Sejarah Peradaban Islam di Papua.docx

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Prolog
Islam merupakan agama dakwah, sehingga pada prakteknya banyak umat Islam yang
menyebarkan agama Islam hingga sampai ke ujung timur Nusantara, yaitu wilayah papua yang
yang berada di Indonesia bagian timur, sejarah perkembangan dan peradaban Islam di Papua
tidak terlalu terdengar dikarenakan pada saat itu masyarakat papua belum memiliki peradaban
yang tinggi, sehingga pencatatan dan bukti bukti literatur belum begitu banyak dijumpai. Sejarah
Islam di tanah papua sudah berlangsung sejak lebih dari 5 abad yang lalu, seiring masuknya
dakwah-dakwah Islam ke kepulauan Melayu hingga ke perairan pasifik. Sebelum kedatangan
Islam masyarakat Papua sangat menjunjung tinggi kepercayaan terhadap roh leluhur, hal ini
terlihat dari ritual persembahan pada suku pedalaman yang mereka tujukan untuk roh nenek
moyang dengan harapan akan memberikan keberhasilan dalam kehidupan mereka
Dalam prakteknya leluhur tersebut mereka anggap sebagai tuhan yang memberikan
kehidupan dan perlindungan, kepercayaan turun temurun tersebut masih ada pada beberapa suku
di pedalaman papua hingga saat ini. Akan tetapi kehadiran Islam telah membawa pencerahan
kepada masyarakat Papua, hal ini berimplikasi langsung terhadap perubahan budaya dan
peradaban di Papua.
1.2 Ruang Lingkup
Penulis menitikberatkan ruang lingkup makalah ini pada beberapa poin pembahasan yaitu:

1. Proses Islamisasi di Papua.
2. Bukti peninggalan peradaban Islam di Papua.
3. Peradaban Islam di Papua saat ini

1 | Page

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Islamisasi Di Tanah Papua
Sebuah pendapat menyebutkan bahwa istilah Papua berasal dari bahasa Tidore, Papo Ua,
yang berarti tidak bergabung atau tidak bersatu. Maksudnya adalah wilayah luas dan tanah besar
itu (Papua) tidak termasuk ke dalam induk kesultanan Tidore. Perspektif lain menyebutkan
bahwa Papua berasal dari bahasa Melayu, pua-pua, yang berarti keriting. Istilah ini pernah
dikemukakan oleh William Mardsen tahun 1812, dan terdapat dalam salah satu kamus bahasa
Melayu -Belanda karya Von der Wall tahun 1880, dengan kata ‘papoewah’ yang berarti orang
yang berambut keriting.
Memang, Papua sendiri telah dikenal sejak lama. Pada masa Kerajaan Sriwijaya, Papua
disebut Janggi. Pelaut Portugis yang pernah singgah di Papua tahun 1526-1527 menyebutnya
‘Papua.’ Namun ada pula yang menyebutnya Isla de Oro (Island of Gold). Kemiripan fisik orang
Papua dengan orang Afrika membuat pelaut Spanyol menyebutnya ‘Nieuw Guinea’, merujuk

pada wilayah Guinea di Afrika Barat.
Berbagai sebutan untuk Papua menyiratkan pada kita, akan keragaman bangsa yang
berinteraksi dengan orang-orang Papua. Salah satu bangsa yang diketahui berhubungan dagang
dengan orang-orang Papua adalah pedagang Cina. Pertukaran barang seperti porselin dan
tembikar terjadi diantara mereka. Bahkan di kalangan masyarakat Seruni, terdapat keturunan
Cina.
Ceritera lain juga menyebutkan tentang hubungan Kerajaan Majapahit dengan orangorang Papua. Terutama dengan penduduk Papua di Onin (Wwanin), Fakfak. Hubungan ini
diketahui dari Syair Negarakertagama karya Empu Prapanca (1365M), dalam sebuah bait syair
disebutkan kata Wwanin (Onin, Fakfak) dan Sran (Kowiai atau Kaimana)
Tak hanya dengan bangsa di Asia, para penjelajah Eropa juga telah mengunjungi Papua
sejak abad ke 16. Tahun 1526, misalnya, Gubernur Portugal pertama di Maluku bernama Jorge
de Menesez mengunjungi Pulau Waigeo (Raja Ampat). Tahun 1545, Kapten Ynigo Ortiz de
Retez dari Spanyol mencapai sekitar Sarmi, di muara Sungai Mamberamo. Ia kemudian
memberi nama pulau itu (Papua) Nueva Guinea.

