Pengaruh Hardiness atas kuat lemahnya Peranan Beban Kerja Mental Terhadap Stres Kerja Pada Frontliner di Bank Mandiri Area Pematangsiantar

1

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Stres kerja dipandang sebagai salah satu masalah psikososial yang ada di
tempat kerja (Girdano, 2005). Hingga saat ini, stres kerja masih menjadi
permasalahan yang utama dan aktual bagi perusahaan modern (Rafferty dan
Griffin, 2006 ; Safaria, 2011). Stres kerja tentunya dialami oleh karyawan dan
hanya berkaitan dengan kejadian dan kondisi di lingkungan kerja (Rollinson,
2005). Stres kerja biasanya muncul sebagai bentuk reaksi emosional dan fisik
terhadap tuntutan dari dalam ataupun dari luar organisasi (Greenberg & Baron,
2003). Keberadaan stres kerja menjadikannya sebagai fenomena yang menarik
banyak minat peneliti untuk mempelajarinya.
Stres kerja dapat berdampak negatif dan menyebabkan masalah pada
beberapa aspek diri karyawan serta ditandai dengan adanya dampak pada
fisiologis, psikologis, kognitif, dan perilaku (Rollinson, 2005). Beberapa studi
menemukan bahwa stres berdampak pada peningkatan izin kerja karena sakit,
menurunnya imunitas tubuh, kurangnya kreativitas, peningkatan jumlah kesalahan
kerja, buruknya pengambilan keputusan, ketidakloyalan karyawan, penurunan

produktivitas, peningkatan perilaku beresiko (seperti merokok dan mengkonsumsi
alkohol), ketidakhadiran, hingga pengunduran diri (Teasdale, Segal & Williams,
2006 ; Azagba dan Sharaf, 2011 ; Nakata, 2012 ; Suciati dan Minarsih, 2015).

2

Stres kerja dapat terjadi di berbagai sektor pekerjaan. Salah satu sektor
pekerjaan yang berkembang pesat sekaligus berpotensi tinggi terhadap isu stres
kerja adalah industri perbankan. Menurut studi terbaru dari Sultan, Tariq dan Rile
(2014), pegawai perbankan rentan mengalami stres kerja yang disebabkan
tingginya kompetisi dan adanya tuntutan untuk memberikan layanan yang terbaik.
Studi lainnya juga menemukan bahwa karyawan bank publik mengalami stres
kerja yang lebih berat (Vadivel dan Ayyappan, 2013 ; Rao dan Borkar, 2012).
Studi yang dilakukan oleh International Labour Organization (2013) juga
menemukan bahwa pegawai perbankan lebih mungkin mendapat tekanan dalam
kehidupan pekerjaannya yang bisa berujung pada stres.
Industri perbankan di Indonesia juga tidak luput dari stres kerja. Sejumlah
penelitian mengenai stres kerja di industri perbankan menyebutkan bahwa stres
kerja karyawan perbankan di Indonesia cukup berat (Mahardiani dan
Pradhanawati, 2013 ; Permaitiyas, 2013). Sejalan dengan itu, Ketua Pembina

Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Zumriton K. Soesilo menilai
bahwa stres karyawan jasa keuangan perbankan cukup berat (Harian Digital
Tempo, edisi 3 Juni 2014). Penilaian itu diperoleh berdasarkan riset yang
dilakukan oleh YLKI. Berdasarkan riset tersebut, diperoleh data bahwa target
nasabah yang diterapkan bank terbilang berat hingga menyebabkan kondisi sikut
menyikut di antara sesama bank untuk mendapatkan nasabah.
Kompetisi yang sengit antar bank tidak lepas dari banyaknya jumlah
perusahaan perbankan di Indonesia. Persaingan tersebut tidak hanya antara bank
swasta dan bank yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut

3

sebagai BUMN). Sesama bank BUMN justru saling berkompetisi untuk menjadi
yang

terbaik.

