai aspek seorang
individu, suatu kelompok, suatu organisasi, suatu program, atau suatu
situasi sosial” (Mulyana, 2008: 201).
Kehadiran peneliti di lapangan sangat diperlukan karena peneliti berperan

sebagai instrumen (peneliti sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, dan
pelapor) serta pengamat (peneliti tidak terlibat secara langsung dalam proses
penelitian melainkan hanya bertindak sebagai pengamat penuh). Penelitian ini
dilakukan di kelas VA SDN Karangtengah 1 Blitar yang beralamat di Jalan Bali
No. 36 Desa Karangtengah Kecamatan Sanan Wetan Kota Blitar.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data kualitatif, meliputi
RPP pembelajaran 1, 2, dan 3; aktivitas guru dan siswa ketika pembelajaran
dengan model discovery learning berlangsung; serta hasil penilaian proses, sikap,
dan hasil siswa. Sumber data penelitian dalam penelitian ini adalah guru kelas dan
siswa-siswi kelas VA SDN Karangtengah 1 Blitar. Jumlah siswa kelas VA
sebanyak 30 siswa yang terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan.

4

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi,
wawancara, angket, dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara
reduksi data, tes identifikasi, skala Guttman, daftar cek, dan persentase.
Pengecekan keabsahan data menggunakan teknik kecukupan referensial,
triangulasi teknik, dan triangulasi sumber.
HASIL

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan Model Discovery
Learning
Paparan data mengenai perencanaan pembelajaran dijabarkan
berdasarkan hasil studi dokumentasi dari RPP menggunakan Alat
Penilaian Kemampuan Guru 1 (APKG 1) terkait penerapan model
discovery learning pada pembelajaran 1, 2, dan 3 tema 6 subtema 2 di
kelas VA SDN Karangtengah 1 Kota Blitar. Penilaian mencakup 21 aspek
yang didalamnya terdapat 6 aspek sesuai dengan sintak model discovery
learning.
Berdasarkan studi dokumentasi, perencanaan pembelajaran pada
pembelajaran 1, 2, dan 3 tema 6 subtema 2 mudah dimengerti karena
kegiatan pembelajaran dibuat secara terperinci. Namun masih terdapat halhal yang tidak dicantumkan di RPP, yaitu kegiatan pembelajaran yang
akan dilakukan dan ringkasan materi yang disampaikan pada pembelajaran
1, 2, dan 3.
Rentang waktu pada setiap kegiatan pembelajaran tidak ditulis
dengan terperinci. Indikator yang dituliskan guru pada RPP sama dengan
indikator yang tertulis pada buku guru. Media pembelajaran yang
digunakan pada pembelajaran 1 dan 3 merupakan gambar yang diambil
dari buku siswa, sedangkan media pembelajaran pada pembelajaran 2
merupakan alat-alat untuk membuat alat peraga yang disediakan oleh guru

dan digunakan oleh siswa. Guru tidak menuliskan langkah model
discovery learning pada RPP pembelajaran 1, 2, dan 3, tetapi hanya tersirat
melalui kegiatan pembelajaran.

5

Pada RPP pembelajaran 1, terdapat 2 langkah model discovery
learning yang tidak ditulis, yaitu mengungkapkan hipotesis dan
membuktikan kebenaran hipotesis siswa. Pada RPP pembelajaran 2, tidak
terdapat langkah yang menunjukkan bahwa guru memberi permasalahan
serta siswa yang membuat hipotesis dan mengungkapkan hipotesisnya.
Pada RPP pembelajaran 3, semua langkah model discovery learning telah
tersirat pada kegiatan pembelajaran.
Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model Discovery Learning
Paparan data mengenai pelaksanaan pembelajaran dengan model
discovery learning dijabarkan berdasarkan hasil observasi dengan
menggunakan Alat Penilaian Kemampuan Guru 2 (APKG 2) terkait
penerapan model discovery learning pada pembelajaran 1, 2, dan 3 tema 6
subtema 2 di kelas VA SDN Karangtengah 1 Kota Blitar. Penilaian
mencakup 16 aspek yang didalamnya terdapat 8 aspek sesuai dengan