2 | Page

Hubungan orang Papua, yaitu Raja Waigeo dengan orang Portugis bisa ditelusuri dari
catatan perjalanan Miguel Roxo de Brito, yang menjelajah ke Raja Ampat tahun 1581. Dari
catatan De Brito, dapat disimpulkan bahwa Raja Waigeo telah memeluk agama Islam.

Kontak-kontak orang-orang Papua dengan berbagai pihak tersebut biasanya sebatas
perdagangan. Namun kontak orang-orang Papua dengan muslimlah yang kemudian memberikan
dampak yang berbeda. Kontak orang-orang Papua dengan muslim tak hanya terbatas pada soal
perdagangan, namun juga perubahan hidup mereka dengan memeluk Islam.
Syiar Islam di Bumi Papua terjadi terutama
terkonsentrasi di wilayah Papua Barat, mulai dari
Raja Ampat hingga Fakfak. Masuknya islam di
Papua diyakini telah ada sebelum agama Nasrani
masuk. Namun terjadi silang pendapat di antara
pemerhati, peneliti maupun para keturunan rajaraja di Raja Ampat-Sorong, Fak-Fak, Kaimana dan
teluk Bintuni-Manokwari mengenai pengklaiman
awal masuknya Islam kedaerah yang hanya
Haji Oea Saraka di Onin Fakfak
(Photo diambil antara tahun 1890-1900)

berdasarkan tradisi lisan tanpa didukung dengan
bukti-bukti tertulis maupun bukti-bukti arkelogis.

Saksi bisu sejarah itu adalah Masjid Patimburak di Distrik Kokas, Fakfak. Masjid ini
dibangun oleh Raja Wertver I bernama kecil Semempe. Sejumlah seminar yang pernah digelar

seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota provinsi Kabupaten
Fakfak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu.
Setelah masuknya Islam ke tanah Papua,pada tahun 1870 agama islam dan kristen
menjadi agama yang hidup saling berdampingan
di papua. Karena Raja Wertver I tak ingin
kepercayaan umatnya terpecah belah. Wetver
pun membuat sayembara misionaris, dimana
masing-masing

agama

ditantang

untuk

membangun tempat ibadahnya masing-masing.
Masjid didirikan di Patumburak, gereja didirikan
di Bahirkendik.
3 | Page


Mesjid pertama Papua (Mesjid Tua Petimburak, Fakfak, Papua Barat)

Syaratnya adalah apabila di antara keduanya bisa menyelesaikan bangunan dalam waktu
yang ditentukan, maka seluruh rakyat Wertver akan memeluk agama.Namun mesjidlah yang
berdiri di tanah papua untuk pertama kalinya. Raja Wetver menempati janjinya dan Raja Wetver
berserta seluruh rakyat memeluk agama Islam.
Ada beberapa pendapat mengenai kedatangan dan penyebaran Islam di Papua, antara lain
adalah :
1. Teori Papua: Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di sebagian
rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah fakfak, kaimana, manokwari dan
raja ampat (sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah berasal dari luar Papua dan
bukan di bawa dan disebarkan oleh kerejaan ternate dan tidore atau pedagang muslim dan
da’I dari Arab, Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi. Namun Islam berasal dari Papua itu
sendiri sejak pulau Papua diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga mengatakan bahwa
agama Islam telah terdapat di Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri, dan
mereka meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya nabi adam dan hawa berada di
daratan Papua.
2. Teori Aceh: Studi sejarah masuk nya Islam di Fakfak yang dibentuk oleh pemerintah
kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam datang pada tanggal 8
Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya mubaligh Abdul Ghafar asal Aceh di

Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak. Penetapan tanggal awal masuknya Islam
tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati XVI
(Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H. Ismail Samali Bauw), mubaligh
Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374 M) di Rumbati dan sekitarnya,
kemudian ia wafat dan di makamkan di belakang masjid kampong Rumbati pada tahun
1374 M.
3. Teori Arab: Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai diperkenalkan di
tanah Papua pertama kali di Wilayah jazirah onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi
bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab, yang di
perkirakan terjadi pada abad pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya Masjid
Tunasgain yang berumur sekitat 400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587.
4. Teori Banda: Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya di
Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang diteruskan ke
4 | Page

fakfak melalui seram timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama haweten attamimi
yang telah lama menetap di ambon. Proses Islamisasi juga dilakukan dengan cara
khitanan, dibawah ancaman penduduk setempat jika orang yang disunat mati, kedua
mubaligh tadi akan dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut
kemudian penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.