Berdasarkan

pernyataan


Area

Manager

Bank

Mandiri

Pematangsiantar, diketahui bahwa Bank Mandiri merupakan bank BUMN
terbesar di Indonesia, baik dalam segi pemberi pinjaman maupun penyimpanan
dana pihak ketiga (Wawancara personal, 9 Juni 2014). Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa Bank Mandiri memegang peranan yang vital dalam
perekonomian dan jasa keuangan di Indonesia.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila stres kerja juga terjadi di Bank
Mandiri. Salah satunya adalah di Bank Mandiri area Pematangsiantar yang
membawahi tiga kantor cabang, yaitu Kantor Cabang Sudirman, Kantor Cabang
Sutomo, dan Kantor Cabang Pembantu Megaland. Umumnya, karyawan Bank
Mandiri area Pematangsiantar yang sebagian besar menduduki posisi frontliner
(dalam hal ini teller dan customer service ) mengalami stres kerja. Hal ini

dibuktikan melalui survey yang dilakukan peneliti pada tanggal 4 April 2014
terhadap 56 orang frontliner yang ada di Bank Mandiri area Pematangsiantar.
Survey yang dilakukan untuk mengetahui stres kerja frontliner ini menggunakan
kuesioner Workplace Stress Survey (WSS) yang dikembangkan oleh National
Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dan telah diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia. Peneliti menggunakan WSS yang dikembangkan oleh
NIOSH karena sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Rollinson (2005)
yang menyebutkan bahwa keberadaan stres kerja dapat ditandai dan diukur
melalui intensitas dampak

psikologis, fisiologis, kognitif, dan perilaku yang

dialami oleh individu selama bekerja. Lebih lanjut lagi, Rollinson (2005) juga

4

mengatakan bahwa pengukuran stres kerja ini dilakukan dengan memberikan
sejumlah pernyataan melalui kuesioner terkait dengan intensitas dampak
psikologis, fisiologis, kognitif dan perilaku yang dialami individu. Teknik ini

disebut juga sebagai self report measurement.
Hasil survey yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa 39,29%
frontliner berada pada kategori stres yang berat, 35,71% frontliner berada pada

kategori stres yang sedang, dan 25% frontliner berada pada kategori stres yang
ringan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari 75% frontliner Bank
Mandiri Area Pematangsiantar mengalami stres kerja. Persentase frontliner di
Bank Mandiri area Pematangsiantar yang mengalami stres kerja disajikan pada
gambar 1.

Berat
Sedang
Ringan

Gambar 1. Diagram Stres Kerja Frontliner di Bank Mandiri Area Pematangsiantar

Temuan ini sejalan dengan beberapa penelitian terbaru yang menemukan
bahwa frontliner merupakan kelompok yang rentan terkena dampak stres kerja di
industri perbankan (Juliardhana & Wahyono, 2009 ; Tabassum, dkk., 2011 ;


5

Riyantika, 2014). Stres kerja pada frontliner

di Bank Mandiri area

Pematangsiantar juga terlihat dari dampak fisiologis yang muncul. Frontliner
kerap mengalami nyeri lambung dan nyeri punggung belakang. Seperti yang
tergali pada wawancara dengan salah satu customer service Bank Mandiri area
Pematangsiantar berikut ini :
“Kalau asam lambung kumat, udah jadi makanan sehari-hari kami di sini.
Namanya pegawai kantoran, di bank pula. Yang telat makan, yang banyak
pikiran lah. Udah gitu, karena sering berdiri atau sibuk duduk aja pun bikin
sakit punggung loh. Gak nyaman sih kalau lagi kerja kumat kek gitu.”
(W2.b47-54)
Selain itu, para frontliner juga mengalami penurunan motivasi dan
peningkatan agresi. Kondisi ini terlihat dari informasi yang tergali dari penjelasan
Kepala Cabang Siantar Sutomo dan Area Manajer Bank Mandiri Pematangsiantar
berikut ini :
“Mereka kurang bersemangat, Mbak. Kurang motivasi sepertinya. Jadi

