Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi Daun Sintrong (Crassocephalum crepidioides (Benth.) S. Moore) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Sintrong

Uraian tumbuhan meliputi morfologi, habitat, sistematika, sinonim, nama asing, nama daerah, manfaat, kandungan kimia.

2.1.1 Morfologi

Tumbuhan sintrong adalah berupa herba tinggi 25-75 cm. Batang tegak, lunak, hijau. Daun tunggal, tersebar, bulat telur terbalik, lonjong, pangkal menyempit, ujung runcing, tepi rata atau berlekuk menyirip tak teratur, panjang 8-20 cm, lebar 3-6 cm, hijau. Bunga berkelamin dua, bongkol, kepala sari dan cabang putik ungu, kelopak saling menutup, saat bunga mekar bentuk tabung, hijau, mahkota kuning dengan ujung merah kecoklatan. Buah keras, panjang  2,5 mm, rambut sekat halus, panjang  1 cm, putih. Akar serabut putih (Depkes RI, 1997).

2.1.2 Habitat

Sintrong berasal dari Afrika tropis kini telah menyebar keseluruh tropis di Asia termasuk di Indonesia. Tumbuhan ini berupa gulma dijumpai pertama kali di sekitar Medan pada tahun 1926. Kerap ditemui di tanah-tanah terlantar yang subur, tepi sungai, tepi jalan kebun-kebun teh dan kina, terutama di bagian yang lembab hingga ketinggian 2.500 m diatas permukaan laut (Hidayat dan Napitupulu, 2015).

2.1.3 Sistematika


(2)

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Asterales Suku : Compositae Marga : Crassocephalum

Jenis : Crassocephalum crepidioides (Benth.) S. Moore 2.1.4 Sinonim

Gynura crepidioides Benth. (Depkes RI, 1997) 2.1.5 Nama asing

Ebolo, thickhead, redflower ragleaf, fireweed (Inggris), ebolo (Francis), Eyukula (portugal) (Grubben and Denton, 2004).

2.1.6 Nama daerah

Nama daerah dari tumbuhan sintrong adalah balastrong, sintrong (Sunda), lingka (Jawa), kamandhin coco (Madura) (Hidayat dan Napitupulu, 2015).

2.1.7 Manfaat

Daun sintrong selain dimanfaatkan sebagai sayuran, di Afrika juga digunakan sebagai bahan obat tradisional; diantaranya untuk mengatasi gangguan perut, sakit kepala, luka dan lain-lain (Hidayat dan Napitupulu, 2015). Khasiat lainnya yaitu untuk obat bisul (Depkes RI, 1997).

2.1.8 Kandungan kimia

Tumbuhan daun sintrong memiliki kandungan minyak atsiri (Hidayat dan Napitupulu, 2015). Saponin, flavonoida dan polifenol (Kusdianti, dkk., 2008). Tanin, coumarin, derivat C- heterosida, flavonoid, mucilago, steroid (Adjatin, et al., 2013).


(3)

2.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses penarikan suatu senyawa kimia dari jaringan tumbuhan atau hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Cara ekstraksi yang tepat tergantung pada bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi (Depkes RI, 2000). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah di gerus menjadi serbuk. Cairan penyari dapat digunakan air, eter atau campuran etanol dan air (Depkes RI, 1979). Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara (Depkes RI, 2000) antara lain :

1. Cara dingin

a. Maserasi adalah proses penyarian dengan merendam simplisia dalam pelarut yang sesuai dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan dan terlindung dari cahaya.

b. Perkolasi adalah proses penyarian dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan

2. Cara panas

a. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Soxhletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(4)

c. Digesti adalah proses penyarian kinetik ( dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

d. Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada suhu penangas air (temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20) menit.

e. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan air pada suhu 90oC selama 30 menit.

2.3 Fraksinasi (Ekstraksi Cair-Cair)

Ekstraksi cair-cair merupakan suatu teknik yang mana suatu larutan dibuat bersentuhan (biasanya dalam air) dengan suatu pelarut kedua (biasanya pelarut organik), yang tidak tercampurkan. Pada proses ini terjadi pemisahan satu atau lebih zat terlarut (solute) kedalam pelarut yang kedua (Basset, dkk., 1994).

Pemisahan yang dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah, yang dapat dilakukan dengan cara mengocok-ngocok dalam sebuah corong pisah selama beberapa menit (Basset, dkk., 1994). Analit-analit yang mudah terekstraksi dalam pelarut organik adalah molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen dengan substituen yang bersifat nonpolar atau agak polar. Senyawa-senyawa yang mudah mengalami ionisasi dan Senyawa-senyawa polar lainnya akan tertahan dalam fase air (Rohman, 2007).

