URGENSI PERUBAHAN UNDANG UNDANG NOMOR 14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Salah satu model baru pembangunan suatu bangsa adalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek). Model baru pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi mendampingi model pembangunan lama yang selama ini kita kenal yakni sumber daya alam dimana dua model pembangunan ini berjalan beriringan tanpa dapat dipisahkan, dalam artian bahwa dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing dalam mengolah sumber daya alam dibutuhkan peranan iptek. Penguasaan iptek inilah yang dimanfaatkan oleh negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan dan negara-negara lainnya yang sedikit sumber daya alamnya untuk memperoleh devisa negara. Banyak negara di dunia ini telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat karena keberhasilannya memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kemudian mampu menggelorakan industri kreatif melalui pengembangan Hak Kekayaan Intelektual.

Hak Kekayaan Intelektual, biasa disebut HAKI atau Intelectual Property Rights (IPR), pada dasarnya merupakan hak yang lahir berdasarkan hasil karya intelektual seseorang. HAKI merupakan konstruksi hukum terhadap perlindungan kekayaan intelektual sebagai cipta karsa pencipta atau penemunya. Hak eksklusif yang diberikan oleh hukum merupakan reward yang sesuai bagi inventor dan pencipta HAKI. Melalui reward tersebut, orang-orang yang kreatif di dorong untuk terus mengasah kemampuan intelektualnya agar dapat dipergunakan untuk membantu kehidupan manusia.

Dalam perkembangan selanjutnya, HAKI menjadi komoditi ekonomi yang sangat menjanjikan terutama bagi sejumlah negara yang menjadi produsen HAKI (negara-negara maju). Alasan ini yang mendasari dimasukkannya HAKI kedalam sistem perdagangan internasional. Sehingga, pada saat ini Indonesia sudah mempunyai undang-undang yang mengatur tentang HAKI, contohnya dalam bidang paten, merek, hak cipta, rahasia dagang, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dimana undang-undang tersebut dimaksudkan guna untuk melindungi kepentingan hukum dari karya intelektual.

Salah satu undang-undang yang khusus memberikan perlindungan hukum terhadap para inventor dalam bidang teknologi yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. UU No. 14 Tahun 2001 yang dibentuk bukan saja bertujuan memberikan perlindungan terhadap para inventor Indonesia maupun luar negeri, namun hal ini sekaligus sebagai wujud komitmen Indonesia terhadap ratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization yang didalamnya juga meliputi pada aspek Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang khususnya juga mengatur masalah paten. Dimana dengan diratifikasinya TRIPs ini, maka Indonesia dituntut untuk membentuk sekaligus

mengharmonisasi hukum nasional tentang paten itu sendiri. 1 Sejarah awal mula kelahiran paten di Indonesia berawal pada tahun 1910 dimana

Indonesia diberikan pengaturan paten berdasarkan undang-undang kolonial Belanda yang dinamakan Octroiiwet . Setelah kemerdekaan, pada tahun 1979 Indonesia

1 Rahmi Janed, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Eksklusif, (Surabaya: airlangga University Press, 2007) Hal:115 1 Rahmi Janed, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Eksklusif, (Surabaya: airlangga University Press, 2007) Hal:115

perlindungan HKI dengan standar internasional yaitu melalui TRIPs. 2 Secara filosofis, adanya peraturan paten sebagai bentuk penjelmaan sila kelima

Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dimana salah satu butir Pancasila kelima tersebut menyebutkan untuk menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Adanya pemberian paten yaitu untuk mendukung kegiatan inovasi dan invensi teknologi yang harus dilindungi. Apabila tidak ada perlindungan yang memadai, mungkin lebih baik inventor menyimpan teknologinya. Sebaliknya dengan pemberian paten, negara meminta inventor untuk mengungkapkan penemuannya dalam spesifikasi paten yang deskripsinya dapat diakses secara luas, sehingga masyarakat bisa belajar dari penemuan itu dan diharapkan masyarakat akan menghasilkan penemuan-penemuan lain yang lebih maju daripada penemuan yang sedang dimintakan paten tersebut atau yang sudah terdaftar.

2 Khoirul Hidayah, Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia; Kajian Undang-Undang & Integrasi Islam, (Malang: UIN Press, 2013), h. 92.

Adapun contoh penemuan oleh inventor domestik Indonesia salah satunya yaitu dekomposer bahan organik yang ditemukan oleh Ahmad Musofie, Niniek Kusuma Wardhani dan Rahadi Setiawan. Dekomposer bahan organik untuk mengganti kebiasaan petani Indonesia yang selalu menggunakan pupuk pabrik dalam membudidayakan tanaman dengan dosis yang melebihi ketentuan. Akibatnya produktivitas tanaman berkurang. Oleh karena itu, para peneliti dekomposer tersebut menemukan dekomposer yang dibuat dengan bahan baku limbah kandang ternak ruminansia atau limbah kandang ayam pedaging atau limbah kandang ayam petelur yang kemudian di uraikan dengan bantuan probiotik yang akhirnya menjadi pupuk organik yang bermutu baik. Selain itu, peneliti Ir. INW Mahayasa, Mp juga mendaftarkan penemuannya tentang teknologi pengolahan buah lontar menjadi dodol yang terinspirasi dari usaha pemanfaatan limbah hasil pengolahan sirup buah lontar di daerah NTT, dan masih banyak lagi temuan-temuan yang didaftarkan oleh inventor domestik Indonesia.