sintak model discovery learning. Pembelajaran 1 dilaksanakan pada
tanggal 26 Januari 2015, pembelajaran 2 dilaksanakan pada tanggal 28
Januari 2015, dan pembelajaran 3 dilaksanakan pada tanggal 30 Januari
2015.
Berdasarkan hasil observasi pada pembelajaran 1, guru jarang
menyampaikan materi dan siswa yang aktif mencari,mengumpulkan, dan
mengungkapkan materi yang dibahas. Guru keluar kelas beberapa saat
untuk menyiapkan media pembelajaran. Guru tidak memberitahukan
rentang waktu pengerjaan tugas sehingga siswa tidak langsung
mangerjakan tugas. Guru berkeliling dari satu kelompok ke kelompok
yang lain dan menanyakan kesulitan yang dialami setiap siswa sehingga
siswa mendapat penjelasan secara individu dari guru sesuai permasalahan
yang dialami. Pada akhir pembelajaran guru tidak memberikan konfirmasi
dan hanya melakukan penarikan kesimpulan secara klasikal.
Berdasarkan hasil observasi pada pembelajaran 2, guru hanya
memberi sedikit penjelasan. Media yang digunakan pada pembelajaran 2
berupa bahan-bahan untuk membuat alat peraga yang hanya digunakan

6


oleh siswa meskipun guru yang menyediakannya. Lebih dari 10 siswa aktif
untuk menjawab pertanyaan dan menyatakan pendapat ketika sesi tanya
jawab, tetapi ketika harus menempelkan hasil kerja kelompok berupa
gambar organ pencernaan manusia, semua siswa berebut ke depan kelas
untuk menempel gambar dan membacakan fungsi organ tersebut.
Berdasarkan hasil observasi pada pembelajaran 3, guru
memberikan permasalahan kepada siswa dan meminta siswa yang berani
untuk menuliskan jawaban di depan kelas, setelah itu guru membimbing
siswa mengoreksi jawaban-jawaban yang telah ditulis kemudian guru
memberikan permasalahan lagi yang masih berkaitan dengan
permasalahan sebelumnya. Guru lebih sering duduk di kursi guru sambil
memperhatikan siswa, tetapi ketika ada siswa yang kesulitan guru akan
mendatangi siswa dan memberikan penjelasan secara individu. Guru
sempat mengulang secara singkat materi yang dipelajari pada
pembelajaran 1 dan 2 untuk menyegarkan kembali ingatan siswa.
Aktivitas Siswa pada Pembelajaran dengan Model Discovery Learning
Paparan data mengenai aktivitas siswa pada pembelajaran dengan
model discovery learning dijabarkan berdasarkan hasil observasi aktivitas
siswa terkait penerapan model discovery learning pada pembelajaran 1, 2,
dan 3 tema 6 subtema 2 di kelas VA SDN Karangtengah 1 Kota Blitar.

Penilaian mencakup 8 aspek sesuai dengan sintak model discovery
learning.
Berdasarkan hasil observasi pada pembelajaran 1, ada 23 siswa
yang mengidentifikasi masalah. Semua siswa tidak merumuskan hipotesis
terlebih dulu dan 10 siswa menuliskan hipotesisnya. Ada 11 siswa yang
mengumpulkan data, tetapi semua siswa tidak memproses data yang telah
dikumpulkan dan hanya menuliskannya saja. Ada 14 siswa yang
mengungkapkan data pendukung hipotesisnya. Semua siswa menarik
kesimpulan secara klasikal.