bekerjanya ya segitu-gitu aja. Tidak ada perkembangan yang berarti.
Mereka bekerja seperti hanya asal dilaksanakan, hasilnya gak optimal.”
(W1.b62-67)
“Kebanyakan dari mereka (frontliner ) ini sering merasa penat dan jenuh
dengan pekerjaan mereka, baik untuk yang sifatnya administratif, harian
yah, atau juga yang untuk pemasaran itu. Bahkan ada yang saking penatnya
mungkin, jadi beberapa kali kedapatan bicaranya ketus dan dinilai kasar
oleh nasabah.”
(W3.b26-34)
Menurunnya konsentrasi dan daya ingat pada frontliner di Bank Mandiri area
Pematangsiantar juga mengindikasikan fenomena stres kerja. Berikut ini
penjelasan dari Kepala Cabang Siantar Sudirman :

6

“Beberapa karyawan saya itu sering mengeluh kalau mereka sering pecah
konsen. Malah seringnya kalau sedang layani nasabah. Itu cukup ganggu ya,
Mbak. Karena kan pasti ada yang salah, ya, salah input lah, kalau sudah
begitu, fatal kalau enggak disadari.”
(W4.b11-18)

“Sering saya harus bolak-balik mengingatkan mereka mengenai tugas-tugas
atau hal lain yang berkaitan dengan tugas mereka. Kalau gak begitu, nanti
banyak kesalahan atau bahkan gak dikerjakan. Alasannya sih mereka sering
lupa. Padahal sudah saya suruh buat agenda untuk mencatat.”
(W4.b22-29)
Frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar juga menunjukkan

ketidakdisiplinan dalam bekerja. Kerap kali para frontliner tidak hadir bekerja
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal ini terlihat dari penjelasan Area
Manajer Bank Mandiri Pematangsiantar berikut ini :
“Ya, kalau dibilang produktivitasnya tidak terlalu bagus ya benar juga.
Ketiga cabang itu jarang ada yang mencapai level hijau untuk pencapaian
target. Biasanya di level kuning. Artinya kan memang belum optimal.
Bicara kedisiplinan, kalau dilihat dari misalnya absensi kehadiran, banyak
yang sering terlambat. Apalagi frontlinernya , padahal kan mereka harus
sepagi mungkin datang karena berhubungan dengan layanan nasabah. ”
(W3.b10-21)
Munculnya stres kerja di Bank Mandiri area Pematangsiantar dapat
disebabkan oleh berbagai sumber stres (stressor ). Adapun sumber stres yang
dapat menyebabkan stres kerja adalah kondisi lingkungan di sekitar perusahaan,

kondisi perusahaan, hubungan sosial dengan rekan kerja dan atasan, dan
karakteristik pekerjaan yang dimiliki (Rollinson, 2005). Berdasarkan wawancara
dengan Kepala Cabang Bank Mandiri Siantar Sudirman, diketahui bahwa sumber
stres yang paling berpengaruh di Bank Mandiri area Pematangsiantar adalah
kondisi perusahaan yang menuntut profesionalitas yang tinggi dari karyawannya.
Hal ini menyebabkan terbentuknya budaya kerja yang sangat kompetitif di Bank

7

Mandiri area Pematangsiantar, banyaknya aturan-aturan dan kode etik yang harus
dijalankan, besarnya target yang harus dicapai, sistem penilaian kinerja yang
ketat, adanya kebijakan yang mengharuskan frontliner untuk tetap bekerja dan
menghadiri kegiatan tambahan sekalipun di hari libur, dan beban untuk
mempertahankan gelar juara bertahan selama 7 tahun berturut-turut dalam bidang
layanan prima. Sebagaimana yang dituturkan oleh Kepala Cabang Siantar
Sudirman berikut ini :
“Mandiri memang sangat ketat terhadap aturan-aturan untuk karyawannya.
Bahkan yang paling ketat di antara Bank BUMN lainnya. Kita harus berjiwa
kompetitif di sini. Kalau pekerjaan lain itu mungkin fisiknya yang lelah,
kalau di mandiri mental kita juga lelah. Banyak tekanan. Tekanan untuk