Dari banyaknya paten yang didaftarkan oleh inventor domestik Indonesia, ternyata pertumbuhan inventor paten Indonesia masih tertinggal jauh apabila dibandingkan dengan pertumbuhan inventor di beberapa negara berkembang seperti seperti Malaysia, Singapura, China, India dan Thailand. Berikut adalah data dari kelima negara berkembang tersebut dan perbandingannya dengan negara Indonesia.

Tabel 1: Pertumbuhan Inventor Domestik di Beberapa Negara 3

Jumlah Inventor Domestik No

Angka statistik paten sering digunakan sebagai indikator perkembangan teknologi, indikator tingkat inovasi suatu negara atau indikasi tingkat keseriusan pengembangan teknologi oleh suatu negara. 4 Tabel tersebut menunjukkan, pada

tahun 2014 Indonesia memiliki jumlah inventor sebanyak 702 inventor domestik. Berbeda dengan negara berkembang lainnya seperti Thailand dengan 1006 inventor domestik, Singapura dengan 1303 inventor domestik, Malaysia dengan 1353 inventor domestik dan China dengan inventor terbanyak sebanyak 801135 inventor domestik. Berdasarkan tabel tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia masih kurang memanfaatkan sistem paten nasional untuk melindungi invensi inventor domestik dibanding dengan negara lain yang lebih memanfaatkan sistem paten nasionalnya.

3 Data di olah dari http://www.wipo.int/ipstats/en/statistics/country_profile/

4 Togi Edward Sihaloho, “Pemanfaatan Sistem Paten Oleh Perguruan Tinggi Untuk Pengembangan Teknologi”, Jurnal Falsafah Sains, (Desember, 2004), h. 3.

Adapun faktor yang menyebabkan minimnya jumlah inventor domestik di Indonesia adalah mengenai subtansi dari UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten itu sendiri yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum masyarakat baik secara nasional dan internasional. Ada beberapa substansi pasal yang terdapat dalam UU Paten yang perlu dirubah akibat ketidakjelasan dan butuh penambahan substansi

pengaturan. 5 Selain itu, dari sisi prosedural seperti kesadaran dan pemahaman masyarakat sangat rendah, pemerintah yang belum memberikan kemudahan untuk

memperoleh hak paten, dan proses pendaftaran hak paten bisa mencapai 48 bulan serta tidak ada timbal balik atau reward bagi inventor, sementara pemegang paten sudah dibebani biaya pemeliharaan dan perlindungan. Itulah yang mendorong

lemahnya pendaftaran hak paten di Indonesia. 6 Dari faktor-faktor tersebut diketahui bahwa keberadaan UU Nomor 14 Tahun

2001 tentang Paten selama rentang waktu 15 tahun ini belum mampu meningkatkan pertumbuhan teknologi di Indonesia dalam menciptakan inovasi disektor teknologi kompetitif. Dimana dalam perkembangan teknologi tersebut harus ada sistem yang memberikan perlindungan kepada paten para inventor. Namun, sistem yang ada dinilai masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, UU Nomor 14 tahun 2001 Tentang Paten perlu direvisi agar Inventor dilindungi dan agar ada pembaharuan baik dalam mekanisme pendaftaran dan pemohonan hak paten bagi masyarakat.

Rencana merevisi UU Paten telah digaungkan dalam satu tahun terakhir ini yang dilaksanakan oleh Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU Paten)

5 Draft Naskah Akademik Tentang RUU Paten, h. 70. 6 Pernyataan Ketua Pansus RUU John Kennedy Aziz, dalam Majalah Parlementaria Edisi 130

TH.XVL,2015. Hal 38 TH.XVL,2015. Hal 38

Undang Paten Nomor 13 Tahun 2016 7 ini, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Urgensi Perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2001 Sebagai Upaya Meningkatkan Inventor Domestik di Indonesia ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan penelitian ini maka peneliti ingin mengetahui :

1. Bagaimana urgensi perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten?

2. Bagaimana perubahan-perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten sebagai upaya meningkatkan inventor domestik?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk

1. mendeskripsikan urgensi-urgensi perubahan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.

7 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 176

2. untuk menganalisis perubahan-perubahan daripada produk terbaru Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yang dapat meningkatkan inventor domestik di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat terhadap perkembangan khazanah keilmuan hukum. Selain itu, dari hasil penelitian ini juga dapat dikembangkan sebagai acuan penelitian selanjutnya yang terkait dengan tema ini.

2. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan inventor untuk mendaftarkan ide nya ke Dirjen Kekayaan Intelektual agar dapat dipatenkan. Disamping itu agar sebuah invensi dari inventor bisa dinikmati oleh masyarakat luas sesuai dengan kebutuhan. Tentunya jug akan menambah nilai komoditi bagi negara Indonesia khususnya.

E. Definisi Konseptual

1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu 1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu

2. Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan kedalam kegiatan yang menghasilkan invensi.