5. Teori Bacan: Pada masa pemerintahan Sultan Mohammad Al-Bakir, Kesultanan Bacan
mecanangkan syiar islam kesuluruh penjuru negeri, Sulawesi, philipina, Kalimantan,
nusa tenggara, Jawa dan Papua. Menurut Arnold, Raja Bacan yang pertama masuk
Islam bernama Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521 M (abad XVI), pada masa ini
Bacan telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-pulau disebelah barat lautnya,
seperti waigeo, misool, waigama dan salawati. Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya
sampai ke semenanjung onin Fakfak, di barat laut Papua pada tahun 1606 M, melalui
pengaruhnya dan para pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau-pulau tadi
memeluk

agama

Islam.

Meskipun

masyarakat

pedalaman


masih

tetap

menganut animisme, tetapi rakyat pesisir menganut agama Islam. Dari sumber-sumber
tertulis maupun lisan serta bukti-bukti peninggalan nama-nama tempat dan keturunan raja
bacan yang menjadi raja-raja Islam di kepulauan raja ampat. Maka diduga kuat bahwa
yang pertama menyebarkan Islam di Papua adalah kesultanan bacan sekitar pertengahan
abad XV. Dan kemudian pada abad XVI barulah terbentuk kerajaan-kerajaan kecil di
kepulauan raja ampat itu.
6. Teori Utara (Ternate-Tidore):
Penyebaran islam di Kabupaten Fakfak terjadi sekitar pertengahan abad ke-15.Proses
masuknya yaitu melalui jalur perdagangan, perkawinan, pendidikan non formal dan
politik dimana melalui saluran politik ialah bahwa atas jasa dan upaya para raja dan
pertuanan dan keluarga-keluarganya maka agama Islam turut disebarkan.
Penyebaran Islam kemudian juga disebarluaskan ke berbagai wilayah pesisir Papua Barat,
seperti Kokas, Kaimana, Namatota, Kayu Merah, Aiduma dan Lakahia oleh para pedagang
muslim seperti dari Bugis, Buton, Ternate dan Tidore. Kehadiran orang Buton diperkuat dengan
kesaksian Luis Vaes de Torres di tahun 1606. Ia menyebutkan di daerah pesisir Onin (Fakfak)
telah menetap orang Pouton (Buton) yang berdagang dan menyebarkan agama Islam.

5 | Page

Syi’ar Islam di Papua menjadi lebih mudah karena kesamaan budaya dan bahasa. Bahasa
yang dipakai tergolong bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia, seperti bahasa di Bacan dan Sula
(bahasa Biak di Raja Ampat; Tobelo dan bahasa Onin di Fakfak dan Seram; maupun bahasa non
Austronesia seperti di Ternate; Tidore dan Jailolo karena masuk golongan Bahasa Halmahera
Utara, yaitu bahasa Galela). Bahasa Onin telah lama digunakan sebagai lingua franca yang
berguna sebagai bahasa untuk perdagangan dan penyebaran agama Islam. Bahasa ini dipakai
oleh kalangan pedagang dan elit (pemimpin masyarakat) yang terdapat di pesisir pantai selatan
‘Kepala Burung’ dan Semenanjung Bomberey (Fakfak dan Kaimana).
Kemudahan komunikasi dengan para pemimpin masyarakat Papua, yang kemudian
memeluk Islam, mendorong berdirinya kerajaan-kerajaan (Petuanan) otonom di bawah
Kesultanan Tidore. Kerajaan-kerajaan (Petuanan) ini terdapat di Raja Ampat (Kolano Fat), yang
tetap terpatri hingga kini sebagai identitas Pulau Papua. Kerajaan di Raja Ampat terdiri dari
Kerajaan Waigeo (yang berpusat di Weweyai), Kerajaan Salawati (berpusat di Sailolof), Kerajaan
Misool (berpusat di Lilinta) dan Kerajaan Batanta. Kerajaan-kerajaan ini berdiri dengan
perangkatnya masing-masing, yang diberi gelar oleh Kesultanan Tidore, sebagai imbal
Di wilayah Fakfak dan Kaimana kerajaan-kerajaan (Petuanan) ini terbagi menjadi
sembilan, yaitu Petuanan Namatota, Komisi, Fatagar, Ati-ati, Rumbati, Pattipi, Sekar, Wertuar
dan Arguni. Pengaruh Kesultanan Tidore di Kerajaan Wertuar misalnya, dapat dilihat dari