pertahankan prestasi MRI 7 tahun itu lah, tekanan untuk mencapai target
lah, tekanan dari nasabah, tekanan dari atasan, tekanan untuk mengikuti
aturan dan standar. Kalau mau diuraikan satu per satu, semua itu sangat
menekan emosi kami, Mbak.”
(W4.b36-50)
Selain itu, sebagai frontliner, mereka tidak hanya dibebani dengan tugas
untuk melayani nasabah dan melakukan pekerjaan administratif namun juga turut
menjadi tenaga pemasar bagi kantor cabang masing-masing. Para frontliner
diharuskan untuk mampu menarik nasabah agar dapat mecapai target kinerja
tahunan kantor cabang yang sudah ditetapkan. Keberhasilan para frontliner dalam
memenuhi target pencapaian ini juga menjadi bagian yang dinilai dalam penilaian
kinerja. Hal ini tergambar dari penuturan Kepala Cabang Siantar Sutomo berikut
ini :
“Kita kan memang bagian marketing-nya ya semua karyawan. Jadi yang di
frontliner itu juga punya tanggung jawab untuk memasarkan produk ke
nasabah. Harus juga turun ke lapangan setelah tugas administrasinya
selesai.”
(W1.b107-111)

8


Tuntutan profesionalitas yang sangat tinggi dari perusahaan, seperti yang
terjadi di Bank Mandiri area Pematangsiantar, seringkali memberikan masalah
bagi karyawan. Beberapa penelitian menemukan bahwa kondisi ini akan
menimbulkan beban kerja yang berat bagi karyawannya (Dowse & Underwood,
2001 ; Tabassum, dkk, 2011 ; Ajala, 2012). Beban kerja terbagi atas dua jenis,
yaitu beban kerja fisik dan beban kerja mental. Meshkati (dalam Hancock &
Meshkati, 1988 ; Munoz dan Martinez, 2006 ; Weigl, Muller, Angerer, dan
Hoffmann, 2014) melakukan pembagian ini berdasarkan adanya penggolongan
aktivitas manusia saat bekerja menjadi kerja fisik dan kerja mental. Meskipun
tidak dapat dipisahkan, namun masih dapat dibedakan pekerjaan dengan dominasi
fisik dan pekerjaan dengan dominasi aktivitas mental. Aktivitas fisik dan mental
ini menimbulkan adanya beban kerja fisik dan beban kerja mental. Secara umum,
beban kerja yang terjadi di Bank Mandiri area Pematangsiantar adalah beban
kerja mental, mengingat bahwa aktivitas perbankan lebih banyak melibatkan
aktivitas mental. Oleh sebab itu, beban kerja mental merupakan sumber stres yang
umum dihadapi oleh frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar.
Beban kerja mental terdiri dari tiga dimensi. Ketiga dimensi itu adalah beban
waktu, beban usaha mental, dan beban tekanan psikologis (Reid & Nygren, dalam
Wickens dan Holland, 2000). Ketiga dimensi ini memiliki peranan yang
signifikan dalam membentuk beban kerja mental. Dimensi-dimensi tersebut tidak
independen dan cenderung meningkat untuk kombinasi ketiga dimensi walaupun
jika hanya satu dimensi yang berubah (DiDomenico, 2003). Studi yang dilakukan
oleh Munoz dan Martinez (2006) dan Weigl, dkk (2014) menemukan bahwa