7

Ada satu siswa yang tidak masuk karena sakit sehingga siswa yang
mengikuti pembelajaran sebanyak 29 anak. Guru tidak memberikan
konfirmasi dan hanya melakukan penarikan kesimpulan secara klasikal.
Berdasarkan hasil observasi pada pembelajaran 2, guru tidak
membimbing siswa untuk membuat kesimpulan. Ada 7 siswa yang
melakukan identifikasi permasalahan. Ada 22 siswa yang merumuskan dan
menuliskan hipotesis. Ada 24 siswa yang mengumpulkan data dan 23
siswa yang mengolah data. Ada 3 siswa yang tidak mengetahui
permasalahan yang harus dipecahkan, mengidentifikasi masalah, membuat
hipotesis, maupun mengungkapkan hipotesis.
Ada satu siswa yang tidak masuk tanpa alasan. Beberapa kelompok
melakukan pembagian tugas kepada masing-masing anggota kelompok
agar tugas cepat selesai. Siswa diminta mengerjakan tes akhir setelah
membuat teks kemudian diijinkan pulang.
Berdasarkan hasil observasi pada pembelajaran 3, ada 30 siswa
yang tidak merumuskan hipotesis dan mengungkapkan data yang
mendukung hipotesisnya. Ada 13 siswa yang menuliskan hipotesisnya.
Sebanyak 21 siswa mengolah data yang telah dikumpulkan dan 25 siswa
mengidentifikasi masalah. Pada langkah yang lainnya 30 siswa ikut
berpartisipasi.
Ada satu siswa yang ditegur guru karena berbicara dengan
temannya dan menyuruh siswa untuk menyebutkan contoh hewan reptil.
Siswa sering menjawab pertanyaan guru secara klasikal.
Ketercapaian Siswa pada Penilaian Pembelajaran dengan Model Discovery
Learning
Paparan data mengenai ketercapaian siswa pada penilaian
pembelajaran dengan model discovery learning dijabarkan berdasarkan
hasil studi dokumentasi penilaian yang telah dilakukan oleh guru terkait
penerapan model discovery learning pada pembelajaran 1, 2, dan 3 tema 6
subtema 2 di kelas VA SDN Karangtengah 1 Kota Blitar. Penilaian

8

mencakup 3 aspek yaitu penilaian proses, penilaian hasil, dan penilaian
sikap.
PEMBAHASAN
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan Model Discovery
Learning
Perencanaan pembelajaran pada pembelajaran 1, 2, dan 3 tema 6
subtema 2 mudah dimengerti karena kegiatan pembelajaran dibuat secara
terperinci. Berkaitan dengan komponen RPP, terdapat hal-hal yang tidak
dicantumkan dalam RPP, yaitu kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan, ringkasan materi yang akan disampaikan pada pembelajaran 1,
2, dan 3, serta kunci jawaban evaluasi. Guru menyatakan ringkasan materi
pelajaran guru hanya memberikan pokok masalah atau inti materi yang
selanjutnya siswa mencari sendiri ringkasan materi yang akan dipelajari.
Hasil observasi juga menunjukkan bahwa guru sempat keluar kelas
beberapa saat untuk menyiapkan media pembelajaran. Hal ini
menunjukkan bahwa akibat tidak dituliskannya rincian kegiatan siswa,
guru harus mempersiapkan media pembelajaran yang diperlukan saat
kegiatan pembelajaran berlangsung. Media tersebut telah dicantumkan di
dalam RPP, akan tetapi guru terlihat tidak mempersiapkan pada kegiatan
apa media tersebut akan digunakan dalam pembelajaran.
Rentang waktu pada setiap kegiatan pembelajaran tidak ditulis
dengan terperinci. Guru tidak menuliskan langkah model discovery
learning pada RPP pembelajaran 1, 2, dan 3, namun hanya tersirat melalui
kegiatan pembelajaran. Pada RPP pembelajaran 1, terdapat 2 langkah
model discovery learning yang tidak ditulis, yaitu mengungkapkan
hipotesis dan membuktikan kebenaran hipotesis siswa (verification). Pada
RPP pembelajaran 2, tidak terdapat langkah yang menunjukkan bahwa
guru memberi permasalahan serta siswa yang membuat hipotesis dan
mengungkapkan hipotesisnya. Pada RPP pembelajaran 3, semua langkah
model discovery learning telah tersirat pada kegiatan pembelajaran.

