Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

(1)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN

BINARA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ULAM-ULAM

TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus

DAN Escherichia coli

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RANI MIA SURY KABAN

NIM 101524054

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN

BINARA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ULAM-ULAM

TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus

DAN Escherichia coli

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RANI MIA SURY KABAN

NIM 101524054

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun binara (Artemisia vulgaris L.) dan tumbuhan ulam-ulam (Erechtites valerianifolia (Link ex Wolf) Less. Ec DC) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan, Bapak Ginda Haro , Prof., Dr., M.Sc., Apt., selaku penasihat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., dan Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan. Bapak dan Ibu Kepala Laboratorium Obat Tradisional, Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Botani Farmasi, dan Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan membantu selama penelitian. Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., dan


(5)

v

Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritik, arahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Ngalemi Kaban S.E dan Ibunda Suryati Ginting S.Pd. tercinta atas doa dan pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas, untuk abangnda drg. Bima Ewando Kaban, adik saya Niko Danius Kaban yang selalu setia memberi doa dan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Juni 2015 Penulis,

Rani Mia Sury Kaban


(6)

vi

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN BINARA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ULAM-ULAM TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli ABSTRAK

Tumbuhan binara (Artemisia vulgaris L.) dan tumbuhan ulam-ulam (Erechtites valerianifolia (Link ex Wolf) Less. Ec DC) termasuk famili Compositae. Secara tradisional daun binara dan daun ulam-ulam banyak digunakan masyarakat di daerah Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo sebagai obat luka atau luka lebam dan sebagai obat diare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dan menentukan konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam.

Tahapan penelitian yang dilakukan pembuatan simplisia dan karakterisasi simplisia meliputi: pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam dan skrining fitokimia. Pembuatan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol 70% serta uji aktivitas antibakteri secara in vitro dengan metode difusi agar menggunakan pencetak lubang (punch hole) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli.

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun binara diperoleh kadar air 4,6%, kadar sari yang larut dalam air 13,5%, kadar sari yang larut dalam etanol 13,5%, kadar abu total 3,6% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,4% dan untuk hasil karakterisasi simplisia daun ulam-ulam diperoleh kadar air 7,3%, kadar sari yang larut dalam air 13,7%, kadar sari yang larut dalam etanol 13,4%, kadar abu total 3,6% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,4%. Hasil pemeriksaan skrining fitokimia terdapat kandungan senyawa kimia golongan steroid/triterpenoid, alkaloida, glikosida, flavonoida, saponin, dan tanin. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun binara terhadap bakteri Staphylococcus

aureus diperoleh konsentrasi hambat minimum 5 mg/ml dan bakteri Escherichia coli konsentrasi hambat minimum 8 mg/ml. Hasil uji ekstrak etanol daun

ulam-ulam terhadap bakteri Staphylococcus aureus diperoleh konsentrasi hambat minimum 4 mg/ml dan bakteri Escherichia coli sebesar 20 mg/ml. Perbandingan aktivitas antibakteri dari ekstrak tersebut menunjukkan bahwa ekstrak binara lebih efektif daripada ekstrak ulam-ulam terhadap hambatan pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Kata kunci: Antibakteri, daun binara, daun ulam-ulam, Staphylococcus aureus,

Escherichia coli. .


(7)

vii

ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF MUGWORT AND TROPICAL BURNWEED LEAVES ETHANOL EXTRACTS ON Staphylococcus aureus

AND Escherichia coli ABSTRACT

Mugwort (Artemisia vulgaris L.) and Tropical burnweed (Erechtites

valerianifolia (Link ex Wolf) Less. Ec DC) plant are included in the Compositae

family. Mugwort and Tropical burnweed used traditionaly in Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo for used to cure wound or bruises, also as diarrhea medicine. The objective of this research is to determine the antibacterial activity and measuring the minimum inhibitory concentration of Mugwort and Tropical burnweed leaves extracts.

The research includes the preparation of extract and characterization of simplex i.e: macroscopic, microscopic examinations, determination of water content, water-soluble extract, ethanol-soluble extract, total ash value and acid insoluble ash, phytochemical screening, and preparation of extracts by percolation using 70% ethanol as solvent, and in vitro for antibacterial activity by agar diffusion method using punch hole against Staphylococcus aureus and

Escherichia coli bacteria.

Simplex characterization for Mugwort leaves were showed water level 4.6%, water-soluble extract level 13.5%, ethanol-soluble extract level 13.5%, total ashes level 3.6%, and acid-insoluble ashes level 1.4% while simplex characterization of Tropical burnweed leaves results were showed water level 7.3%, water-soluble extract level 13.7%, ethanol-soluble extract level 13.4%, total ashes level 3.6%, and acid-insoluble ashes level 1.4%. The result of phytochemical screening is steroids/triterpenoids, alkaloid, glycosides, flavonoids, saponins, and tannins. Ethanolic extract of Mugwort leaves were showed the minimum inhibitory concentration 5 mg/ml for Staphylococcus aureus and 8 mg/ml for Escherichia coli. While, the ethanolic extract of Tropical burnweed leaves were showed the minimum inhibitory concentration 4 mg/ml for

Staphylococcus aureus and 20 mg/ml for Escherichia coli. The comparison of the

antibacterial activity of the both extracts were showed that Mugwort extract against inhibt growth of bacteria Staphylococcus aureus and Escherichia coli bacteria.