pelantikan Raja Wertuar VII yang dilakukan oleh Sultan Tidore, Muhammad Tahir Alting pada
tahun 1886. Sedangkan di Kampung Ugar, Fakfak, terdapat dokumen silsilah Raja-Raja Ugar
beraksara Arab, yang tertulis tahun 1929 M.
Pengaruh Islam kepada masyarakat papua dapat diperkirakan dengan melihat penerapan
ajaran Islam yang terdapat di masyarakat Papua saat itu. Penerapan hukum Islam, misalnya, telah
diterapkan masyarakat Pulau Misool, hinggak akhir masa kolonial Belanda. Di sana terdapat
Hakim Syara’ yang bertugas mengurusi perihal perkawinan, kematian dan sholat berjamaa’ah.
Kehadiran Masjid-masjid tua, seperti misalnya Masjid Tunasgain, yang diperkirakan dibangun
sejak tahun 1587. Atau di Patimburak, yang diperkirakan sejak abad ke 19.
Kehadiran Masjid ini selain peninggalan fisiknya, dapat pula kita perkirakan
kedudukannnya dalam masyarakat. Kehadiran Masjid sejak abad ke 16, menandakan sejak lama
telah dilaksanakannya pendidikan Islam melalui khotbah Jum’at. Kehadiran Masjid bisa pula kita
perkirakan berfungsi sebagai tempat pendidikan, meski dalam bentuk yang sederhana di
6 | Page

masyarakat. Pola pendidikan sederhana ini dapat kita telusuri dengan ditemukannya kitab
Barzanji, bertanggal 1622 M dalam bahasa Jawa Kuno dan teks khutbah Jum’at yang bertarikh
1319 M.Kehadiran kitab Barzanji, dapat kita perkirakan sebagai upaya untuk menumbuhkan
tradisi Islam dalam masyarakat.
Pengaruh Islam lainnya dalam masyarakat, dapat dilihat dari nama-nama yang terdapat

dalam masyarakat papua pribumi. Di desa Lapintol dan Beo, pada umumnya, kaum pria
memakai nama-nama Arab seperti Idris, Hamid, Abdul Shomad, atau Saodah untuk perempuan
Islam juga mengubah penampilan masyarakat. Jika di pedalaman Papua, masyarakat
aslinya belum berpakaian, dan hanya menutup bagian vitalnya saja, maka di pesisir penduduk
Papua keadaan sangat berbeda. Tak dapat dipungkiri, Syiar Islam di Papua mengalami proses
yang gradual. Masih dapat ditemukan muslim Papua saat itu yang mempercayai kepercayaan
Animisme atau kepercayaan lokal lainnya. Proses penyebaran Islam melalui kepala suku atau
pemimpin masyarakat, membuat syi’ar Islam sangat bergantung kepada kepedulian kepala suku
tersebut.
Syi’ar Islam sejak bercokolnya Belanda di Papua, lebih banyak bergantung kepada umat
Islam itu sendiri. Tahun 1910, Haji Abdul Majid mulai mendirikan pendidikan Islam di Jayapura
dan mendirikan sebuah masjid pertama di Jayapura. Ia pulalah yang menjadi imam masjid
tersebut. Di Merauke, tahun 1908, seiring dibukanya perkebunan kapas, pemerintah Belanda
mendatangkan orang-orang Jawa di wilayah tersebut. Anak-anak pendatang ini kemudian
mempelajari agamanya dengan bantuan guru mengaji.
Tahun 1930, Tengku Bujang, seorang yang berstatus diasingkan oleh pemerintah kolonial
Belanda (Digulis), tiba di Merauke dan memulai dakwahnya dengan membangun Masjid
Sepadin. Di Masjid inilah ia memulai khotbah Jumat dengan bahasa Melayu. Ia pula yang
mempelopori Sholat Ied di lapangan. Di Merauke ia kemudian membentuk Muhammadiyah.
Antara tahun 1933-1936 Muhammadiyah mengirimkan tiga orang mubaligh ke Papua, yaitu
Ustadz Jais, Ustadz Asarar dan Ustadz M, Chatib.
Di Fakfak, Muslim Papua membentuk Kesatuan Islam Nieuw Guinea (KING), yang
dipimpin oleh Raja Rumbati, yaitu Haji Ibrahim Bauw. Ia kemudian membuka sekolah Islam.
Tahun 1933, bersama pembimbingnya, Daeng Umar, ia mendirikan Muhammadiyah Fakfak.
Namun hal ini tak berlangsung lama, Haji Ibrahim ditangkap dan Daeng Umar diasingkan ke
tempat lain. Tahun 1950, bahkan pekerja-pekerja Muslim yang ada di Jayapura dikembalikan
7 | Page