9

Guru telah mampu membuat skenario pembelajaran sesuai dengan
sintak model discovery learning yang terdiri dari 6 tahap, yaitu
memberikan permasalahan (stimulation), mengarahkan siswa
mengidentifikasi masalah serta merumuskan dan mengungkapkan
hipotesis (problem statement), mengatur kegiatan siswa untuk
mengumpulkan data (data collecting), memberikan siswa waktu untuk
mengolah data (data processing), memberi kesempatan siswa untuk
mengungkapkan data yang mendukung hipotesisnya (verification), dan
menarik kesimpulan (generalization).
Berdasarkan hasil penilaian, kegiatan pembelajaran yang disusun
dapat berpusat pada siswa yang menggambarkan partisipasi aktif siswa.
Hal tersebut ditunjukkan dengan kegiatan bermakna berupa menulis,
membaca, membuat hipotesis, mengumpulkan data, mengamati, menalar,
mengungkapkan pendapat, membuat laporan, membuat alat peraga, dan
presentasi. Persentase penilaian komponen pada RPP pembelajaran 1
mencapai 88% dengan kualifikasi baik, pada RPP pembelajaran 2
mencapai 91% dengan kualifikasi sangat baik, dan pada pembelajaran 3
mencapai 91% dengan kualifikasi sangat baik.
Berdasarkan uraian di atas maka RPP yang di buat guru telah
menunjukkan kualifikasi sangat baik dengan komponen-komponen yang
terdapat dalam RPP sesuai dengan Kemendikbud (2013: 6) yaitu sebagai
berikut.
1) Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan; 2) identitas mata pelajaran
atau tema/ subtema; 3) kelas/ semester; 4) materi pokok; 5) alokasi waktu; 6)
tujuan pembelajaran; 7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian
kompetensi; 8) materi pembelajaran; 9) metode pembelajaran; 10) media
pembelajaran; 11) sumber belajar; 12) langkah-langkah pembelajaran; dan 13)
penilaian hasil belajar.

Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model Discovery Learning
Berdasarkan hasil observasi pada pelaksanaan pembelajaran
dengan model discovery learning, guru jarang menyampaikan materi dan
siswa yang aktif mencari, mengumpulkan, dan mengungkapkan materi
yang dibahas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wilcox (dalam Agustian,
2012) tentang model discovery learning bahwa, “dalam pembelajaran

10

dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsipprinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsipprinsip untuk diri mereka sendiri”. Hal ini juga sesuai dengan salah satu
prinsip umum pembelajaran tentang keterlibatan siswa secara langsung
dengan mengalami seperti yang diungkapkan oleh John Dewey (dalam
Dimyati, 2009: 46) bahwa, “belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan
langsung, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya
sebagai pembimbing dan fasilitator”.
Guru memberikan permasalahan kepada siswa berupa pertanyaan
dan meminta siswa yang berani untuk menuliskan jawaban di depan kelas,
setelah itu guru membimbing siswa mengkoreksi jawaban-jawaban yang
telah ditulis kemudian guru memberikan permasalahan lagi yang masih
berkaitan dengan permasalahan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bruner (dalam Agustian, 2012), ”stimulation diberikan dengan
menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang
mendorong eksplorasi”.
Guru memberikan penjelasan secara individual kepada siswa yang
kesulitan ketika guru sedang berkeliling ke masing-masing kelompok. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Dimyati (2009: 49) bahwa, “siswa
merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-masing
mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi, minat
bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal
latar belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya”.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa guru telah
mampu melaksanakan pembelajaran sesuai dengan sintak model discovery
learning. Model yang menantang bagi siswa dapat membentuk sikap aktif,
kritis, dan kerjasama dalam menemukan pemecahan dari masalah yang
diberikan. Langkah guru adalah merubah dari pembelajaran yang
sebelumnya tidak berdasarkan penemuan menjadi pembelajaran