Keywords: Antibacterial activity, Mugwort leaf, Tropical burnweed leaf,


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 2

1.3Hipotesis ... 3

1.4Tujuan Penelitian ... 3

1.5Manfaat Penelitian ... 4

1.6Kerangka Pikir Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Morfologi tumbuhan ... 5

2.1.2 Sistematika tumbuhan ... 6

2.1.3Nama tumbuhan ... 7

2.1.4 Khasiat tumbuhan ... 8


(9)

ix

2.2.1 Ekstraksi ... 9

2.3 Kandungan Kimia ... 10

2.3.1 Alkaloida ... 11

2.3.2 Glikosida ... 11

2.3.3 Steroida/triterpenoida ... 12

2.3.4 Flavonoida ... 12

2.3.5 Saponin ... 13

2.3.6 Tanin ... 14

2.4 Bakteri ... 14

2.4.1 Morfologi bakteri ... 14

2.4.2 Pembagian bakteri ... 16

2.4.3 Klasifikasi bakteri ... 16

2.5 Fase Pertumbuhan Bakteri ... 18

2.6 Uji Aktivitas Antimikoba ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Metode Penelitian ... 21

3.3 Alat Dan Bahan ... 21

3.3.1 Alat ... 21

3.3.2 Bahan ... 22

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 22

3.4.1 Pereaksi Bourchardat ... 22

3.4.2 Pereaksi Dragendorff ... 22


(10)

x

3.4.4 Pereaksi besi (III) klorida 1% b/v ... 23

3.4.5 Pereaksi Molisch ... 23

3.4.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 23

3.4.7 Pereaksi asam klorida 2 N ... 23

3.4.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N ... 23

3.4.9 Pereaksi Lieberman-Burchard ... 23

3.4.10 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 24

3.4.11 Pereaksi kloralhidrat ... 24

3.5 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 24

3.5.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 24

3.5.2 Identifikasi tumbuhan ... 24

3.5.3 Pengolahan tumbuhan ... 24

3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 25

3.6.1Pemeriksaan makroskopik ... 25

3.6.2Pemeriksaan mikroskopik ... 25

3.6.3Penetapan kadar air simplisia ... 25

3.6.4Penetapan kadar sari larut dalam air ... 26

3.6.5Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 26

3.6.6Penetapan kadar abu total ... 27

3.6.7Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam ... 27

3.7 Skrining Fitokimia ... 27

3.7.1 Pemeriksaan steroida/triterpenoida ... 27

3.7.2 Pemeriksaan alkaloida ... 28


(11)

xi

3.7.4 Pemeriksaan flavonoida ... 29

3.7.5 Pemeriksaan saponin ... 29

3.7.6 Pemeriksaan tanin ... 29

3.8 Pembuatan Ekstrak ... 29

3.9 Uji Aktivitas Antibakteri ... 30

3.9.1 Sterilisasi alat ... 30

3.9.2 Pembuatan media ... 30

3.10 Pembuatan Stok Kultur Bakteri ... 32

3.11 Pembuatan Inokulum Bakteri ... 33

3.12 Pewarnaan Gram ... 33

3.13 Pembuatan Pengenceran Ekstrak ... 33

3.14 Uji Aktivitas Antibakteri ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1Identifikasi Tumbuhan ... 35

4.2Hasil Karakterisasi Simplisia ... 35

4.3Hasil Skrining Fitokimia ... 38

4.4Hasil Ekstraksi ... 39

4.5Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Simplisia Daun Binara Dan Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun binara dan daun ulam-ulam ... 36 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dari daun binara dan daun

ulam-ulam ... 39 4.3 Uji aktivitas ekstrak etanol daun binara dan ekstrak etanol daun

ulam-ulam terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Identifikasi tumbuhan ... 47

2 Gambar tumbuhan dan daun binara (Artemisia vulgaris L.) . 48

3 Gambar tumbuhan dan daun ulam-ulam (Erechtites valerianifolia (Link ex Wolf) Less. Ex DC ... 49

4 Gambar simplisia dan serbuk simplisia daun binara ... 50

5 Gambar simplisia dan serbuk simplisia daun ulam-ulam ... 51

6 Gambar mikroskopik penampang melintang daun segar binara ... 52

7 Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun binara ... 53

8 Gambar mikroskopik penampang melintang daun segar ulam -ulam ... 54

9 Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun ulam-ulam ... 55

10 Bagan penelitian ... 56

11 Pembuatan ekstrak etanol ... 57

12 Bagan uji aktivitas antibakteri dari larutan uji ... 58

13 Perhitungan data ... 59

14 Gambar hasil pengukuran daerah hambat pertumbuhan bakteri dari ekstrak etanol daun binara ... 69

15 Gambar hasil pengukuran daerah hambat pertumbuhan bakteri dari ekstrak etanol daun ulam-ulam ... 70

16 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun binara bakteri Staphylococcus aureus ... 71

17 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun binara bakteri Escherichia coli ... 73

18 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ulam-ulam bakteri Staphylococcus aureus ... 75


(14)

xiv

19 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun

ulam-ulam bakteri Escherichia coli ... 77

20 Gambar hasil uji aktivitas blanko (etanol 96%) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia

coli ... 79 21 Gambar hasil pewarnaan Gram positif bakteri

Staphylococcus aureus dan Gram negatif bakteri


(15)

vi

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN BINARA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ULAM-ULAM TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli ABSTRAK

Tumbuhan binara (Artemisia vulgaris L.) dan tumbuhan ulam-ulam (Erechtites valerianifolia (Link ex Wolf) Less. Ec DC) termasuk famili Compositae. Secara tradisional daun binara dan daun ulam-ulam banyak digunakan masyarakat di daerah Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo sebagai obat luka atau luka lebam dan sebagai obat diare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dan menentukan konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam.

Tahapan penelitian yang dilakukan pembuatan simplisia dan karakterisasi simplisia meliputi: pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam dan skrining fitokimia. Pembuatan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol 70% serta uji aktivitas antibakteri secara in vitro dengan metode difusi agar menggunakan pencetak lubang (punch hole) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli.