3. Inventor Domestik adalah seseorang yang berasal dari Indonesia yang secara mandiri atau bersama sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Setelah tim penulis mengadakan penelusuran terhadap beberapa literatur dari berbagai sumber, karya ilmiah berupa jurnal, skripsi dan tesis, ada tiga karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui bangunan keilmuan yan sudah diletakkan oleh orang lain, sehingga penelitian ini adalah penelitian yang benar-benar baru dan belum diteliti oleh orang lain, serta terhindar dari unsur plagiasi. Adapun penelitian yang dimaksud yaitu:

1. Yoyon M Darusman menulis jurnal yang berjudul “ Kedudukan Serta Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Paten Dalam Kerangka Hukum Nasional Indonesia Dan Hukum International ” (2016) Peneliti Yoyon meneliti bagaimana kedudukan serta perlindungan hukum bagi pemegang hak paten dalam kerangka hukum nasional dan internasional. Hasil penelitiannya adalah bahwa pemegang hak paten (inventor) diberikan perlindungan atas dasar hukum nasional (UU No.14 Tahun 2001 tentang Paten) ataupun hukum internasional (World Intellectual Property Organization: WIPO) sebagai hak prioritas untuk melaksanakan sendiri atau secara bersama-sama invensinya atau memberikan kuasa kepada orang lain unuk melaksanakannya. Kedepan sudah sepantasnya negara serius dalam mengatasi permasalahan paten ini, hal ini bertujuan agar para pemegang paten tidak merasa diselepekan atas karya-karyanya. Peneliti menyarankan agar perlindungan paten betul-betul dapat ditegakkan, dan memberikan pemahaman kepada masyarakat sebagai penemu 1. Yoyon M Darusman menulis jurnal yang berjudul “ Kedudukan Serta Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Paten Dalam Kerangka Hukum Nasional Indonesia Dan Hukum International ” (2016) Peneliti Yoyon meneliti bagaimana kedudukan serta perlindungan hukum bagi pemegang hak paten dalam kerangka hukum nasional dan internasional. Hasil penelitiannya adalah bahwa pemegang hak paten (inventor) diberikan perlindungan atas dasar hukum nasional (UU No.14 Tahun 2001 tentang Paten) ataupun hukum internasional (World Intellectual Property Organization: WIPO) sebagai hak prioritas untuk melaksanakan sendiri atau secara bersama-sama invensinya atau memberikan kuasa kepada orang lain unuk melaksanakannya. Kedepan sudah sepantasnya negara serius dalam mengatasi permasalahan paten ini, hal ini bertujuan agar para pemegang paten tidak merasa diselepekan atas karya-karyanya. Peneliti menyarankan agar perlindungan paten betul-betul dapat ditegakkan, dan memberikan pemahaman kepada masyarakat sebagai penemu

2. Enrico Endy Siagian menulis jurnal dengan judul “ Implmentasi Prinsip Alter Ego Peneliti sebagai Hak Ekonomi Paten Aparatur Negara (ASN) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten ”. Penelitian dengan metode analisis yuridis normatif ini berkesimpulan bahwa implementasi prinsip alter ego yang terkait hak ekonomi bagi ASN peneliti belum sesuai dengan hakikatnya karena pemiliki paten adalah pihak yang memberi kerja, kecuali diperjanjikan lain. Hal tersebut belum menempatan inventor sebagai pihak yag tinggi kedudukannya dan tidak diganggu gugat kepemilikannya terhadap suatu invensi yang diciptakannya. Hak ekonomi inventor pada oraktiknya berbenturan dengan mekanisme keuangan negara yaitu UU No. 20 Tahun 1997 tetntang PNPB. Hal ini disebabkan institusi pemerintah secara operasional belum secara seragam menetapkan pengaturan mekanisme pemberian royalti kepada inventor ASN Peneliti.

3. Nina Nuraini menulis jurnal dengan judul “ Paten Sebagai Alternatif Perlindungan Hukum Bagi Inventor Teknologi Varietas Tanaman Meningktatkan Daya Saing Agribisnis Mendukung Pembangunan Ekonomi ” (2013). Dari hasil penelitiannya, Nina berkesimpulan bahwa perlindungan hukum berupa hak ekslusifbagi inventor teknologi tanaman melalui UU Paten belum efektif dilaksanakan oleh para inventor teknologi varietas tanaman Indonesia. Kelemahan UU Paten menyebabkan tidak dapat mengakomodasi harapan inventor sehingga tidak memotivasi inventor untuk terus melakukan invensinya.

Hambatan lain para inventor adalah belum difahami dan disadari sepenuhnya tentang eksistensi varietas tanaman sebagai hak milik, hak eksklusif memberikan hak ekonomi bila didaftarkan, dapat meningkatkan daya saing agribisnis sarana bagi pembangunan ekonomi.

Tabel 2: Perbandingan Penelitian Terdahulu

No Nama

Judul

Persamaan Perbedaan

01 Yoyon M

Membahas Di dalam Darusman

Kedudukan Serta

jurnal ini Pemegang Hak Paten Dalam kedudukan

Perlindungan Hukum Bagi

tentang

masih

Kerangka Hukum Nasional

serta

menggunakan

Indonesia Dan Hukum

perlindungan UU Paten

International (2016)

hukum bagi yang lama, inventor dan

serta tidak invensinya.

membahas perbedaan UU lama dan UU baru.

02 Enrico Endy

Implementasi Prinsip Alter

Menggunakan Tidak

Ego Peneliti sebagai Hak

bahan hukum menggunakan

Ekonomi Paten Aparatur

yang sama

UU Paten

Negara (ASN) Berdasarkan

Undang-

baru sebagai

Undang-Undang Nomor 14

Undang No bahan

Tahun 2001 Tentang Paten

14 Tahun

analisis.

2001, menjelaskan salah satu kelemahan UU Paten lama.

03 Nina Nuraini

Paten Sebagai Alternatif

Sama

Penelitian ini

Perlindungan Hukum Bagi

membahas

meneliti

Inventor Teknologi Varietas mengenai

secara

Tanaman Meningkatkan

ketidak

menyeluruh

Daya Saing Agribisnis

efektifitasan dalam Hak

Mendukung Pembangunan

UU Paten no Kekayaan

penelitian ini

kurangnya

terfokus pada

antusias

bidang Paten. masyarakat

Serta tidak

untuk

menggunakan mendaftarkan UU Paten patennya.

baru sebagai bahan analisis.