Pelarut yang dipilih untuk ekstraksi pelarut ialah pelarut yang mempunyai kelarutan yang rendah dalam air, dapat menguap sehingga memudahkan penghilangan pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi dan mempunyai


(5)

kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya kontaminasi sampel (Rohman, 2007).

2.4 Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran mikroskopis) dengan lebar 0,5-1 µm dan panjang hingga 10 µm (1 mikron = 10-3) sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Irianto, 2006).

2.4.1 Faktor pertumbuhan dan perkembangan bakteri

Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh : 1. Zat makanan (nutrisi)

Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi metabolik dan pertumbuhannya.

2. Keasaman dan kebasaan (pH)

Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum pertumbuhan antara 6,5-7,5. Beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau basa.

3. Temperatur

Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 0-30oC, dengan temperatur optimum adalah 10-20 oC.

b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 5-60 oC, temperatur optimum adalah 25-40 oC.


(6)

c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur optimum adalah 55-65 oC.

4. Oksigen

a. Aerobik, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya. b. Anaerobik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.

c. Anaerobik fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen ataupun tanpa oksigen.

d. Mikroaerofilik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit oksigen.

5. Tekanan osmosa

Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis terhadap isi sel bakteri.

6. Kelembapan

Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada lingkungan yang lembap. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya (Pelczar, et al.,1988).

2.4.2 Media pertumbuhan bakteri

Media pertumbuhan bakteri dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:

a. Menurut lay (1994), berdasarkan asalnya dapat dibagi atas:

1. Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat. 2. Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui

secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat dialam. Contohnya: ekstrak daging dan pepton.


(7)

b. Menurut Irianto (2006), berdasarkan kegunannya dapat dibagi atas:

1. Media selektif yaitu media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat menghambat perkembangbiakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi.

2. Media difrensial yaitu media yang digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai jenis dalam suatu lempengan agar

3. Media diperkaya yaitu media yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat dalam jumlah sedikit

c. Berdasarkan konsistensinya dapat dibagi atas: 1. Media padat/solid

2. Media semi solid 3. Media cair

2.4.3 Morfologi bakteri

Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: a. Bentuk basil

Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun bentuk rantai pendek atau panjang. Basil dapat dibedakan atas:

- Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung tumpul. - Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul.

- Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung tajam. Adapun contoh bakteri dengan bentuk basil yaitu Eschericia coli, Bacillus


(8)

anthracis, Salmonella typhimurium, Shigella dysentriae. b. Bentuk kokus

Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang hidup sendiri dan ada yang berpasang-pasangan.

Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas: - Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua. - Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat.

- Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan membentuk anggur. - Streptokokus yaitu kokus yang bergandengan panjang menyerupai rantai. - Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus.

Contoh bakteri dengan bentuk kokus yaitu Staphylococcus aureus, Sarcina luten, Diplococcus pneumoniae, Streptococcus lactis.

c. Bentuk spiral

Dapat dibedakan atas:

- Spiral yaitu menyerupai spiral atau lilitan.

- Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.

- Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak.

Contoh: Vibrio cholerae, Spirochaeta palida ( Volk dan Wheeler, 1988). 2.4.4 Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk dalam familia Micrococcaceae. Staphylococcus aureus berasal dari kata “Staphele” yang berarti kumpulan dari anggur, dan kata “aureus” dalam bahasa Latin yang berarti emas. Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat (kokus) dengan diameter


(9)

sekitar 1 μm, tidak membentuk spora, dan termasuk anaerob fakultatif. Staphylococcus aureus adalah bakteri mesofil dengan suhu pertumbuhan yaitu antara 7o- 48oC dengan suhu optimum 37oC. Tumbuh secara optimal pada pH 6-7 (Adams dan Moss, 1995).

Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut, tenggorokan dan dapat pula dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, bakteri ini juga dapat menyebabkan berbagai macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan (Supardi dan Sukamto, 1999).

Keracunan makanan oleh Staphylococcus aureus dapat menimbulkan berbagai gejala setelah 2-4 jam. Gejala-gejala tersebut yaitu meliputi muntah, diare, mual, kejang dan timbul perasaan letih (Adams dan Moss, 1995).