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun binara diperoleh kadar air 4,6%, kadar sari yang larut dalam air 13,5%, kadar sari yang larut dalam etanol 13,5%, kadar abu total 3,6% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,4% dan untuk hasil karakterisasi simplisia daun ulam-ulam diperoleh kadar air 7,3%, kadar sari yang larut dalam air 13,7%, kadar sari yang larut dalam etanol 13,4%, kadar abu total 3,6% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,4%. Hasil pemeriksaan skrining fitokimia terdapat kandungan senyawa kimia golongan steroid/triterpenoid, alkaloida, glikosida, flavonoida, saponin, dan tanin. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun binara terhadap bakteri Staphylococcus

aureus diperoleh konsentrasi hambat minimum 5 mg/ml dan bakteri Escherichia coli konsentrasi hambat minimum 8 mg/ml. Hasil uji ekstrak etanol daun

ulam-ulam terhadap bakteri Staphylococcus aureus diperoleh konsentrasi hambat minimum 4 mg/ml dan bakteri Escherichia coli sebesar 20 mg/ml. Perbandingan aktivitas antibakteri dari ekstrak tersebut menunjukkan bahwa ekstrak binara lebih efektif daripada ekstrak ulam-ulam terhadap hambatan pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Kata kunci: Antibakteri, daun binara, daun ulam-ulam, Staphylococcus aureus,

Escherichia coli. .


(16)

vii

ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF MUGWORT AND TROPICAL BURNWEED LEAVES ETHANOL EXTRACTS ON Staphylococcus aureus

AND Escherichia coli ABSTRACT

Mugwort (Artemisia vulgaris L.) and Tropical burnweed (Erechtites

valerianifolia (Link ex Wolf) Less. Ec DC) plant are included in the Compositae

family. Mugwort and Tropical burnweed used traditionaly in Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo for used to cure wound or bruises, also as diarrhea medicine. The objective of this research is to determine the antibacterial activity and measuring the minimum inhibitory concentration of Mugwort and Tropical burnweed leaves extracts.

The research includes the preparation of extract and characterization of simplex i.e: macroscopic, microscopic examinations, determination of water content, water-soluble extract, ethanol-soluble extract, total ash value and acid insoluble ash, phytochemical screening, and preparation of extracts by percolation using 70% ethanol as solvent, and in vitro for antibacterial activity by agar diffusion method using punch hole against Staphylococcus aureus and

Escherichia coli bacteria.

Simplex characterization for Mugwort leaves were showed water level 4.6%, water-soluble extract level 13.5%, ethanol-soluble extract level 13.5%, total ashes level 3.6%, and acid-insoluble ashes level 1.4% while simplex characterization of Tropical burnweed leaves results were showed water level 7.3%, water-soluble extract level 13.7%, ethanol-soluble extract level 13.4%, total ashes level 3.6%, and acid-insoluble ashes level 1.4%. The result of phytochemical screening is steroids/triterpenoids, alkaloid, glycosides, flavonoids, saponins, and tannins. Ethanolic extract of Mugwort leaves were showed the minimum inhibitory concentration 5 mg/ml for Staphylococcus aureus and 8 mg/ml for Escherichia coli. While, the ethanolic extract of Tropical burnweed leaves were showed the minimum inhibitory concentration 4 mg/ml for

Staphylococcus aureus and 20 mg/ml for Escherichia coli. The comparison of the

antibacterial activity of the both extracts were showed that Mugwort extract against inhibt growth of bacteria Staphylococcus aureus and Escherichia coli bacteria.

Keywords: Antibacterial activity, Mugwort leaf, Tropical burnweed leaf,


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Prospek pengembangan produksi obat tradisional terus meningkat. Kondisi ini turut dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat yang semakin meningkat tentang manfaat tanaman sebagai obat. Masyarakat semakin sadar akan pentingnya kembali ke alam (back to nature) dengan memanfaatkan obat-obat alami. Banyak masyarakat mengkonsumsi produk alami untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Obat tradisional merupakan warisan nenek moyang yang telah dikembangkan sejak dahulu kala. Sumber obat tradisional berasal dari bahan alam nabati dan bahan hewani. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat potensial, dimana hasil alam paling banyak digunakan sebagai bahan obat adalah tumbuhan dan telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama (Djauhariyah, 2004). Masyarakat di Indonesia memanfaatkan tumbuhan obat secara tradisional karena efek samping lebih kecil dari obat yang dibuat secara sintetis. Hal ini menandai adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam dalam rangka mencapai kesehatan optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami (Mursito, 2001).

Berbagai tumbuhan di Indonesia yang dimanfaatkan secara tradisional untuk penanggulangan masalah kesehatan, salah satunya adalah tumbuhan binara (Artemisia vulgaris L.) dan tumbuhan ulam-ulam (Erechtites valerianifolia (Link ex Wolf) Less. Ec DC), keduanya berasal dari suku Compositae. Daun binara mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid dan polifenol (Sembiring, 2011) sedangkan daun ulam-ulam memiliki kandungan kimia saponin, flavonoida, tanin,


(18)

2

vitamin C dan minyak atsiri (Anonim, 2010). Tumbuhan binara berkhasiat untuk mengobati disentri, keputihan, muntah darah, mimisan, pendarahan usus, menghilangkan rasa sakit, mencegah keguguran dan mengatur menstruasi (Widyaningrum, 2011) sedangkan tumbuhan ulam-ulam berkhasiat untuk mengatasi gangguan perut, sakit kepala, luka, obat batuk, merangsang muntah, demam, radang amandel dan eksim (Anonim, 2012).

Survey yang dilakukan di masyarakat Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo, masyarakat menggunakan daun binara dan daun ulam-ulam dengan cara mengunyah beberapa daun kemudian ditempelkan pada bagian luka di luar tubuh seperti luka tersayat. Pengobatan diare dan perut yang mulas, daun binara sebanyak 5 lembar yang telah dipanaskan diatas api ditempelkan di sekitar perut yang sakit sedangkan untuk daun ulam-ulam yaitu dengan cara diambil daun muda sebanyak yang dibutuhkan kemudian dicuci, direbus dan air rebusannya diminum.

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan karakterisasi simplisia daun binara dan daun ulam-ulam, skrining fitokimia dan uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli secara in vitro dengan metode difusi agar menggunakan pencetak lubang (punch hole).