B. Pembahasan Paten

1. Konsep Paten

Didalam pasal 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten merumuskan bahwa paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada Inventor atas hasil invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak

lain untuk melaksanakannya. 8 Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara

bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam daftar umum paten. 9

Domestik adalah sesuatu yang berhubungan atau masalah yang berada di dalam negeri. 10 Jadi pengertian inventor domestik adalah seseorang yang berasal dari

Indonesia yang secara mandiri atau bersama sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.

Ide Inventor yang dituangkan kedalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses itu dinamakan dengan invensi. Invensi terkait dengan solusi teknik terhadap sebuah masalah teknis. Invensi dapat dalam bentuk ide yang inovatif maupun dalam bentuk model kerja atau 11 prototype .

8 Lembaran Negara No 109 Tahun 2001 9 Lembaran Negara No. 176 Tahun 2016

10 Kamus Besar Bahasa Indonesia 11 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual di Era Global,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2010), hal. 116

Beberapa persyaratan suatu invensi yang dapat diberikan hak paten. Beberapa syarat yang dimaksud adalah :

1. Ada unsur kebaruan ( novelty) , artinya suatu invensi dianggap baru jika tanggal penetrimaan inveni tersebut tidak sama dengan tegnologi yang diungkapkan sebelumnya. Tegnologi yang diungkapkan sebeleumnya adalah tegnologi yang telah diumumkan di Indonesia atau luar negeri dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut sebelum tanggal penerimaan atau tanggal prioritas.

Syarat kebaruan dapat ditentukan berdasarkan pembatasan-pembatasan tertentu, misalnya daerah ( territorial), kapan penemuan itu diketahui, dan cara pengumuman penemuan itu kepada masyarakat. Syarat kebaruan, yaitu bahwa penemuan yang dimintakan paten tidak boleh lebih dahulu diungkapkan

dimanapun dan cara apapun. 12 Mengenai syarat kebaruan, bisa bersifat mutlak atau relatif, bersifat

mutlak atau dikenal world wide novelty . Sifat mutlak ini bisa hilang apabila ada publikasi dengan cara bagaimanapun, dan dinegara manapun, atau pernah diketahui dengan cara bagaimanapun. Di Indonesia dalam hal syarat kebaruan menganut sistem kebaruan yang luas world wide novelty . Syarat kebaruan luas ini bersifat relatif, yaitu: suatu penemuan tidak dianggap telah diumumkan jika dalam waktu paling lama 6 bulan sebelum tanggal penerimaan :

a. Invensi tersebut telah ditunjukkan dalam suatu pameran internasional di Indonesia atau diluar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi.

b. Invensi tersebut telah digunakan di Indonesia oleh penemunya dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan. 13

2. Mengandung langkah inventif ( inventif step). Suatu invensi mengandung langkah infentif jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai

12 Endang purwanigsih, Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi,(Bandung: CV Mandar Maju, 2012), hal. 222

13 Endang purwanigsih, Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi, hal.73 13 Endang purwanigsih, Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi, hal.73

3. Dapat diterapkan didalam industri ( industrial aplication) . Suatu invensi dapat diterapkan dalam industri jika invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri. 14

Menurut pasal 56 PP No. 34 tahun 1991 tentang Tata Cara Permintaan Paten, penentuan bahwa suatu penemuan yang dimintakan paten dapat diberi atau tidak dapat diberi paten dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan (1) kebaruan penemuan, (2) langkah inventif yang terkandung dalam penemuan, (3) dapat atau tidaknya penemuan diterapkan dalam industry; (4) penemuan yang bersangkutan tidak termasuk dalam kelompok penemuan yang tidak dapat diberikan paten; (5) penemu atau orang yang menerima lebih lanjut hak penemu berhak atas paten bagi penemu tersebut; (6) penemu tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum serta kesusilaan. 15

Pasal 7 UU No. 14 Tahun 2001 merumuskan ada beberapa ketentuan behwa paten tidak dapat diberikan pada invensi tentang :

1. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan.

2. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia atau hewan

3. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika, atau

4. Semua makhluk hidup kecuali jasad renik Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis.

14 Budi Agus Riswandi, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, (cetakan ke-1 , Jakarta: PT Grafindo Persada, 2004), h. 126

15 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intelectual Property Rights, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 221

Jenis-jenis paten yang dikenal saat ini : Pada dasarnya jenis Paten yang berkembang saat ini adalah :

a. Paten yang berdiri sendiri tidak bergantung pada paten lain ( independent patent).

b. Paten yang terkait dengan paten lainnya ( dependent patent)

c. Paten tambahan ( patent of addition)

d. Paten Impor ( patent of revalidation) Indonesia dalam ketentuan perundang-undangan Patennya hanya membagi

paten kedalam dua bentuk, yaitu 16 :

a. Paten biasa

b. Paten sederhana Suatu penemuan dikelompokkan kedalam paten sederhana karena cirinya,

paten sederhana yaitu penemuan tersebut tidak melalui penelitian dan pengembangan ( Research and Development) yang mendalam. Meskipun bentuk, konfigurasi, kontruksi, atau komposisi sederhana, dan sering dikenal dengan “utility model”, tetapi mempunyai nilai kegunaan praktis sehingga memiliki nilai ekonomis, jadi tetap memperoleh lindungan hukum. Paten sederhana hanya memiliki satu klaim, pemeriksaan subtantif langsung dilakukan tanpa permintaan dari pihak penemu. Bila terjadi penolakan terhadap permintaan Paten sederhana ini, tidak dapat dimintakan

lisensi wajib dan tidak dikenakan biaya tahunan. 17

2. Sejarah Undang-Undang Paten

Perkembangan hukum Paten Indonesia dapat dibagi kedalam 3 periode, yaitu: 1) kepentingan umum vs tekanan internasional (1989-1996); 2) periode tunduk terhadap