11

penemuan. Selanjutnya guru membimbing siswa melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan sintak model discovery learning yang
diharapkan. Persentase pelaksanaan pada pembelajaran 1 mencapai 88%
dengan kualifikasi baik, pembelajaran 2 mencapai 75% dengan kualifikasi
cukup, dan pembelajaran 3 mencapai 88% dengan kualifikasi baik.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model discovery
learning, terdapat kekurangan dalam kegiatan pembelajaran yaitu guru
tidak memberitahukan rentang waktu untuk mengerjakan tugas maupun
mencari informasi. Hal ini mengakibatkan siswa tidak mengetahui waktu
yang tersedia dan siswa tidak segera mengerjakan tugas sehingga waktu
yang diperlukan melebihi waktu yang telah ditentukan guru.
Aktivitas Siswa pada Pembelajaran dengan Model Discovery Learning
Persentase aktivitas siswa sesuai sintak model discovery learning pada
pembelajaran 1 mencapai 50% dengan kualifikasi sangat kurang, pembelajaran 2
mencapai 74.6% dengan kualifikasi cukup, dan pembelajaran 3 mencapai 63.4%
dengan kualifikasi kurang. Hal ini disebabkan karena ada langkah dari tahapan
model discovery learning yang tidak dilakukan siswa.
Berdasarkan hasil observasi, ada beberapa langkah model discovery
learning yang tidak dilakukan siswa. Pada pembelajaran 1 siswa tidak
merumuskan hipotesis dan mengolah data, pada pembelajaran 2 siswa tidak
menarik kesimpulan, dan pada pembelajaran 3 siswa tidak merumuskan hipotesis
dan mengungkapkan data. Hal ini dikarenakan siswa kelas V berada pada tahap
perkembangan operasional konkrit sehingga cara berpikir siswa masih sederhana.
Berdasarkan hasil angket, pada pembelajaran 1 dan 3 memiliki hasil yang
sama dengan hasil observasi. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak
merumuskan terlebih dahulu hipotesis tetapi langsung menuliskannya. Siswa juga
tidak selalu mengolah data atau mengungkapkan data, data yang telah
dikumpulkan siswa cenderung tidak diolah terlebih dahulu dan hanya dituliskan
tanpa disampaikan.
Hasil angket pada pembelajaran 2 memiliki hasil yang berbeda dengan
hasil observasi. Pada hasil observasi pembelajaran 2 guru tidak membimbing

12

siswa menarik kesimpulan, hal ini didukung hasil wawancara yang menunjukkan
bahwa ada rapat guru sehingga pembelajaran harus berakhir lebih cepat. Pada
hasil angket menunjukkan 28 siswa menarik kesimpulan. Hal ini menunjukkan
bahwa sebanyak 28 siswa menarik kesimpulan sendiri ketika guru tidak
membimbing siswa untuk menarik kesimpulan.
Data hasil angket siswa menunjukkan bahwa pada pembelajaran 2 ada 1
siswa yang menuliskan bahwa ada materi pelajaran yang diulang. Hal ini
diakibatkan karena guru tidak mencantumkan ringkasan materi yang dibahas pada
RPP, sehingga batasan materi yang disampaikan tidak terlihat dengan jelas.
Ada satu kelompok yang anggotanya tidak akur sehingga tidak bisa bekerjasama
dengan baik. Lebih dari 10 siswa aktif untuk menjawab pertanyaan dan
menyatakan pendapat ketika guru memberikan permasalahan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Mc.Keachie (dalam Dimyati, 2009:44) bahwa, “individu
merupakan manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu".
Ketercapaian Siswa pada Penilaian Pembelajaran dengan Model Discovery
Learning
Penilaian proses menunjukkan pada pembelajaran 1, 2, dan 3 siswa
mengalami peningkatan nilai. Berdasarkan hasil studi dokumentasi penilaian
proses pada pembelajaran 1 menunjukkan persentase 78.9% dengan kualifikasi
cukup, pada pembelajaran 2 menunjukkan persentase 87.9% dengan kualifikasi
baik, dan pada pembelajaran 3 menunjukkan persentase 87.9% dengan kualifikasi
baik.
Penilaian hasil menunjukkan terjadi penurunan dari pembelajaran 1 ke
pembelajaran 2 tetapi terjadi peningkatan pada pembelajaran 3. Berdasarkan hasil
studi dokumentasi, penilaian hasil pada pembelajaran 1 menunjukkan persentase
84.7% dengan kualifikasi baik, pada pembelajaran 2 menunjukkan persentase
82.6% dengan kualifikasi baik, pada pembelajaran 3 menunjukkan persentase
85.8% dengan kualifikasi baik.
Pada penilaian hasil pembelajaran 2 terdapat 1 siswa yang mendapat nilai
50 dan pada pembelajaran 3 terdapat 1 siswa yang mendapat nilai 55, dimana nilai
tersebut berada di bawah KKM dan perlu perbaikan. B. Suryosubroto (dalam

