Krisis Pangan di Negara Agraris

KRISIS PANGAN DI NEGARA AGRARIS

Jamaluddin Dg Abu
DiRektur LSM Gapoktan Butta Gowa
Semua manusia makan dari hasil pertanian, itu sebuah fakta. Meski teknologi
industri berkembang begitu pesatnya, usaha pertanian masih menjadi hal pokok
kegiatan manusia di muka bumi. Terlebih lagi di Indonesia, lebih dari setengah
rakyatnya hidup dan bergantung pada sektor pertanian. Dengan demikian pertanian
bukanlah sekadar suatu usaha ekonomi. Usaha pertanian adalah kehidupan itu sendiri.
Oleh karena itu, kelangsungan hidup manusia sangat ditentukan oleh keberlanjutan
budaya pertanian.
Negara Indonesia adalah Negara agraris yang dikenal sejak dahulu, terlihat dari
separuh

penduduk

Indonesia

bermata

pencaharian


sebagai

petani.

Namun

pertanyaannya mengapa Negara yang dijuluki Negara agraris bisa krisis pangan…?
Apakah Teknologi pangan kita belum sebaik negara-negara lain, seperti Thailand,
Vietnam, Cina dan Jepang. Kita masih menanam dengan cara alamiah/tradisional,
sementara negara-negara lain sudah menerapkan teknologi. Misalnya di Thailand tidak

ada musim durian karena durian bisa dipanen sepanjang tahun. Ironisnya durian adalah
tanaman asli Indonesia. Di Jepang panen beras bisa 4 kali dalam setahun padahal
seperti kita ketahui bahwa Jepang adalah negara subtropis yang mataharinya tidak
bersinar sepanjang tahun, tidak seperti di Indonesia yang mataharinya bersinar
sepanjang tahun.
Ketahanan pangan tercipta ketika masyarakat bisa mendapatkan makanan yang
aman, bergizi, dan harganya terjangkau, yang menjadi dasar hidup yang aktif dan
sehat, melihat Jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak, produksi pangan

seringkali tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat di tambah era
perdagangan bebas, jika produk lokal tidak mampu bersaing maka bisa termakan oleh
produk impor. Dengan kata lain adalah persaingan pasar, siapa yang kualitasnya lebih
baik dan harganya lebih murah maka akan di terima oleh pasar. Hal lain yang menjasi
penyebab terjadinya krisis pangan adalah berkurangnya lahan pertanian akibat
terdesak oleh lahan industri dan perumahan, sehingga produksinya pun semakin
berkurang.
Sejarah mencatat Indonesia pernah mengalami masa swasembada pangan,
khususnya beras, pada dekade 1980-an. Bahkan saat itu, Organisasi Pangan Dunia,
FAO memberikan penghargaan istimewa kepada pemerintah atas prestasi luar biasa
ini, namun, bertahun-tahun sesudah itu prestasi swasembada beras nampaknya sulit
terulang bahkan tidak jarang Indonesia harus mengimpor beras dari negara tetangga,
misalnya Thailand dan Vietnam. Selama beberapa tahun terakhir, masalah ketahanan
pangan menjadi masalah penting di Indonesia.

Tantangan untuk mencapai ketahanan pangan seperti 1. Degradasi lahan,
Pertanian intensif mendorong terjadinya penurunan kesuburan tanah dan penurunan
hasil. Sehingga perlu pengembangan penggunaan pupuk organic yang berkelanjutan. 2.
Hama dan penyakit, adalah factor yang dapat mengurangi hasil produksi karena
produktifitasnya menurun. 3. Kekeringan di musim kemarau mengakibatkan kelangkaan

air sehingga banyak lahan yang tidak bisa di olah oleh petani.
Krisis pangan di Negara agraris itu sebaiknya tidak terjadi, olehnya itu
pemerintah menargetkan swasembada pangan yang dijadikan fokus pemerintahan
Jokowi Jk. Melalui Kementerian Pertanian melakukan akselerasi dengan cara perbaikan
irigasi, distribusi bibit dan pupuk, juga bantuan pengadaan alsinta (alat & sistem
pertanian). Seperti yang termaktub dalam peraturan menteri pertanian No. 3 Tahun
2015 tentang Pedoman Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan
Kedelai. Biasa disebut Upsus Pajale.
2017

adalah

target

capaian

pemerintah

dalam


wujud

Indonesia

bisa

swasembada pangan, dengan komuditi andalan seperti 1. Padi, untuk memenuhi
kebutuhan pangan. 2. Jagung untuk memperkaya pangan dan pemenuhan kebutuhan
pangan. 3. Kedelai, memenuhi kebutuhan pengrajin tempe, tahu dll. 4. Gula, memenuhi
kebutuhan nasional. 5. Daging, memenuhi kebutuhan defisit daging dan konsumsi
nasional, dengan jumlah anggaran kementan 2014-2019 sebanyak 72,46 triliun.
Terciptanya petani yang handal, peningkatan pola pikir petani dan menciptakan
budaya berkelompok juga merupakan salah satu cara agar Negara tidak kekurangan
pangan di Negara yang agraris, Sebab bentuk solidaritas dari para anggota kelompok

tani akan membentuk satu kesatuan yang saling mendukung dan terletak dalam satu
kawasan usaha tani yang menyatu dan merupakan wadah kerjasama antar kelompok
tani untuk menggalang kepentingan bersama dalam kehidupan koperatif. Untuk
menunjang pembangunan pertanian yang berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan
pangan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.

Pengembangan dan pemberdayaan SDM petani melalui penyedia jasa
pendidikan pelatihan/magang dan teknologi yang dilakukan dengan pendekatan
partisipati adalah Upaya mewujudkan petani yang modern, mandiri dan mempunyai
daya saing yang tinggi menuju swasembada pangan nasional dan pertanian yang
tangguh.