16 Endang Purwanigsih, Hak Kekayaan..., h.77 17 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum..., h. 225 16 Endang Purwanigsih, Hak Kekayaan..., h.77 17 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum..., h. 225

Kepentingan umum versus tekanan Internasional (1998-1996)

Periode tahun 1989 sampai dengan 1996 merupakan fase yang sulit bagi pemerintah Indonesia. Dalam merespon keadaan sulit tersebut, pemerintah memutuskan untuk mencari keseimbangan antara dua hal yang bertolak belakang yaitu kepentinga umum dengan tekanan internasional, terutama berasal dari Amerika Serikat yang mengharapkan pemerintah Indonesia untuk mengadopsi

standar perlindungan paten AS. 19 Dibandingkan dengan cabang-cabang HAKI lainnya yang telah ada sejak

awal kemerdekaan Indonesia, UU Paten tidak dianggap sebagai sebua UU yang penting sampai akhir tahun 1980-an. Ada beberapa alasan terhadap penundaan delegasi paten di Indonesia. Pertama, sebelum tahun 1945, pemerintah kolonial Belanda telah memberlakukan sebuah UU Paten Belanda. Salah satu pasal menetapkan bahwa pemeriksaan paten akan dilaksanakan di Belanda. Setelah Indonesia mencapaikemerdekaan, ketentuan tersebut tidak dapat diterapkan karena bertentangan dengan kedaulatan di Indonesia. Akibatnya, UU tersebut tidak digunakan lagi di Indonesia dan Indonesia tidak memiliki UU Paten selama sepuluh tahun.

Kedua, indonesia menganggap bahwa HAKI, terutama hukum Paten bukanlah sebuah kebutuhan yang mendesak untuk pembangunan ekonomi diawal kemerdekaan yang baru memperoleh kemerdekaan. Ketiga, meskipun tidak ada UU Paten di Indonesia sampai dengan tahun 1989, permohonan paten tetap dilakukan oleh pemerintah sejaktanggal 1 November 1953. Namun fungsi dari pendaftaran tersebut semata-mata hanya untuk kepentingan administratif dan bukan untuk memberikan perlindungan Paten.

18 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan..., h. 98 19 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan..., h. 99

Selama tahun 1980-an, pemerintah telah melakukan pembaruan dibidang legislasi. Dimulai dengan UU Hak Cipta tahun 1982, reformasi hukum tersebut kemudian dilanjutkan dengan pengajuan RUU Paten pada thun 1984. Pemerintah juga mempertimbangkan bahwa hukum paten dapat menarik para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan menajadi sarana terjadinya alih teknologi. Adanya alasan lain pemerintah Indonesia membuat UU Paten 1989 adalah karena adanya tekanan internasional dari negara-negara maju. Bentuk tekanan internasional dari negara-negara maju, terutama Amerika Serikat adalah tekanan Ekonomi. Carlos Primo Braga berpendapat bahwa pengaruh ketergantungan Ekonomi dan kebutuhan akan teknologi adalah alasan utama untuk memperkuat sistem HKI di negara-negara berkembang selama tahun 1980- an.

Periode tunduk dengan perjanjian TRIPS (1997-2000)

Periode tahun 1997-2000 merupakan periode yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia. Dalam kurun waktu tersebut pemerintah telah memutuskan untuk merivisi UU Paten tahun 1998 sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk tunduk dengan perjanjian TRIPS. Revisi UU paten itu sendiri telah dimulai pada akhir tahun 1995 sebgagai salah satu konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia dalam Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.

Pada tahun 1997, usaha untuk merivisi UU Paten tahun 1989 berhasil direalisasikan. Bebeerap perubahanpenting telah dimasukkan dalam UU Paten tahun 1997, diantaranya adalah perpanjangan perlindungan paten dari 14 tahun menjadi 20 tahun, perubahan ruang lingkup invensi yang dapat dipatenkan, permasalahan importasi produk yang dipatenkan dan mekanisme pelaksanaan

lisensi wajib. 20

20 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan..., h. 103

Periode Peningkatan Penegakan Hukum (2001-2005)

Periode tahun 2001-2005 berbeda dengan periode pada tahun-tahun sebelumnya yang lebih menekankan pada masalah subtansi (biaya dan akses terhadap obat esensial, dan pengembangan industri farmasi lokal)/. Sedangkan periode tahun 2001-2005 lebih memmfokuskan pada masalah penegakan hukum. Pada periode ini, pemerintah sudah menyadari sepeuhnya bahwa penegakan hukum terhadap pelanggaran perjanjian TRIPs merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh semua anggota WTO. Dalam UU Paten tahun 2001, pemerintah memperkenalkan penetapan sementara pengadilan di dalam sistem hukum Indonesia. Melalui penetapan sementara pengadilan yang diatur dalam pasal 125, pemerintah bertekad untuk meningkatkan penegakan hukum dibidang paten.