secara besar-besaran ke luar Papua. Jayapura menjadi kosong dari penduduk Muslim. Masjid
Jayapura pun dijadikan bar dan restoran.
Pemerintah Belanda memang bersikap diskriminatif terhadap muslim di Papua. Bukubuku agama Islam sulit diperoleh, sehingga didatangkan dari Jawa atau daerah lainnya. Belanda,
hanya mendirikan sebuah sekolah untuk anak-anak muslim, yaitu Openbare Vervolg School
(O.V.V.S), menjelang pengalihan kekuasaan Belanda pada Indonesia tahun 1960-an.
2.2. Bukti-Bukti Peninggalan Peradaban Islam di Papua
Bukti-bukti peninggalan sejarah mengenai agama Islam yang ada di pulau Papua ini,
sebagai berikut:
1. Terdapat living monument yaitu makanan islam yang dikenal dimasa lampau yang masih
bertahan sampai hari ini di daerah Papua kuno di desa Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik
Waigeo kepulauan Raja Ampat.
2. Tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari
ini yang berupa cerita dari mulut ke mulut
tentang

kehadiran

Islam

di

Bumi

Cendrawasih.
3. Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan
teks kuno lainnya yang berada di beberapa
masjid kuno
4. Masjid Kuno Patimburak, gong, bedug mesjid, rebana yang digunakan pada saat upacara
maulid, songkok raja, tongkat cis, tanda raja dan adanya silsilah kerajaan dari kerajaan Ati-ati.
5. Di Fakfak, Papua Barat ditemukan delapan manuskrip kuno berhuruf Arab. Lima manuskrip
berbentuk kitab mushaf Al Quran dengan ukuran yang berbeda-beda, yang terbesar berukuran
kurang lebih 50 x 40 cm, yang ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan dirangkai
menjadi kitab. Sedangkan tiga kitab lainnya,
yang salah satunya bersampul kulit rusa,
merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan
kumpulan doa. Kelima kitab tersebut diyakini
masuk pada tahun 1214 dibawa oleh Syekh

8 | Page

Iskandarsyah dari kerajaan Samudra Pasai yang datang menyertai ekspedisi kerajaannya ke
wilayah timur.
2.2. Peradaban Islam di Tanah Papua Saat Ini.
Pengaruh Islam terhadap penduduk Papua dalam hal kehidupan sosial budaya
memperoleh warna baru, Islam mengisi aspek budaya mereka. Walaupun masa dahulu
perkembangan Islam sangatlah lamban akan tetapi perkembangan Islam di Papua mulai berjalan
marak dan dinamis sejak irian jaya berintegrasi ke Indonesia,
Pada saat ini mulai muncul pergerakan dakwah Islam, berbagai institusi atau individuindividu penduduk Papua sendiri atau yang berasal dari luar Papua yang telah mendorong proses
penyebaran Islam yang cepat di seluruh kota-kota di Papua. Hadir pula organisasi keagamaan
Islam di Papua, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, LDII, dan pesantren-pesantren
dengan tradisi ahlussunah waljama'ah.

Selain itu yang menjadi peradaban baru di tanah Papua ialah masyararat Wamena yang
dilarang oleh gereja dan misionaris tidak boleh pakai baju, hanya boleh mengenakan pakaian
telanjang atas nama kebudayaan, akan tetapi beberapa yang telah memeluk islam sudah
mengenakan baju sebagai pakaian mereka, koteka yang dahulu mereka gunakan berangsurangsur mereka tinggalkan, meskipun penggunaan koteka tersebut masih digunakan bagi
masyarakat yang tinggal di pedalaman dan belum memeluk agama islam.