9

dimensi beban kerja mental yang paling signifikan menyebabkan stres kerja bagi
karyawan adalah beban waktu dan beban usaha mental.
Selain sumber stres, kemampuan dalam menghadapi sumber stres juga turut
menentukan kuat lemahnya stres kerja yang dalami oleh frontliner . Kemampuan
ini tidak lepas dari pengaruh karakteristik personal yang dimiliki. Ada beberapa
karakteristik personal yang dapat berpengaruh terhadap stres kerja, yaitu
hardiness, efikasi diri, dan negative affectivity. Dari ketiga karakteristik personal

ini, hardiness merupakan karakteristik yang paling mempengaruhi stres kerja
yang dibuktikan melalui studi yang dilakukan oleh Subramanian & Vinothkumar
(2009). Hardiness merupakan karakteristik personal yang memiliki ciri utama
berupa kemampuan bertahan terhadap stres dan dikarakteristikkan oleh komitmen
terhadap pekerjaan, keyakinannya untuk mengontrol keadaan dan pandangan
positif mengenai situasi yang menantang (Kobasa dkk., dalam Rollinson, 2005).
Individu dengan hardiness yang rendah lebih rentan mengalami stres
dibandingkan dengan individu yang memiliki hardiness yang lebih tinggi (Kobasa
dkk., dalam Rollinson, 2005). McCalister, Steinhardt, Dolbier & Gottlieb (2003)
dan Judkins (2005), dalam penelitiannya juga menemukan bahwa hardiness yang
tinggi merupakan faktor yang signifikan dari rendahnya stres kerja. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa hardiness pada diri frontliner dapat membantunya
bertahan dalam menghadapi kondisi yang menekan sehingga dapat meminimalisir
stres kerja yang dialami.
Hal ini dibuktikan dengan temuan yang diperoleh dari hasil survey yang
dilakukan peneliti bahwa ada 25% frontliner yang berada pada kategori stres

10

kerja yang ringan. Temuan ini semakin menguatkan bahwa tidak semua frontliner
Bank Mandiri rentan terhadap stres kerja. Ada juga frontliner yang mampu
menghadapi stres kerja. Seperti penuturan yang disampaikan oleh BX, seorang
teller di Bank Mandiri Siantar Sutomo berikut ini :

“Bekerja di bank ini tantangan lho. Kalau ada tantangan, kan tergantung
kitanya bisa mampu atau gak. Kalau saya sih, saya yakin bisa lalui
tantangan ini. Kalau ada yang tidak tahan bekerja di bank sih, saya rasa itu
karena orangnya gak komitmen. Maksudnya begini, semua orang juga kan
tahu kalau bekerja di bank itu berat, jadi ya, harusnya sejak awal masuk
kerja itu memang harus komit untuk mau kerja di bank. Kerjain aja dengan
sepenuh hati. Jangan setengah-setengah. Sejauh ini saya tidak bermasalah
dengan ini semua”
(W5.b16-29)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh BX dapat terlihat bahwa
kemampuannya untuk bertahan dari kondisi yang ada di Bank Mandiri tidak lepas
dari komitmen untuk terlibat dalam pekerjaan dengan sepenuh hati. Temuan ini
sejalan dengan penelitian Sindik & Adzija (2012) yang menemukan bahwa
diantara ketiga karakteristik hardiness, yaitu komitmen, kontrol dan tantangan,
komitmen merupakan karakteristik hardiness yang signifikan yang membuat
individu dapat bertahan menghadapi stres kerja.
Selain itu, peneliti juga mendapati temuan yang berkebalikan dari kondisi
yang dimiliki oleh BX. Seorang customer service Bank Mandiri Siantar Sutomo
justru sering merasa tertekan dan tidak tahan saat bekerja karena harus melayani
kebutuhan administrasi nasabah sesuai dengan standar layanan, melakukan
penjualan silang (cross selling ) dan juga harus berusaha memenuhi tuntutan