Latar belakang pembentukan UU Paten nomor 14 tahun 2001, pemerintah menganggap bahwa di negara Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, dan teknologi yang semakin maju namun penegmbangan teknologi belum dimanfaatkan secara berarti dalam kegiatan ekonomi, sosial dan budaya sehingga dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap Undang-undang Paten nomor 6 tahun 1989 tentang Paten dan UU Nomor 1997 tentang paten. Ada

beberapa poin penting yang diubah dalam UU lama 21 :

1. Penyempurnaan dalam :

a) Terminologi

b) Paten sederhana

c) Peraturan pemerintah dan Keputusan presiden

2. Penambahan dalam :

a) Penegasan mengenai istilah hari

b) Invensi yang tidak dapat diberi paten

c) Penetapan sementara Pengadian

d) Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak

e) Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan

21 Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Sinar Grafika,2009), h.72 21 Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Sinar Grafika,2009), h.72

3. Penghapusan dalam : Ketentuan yang berkaitan dengan penundaan pemberian Paten dan lingkup hak eksklusif pemegang paten. Ini dihapuskan karena tidak sejalan dengan

persetujuan TRIPS. 22

3. Perkembangan Undang-Undang Paten Tahun 1989-2001

a. Revisi Undang-Undang Paten

Undang-undang No.6 tahun 1989 adalah undang-undang Paten pertama yang dibuat sejak Indonesia merdeka. Hal penting yang diatur dalam UU ini adalah keberadaan dari komisi banding. Berdasarkan ketentuan pasal 68 sampai 72, komisi banding adalah badan khusus yang berada di lingkungan Direktorat jenderal HaKI dengan tugas memeriksa permintaan banding dari pemohon yang ditolak permohonan patennya berdasarkan alasan-alasan dan dasar pertimbangan

yang bersifat subtantif. 23 Selanjutnya UU No.6 tahun 1989 ini direvisi pada tahun 1997, ada 3 hal

penting yang dimuat dalam UU Paten tahun 1997, yaitu Penyempurnaan, penambahan serta penghapusan beberapa ketentuan dari UU 1989. Penyempurnaan dilakukan terhadap ketentuan mengenai persyaratan penentuan kebaruan ( novelty) invensi. Berbeda dengan UU Paten 1989 yang menggunakan penilaian “belum diumumkannya sebuah invensi” sebagai syarat kebaruan, UU Paten 1997 menentukan sifat kebaruan dengan menggunakan indicator “invensi yang diajukan bukan bagian dari invensi terdahulu atau invensi yang telah ada sebelumnya”.

Selain penyempurnaan juga dilakukan penambahan terhadap isi UU Paten tahun 1997, yaitu menyangkut importasi atas produk yang dilindungi paten serta digunakannya beban pembuktian terbalik, khususnya terhadap kasus pelanggaran

22 Adrian Sutedi, Hak Atas..., h. 77 23 Endang Purwaningsih, Perkembangan..., h. 214 22 Adrian Sutedi, Hak Atas..., h. 77 23 Endang Purwaningsih, Perkembangan..., h. 214

bagi proses yang bersangkutan serta bukti awal yang memperkuat dugaan itu. 24 Penghapusan juga dilakukan berkenaan dengan ketentuan pasal 7 tentang

pengecualian invensi yang dapat diberikan paten. Penghapusan masing-masing ditujukan terhadap ketentuan pasal 7 huruf a yang sebelumnya mengatur bahwa invensi dibidang makanan dan minuman tidak dapat diberikan paten serta ketentuan pasal 7 huruf c berkaitan dengan invensi variates baru tanaman dan hewan. Penghapusan lainnya adalah mengenai badan hukum dalam pengertian

inventor. 25 Perkembangan teknologi yang semakin pesat di era global serta keinginan

pemerintah untuk menyesuaikan keseluruhan peraturan dibidang hak milik intelektual dengan ketentuannya yang terdapat dalam perjanjian TRIPs merupakan factor pendorong diamandemennya UU Paten Indonesia tahun 1997 dengan UU No 14 tahun 2001. Dalam UU Paten yang baru ini banyak sekali penyempurnaan, penambahan dan penghapusan yang dilakukan dengan tujuan memberikan perlindungan yang memadai terhadap pemegang paten.

Penyempurnaan yang dilakukan dalam UU Paten 2001 meliputi perubahan istilah, seperti halnya invensi ( invention) dipergunakan untuk mengganti istilah penemuan ( discovery) dan inventor untuk mengganti istilah penemu ( discoverer) . Penggantian tersebut dimaksudkan untuk memperjelas makna kata “invensi” dibidang teknologi serta membedakan istilah tersebut dengan istilah sehari-hari. Selain masalah terminology, cakupan paten diperjelas dengan menetapkan bahwa invensi yang dilindungi adalah invensi di dibidang teknologi yang tidak mencakup kreasi estetika, skema, aturan atau metode yang melibatkan kegiatan mental,

24 Endang Purwaningsih, Perkembangan..., h. 216 25 Endang Purwaningsih, Perkembangan..., h. 217 24 Endang Purwaningsih, Perkembangan..., h. 216 25 Endang Purwaningsih, Perkembangan..., h. 217

kesatuan system. 26 Dalam pasal 2 Undang-undang Paten No 14 tahun 2001 menyatakan bahwa

(1) paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industry, (2) suatu invensi yang mengandung langkah inventif jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat di duga sebelumnya, (3) penilaian bahwa suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal

permohonan itu diajukan dengan hak prioritas. 27 Penambahan yang dilakukan dalam UU Paten tahun 2001 mencakup

penegasan istilah “hari” yang diganti dengan istilah hari kerja, invensi yang tidak dapat diberikan paten, penetapan sementara pengadilan, penggunaan penerimaan negara bukan oajak, penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan pengecualian dari ketentuan pidana. Penghapusan juga dilaukan dalam UU No 14 tahun 2001 dengan tujuan untuk menghilangkan ketentuan yang tidak sejalan dengan perjanjian TRIPs, contohnya mengenai penundaan pemberian paten sebagai delik aduan.