Adapun sistematika dari bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut (Dwidjoseputro, 1978) :

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Micrococaceae Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus aureus 2.4.5 Bakteri Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli umumnya merupakan flora normal saluran pencernaan tubuh manusia dan hewan. Escherichia coli merupakan bakteri gram


(10)

negatif berbentuk batang, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fimbria dan bersifat motile. Sel Escherichia coli mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 μm dan lebar 1,1-1,5 μm, tersusun tunggal, berpasangan dengan flagella peritikus (Supardi dan Sukamto, 1999).

Bakteri Escherichia coli tumbuh pada suhu 10 oC sampai 40 oC dengan suhu optimum 37 oC. Bakteri ini tumbuh pada pH optimum yaitu pada pH 7,0- 7,5. Bakteri ini relatif sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan makanan (Supardi dan Sukamto, 1999).

Strain Escherichia coli yang memproduksi enterotoksin melepaskan toksin yang menyebabkan sekresi elektrolit dan cairan ke saluran pencernaan yang berlebihan, hal ini dapat menyebabkan gejala diare yang bervariasi yaitu dari ringan sampai berat (Supardi dan Sukamto, 1999).

Adapun sistematika dari bakteri Escherichia coli adalah sebagai berikut (Dwidjoseputro, 1978) :

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Enterobacteriaceae Marga : Escherichia

Jenis : Escherichia coli

2.5 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Fase pertumbuhan menurut (Pratiwi, 2008; Irianto, 2006) terbagi menjadi empat macam, yaitu:


(11)

1. Fase lag (fase adaptasi)

Merupakan fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru dan bakteri belum mengadakan pembiakan. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel tetapi peningkatan ukuran sel.

2. Fase log

Merupakan fase mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum tergantung sifat media dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial.

3. Fase stasioner (konstan)

Merupakan fase dimana pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan dapat terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.

4. Fase kematian

Merupakan fase dimana jumlah sel yang mati meningkat, penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik.

2.6 Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antibakteri pada dasarnya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

1. Metode dilusi

Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi adalah sebagai berikut :

Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Masing-masing tabung diuji dengan obat yang


(12)

telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 18- 24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji (Pratiwi, 2008).

2. Metode difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah difusi agar dengan menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih disekitar cakram. Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya. Metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor fisik dan kimia, misalnya pH, suhu, zat inhibitor, sifat dari media dan kemampuan difusi, ukuran molekul dan stabilitas dari bahan obat (Jawetz, et al., 2001).

3. Metode turbidimetri

Pada cara ini digunakan media cair, pertama dilakukan penuangan media kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi. Dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan instrumen yang cocok, misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes RI, 1995).


(1)

b. Menurut Irianto (2006), berdasarkan kegunannya dapat dibagi atas:

1. Media selektif yaitu media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat menghambat perkembangbiakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi.

2. Media difrensial yaitu media yang digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai jenis dalam suatu lempengan agar

3. Media diperkaya yaitu media yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat dalam jumlah sedikit

c. Berdasarkan konsistensinya dapat dibagi atas: 1. Media padat/solid

2. Media semi solid 3. Media cair

2.4.3 Morfologi bakteri

Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: a. Bentuk basil

Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun bentuk rantai pendek atau panjang. Basil dapat dibedakan atas:

- Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung tumpul. - Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul.

- Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung tajam. Adapun contoh bakteri dengan bentuk basil yaitu Eschericia coli, Bacillus


(2)

anthracis, Salmonella typhimurium, Shigella dysentriae. b. Bentuk kokus

Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang hidup sendiri dan ada yang berpasang-pasangan.

Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas: - Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua. - Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat.

- Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan membentuk anggur. - Streptokokus yaitu kokus yang bergandengan panjang menyerupai rantai. - Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus.

Contoh bakteri dengan bentuk kokus yaitu Staphylococcus aureus, Sarcina luten, Diplococcus pneumoniae, Streptococcus lactis.

c. Bentuk spiral

Dapat dibedakan atas:

- Spiral yaitu menyerupai spiral atau lilitan.

- Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.

- Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak.

Contoh: Vibrio cholerae, Spirochaeta palida ( Volk dan Wheeler, 1988).

2.4.4 Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk dalam familia Micrococcaceae.

Staphylococcus aureus berasal dari kata “Staphele” yang berarti kumpulan dari

anggur, dan kata “aureus” dalam bahasa Latin yang berarti emas. Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat (kokus) dengan diameter


(3)

sekitar 1 μm, tidak membentuk spora, dan termasuk anaerob fakultatif.

Staphylococcus aureus adalah bakteri mesofil dengan suhu pertumbuhan yaitu antara 7o- 48oC dengan suhu optimum 37oC. Tumbuh secara optimal pada pH 6-7 (Adams dan Moss, 1995).

Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut, tenggorokan dan dapat pula dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, bakteri ini juga dapat menyebabkan berbagai macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan (Supardi dan Sukamto, 1999).

Keracunan makanan oleh Staphylococcus aureus dapat menimbulkan berbagai gejala setelah 2-4 jam. Gejala-gejala tersebut yaitu meliputi muntah, diare, mual, kejang dan timbul perasaan letih (Adams dan Moss, 1995).

Adapun sistematika dari bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut (Dwidjoseputro, 1978) :

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Micrococaceae Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus aureus

2.4.5 Bakteri Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli umumnya merupakan flora normal saluran pencernaan tubuh manusia dan hewan. Escherichia coli merupakan bakteri gram


(4)

negatif berbentuk batang, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fimbria dan bersifat motile. Sel Escherichia coli mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 μm dan lebar 1,1-1,5 μm, tersusun tunggal, berpasangan dengan flagella peritikus (Supardi dan Sukamto, 1999).

Bakteri Escherichia coli tumbuh pada suhu 10 oC sampai 40 oC dengan suhu optimum 37 oC. Bakteri ini tumbuh pada pH optimum yaitu pada pH 7,0- 7,5. Bakteri ini relatif sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan makanan (Supardi dan Sukamto, 1999).

Strain Escherichia coli yang memproduksi enterotoksin melepaskan toksin yang menyebabkan sekresi elektrolit dan cairan ke saluran pencernaan yang berlebihan, hal ini dapat menyebabkan gejala diare yang bervariasi yaitu dari ringan sampai berat (Supardi dan Sukamto, 1999).

Adapun sistematika dari bakteri Escherichia coli adalah sebagai berikut (Dwidjoseputro, 1978) :

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Enterobacteriaceae Marga : Escherichia

Jenis : Escherichia coli

2.5 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Fase pertumbuhan menurut (Pratiwi, 2008; Irianto, 2006) terbagi menjadi empat macam, yaitu:


(5)

1. Fase lag (fase adaptasi)

Merupakan fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru dan bakteri belum mengadakan pembiakan. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel tetapi peningkatan ukuran sel.

2. Fase log

Merupakan fase mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum tergantung sifat media dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial.

3. Fase stasioner (konstan)

Merupakan fase dimana pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan dapat terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.

4. Fase kematian

Merupakan fase dimana jumlah sel yang mati meningkat, penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik.

2.6 Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antibakteri pada dasarnya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

1. Metode dilusi

Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi adalah sebagai berikut :

Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Masing-masing tabung diuji dengan obat yang


(6)

telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 18- 24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji (Pratiwi, 2008).

2. Metode difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah difusi agar dengan menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih disekitar cakram. Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya. Metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor fisik dan kimia, misalnya pH, suhu, zat inhibitor, sifat dari media dan kemampuan difusi, ukuran molekul dan stabilitas dari bahan obat (Jawetz, et al., 2001).

3. Metode turbidimetri

Pada cara ini digunakan media cair, pertama dilakukan penuangan media kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi. Dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan instrumen yang cocok, misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes RI, 1995).


Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas AntiBakteri Ekstrak n-Heksan Dan Etilasetat Serta Etanol Dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

4 78 71

Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksana, Etilasetat Dan Etanol Rumput Laut Coklat (Sargassum Polycystum C.Agardh) Terhadap Bakteri Escherichia Coli Dan Staphylococcus Aureus

5 45 83

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ceplukan (Physalis minima L.) Terhadap Bakteri Shigella dysenteriae, Escherichia coli Dan Salmonella typhimurium

21 148 72

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

8 82 96

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi Daun Sintrong (Crassocephalum crepidioides (Benth.) S. Moore) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

20 95 81

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi Daun Sintrong (Crassocephalum crepidioides (Benth.) S. Moore) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

6 17 15

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi Daun Sintrong (Crassocephalum crepidioides (Benth.) S. Moore) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 0 2

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi Daun Sintrong (Crassocephalum crepidioides (Benth.) S. Moore) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 2 5

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi Daun Sintrong (Crassocephalum crepidioides (Benth.) S. Moore) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 0 3

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi Daun Sintrong (Crassocephalum crepidioides (Benth.) S. Moore) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

2 10 23