13

Lintang, 2013) menyatakan “pelaksanaan program perbaikan diperuntukkan bagi
siswa yang belum mencapai kompetensi yang diharapkan”. Hal ini menunjukkan
bahwa siswa tersebut memerlukan program perbaikan agar tujuan
pembelajarannya dapat tercapai. Program perbaikan diberikan guru kepada siswa
yang memerlukan perbaikan pada hari sabtu setelah pembelajaran berakhir.
Penilaian sikap menunjukkan pada pembelajaran 1, 2, dan 3 siswa
mengalami peningkatan nilai sikap. Berdasarkan hasil studi dokumentasi,
penilaian sikap pada pembelajaran 1 menunjukkan persentase 93.9% dengan
kualifikasi sangat baik, pada pembelajaran 2 menunjukkan persentase 93.9%
dengan kualifikasi sangat baik, dan pada pembelajaran 3 menunjukkan persentase
96.7% dengan kualifikasi sangat baik.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, paparan data, temuan penelitian, dan
pembahasan, maka secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Perencanaan pembelajaran yang dibuat guru dalam bentuk RPP dengan
menerapkan model discovery learning pada pembelajaran organ tubuh
manusia dan hewan di kelas VA SDN Karangtengah 1 Kota Blitar, didesain
dengan sangat baik dengan hasil rata-rata 90% dengan kualifikasi sangat baik.
2. Pelaksanaan pembelajaran guru dengan menerapkan model discovery learning
pada pembelajaran organ tubuh manusia dan hewan di kelas VA SDN
Karangtengah 1 Kota Blitar, dilaksanakan dengan baik sesuai dengan sintak
model discovery learning dengan hasil rata-rata 84% dengan kualifikasi baik.
3. Aktivitas siswa terkait sintak model discovery learning mewujudkan kegiatan
yang aktif dan mandiri yang memupuk rasa percaya diri dengan hasil rata-rata
63% dengan kualifikasi kurang.
4. Pembelajaran dengan model discovery learning dapat meningkatkan
ketercapaian siswa dalam penilaian baik penilaian proses, hasil, maupun sikap,
dengan rata-rata masing-masing: penilaian proses 85%, penilaian hasil 84%,
dan penilaian sikap 95%.

14

Saran
Pada perencanaan pembelajaran akan lebih baik jika dilengkapi
dengan kegiatan yang akan dilakukan siswa agar kegiatan lebih jelas dan
guru dapat mempersiapkan apa saja yang diperlukan dalam kegiatan
pembelajaran, serta dilampirkan ringkasan materi sehingga batasanbatasan materi yang disampaikan pada tiap pembelajaran jelas dan tidak
diulang pada pembelajaran selanjutnya. Tahapan dari model discovery
learning akan lebih baik bila dicantumkan agar lebih jelas terlihat kegiatan
mana yang menunjukkan masing-masing tahapan dari model discovery
learning.
Pada pelaksanaan pembelajaran diharapkan guru telah
mempersiapkan media dan alat evaluasi yang akan digunakan sehingga
guru tidak perlu sering keluar kelas ketika kegiatan pembelajaran
berlangsung untuk menyiapkannya. Hasil penilaian menunjukkan bahwa
nilai siswa mengalami peningkatan setelah menggunakan model discovery
learning, akan lebih baik bila guru lebih sering menerapkan model
discovery learning dan memberikan bimbingan atau tuntunan pada
pembelajaran agar siswa dapat memperoleh materi yang sesuai dengan
kemampuan masing-masing siswa dan keaktifan siswa dapat berkembang
dengan maksimal ke arah yang positif serta semua langkah model
discovery learning dapat dilakukan siswa sehingga hasil belajar siswa
menjadi lebih maksimal.

DAFTAR RUJUKAN
Agustian, N. 2012. Model Pembelajaran Discovery Learning, (Online),
(http://nosalmathedu10.blogspot.com/2012/07/model-pembelajarandiscovery-learning.html), diakses tanggal 25 Desember 2014.Arikunto,
Suharsimi. 2005. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Kemendikbud. 2013. Kurikulum 2013: Kompetensi Dasar Sekolah Dasar (SD)/
Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

15

Lintang. 2013. Tahapan-tahapan Pembelajaran, (Online),
(http://alfallahu.blogspot.com/2013/04/tahapan-tahapanpembelajaran.html), diakses tanggal 21 Februari 2015.
Moleong, J. L. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Mulyana, D. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wikipedia. 2013. Kurikulum 2013, (Online),
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_2013), diakses tanggal 21 Oktober
2014.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22