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan pada penelitian ini adalah: a. Apakah karakteristik simplisia daun binara dan daun ulam-ulam dapat

ditentukan?

b. Golongan senyawa kimia apa yang terdapat pada serbuk simplisia daun binara dan daun ulam-ulam?


(19)

3

c. Apakah ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli?

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis penelitian ini adalah: a. Karakteristik serbuk simplisia daun binara dan daun ulam-ulam dapat diperoleh

dengan melakukan karakterisasi serbuk simplisia menggunakan prosedur dalam Materia Medika Indonesia.

b. Golongan senyawa kimia yang terdapat pada serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam memiliki kandungan yang sama yaitu golongan steroida/triterpenoida, alkaloida, glikosida, flavonoida, saponin dan tanin.

c. Ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam mempunyai aktivitas antibakteri yang sama terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui karakteristik simplisia daun binara dan daun ulam-ulam.

b. Mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat pada serbuk simplisia dan ekstrak etanol dari daun binara dan daun ulam-ulam.

c. Mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.


(20)

4

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi bahwa ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam memiliki aktivitas sebagai antibakteri.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan kerangka pikir sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter 1. Pemeriksaan makroskopik 2. Pemeriksaan mikroskopik 3. Penetapan kadar air 4. Penetapan kadar abu total 5. Penetapan kadar abu tidak

larut dalam asam

6. Penetapan kadar sari larut dalam air

7. Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Simplisia daun binara dan simplisia daun

ulam-ulam Karakterisasi simplisia 1.Steroida/triterpenoida 2. Alkaloida 3. Flavonoida 4. Tanin 5. Saponin 6. Glikosida Skrining fitokimia

Diameter hambat masing-masing bakteri Aktivitas antibakteri

terhadap

Staphylococcus aureus

dan Escherichia coli Ekstrak etanol daun

binara dan ekstrak etanol daun ulam-ulam


(21)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi, morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama daerah, kandungan kimia dan khasiat tumbuhan.

2.1.1 Morfologi tumbuhan 2.1.1.1 Binara

Binara (Artemisia vulgaris L.) atau disebut baru cina merupakan tumbuhan suku Compositae yang menahun, berambut halus, tinggi mencapai 1 meter, tumbuh di tanah yang lembab dan tumbuh liar di hutan dan di ladang. Tumbuhan ini terdapat 3.000 meter di atas permukaan laut yang berasal dari Cina. Baru cina merupakan herba berkayu, percabangan banyak, beralur dan berambut. Daun berbentuk bulat telur dengan tepi ujung daun runcing dan kedua permukaan daun berambut halus. Warna daun hijau pada bagian depan daun, dibagian belakang daun berwarna putih. Bunga majemuk berkumpul 3 atau lebih, berbentuk malai rata yang keluar dari ujung tangkai, warnanya kuning muda. Panjang bonggol bunga 6 - 8 dengan tangkai berambut, tangkai bunga keluar dari ketiak daun dan ujung tangkai (Widyaningrum, dkk., 2011).

2.1.1.2 Ulam-ulam

Jenis tumbuhan suku Compositae lain yang ditemui pada penelitan ini adalah ulam-ulam (Erechtites valerianifolia (Link ex Wolf) Less. Ec DC). Tumbuhan ini ditemukan liar sebagai gulma di tepi jalan, di kebun atau pada lahan-lahan terlantar pada tanah yang lembab dengan tinggi 1 meter, tumbuh pada ketinggian di atas 200 meter diatas permukaan laut. Tumbuhan ini memiliki bunga


(22)

6

berbentuk tabung yang berwarna ungu dengan bunga tepi berwarna putih. Bunga mengumpul padat, bunga majemuk berupa bonggol yang tersusun dalam malai. Bonggol bunga berwarna hijau dan diujung bunga berwarna jingga coklat hingga merah bata, berbentuk silindris, dengan ukuran bunga 13 - 16 mm x 5 - 6 mm, merunduk, tegak setelah menjadi buah. Mahkota berwarna kuning, dengan ujung berwarna merah kecoklatan, bertaju 5. Buah keras (achene) ramping memanjang dan memiliki banyak rambut (pappus) berwarna putih, 9 - 12 mm. Tumbuhan ulam-ulam memiliki batang yang lunak dan beralur dangkal. Daun warna hijau dan terletak tersebar dengan tangkai yang bertelinga. Helaian daun berbentuk jorong memanjang atau bundar telur terbalik, ukuran daun 8 – 20 x 3 - 6 cm, pangkal daun menyempit disepanjang tangkai daun, ujung daun runcing, berlekuk hingga menyirip, bergerigi kasar runcing, permukaan daun berbulu halus dan rapat. Daun yang paling atas lebih kecil daripada bentuk daun yang ada di bawah (Anonim, 2010).

2.1.2 Sistematika tumbuhan

Menurut Tjitrosoepomo, (2010) sistematika tumbuhan binara adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Asterales

Familia : Compositae

Genus : Artemisia


(23)

7

Menurut Tjitrosoepomo, (2010) sistematika tumbuhan ulam-ulam adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Super diviso : Angisopermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Asterales

Familia : Compositae

Genus

Spesies : Erechtites valerianifolia (Link ex Wolf) Less. Ec DC.