9 | Page

Ditambah lagi prilaku mereka atas nama misionaris, mereka dilarang mandi
menggunakan air bersih dan hanya diperbolehkan mandi dengan minyak atau lemak babi saja,
sehingga wajar saja jika badan warga Wamena ialah berbau. Daging babinya mereka makan dan
minyak babinya digosok ke tubuh, dengan alasan untuk mengusir nyamuk dan agar membuat
badan hangat.
Perilaku lainnya ialah seorang Ibu yang melahirkan dengan beranak dibawah pohon.
begitu bayinya keluar dari rahimnya, untuk memutuskan ari-ari dengan bayi menggunakan ujung
batu yang tajam. Sesudah itu sang Ibu hanya boleh menyusui bayi dengan air susu disebelah kiri,
karena air susu disebelah kanan dipersembahkan untuk anak babi. Setelah Islam masuk ke tanah
papua, mereka mengerti dan senang dengan ajaran yang dibawa oleh agama islam, sehingga
mereka dengan suka rela mengubah perilaku mereka menjadi lebih Islami dan lebih beradab.
Berdasarkan data yang ada bahwa Islam di Papua adalah agama minoritas yang dipeluk
oleh dari sekitar 16% dan meningkat menjadi 22% berdasarkan hasil sensus penduduk tahun
2010, dari keseluruhan 2.833.381, mayoritas umat Islam tersebut adalah dari suku pendatang
(439.337 jiwa, atau 15.51%), sedangkan sisanya adalah dari suku asli Papua (10.759 jiwa, atau
0.38%).

10 | P a g e

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Proses penyebaran Islam di Kepulauan dan Papua yaitu melalui jalur perdagangan,
perkawinan, pendidikan non formal dan politik dimana melalui saluran politik ialah bahwa atas
jasa dan upaya para raja dan pertuanan dan keluarga-keluarganya maka agama Islam turut
disebarkan.
Selain melalui jalur perdagangan, penyebaran islam juga melalui perantara orang-orang
yang dipindahkan oleh belanda dari Sumatera, Kalimantan, dan Jawa yang beragama Islam,
yang berasal dari orang-orang keturunan Jawa baik yang merupakan keturunan orang-orang yang
dipindahkan pada zaman penjajahan Belanda.
Dari beberapa sumber penyebaran islam di Papua dimulai dari kepulauan pada abad ke
-16 oleh Kerajaan Bacan yang beragama islam, dimana sejumlah daerah di Papua bagian barat,
yakni wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan
tersebut.
Dalam sejarah islamisasi di papua terdapat 7 teori yang membahas kedatangan islam,
yaitu Teori Papua, Teori Aceh, Teori Arab, Teori Jawa, Teori Banda, Teori bacan dan Teori .
Sebagai Pengaruh masuknya Islam di papua,

ada beberapa yang menjadi bukti

peninggalan sejarah masuknya islam ke papua diantaranya living monument, tradisi lisan masih
tetap terjaga sampai hari ini berupa cerita dari mulut ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi
Cendrawasih, Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya yang berada di
beberapa masjid kuno, delapan manuskrip kuno berhuruf Arab baik berupa mushaf Al Quran
maupun berupa kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa, serta masjid tertua di Kabupaten
Fakfak yaitu Masjid Tua Patimburak dan mesjid lainnya.

11 | P a g e

Peradaban Islam di kepulauan Papua membawa Pengaruh yang positif terhadap penduduk
Papua ditandai dengan adanya perubahan dari cara berpakaian yang lebih sopan dan tertutup,
serta munculnya organisasi keagamaan Islam di Papua, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul
Ulama, LDII, dan pesantren-pesantren dengan tradisi ahlussunah waljama'ah.

DAFTAR PUSTAKA
Wanggai, Toni Victor M. Rekonstruksi Sejarah Umat Islam di Tanah Papua. Badan Litbang dan
Diklat Departemen Agama RI. 2009.
Monografi daerah Irian Jaya. Proyek Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Al-Habib, Alwi bin Thahir, Al-Haddad. Sejarah msuknya Islam di Timur Jauh, Lentera,Jakarta,
2007.
Yusuf, Mundzirin dkk. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Pustaka. Yogyakarta, 2006.
Ali Sodiqin, dkk. Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern. Lesfi,
Yogyakarta, 2004.
lib.ui.ac.id/MK-Muhammad SyarifHidayatullah. Jurnal Ilmiah teori-teori masuknya Islam ke
wilayah timur Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Papua
www.papua.us/Papua Untuk Semua

12 | P a g e