Ketentuan pasal 3 UUP No 14 tahun 2001 menunjukkan syarat kebaruan yang luas, yaitu bahwa suatu penemuan tidak dianggap baru jika pada saat pengajuan permintaan paten, penemuan tersebut telah diumumkan di Indonesia atau diluar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian tulisan atau melalui peragaan atau dengan

26 Endang Purwaningsih, Perkembangan..., h. 218 27 Endang Purwaningsih, Perkembangan..., h. 215 26 Endang Purwaningsih, Perkembangan..., h. 218 27 Endang Purwaningsih, Perkembangan..., h. 215

Syarat kebaruan luas ini bersifat relative, ini bisa kita lihat dari pasal UUP, yaitu suatu penemuan tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sebelum tanggal penerimaan :

(1) Invensi tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu pameran internasional di Indonesia atau diluar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau dalam suatu pameran nasional di Indonesia yang resmi atau diakui sebagai resmi

(2) Invensi tersebut telah digunakan di Indonesia oleh penemunya dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan. Invensi juga telah dianggap diumumkan apabila dalam jangka waktu 12 bulan sebelum penerimaan ternyata ada pihak lain yang mengumumkan dengan

cara melanggar kewajiban untuk menjaga kerahasiaan invensi tersebut. 28 Setelah melakukan amandemen beberapakali, kenyataannya

undang-undang paten di Indonesia di mulai undang-undang pertama tahun 1989, undang-undang paten tahun 1997, dan undang-undang paten tahun 2001 masih belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan mengcover ruang gerak para inventor dalam mendaftarkan penemuannya untuk mendapatkan hak paten. Baik dari segi perlindungan hukumnya, inovasi dalam subtansial undang-undangnya belum bisa menyeimbangkan dengan kemajuan teknologi saat ini.

Oleh karennya, pemerintah mengamandemenkan undang-undang paten tahun 2001, yang pada akhirnya pada rapat paripurna Rancangan Undang-undang 2001 di sahkan pada tanggal 28 juli 2016 lalu oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah sebelumnya melalui proses pembahasan di Komisi III DPR RI selama enam bulan.

28 Endang Purwaningsih, Perkembangan..., h. 223

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam suatu penelitian, jenis penelitian dapat dilihat dari tujuan, sifat, bentuk dan sudut penerapannya. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder pustaka. Penelitian ini merupakan penelitian sistematik hukum yang dilakukan terhadap perundangan-perundangan tertentu. Tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian

pokok/dasar dalam hukum. 29 Adapun perundangan-perundangan yang diteliti dalam penelitian ini adalah UU Paten terbaru.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang- undangan ( Statute Aprroach ) yaitu pendekatan dengan menggunakan perundang- undangan. 30 Penelitian ini menganalisis Undang-Undang Paten terbaru. Selain pendekatan perundang-undangan, peneliti juga memakai pendekatan konseptual ( conceptual approach ) yaitu konsep mengenai paten.

31 Penelitian ini termasuk dalam penelitian yang perskriptif 32 – evaluative . Penulis mendeskripsikan tentang beberapa ketentuan-ketentuan baru dalam Undang-Undang

29 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif: Sebuah Tinjuan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 13-15.

30 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 97. 31 Penelitian perskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan

masalah sesuai dengan keadaan/fakta yang ada. Sebagai contoh misalnya penelitian tentang “Peranan tokoh masyarakat dalam penyuluhan hukum melalui program Jaksa Masuk Desa (JDM). Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 9.

32 Penelitian evaluative bertujuan untuk menilai, baik melalui pengujian (ekplanatoris) maupun melalui analisis mengenai hubungan antara variable-variabel. Dapat diberikan contoh misalnya penelitian tentang

Paten terbaru dan mengevaluasinya apakah ketentuan yang baru itu dapat meningkatkan invensi para inventor domestik di Indonesia atau tidak.

C. Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Adapun dalam penelitian ini bahan hukum primer menggunakan Undang-undang No 14 tahun 2001 tentang Paten dan undang-undang baru paten tahun 2016.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang bersifat sebagai pendukung atau bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Dalam hal ini penulis menngunakan buku-buku yang menjelaskan tentang konsep hukum kekayaan intelektual yang memuat tentang sejarah paten dan perlindungan paten.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang bersifat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum.

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meggunakan study dokumen (pengumpulan bahan kepustakaan terkait dengan obyek yang diteliti). Peneliti mengumpulkan bahan-bahan hukum primer dan sekunder berupa dokumen-dokumen

“Efektivitas PP No. 30 tahun 1980 terhadap peningkatan pegawai negeri sipil”. Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek , (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 10.

tertulis seperti perundang-undangan, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmia, yang berkaitan dengan paten. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan perundang-undangan, oleh sebab itu peneliti mengumpulkan peraturan peraturan

perundang-perundangan mengenai atau yang berkaitan dengan isu penelitian ini. 33 Peraturan yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU N0. 14 Tahun 2001 tentang

Paten, UU Paten Tahun 2016.