2.1.3 Nama tumbuhan

Nama tumbuhan binara dan tumbuhan ulam-ulam menurut Duryatmo (2007) dan Tjitrosoepomo (2010) diantaranya adalah:

A. Binara

a.Nama Indonesia tumbuhan Binara: Baru Cina b.Nama asing tumbuhan:

Inggris : Mugwort, common wormwood, felon Thailand : Ngai curu

Philipina : Damong Maria

Cina : Ai ye

c.Nama daerah tumbuhan: Sumatera : binara

Sunda : daun sudamala, daun manis, beunghar dan kucicing Jawa: : jukut kolot mala dan suket gajahan


(24)

8 B. Ulam-ulam

a.Nama Indonesia tumbuhan ulam-ulam: Sintrong b.Nama asing tumbuhan:

Inggris : Tropical burnweed c.Nama daerah tumbuhan:

Sumatera : ulam-ulam Sunda : sintrong

Jawa: : salentrong, jalentrong dan sembung gilang Yogyakarta : godong bendhot, othok owok dan truk bintul Muntilan : cantik manis

2.1.4 Khasiat tumbuhan 2.1.4.1 Binara

Secara tradisional menurut masyarakat Karo, daun dari tumbuhan binara bermanfaat untuk mengobati luka, diare dan obat mulas dengan cara mengunyah beberapa daun binara kemudian ditempelkan pada bagian luka di luar tubuh seperti luka tersayat dan untuk diare dan perut yang mulas ditempelkan di sekitar perut yang sakit. Daun binara berkhasiat mengobati penyakit disentri, keputihan, ayan (epilepsi), sakit tenggorokan, sakit pada saat menstruasi, darah berlebihan sehabis melahirkan, mencegah keguguran, mempermudah persalinan dan muntah darah (Djauriyah, 2004).

2.1.4.2 Ulam-ulam

Daun ulam-ulam menurut masyarakat Karo Kecamatan Simpang Empat, daun dari tumbuhan ulam-ulam bermanfaat untuk mengobati luka tersayat, diare dan bisul. Bagian tumbuhan ulam-ulam baik daun dan batang muda digunakan


(25)

9

sebagai obat tradisional diantaranya untuk mengatasi gangguan perut, sakit kepala dan luka. Ulam-ulam atau sintrong bersifat sedikit adstringen, antiradang, hemostatis, tonikum, pencahar dan emetik. Herba tumbuhan ini biasa digunakan untuk mengobati demam, radang amandel dan eksim (Anonim, 2013).

2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

2.2.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan zat aktif dari simplsia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kecuali dinyatakan lain pelarut yang digunakan air, alkohol dan campuran alkohol air (Ditjen POM, 1995).

Metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) dan Syamsuni (2006) ada beberapa cara, yaitu:

A.Cara dingin

a. Maserasi adalah suatu cara penyarian simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut dalam pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.

b. Perkolasi adalah suatu cara penyarian simplisia menggunakan perkolator dimana simplisianya terendam dalam pelarut yang selalu baru dan umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Prosesnya terdiri dari tahapan


(26)

10

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan dan penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

B.Cara panas

a. Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel dan mengisi bagian tengah alat soklet. Tabung sifon juga terisi dengan larutan ekstraksi dan ketika mencapai bagian atas tabung sifon, larutan tersebut akan kembali ke dalam labu.

b. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya dalam jangka waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, umumnya dilakukan pada suhu 40 - 600C.

d. Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama

15 menit.

e. Dekoktasi adalah esktraksi pada suhu 900C menggunakan pelarut air 30

menit.

2.3 Kandungan Kimia

Tumbuhan binara (Artemisia vulgaris L.) berdasarkan laporan penelitian sebelumnya mengandung minyak atsiri, saponin (Sembiring, 2011), flavonoid dan polifenol (Bunrathep, dkk., 2005).


(27)

11

Tumbuhan ulam-ulam (Erechtites valerianifolia (Link ex Wolf) Less. Ec DC) memiliki kandungan kimia saponin, flavonoida dan polifenol juga mengandung vitamin C dan minyak atsiri (Anonim, 2012).

2.3.1 Alkaloida

Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar, pada umumnya alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dari sistem siklik. Alkaloida sering bersifat racun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol, sehingga digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harbone, 1987). Kebanyakan alkaloida biasanya tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies berwarna contoh berberin (Harjono, 1996).

2.3.2 Glikosida

Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan dua bagian, yaitu bagian gula dan bukan gula. Bagian gula disebut glikon sementara bagian bukan gula disebut bagian aglikon atau genin apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai glikosida. Jembatan oksigen yang menghubungkan glikon-aglikon ini sangat mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air dan panas. Semakin pekat kadar asam atau basa maupun semakin panas lingkungannya maka glikosida akan semakin mudah dan cepat terhidrolisis (Gunawan, 2004).

Menurut Farnsworth (1966), pembagian glikosida berdasarkan ikatan yang menghubungkan bagian gula dan bukan gula adalah:

a. C-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom C. Contoh: Barbaloin.


(28)

12

b. O-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom O. Contoh: Salisin.

c. N-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom N. Contoh: Krotonosid.

d. S-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antar glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom S. Contoh: Sinigrin.

2.3.3 Steroida/triterpenoida

Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentano perhidrofenantren dan merupakan senyawa organik yang berasal dari hewan dan tumbuhan dan dengan struktur inti molekulnya C27, tetrasiklin dengan

susunan 3 cincin segi enam dan 1 cincin segi lima. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualen (Harbone, 1987).

2.3.4 Flavonoida

Flavonoid merupakan sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi. Flavonoid memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri ata 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga

membentuk susunan C6-C3-C6 (Lenny, 2006). Komponen tersebut pada umumnya

terdapat dalam keadaan terikat atau terkonjugasi dengan senyawa (Havsteen, 1983). Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhan. Senyawa flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah dan biji. Flavonoid merupakan senyawa metabolit


(29)

13

sekunder yang terdapat pada tumbuhan berwarna hijau, kecuali alga. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham,1988). Golongan flavon, flavonol, flavonon, isoflavon dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk non glikon. Flavonoida berfungsi dalam menarik burung dan serangga yang berperan untuk proses penyerbukan bunga. Beberapa fungsi lainnya adalah untuk mengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta memiliki kemampuan dalam mengusir serangga (Robinson, 1995).

