Konsumen Penentu Masa Depan Hutan Alam I

WWF: Konsumen Penentu Masa Depan Hutan Alam Indonesia
Jakarta – Laporan WWF “Living Planet Report 2012” menggarisbawahi bahwa konsumsi
sumberdaya alam dan gaya hidup 7 miliar penduduk dunia saat ini telah melebihi kemampuan
bumi untuk memulihkan diri secara alami dan menyangga kehidupan manusia secara
berkelanjutan. Saat ini dibutuhkan 1½ bumi untuk dapat menopang gaya hidup dan konsumsi
manusia.
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat pesat, permintaan pasar akan
produk kehutanan juga meningkat dan seringkali harus dipenuhi secara cepat sehingga aspekaspek pengelolaan hutan yang bertanggung jawab kerap terabaikan, bahkan dalam sejumlah
kasus dengan melanggar hukum. Jika konsumsi sumberdaya hutan tidak diiringi dengan pola
konsumsi dan produksi yang berkelanjutan maka keberlangsungan hutan alam tinggal menunggu
waktu kehancuran.
Direktur Program Sumatera dan Kalimantan WWF-Indonesia, Anwar Purwoto, mengatakan,
“WWF mengajak konsumen di Indonesia untuk lebih peduli dan mempertimbangkan dampak
dari setiap produk yang dikonsumsinya. Salah satu caranya adalah dengan mulai memilih,
membeli, dan menggunakan produk-produk kayu dan turunannya seperti kertas dan tisu yang
diproduksi secara lestari, misalnya menggunakan produk dari pengelolaan hutan yang
tersertifikasi seperti FSC (Forest Stewardship Council).” Anwar juga menambahkan bahwa label
sertifikasi dapat membantu konsumer untuk mengenali bahwa produk yang dikonsumsinya
berasal dari hutan yang dikelola secara ramah lingkungan dan memperhatikan konservasi
keanekaragaman hayati.
Menurut data statistik yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan tahun 2011, laju deforestasi di

Indonesia melesat hingga 1,2 juta hektar hutan alam setiap tahunnya pada periode 2000-2010.
Walaupun angka ini telah menunjukkan penurunan sejak 2010, bahaya deforestasi masih
mengancam dari pola konsumsi yang tidak bertanggung jawab. Data Koalisi LSM, Eyes on the
Forest, di Riau, mencatat bahwa perusahaan perusahaan kertas dunia yang beroperasi di Riau
telah menghancurkan lebih dari 2 juta hektar hutan alam untuk mensuplai kebutuhan pabrik
pulpnya.
Konsumsi yang tidak bertanggung jawab juga memicu produsen untuk memaksakan jalur-jalur
produksi yang lebih cepat, antara lain menambah luas lahan yang dapat diambil kayunya
produksi dengan cara melanggar hukum, misalnya melaluikorupsi perijinan. Pelanggaran seperti
ini marak terjadi di sektor kehutanan kita, sehingga laju deforestasi pun semakin cepat. Data dari
Human Rights Watch tahun 2013menunjukkan bahwa setiap tahunnya Indonesia merugi 2 milyar
USD dari praktek-praktek korupsi dan pencucian uang di sektor kehutanan.
Ketua Konsorsium Program Penguatan Integritas dan Akuntabilitas WWF-Indonesia, Fathi
Hanif, mengatakan,”Praktik-praktik curang ini terjadi jauh di lapangan dan seringkali tidak
terekspos, sehingga publik tidak memahami bahwa sesungguhnya pemberian ijin yang tidak
semestinya ini adalah pokok permasalahan deforestasi di Indonesia.”
Fathi Hanif menambahkan dalam kajian terbaru yang dilakukan oleh konsorsium SIAP II dan
mitra kerja di Provinsi Aceh dan Riau, ditemukan bahwa sebagian besar izin pertambangan yang
berada di kawasan hutan Aceh tidak sesuai peruntukannya. Sementara itu dari 3 kasus korupsi
kehutanan yang telah diputuskan tahun 2013 lalu di Riau, ditemukan bahwa negara telah

dirugikan 56 milyar dari penyelewengan kekuasaan untuk perijinan pemanfaatan hutan.

Dalam rangka menyebarkan pengetahuan tentang produk-produk berbahan baku kayu yang
bertanggung jawab dan pola konsumsi ramah lingkungan kepada masyarakat konsumen
perkotaan, WWF-Indonesia dan mitra mengadakan kegiatan publik bertemakan “100%
Responsible Consumer” di Museum Nasional, Jakarta, pada tanggal 1-2 Maret 2014 mendatang.
Acara bertajuk ini menargetkan peserta dari kalangan muda kreatif dan juga keluarga urban.
Berbagai kegiatan menarik akan diselenggarakan antara lain pameran karya cipta dan seni
menggunakan produk bertanggung jawab. Acara ini melibatkan enam sekolah menengah atas
dan mahasiswa fakultas seni rupa dan desain dari lima perguruan tinggi di Jakarta, pelatihan
kerajinan tangan dari bahan baku berbasis kayu, pengetahuan tentang asal-usul produk kayu, dan
pengelolaan hutan secara lestari.

Catatan untuk Editor:
Living Planet Report, laporan tahunan yang merekam jejak konsumsi serta indeks kapasitas
Planet Bumi yang diterbitkan setiap tahunnya oleh WWF-Internasional, dapat diakses di
http://bit.ly/wwflpr2012.
Data statistik kehutanan tahun 2011 dapat diakses di www.dephut.go.id.
SIAP II (Strengthening Integrity and Accountability Program II) dijalankan oleh sebuah
konsorsium tiga lembaga terdiri dari WWF-Indonesia, Indonesia Working Group on Forest

Finance dan Transparansi Internasional Indonesia, yang bertujuan memperkuat kapasitas
masyarakat sipil dan media dalam pengawasan tindak pidana kejahatan kehutanan. Saat ini SIAP
II bekerja di 4 propinsi di Sumatera, yaitu Aceh, Riau, Jambi dan Lampung. Untuk informasi
lebih lanjut, silakan kunjungi www.hutankita.org

Sumber :
http://www.wwf.or.id/?31722/wwf-konsumen-penentu-masa-depan-hutan-alam-indonesia
Posted on 27 February 2014