11

mencari nasabah untuk produk simpanan. Kondisi itu tergambar dari kutipan
wawancara dengan WB berikut ini:
“Saya sih dengan hanya tugas administratif aja sudah kewalahan, apalagi
harus sesuai dengan Standar Layanan yang seperti robot itu. Nah, ini juga
disuruh mencari nasabah. Ya susah kan kalau begitu. Masa iya saya harus
lembur tiap hari. Mengerjakan administrasi itu saja sudah melelahkan,
karena yang dihadapi kan beragam nasabah. Saya jadi lebih fokus dengan
tugas-tugas administrasi itu. Kalau saya sih ngerasa tugas yang diberikan
gak semuanya bisa saya lakukan. Terlalu berat memang beban bekerja di
bank. Gak hanya saya yang merasakan, rata-rata frontliner lainnya juga
merasakan hal yang sama. Kita kan sering curhat bareng tentang ini.”
(W2.b21-37)
Berdasarkan sejumlah temuan yang telah dipaparkan, dapat diketahui bahwa
stres kerja dapat terjadi karena beban kerja mental. Akan tetapi, peranan beban
kerja mental terhadap stres kerja juga dipengaruhi oleh hardiness. Oleh sebab itu,
peneliti merasa perlu untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pengaruh hardiness
atas kuat lemahnya peranan beban kerja mental terhadap stres kerja pada
frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar.

B. Rumusan Permasalahan
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh hardiness atas kuat lemahnya peranan beban kerja
mental terhadap stres kerja pada

frontliner di Bank Mandiri area

Pematangsiantar?
2. Terkait dengan pengaruh beban kerja mental terhadap stres kerja :
a. Apakah ada pengaruh beban kerja mental terhadap stres kerja pada
frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar?

12

b. Apakah ada perbedaan besar pengaruh dimensi-dimensi beban kerja mental
terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar?
3. Terkait dengan pengaruh hardiness terhadap stres kerja :
a. Apakah ada pengaruh hardiness terhadap stres kerja pada

frontliner di

Bank Mandiri area Pematangsiantar?
b. Apakah ada perbedaan besar pengaruh karakteristik-karakteristik hardiness
terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menguji secara empiris pengaruh hardiness atas kuat lemahnya peranan beban
kerja mental terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area
Pematangsiantar.
2. Terkait dengan pengaruh beban kerja mental terhadap stres kerja :
a. Menguji secara empiris pengaruh beban kerja mental terhadap stres kerja
pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar
b. Menguji secara empiris perbedaan besar pengaruh dimensi beban kerja
mental terhadap stres kerja pada frontliner

di Bank Mandiri area

Pematangsiantar.
3. Terkait dengan pengaruh hardiness terhadap stres kerja :
a. Menguji secara empiris perbedaan pengaruh hardiness terhadap stres kerja
pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar
b.

Menguji secara empiris perbedaan besar pengaruh karakteristik hardiness

terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar.

13

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis :
Memperkuat hasil penelitian dan temuan sebelumnya mengenai kaitan beban
kerja mental, hardiness dan stres kerja yang didasarkan pada uji empiris dan
dapat menjadi penunjang untuk penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis:
Hasil penelitian ini akan menjadi acuan peneliti dalam memberikan saran
solusi kepada pihak manajemen Bank Mandiri area Pematangsiantar dalam
hal:
a. Pengelolaan stres kerja frontliner dengan memberikan intervensi terhadap
hardiness.

b. Pengelolaan stres kerja frontliner dengan memberikan intervensi terhadap
beban kerja mental.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bab I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Berbagai tinjauan literatur,
fenomena dan hasil penelitian sebelumnya mengenai stres kerja, beban kerja
mental dan hardiness juga digambarkan pada bab ini.

14

2. Bab II : Landasan Teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi
objek penelitian. Memuat landasan teori tentang stres kerja, beban kerja mental
dan hardiness. Bab ini juga menjelaskan mengenai keterkaitan antara stres
kerja, beban kerja mental dan hardiness yang diakhiri dengan pengajuan
hipotesa sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini.
3. Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini menguraikan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional
variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, dan tahapan pelaksanaan
penelitian.
4. Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisikan gambaran umum subjek penelitian, pengujian hipotesis, dan
pembahasan.
5. Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran untuk pihakpihak terkait.