2.3.5 Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida sterol dan triterpena yang telah terdeteksi pada 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Saponin diberi nama demikian karena sifatnya yang seperti sabun (bahasa Latin “sapo” berarti sabun). Larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan sejak dahulu oleh masyarakat. Beberapa saponin bersifat antimikroba juga (Robinson, 1995).

Nama saponin diambil dari genus suatu tumbuhan yaitu Saponaria, akar dari family Caryophyllaceae yang dapat dibuat sebagai sabun. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengesktraksi tumbuhan atau waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti akan adanya saponin. Paling sederhana untuk membuktikan adanya unsur saponin dalam simplisia adalah dengan cara mengocoknya, dan perhatikan apakah akan terbentuk busa tahan lama pada permukaan cairan (Harbone, 1987).


(30)

14

2.3.6 Tanin

Tanin adalah senyawa fenol dengan berat molekul yang cukup tinggi, mengandung gugus hidroksil dan kelompok lain yang cocok (seperti karboksil) untuk membentuk kompleks yang efektif dengan protein dan makro molekul yang lain dibawah kondisi lingkungan tertentu yang telah dipelajari. Tanin merupakan bentuk komplek dari protein, pati, selulosa dan mineral (Horvath, 1981).

Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Tanin yang terhidrolisis merupakan polimer gallic atau

ellagic acid berikatan dengan ester dan sebuah molekul gula, sedangkan tanin

terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-karbon (Westendarp, 2006).

2.4 Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (Bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berkembang biak dengan pembelahan diri mempunyai ukuran 0,5 – 1 µm dan panjang hingga 10 µm (1 mikron = 10-3) sehingga hanya

tampak dengan mikroskop (Irianto, 2006). Pembagian bakteri berdasarkan tahap pewarnaan dibagi atas dua bagian, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Gibson, 1996).

2.4.1 Morfologi bakteri

A. Bentuk basil (Bacillus)

Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk menyerupai batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun berbentuk rantai pendek atau panjang. Basil dapat dibedakan atas:


(31)

15

a. Monobasil (batang tunggal) contohnya: Escherichia coli dan Salmonella

thyposa.

b. Diplobasil (batang bergandengan dua-dua) contohnya: Klebsilla pneumonia. c. Streptobasil (batang bergandengan panjang membentuk rantai) contohnya:

Streptobacillus moniliformis dan Bacillus anthracis (Irianto, 2006).

B.Bentuk kokus (Coccus)

Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang hidup sendiri dan ada yang berpasang-pasangan. Kokus dapat dibedakan atas: a. Monokokus (kokus tunggal) contohnya: Monococcus ghonorrhoea dan

Chlamydia trachomatis.

b. Diplococcus (bergandengan dua-dua) contohnya: Diplococcus pneumoniae dan

Neisseria ghonorrhoea.

c. Tetrakokus (berdempetan berbentuk segiempat) contohnya: Pediococcus

cerevisiae.

d. Streptokokus (berkelompok memanjang seperti rantai) contohnya:

Streptococcus pyogenes dan Streptococcus mutan.

e. Staphilokokus (berbentuk bulat seperti anggur) contohnya: Staphylococcus

aureus.

f. Sarcina (bergandengan empat-empat mirip kubus) contohnya: Thiosarcina

rosea (Hawley, 2003).

C.Bentuk spiral

Spiral adalah bakteri yang bentuknya seperti spiral dinamakan spirillium dalam kemampuannya melenturkan, melengkukkan dan membengkokkan tubuhnya sambil bergerak.


(32)

16 Ada tiga macam bentuk spiral, yaitu:

a. Spiral (tubuhnya kaku) contohnya: Thiospirillopsis floridiana. b. Vibrio (spiral tak sempurna) contohnya: Vibrio cholerae.

c. Spirochaeta (spiral lentur) contohnya: Treponema pallidum (Irianto, 2006).

2.4.2 Pembagian bakteri

a. Bakteri Gram positif yaitu bakteri yang dapat mengikat zat warna utama (kristal violet) sehingga tampak berwarna ungu tua (Manton, 2010).

b. Bakteri Gram negatif yaitu bakteri yang kehilangan warna utama (kristal violet) ketika dicuci dengan alkohol dan menyerap zat warna kedua sewaktu pemberian safranin tampak berwarna merah (Pratiwi, 2008).

2.4.3 Klasifikasi bakteri

2.4.3.1 Bakteri Staphylococcus aureus (Tjitrosoepomo, 2010):

Divisi : Schizophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Micrococaceae Marga : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus

Staphylococcus berasal dari kata Staphyle yang berarti kelompok buah

anggur dan Coccus yang berarti benih bulat dan aureus adalah benih berwarna kuning. Bakteri ini sering ditemukan sebagai bakteri flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia (Hawley, 2003).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, aerob dan anaerob


(33)

17

µm, tidak membentuk spora atau tidak bergerak, koloni berwarna kuning. Bakteri ini tumbuh pada suhu 370C tetapi paling baik membentuk pigmen pada suhu

20-250C. Koloni pada pembenihan padat terbentuk bulat halus, menonjol dan

berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuanya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz, 2001).

Keracunan makanan oleh enterotoksin Staphylococcus aureus dapat menimbulkan berbagai gejala. Gejala-gejala tersebut yaitu muntah, diare, mual, kejang dan kram pada abdominal serta sakit kepala, pemulihannya cepat, berkisar sampai dua hari (ICMSF, 1996).

2.4.3.2 Bakteri Escherichia coli (Dwijoseputro, 2010) :

Divisi : Schizophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Enterobacteriaceae

Marga : Escherichia Species : Escherichia coli

Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif, aerob, atau anaerob

fakultatif, panjang 1 – 4 µm, lebar 0,4 – 1,7 µm, berbentuk batang berderet seperti rantai dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 370C tetapi dapat

tumbuh pada suhu 8 - 400C, membentuk koloni yang bundar, cembung, lembut

dan tepi rata. Escherichia coli dapat menfermentasi glukosa dan laktosa membentuk asam dan gas (Gibson, 1996). Escherichia coli dapat merombak


(34)

18

karbohidrat dan asam-asam lemak menjadi asam dan gas serta dapat menghasilkan gas karbondioksida dan heterogen (Pelczar dkk, 1988).

Escherichia coli banyak di temukan didalam usus besar manusia sebagai

flora normal, tetapi bila kesehatan menurun, bakteri ini dapat bersifat patogen terutama akibat toksin yang dihasilkan. Escherichia coli umumnya tidak menyebabkan penyakit bila berada dalam usus, tetapi dapat menyebabkan penyakit pada saluran kencing, paru, saluran empedu dan saluran otak (Jawetz, et al., 2001).

2.5 Fase Pertumbuhan Bakteri

Bakteri mengalami pertumbuhan melalui beberapa fase yaitu (Lay, 1992): 1. Fase penyesuaian diri (Lag phase)

Pada saat dipindahkan ke media yang baru, bakteri tidak langsung tumbuh dan membelah, meskipun kondisi media sangat mendukung untuk pertumbuhan. Bakteri biasanya akan mengalami masa penyesuaian untuk menyeimbangkan pertumbuhan.

2. Fase pembelahan (Logarhytmic phase)

Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang teratur. Jumlah koloni bakteri akan terus bertambah seiring lajunya aktivitas metabolisme sel.

3. Fase stasioner/tetap (Stationary phase)

Pada fase ini terjadi kompetisi antara bakteri untuk memperoleh nutrisi dari media untuk tetap hidup. Sebagian bakteri mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi tetap.


(35)

19 4. Fase kematian (Death phase)

Jumlah bakteri hidup berkurang dan menurun dari beberapa jenis bakteri timbul bentuk-bentuk abnormal (Syahrurachman, A., dkk, 1994).

2.6 Uji Aktivitas Antimikroba

Uji kepekaan terhadap obat antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:

a. Metode dilusi: cara ini digunakan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi adalah sebagai berikut:

Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Masing-masing tabung diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 370C selama 18 -

24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji (Pratiwi, 2008).

b. Metode difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih disekitar cakram. Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin


(36)

20

kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya. Metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor fisik dan kimia, misalnya: pH, suhu, zat inhibitor, sifat dari media dan kemampuan difusi, ukuran molekul dan stabilitas dari bahan obat (Jawetz, et al., 2010).

c. Metode turbidimetri

Pada cara ini digunakan media cair, pertama dilakukan penuangan media kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi, selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan instrumen yang cocok, misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes, 1995).


(37)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Botani Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utaradan Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara, di jalan Wiliem Iskandar Pasar V Barat I No. 4 Medan.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental yang meliputi tahapan pengumpulan sampel dan pengolahan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol, serta uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli secara in vitro dengan metode difusi agar menggunakan pencetak lubang (punch hole).

3.3 Alat Dan Bahan 3.3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah alat perkolator, alat-alat gelas seperti alat pk air, autoklaf (Webeco), blender (National), botol bertutup, cawan penguap rata, cawan penguap, cawan petri, deksikator, inkubator (Memmert), jarum ose, jangka sorong, kaca preparat, kaca penutup, krus porselin, lampu bunsen, lemari pendingin (Toshiba), lemari pengering, mikroskop (Olympus), neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Mettler Toledo), oven listrik (Fisher scientific), penangas


(38)

22

air, pipet tetes, vial, rotary evaporator (Haake D) dan tanur (Ney M 525 Series II).

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, aquadest steril, α-naftol, asam asetat anhidrida, asam klorida pekat, asam klorida 2 N, asam nitrat, asam sulfat pekat, asam sulfat 2 N, besi (III) klorida, bismuth (III) nitrat, benzen, biakan bakteri Staphylococcus aureus ATCC (American Type Cultural Collection) 25923, daun binara dan daun ulam-ulam, Escherichia coli ATCC 25922, etanol 70%, isopropanol, iodium, kalium iodida, kloralhidrat, kloroform, metanol, natrium hidroksida, natrium sulfat anhidrat, raksa (II) klorida, Nutrient

agar (Difco), serbuk magnesium, serbuk zincum, timbal (II) asetat, suspensi Mc. Farland, toluena dan timbal (II) asetat,.

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.4.1 Pereaksi Bourchardat

Sebanyak 4 gram kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, kemudian sebanyak 2 gram iodium dilarutkan dalam larutan kalium iodida, setelah larut dicukupkan volume dengan air suling hingga 100 ml.

3.4.2 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 gram bismuth (III) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain sebanyak 27,2 gram kalium iodida dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan, didiamkan sampai memisah sempurna dan diambil lapisan jernih dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.


(39)

23

3.4.3 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,3596 gram raksa (II) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Wadah lain ditimbang sebanyak 5 gram kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kedua campuran kemudian ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.4.4 Pereaksi besi (III) klorida 1% b/v

Sebanyak 1 gram besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air hingga 100 ml.

3.4.5 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 gram α-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga 100 ml.

3.4.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 gram timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml.

3.4.7 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.4.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 gram pelet natrium hidroksida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.4.9 Pereaksi Lieberman-Burchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat pekat, lalu ditambahkan 50 ml etanol ke dalam campuran tersebut.


(40)

24

3.4.10 Pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat diencerkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.4.11 Pereaksi kloralhidrat

Sebanyak 50 gram kloralhidrat kemudian dilarutkan dalam 20 ml air suling.

3.5 Penyiapan Bahan Tumbuhan 3.5.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengumpulan bahan dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan dari daerah yang lain. Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah daun binara dan daun ulam-ulam, bagian daun yang diambil daun yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua yaitu daun keempat setelah dari pucuk daun dan daun kedua dari bawah. Daun binara dan daun ulam-ulam diambil dari ladang di daerah Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.

3.5.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong, Indonesia.