E. Teknik Analisis Bahan Hukum

Tahap pertama yang dilakukan untuk mngolah bahan hukum yang telah diperoleh adalah mengklarifikasikan bahan hukum hasil kerja awal pada penelitian. Bahan hukum yang terkumpul diklarifikasikan berdasarkan fokus masalah yang diteliti terkait urgensi perubahan undang-undang no 14 no 2001 tentang Paten demi meningkatkan jumlah inventor domestik di Indonesia.

Tahap selanjutnya adalah menganalisis bahan hukum mentah yang sudah diklarifikasikan agar mudah dipahami, setelah bahan hukum dianalisis,maka tahap terakhir adalah melakukan penarikan kesimpulan. Dalam pengolahan bahan hukum ini penulis menggunakan metode Deskriptif Kualitatif yaitu metode yang digunakan terhadap suatu data yang telah dikumpulkan, kemudian diklarifikasi, disusun, dijelaskan yakni digambarkan dengan kalimat

tujuannya untuk memperoleh kesimpulan. 34 Sehingga jelas dan mudah dipahami oleh pembaca.

33 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 194. 34 Arikunto Suharsimi, Prosedur Penulisan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.209

F. Sistematika

Hasil penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan berisi mengenai alasan atau latar belakang diadakannya penelitian ini, juga memuat tentang perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan tentang konsep paten, sejarah pembentukan undang- undang, yang berkaitan dengan perubahan undang-undang no 14 tahun 2001 menjadi undang-undang paten baru tahun 2016, serta apa saja yang menjadi subtansi yang tercantum dalam masing masing perundang-undangan. Bab ini juga memuat tentang penelitian terdahulu.

BAB III : METODE PENELITIAN

Memuat mengenai metode penelitian yang berisi penggambaran atau deskripsi yang lebih rinci mengenai jenis penelitian, pendekatan penelitian,bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum, teknik analisis data, teknik uji kesahihan data dan sistematika penulisan.

BAB IV : HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Pada bab ini menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana urgensi adanya pembaruan UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dan menganalisis secara yuridis normatif mengenai apa saja pembaruan-pembaruan yang bisa meningkatkan inventor domestik.

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan akhir dari laporan penelitian yang berisi kesimpulan dan saran berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Urgensi Perubahan UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten

Selama 15 (lima belas) tahun berlakunya UU No. 14 Tahun 2001 di Indonesia, pertumbuhan inovasi-inovasi yang diciptakan oleh bangsa Indonesia masih sangat minim sekali dan kalah saing dengan inovasi dari inventor asing. Selain data statistik paten domestik yang menunjukkan hal tersebut, juga didukung oleh peneliti-peneliti yang meneliti keefektifan pelaksanaan UU Paten di Indonesia dimana masih banyak norma-norma hukum (pasal) yang harus dibenahi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan teknologi masa kini. Data statistik dan berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa UU No. 14 Tahun 2001 belum mampu meningkatkan invensi inventor domestik.

Pada dasarnya ada 3 (tiga) landasan yang mendasari adanya perubahan UU No.

14 Tahun 2001, yaitu:

1. Landasan Filosofis Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 35 Tujuannya yaitu untuk membentuk undang-undang yang mengandung norma-norma ideal bagi masyarakat menuju cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

35 Penjelasan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan h. 82

Urgensi pembentukan UU Paten dari segi filosofis yaitu untuk mengejawantahkan alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diuraikan dalam Pasal 28C ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “ Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat

manusia 36 ”. Ketentuan tersebut juga sebagai pelengkap dari Pasal 5 ayat (1) ,

Pasal 20 ayat (2) 38 , dan pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Estabilishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). 39

Paten diberikan oleh negara terhadap setiap invensi yang memenuh syarat kebaruan, langkah inventif, dan dapat diterapkan dibidang industri. Persyaratan ini berlaku secara universal meski dengan gaya bahasa masing-masing negara. Selain itu, paten -yang merupakan hak ekslusif atau hak monopoli terbatas- diberikan Negara sebagai penghargaan atau insentif kepada inventor terhadap

36 “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undnag kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” 37 “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk

mendapat persetujuan bersama.” 38 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi neara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Pereknonomian nasional diselenggaraka berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjuta n, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseibanan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

39 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57.

invensinya sekaligus perlindungan hukum agar inventor bermotivasi terus- menerus melakukan penelitian, mencari solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat dibidang teknologi, dan memperoleh invensi yang dapat dipatenkan. Tujuan dari itu semua agar inventor mampu meningkatkan kesejahteraannya, dan secara makro dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Dengan adanya kejelasan pengaturan paten terhadap setiap invensi yang memenuhi syarat kebaruan, akan sangat mendorong pertumbuhan ekonomi bahkan ekonomi kreatif. Inventor akan termotivasi terus-menerus melakukan penelitian, mencari solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat di bidang teknologi, dan memperoleh penemuan yang dapat dipatenkan.

2. Landasan Yuridis Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, sudah tidak dapat mengakomodasi perkembangan kebutuhan, sehingga menjadi kuat landasan yuridis untuk mengganti UU yang lama dengan yang baru. Perubahan juga diperlukan agar ketentuan dalam UU Paten yang baru sinergis dengan pengaturan pemanfaatannya, dan instrument hukum Internasional.

Walaupun Indonesia telah memiliki UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dan pelaksanaan paten telah berjalan, namun masih dipandang perlu menyesuaikan dan melakukan perubahan terhadap UU Paten lama tersebut. Masih ada beberapa aspek dalam Agreement on Trade Reated Aspecte of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang belum ditampung dalam Undang- Undang Paten tersebut. Seperti ketentuan Article 31 bis TRIPs Agreement yang berbunyi: