Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai Varietas Detam 1 terhadap pemberian Vermikompos dan Pupuk P

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Steenis (2003) klasifikasi tanaman kedelai diklasifikasika sebagai
berikut Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Sub-Divisi : Angiospermae,
Kelas

:

Dicotyledoneacae,

Ordo

:

Rosales,

Famili

:

Leguminoceae,


Sub-Famili : Papilionacae, Genus : Glycine, Spesies : Glycine max (L.) Merill.
Perakaran kedelai terdiri akar tunggang dan sejumlah akar cabang yang
tumbuh dari akar sekunder atau serabut. Selain berfungsi sebagai tempat
bertumpuhnya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, perakaran
kedelai juga mempunyai kemampuan untuk membentuk nodul yang berfungsi
untuk menambah nitrogen bebas (N2) dari udara (Risnawati, 2010). Kedelai
memiliki akar primer tunggang dan sekunder serabut. Bagian akar kedelai
terdapat bintil akar, dimana bintil akar merupakan simbiosis antara kedelai dengan
bakteri Rhizobium japonicum yang mampu mengikat gas nitrogen bebas dari
udara.

Adanya simbiosis ini menyebabkan kedelai terpenuhi sebagian hara

nitrogen untuk pertumbuhannya dan menyebabkan tanah tersebut menjadi subur
(Ianca, 2010).
Tanaman kedelai berbatang pendek (30-100 cm), memiliki 3-6
percabangan, berbentuk tanaman perdu, dan berkayu. Batang tanaman kedelai
biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali yang dibudidayakan di musim hujan atau
tanaman yang hidup di tempat yang ternaungi, menambahkan bahwa pertumbuhan

batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe determinate dan
indeterminate, keduanya dibedakan berdasarkan atas keberadaan bunga pada
pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang

4

yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sedangkan
pertumbuhan indeterminate dicirikan dengan pucuk batang tetap tumbuh daun,
walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Risnawati, 2010).
Daun kedelai mempunyai ciri-ciri antara lain helai daun (lamina) oval dan
tata letaknya pada tangkai daun bersifat majemuk berdaun tiga (Trifoliolatus).
Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate).
Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (Risnawati, 2010).
Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip
(lanceolate). Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat
dengan potensi produksi biji. Daun mempunyai stomata, berjumlah antara 190320 buah/m2. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar 0,0025 mm. Kepadatan
bulu bervariasi, tergantung varietas, tetapi biasanya antara 320 buah/mm2. Jumlah
bulu pada varietas berbulu lebat, dapat mencapai 34 kali lipat dari varietas yang
berbulu normal (Irwan, 2006).
Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada

suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak
tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga
(Irwan, 2006). Tanaman kedelai mulai berbunga pada umur antara 30-50 hari
setelah tanam, tumbuh berkelompok pada ruas batang, berwarna putih atau ungu,
dan memiliki kelamin jantan dan betina. Penyerbukan terjadi pada saat bunga
masih

tertutup

sehingga

kemungkinan

penyerbukan

silang

amat

kecil


(Risnawati, 2010).
Buah kedelai berbentuk polong, pada umumnya polong ini berbulu dan
berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Polong yang telah kering mudah pecah

dan bijinya keluar. Sedangkan untuk biji kedelai umumnya berbentuk bulat atau
bulat pipih sampai bulat lonjong, biji berkeping dua dan terbungkus oleh kulit
tipis (Risnawati, 2010).
Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin
(embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang
berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa
lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji. Warna kulit biji
bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau kombinasi campuran dari
warna-warna tersebut. Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga
setelah proses pembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun
demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13% (Irwan, 2006).
Syarat Tumbuh
Iklim
Untuk mencapai pertumbuhan tanaman yang optimal, tanaman kedelai
memerlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal pula. Tanaman kedelai

sangat peka terhadap perubahan faktor lingkungan tumbuh, khususnya tanah dan
iklim. Kebutuhan air sangat tergantung pada pola curah hujan yang turun selama
pertumbuhan, pengelolaan tanaman, serta umur varietas yang ditanam. Suhu tanah
yang optimal dalam prosesperkecambahan yaitu 30°C. Bila tumbuh pada suhu
tanah yang rendah (30°C), banyak
biji yang mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat. Disamping
suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman

kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 40°C pada masa tanaman berbunga, bunga
tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk juga
menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (10°C), seperti pada daerah
subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong
kedelai. Suhu lingkungan optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25°C
(Irwan, 2006).
Daerah yang paling baik untuk penanaman kedelai ialah daerah yang
mempunyai ketinggian sampai 400 m dari permukaan laut. Di daerah yang lebih
tinggi lagi, tanaman kedelai tidak akan dapat tumbuh normal. Kedelai dapat
tumbuh di tanah yang subur atau tanah agak kurus. Namun demikian, hasilnya
akan lebih banyak apabila tanah itu tidak tergenang air dan cukup mengandung
kapur. Kedelai dapat ditanam di tanah sawah atau tanah tegalan. Pada waktu

masih muda, tanaman kedelai memerlukan air, tanah harus dalam keadaan
lembab. Tetapi pada saat menjelang tua, tanaman kedelai tidak memerlukan air
lagi, karena itu harus dikeringkan (Prihatman, 2006).
Kedelai merupakan tanaman C3 yang tidak tahan kekeringan dan
penggenangan air. Kondisi air tanah yang baik untuk tanaman kedelai adalah air
tanah dalam kapasitas lapang sejak tanaman tumbuh hingga polong berisi penuh,
kemudian kering menjelang panen dan hasil penelitian menunjukkan bahwa
kandungan air tanah yang dikehendaki untuk pertumbuhan kedelai adalah pada
keadaan kapasitas lapang (100% air tersedia) (Nurhayati, 2009).
Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama
penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanaman “hari pendek”.
Artinya, tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas

kritis, yaitu 15 jam perhari. Perbedaan di atas tidak hanya terjadi pada pertanaman
kedelai yang ditanam di daerah tropik dan subtropik, tetapi juga terjadi pada
tanaman kedelai yang ditanam di dataran rendah (1000 m dpl). Umur berbunga pada tanaman kedelai yang ditanam di daerah
dataran tinggi mundur sekitar 2-3 hari dibandingkan tanaman kedelai yang
ditanam di datarn rendah. Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai
tergantung pada kondisi iklim, sistem pengelolaan tanaman, dan lama periode
tumbuh. Namun demikian, pada umumnya kebutuhan air pada tanaman kedelai

berkisar 350 – 450 mm selama masa pertumbuhan kedelai (Irwan, 2006).
Intensitas sinar matahari yang rendah dalam pertanaman tumpangsari
kedelai hitam dalam barisan yang rapat akan menurunkan suhu dan meningkatkan
kelembaban relative udara sehingga laju evapotranspirasi menjadi rendah.
Rendahnya suhu menguntungkan bagi proses membukanya stomata sehingga
penyerapan CO2 berjalan dengan baik dan dapat digunakan untuk proses
fotosintesis (Wibowo, et al., 2011).
Tanah
Kandungan air tanah harus cukup untuk perkecambahan, pertumbuhan,
pembungaan dan pengisian polong. Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi
tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan
tanaman indikator yang baik bagi kedelai. Kedelai dapat tumbuh baik pada
berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Kemampuan
tanaman untuk menyerap air tersedia tergantung pada jenis tanaman dan profil
tanah yang dapat dijangkau oleh akar (Nurhayati, 2009).
Upaya program pengembangan kedelai bisa dilakukan dengan penanaman

di lahan kering masam dengan pH tanah 4,5 – 5,5 yang sebenarnya termasuk
kondisi lahan kategori kurang sesuai. Untuk mengatasi berbagai kendala,
khususnya kekurangan unsur hara di tanah tersebut, tentunya akan menaikkan

biaya produksi sehingga harus dikompensasi dengan pencapaian produktivitas
yang tinggi (> 2,0 ton/ha) (Irwan, 2006).
Kedelai memerlukan tanah yang memiliki airasi, drainase, dan
kemampuan menahan air cukup baik, dan tanah yang cukup lembab. Jenis tanah
yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai misalnya: tanah alluvial, regosol,
grumosol, latosol, dan andosol. Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh
bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 kedelai juga dapat tumbuh.
Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terhambat karena keracunan
aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi
amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik
(Risnawati, 2010). Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah
asal drainase dan aerase tanahnya cukup baik. Tanaman kedelai dapat tumbuh
pada pH 5,8 – 7,6. Untuk pertumbuhan yang optimal, tanaman kedelai
membutuhkan unsur hara yang cukup dan seimbang dengan sifat fisik tanah yang
baik (Zahrah, 2011).
Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih dari
50 cm, akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m. Sementara
pada jenis tanah dengan kadar liat yang tinggi, pertumbuhan akar hanya mencapai
kedalaman sekitar 3 m. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi pada tanah kurang
subur seperti tanah ultisol maka diperlukan tindakan budidaya yang tepat, salah

satunya adalah dengan cara pemupukan. Pupuk hayati merupakan pupuk yang

kandungan

utamanya

adalah

mahluk

hidup

(mikroorganisme)

yang

menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Mikroorganisme tersebut dapat
meningkatkan aktivitas mikroba indogenous, juga keberagaman mikroorganisme.
Selain itu dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman seperti pembentukan tunas, pembungaan dan pembuahan serta proses

pematangan buah (Soverda dan Hermawati, 2009).
Vermikompos
Vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman
seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, AI. Na, Cu. Zn, Bo dan Mo tergantung pada
bahan yang digunakan. Vermikompos berperan memperbaiki kemampuan
menahan air, membantu menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur
tanah dan menetralkan pH tanah. Vermikompos banyak mengandung humus yang
berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah (IPPTP, 2001).
Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna
tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah). Pembuatan vermikompos melibatkan
cacing tanah untuk merombak berbagai limbah seperti limbah pertanian, limbah
dapur, limbah pasar, limbah ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian.
Kelompok organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator
perombak bahan organik (Simanungkalit, et al., 2006).
Pemberian vermikompos ke dalam tanah dapat menetralisir aluminium dan
besi tanah, sehingga dapat menurunkan fiksasi P tanah dan meningkatkan Ptersedia tanah. Dari hasil penelitian Rohim et al. (2011) menunjukkan bahwa
pemberian vermikompos dengan dosis yang semakin meningkat dapat
meningkatkan P-tersedia tanah. Pemberian vermikompos dari dosis 7 ton/ha

menjadi 14 ton/ha dapat meningkatkan P-tersedia tanah sebesar 1,25 ppm, dosis 7

ton/ha menjadi 21 ton/ha sebesar 23,00 ppm. Pemberian vermikompos dengan
dosis yang meningkat juga berpengaruh terhadap peningkatan pH tanah yaitu
pemberian dari dosis 7 ton /ha menjadi 14 ton/ha dapat meningkatkan pH tanah
meningkat dari 5,32 menjadi 5,39, dosis 7 ton/ha menjadi 21 ton/ha meningkat
dari 5,32 menjadi 5,40. Pemberian vermikompos ke dalam tanah diduga dapat
menetralisir aluminium dan besi tanah, sehingga dapat menurunkan potensial
kemasaman tanah. Vermikompos yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami
proses dekomposisi lebih lanjut dan akan dihasilkan asam-asam organik, seperti
asam humat dan asam fulvat.

Asam organik ini bereaksi dengan logam

aluminium membentuk khelat. Pada hasil penelitian Siswanto, et al. (2004)
menunjukkan bahwa respon tanaman tempuyung berbeda nyata terhadap respon
tanaman tempuyung terhadap takaran vermikompos. Dimana diantara takaran
0,25 kg/polybag, 0,5 kg/polybag, 0,75 kg/polybag memberikan pertumbuhan dan
hasil yang optimal pada bobot basah daun, bobot kering daun dan panjang akar
tanaman.
Vermikompos mengandung banyak mikroba tanah yang berguna, seperti
aktinomisetes 2,8 x 106 sel/gr BK, bakteri 1,8 x 108 sel/gr BK dan fungi 2,6 x 105
sel/gr BK. Dengan adanya mikroorganisme tersebut berarti vermikompos
mengandung senyawa yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kesuburan
tanah atau untuk pertumbuhan tanaman antara lain Azotobacter sp yang
merupakan bakteri penambat N2 non simbiotik yang akan membantu memperkaya
N di dalam vermikompos. Di samping itu Azotobacter sp juga mengandung
vitamin dan asam pantotenat. Kandungan N vermikompos berasal dari

perombakan bahan organik yang kaya N dan ekskresi mikroba yang bercampur
dengan tanah dalam sistem pencernaan cacing tanah. Peningkatan kandungan N
dalam bentuk vermikompos selain disebabkan adanya proses mineralisasi bahan
organik dari cacing tanah yang telah mati, juga oleh urin yang dihasilkan dan
ekskresi mukus dari tubuhnya yang kaya N. Vermikompos mempunyai struktur
remah, sehingga dapat mempertahankan kestabilan dan

aerasi tanah.

Vermikompos mengandung enzim protease, amilase, lipase dan selulase yang
berfungsi dalam perombakan bahan organik. Vermikompos juga dapat mencegah
kehilangan tanah akibat aliran permukaan. Pada saat tanah masuk ke dalam
saluran pencernaan cacing. Maka cacing akan mensekresikan suatu

senyawa

yaitu Ca-humat. Dengan adanya senyawa tersebut partikel-partikel tanah diikat
menjadi suatu kesatuan (agregat) yang akan dieksresikan dalam bentuk casting.
Agregat- agregat itulah yang mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan
unsur hara tanah (IPPTP, 2001).
Vermikompos adalah kompos yang dihasilkan oleh aktivitas cacing tanah,
yang bekerja sama dengan mikrobiota tanah lain, sehingga mengandung banyak
hormon petumbuhan tanaman, berbagai mikrobiota bermanfaat bagi tanaman,
enzim-enzim tanah, dan kaya hara yang bersifat lepas lambat. Pemberian
vermikompos akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, memperbaiki
pertumbuhan berbagai jenis tanaman hortikultura, tanaman pangan, pembibitan
tanaman kehutanan, serta memperbaiki kualitas hasil pertanian. Vermikompos
seperti halnya jenis pupuk organik yang lain, pada umumnya berbentuk serbuk
kompos, sehingga aplikasinya secara tabur dan perlu dalam volume banyak
(bulky). Oleh karena itu perlu dilakukan inovasi teknologi produksi vermikompos

dalam bentuk granul, sehingga lebih mudah dalam pengangkutan dan aplikasinya
(Dewi, et al., 2012).
Pupuk P
Unsur hara fosfor adalah unsur hara makro, dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang banyak dan esensi bagi pertumbuhan tanaman. Fosfor sering disebut
sebagai kunci kehidupan karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses
kehidupan. Ia merupakan komponen setiap sel hidup dan cenderung di temui pada
biji dan titik tumbuh. Permasalahan yang penting yang harus diketahui dari fosfor
adalah sebagai fosfor di dalam tanah umumnya tidak tersedia untuk tanaman,
meskipun jumlah totalnya lebih besar daripada nitrogen (Damanik, et al., 2011).
Pengelolaan tanah-tanah ultisol memerlukan masukan dalam bentuk
masukan organik dan pupuk fosfor agar mampu meneyediskan kondisi yang baik
untuk pertumbuhan tanaman kedelai. Pemberian kompos hasil dekomposisi dan
pemberian pupuk fosfat secara terpisah maupun secara bersamaan dapat
meningkatkan komponen pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai pada ultisol.
Pemberian kompos (pupuk organik) dan pemberian P secara bersamaan
meningkatkan bobot kering akar, bobot kering bagian atas tanaman, jumlah
polong total, bobot biji tanaman dan serapan P biji (Bertham, 2002).
Pada umumnya fosfor didalam tanah kebanyakan terdapat dalam bentuk
yang tidak tersedia bagi tanaman. Tanaman menyerap hara fosfor dalam bentuk
ion orthofosfat yakni: H2PO4-, HPO42-, dan PO43- dimana jumlah dari masingmasing bentuk sangat tergantung pada pH tanah. Pada tanah-tanah yang bereaksi
masam lebih banyak di jumpai bentuk H2PO4- dan pada tanah alkalis adalah

bentuk PO43-. Hidroksi iksida dari Al, Fe dan Mn dapat berekasi dengan ion-ion
fosfat. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Al (OH)3 + H2PO4-

Al (OH)2 H2PO4 + OH-

(Damanik, et al., 2011).
Dari hasil penelitian Nuraini (2008) menunjukkan bahwa pemberian
pupuk P dapat meningkatkan serapan hara K oleh tanaman dan berat umbi
kentang dan pada hasil penelitian Sutrisno (2002) menunjukkan bahwa pupuk SP36 dapat meningkatkan tinggi tanaman pada pertumbuhan vegetatif dan pada
pertumbuhan generatif dapat meningkatkan produksi polong kering maupun biji
kering dan bobot 100 biji kacang tanah. Frekuensi pemberian pupuk N dan P
berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang tanaman, umur berbunga,
umur panen, berat biji kering dan bobot 100 biji tanaman kedelai tertinggi pada
pengaplikasian P sebanyak 3 kali (Amri, 2001).
Di dalam tubuh tanaman fosfor memberikan peranan yang penting dalam
hal beberapa kegiatan, yaitu : pembelahan sel dan pembentukan lemak dan
albumin, pembentukan bunga, buah dan biji, kematangan tanaman melawan efek
nitrogen, merangsang perkembangan akar, meningkatkan kualitas hasil tanaman
dan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Di dalam metabolisme tanaman
fosfor

memegang

(Damanik, et al., 2011).

peranan

langsung

sebagai

pembawa

energi