3.5.3 Pengolahan tumbuhan

Bahan baku daun binara dan daun ulam-ulam yang masih segar, dikumpulkan, disortasi basah, dicuci bersih dibawah air mengalir, ditiriskan dan ditimbang berat basahnya. Daun binara dan daun ulam-ulam selanjutnya dikeringkan di lemari pengering hingga kering dengan temperatur 50 - 600C,


(41)

25

kemudian disortasi kering dan ditimbang berat keringnya masing-masing, diblender dan ditimbang berat keringnya masing-masing, diblender hingga menjadi serbuk dan disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.

3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut asam (Depkes RI, 1989).

3.6.1 Pemeriksaan akroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap daun binara dan daun ulam-ulam segar dan serbuk simplisia daun dengan cara memperhatikan bentuk, warna, bau dan rasa.

3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap daun binara dan daun ulam-ulam segar serta serbuk simplisia dari kedua daun tersebut. Daun binara dan daun ulam-ulam segar dipotong tipis secara melintang di atas kaca preparat lalu diteteskan larutan kloralhidrat dan dipanaskan diatas api bunsen kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop. Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara menaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian dilihat dibawah mikroskop.

3.6.3 Penetapan kadar air simplisia

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi Toluen). Dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling,


(42)

26

kemudian didestilasi selama 2 jam, biarkan menjadi dingin selama 30 menit dan volume air dalam tabung penampung dibaca kemudian di dalam labu alas bulat dimasukkan 5 gram serbuk simplisia lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, kemudian setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur yaitu 2 tetesan per detik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik, setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penampung dibiarkan dingin sampai sama dengan suhu kamar sampai air dan toluena memisah sempurna kemudian dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air di dalam bahan yang diperiksa (WHO, 1992).

3.6.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air dan kloroform (2,5 ml kloroform dalam air sampai 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu saring, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan berdasar rata dan telah ditara, sisanya dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1989).

3.6.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan berdasar rata yang


(43)

27

telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar

sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1989).

3.6.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara. Krus dipijarkan pada suhu 6000C

sampai arang habis kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (WHO, 1992).

3.6.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total ditambahkan 25 ml asam klorida 2 N dan didihkan selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, kemudian disaring melalui kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijar pada suhu 6000C sampai bobot

tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1989).

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia daun binara dan daun ulam-ulam meliputi pemeriksaan senyawa golongan kimia yaitu steroida/triterpenoida, alkaloida, glikosida, flavonoida, saponin dan tanin.

3.7.1 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

1 gram sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan ± 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap lalu tambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat, warna ungu merah menunjukkan


(44)

28

triterpenoida atau warna hijau biru menunjukkan steroida (Farnsworth, 1966).

3.7.2 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan sebagai berikut: a. 3 tetes filtrat ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer.

b. 3 tetes filtrat ditambahkan 2 tetes pereaksi Bourchardat . c. 3 tetes filtrat ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga percobaan diatas (Depkes RI, 1989).

3.7.3 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 gram, kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 ml bagian etanol 96% dan 3 bagian volume air suling ditambah dengan 10 ml HCl 2 N, selanjutnya direfluks selama 30 menit, didinginkan dan disaring, ambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, lalu didiamkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 isopropanol dilakukan berulang sebanyak tiga kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol, kemudian diambil 0,1 ml larutan

percobaan dimasukkan kedalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air, sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch, kemudian secara perlahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, jika terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya glikosida (Ditjen POM, 1995).


(45)

29

3.7.4 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, kedalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 gram serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996).

3.7.5 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 gram sampel dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Tambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1989).

3.7.6 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 gram sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna, kemudian diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1996).

3.8 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak daun binara dan daun ulam-ulam dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol 70%. Prosedur pembuatan ekstrak: sebanyak 200 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam bejana. Serbuk simplisia dimaserasi dengan penyari campuran etanol 70% sebanyak 500 ml, dibiarkan pada suhu kamar selama 3 jam, terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk kemudian dipindahkan massa tersebut sedikit demi sedikit ke dalam perkolator,


(46)

30

tambahkan etanol 70% secukupnya hingga simplisia terendam dan terdapat cairan penyari di atasnya, perkolator ditutup dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 24 jam, selanjutnya kran perkolator dibuka dan dibiarkan cairan ekstrak menetes dengan kecepatan 20 tetes per menit dan ditambahkan etanol 70% berulang-ulang secukupnya dan diatur kecepatan penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan tetesan perkolat, sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika cairan perkolat terakhir yang keluar tidak berwarna lagi (Depkes, 1995).

3.9Uji Aktivitas Antibakteri 3.9.1 Sterilisasi alat

Alat–alat disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai seperti alat-alat gelas disterilkan dengan menggunakan oven pada suhu 1700C selama 1 jam. Media

disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Jarum ose dan pinset

dengan lampu bunsen (Lay, 1994).

3.9.2 Pembuatan media

Media yang digunakan terbagi dua yaitu: Nutrient Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB). Pembuatan media sebagai berikut:

a. Nutrient Agar (NA)

Komposisi: Lab-Lemco powder 1,0 gram

Yeast extarct 2,0 gram

Peptone 5,0 gram

Sodium chloride 5,0 gram


(47)

31

Cara pembuatan: sebanyak 28 gram nutrient agar dilarutkan dalam air suling steril ad 1000 ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan panas larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit (Oxoid, 2013).

b. Nutrient Broth (NB)

Komposisi: Lab-Lamco powder 1,0 gram

Yeast extract 2,0 gram

Bacto peptone 5,0 gram

Sodium chloride 5,0 gram

Cara pembuatan: sebanyak 13 gram nutrient broth dilarutkan dalam air suling steril ad 1000 ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan panas larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit (Oxoid, 2013).

c. Suspensi standard Mc. Farland

Suspensi standard menunjukkan konsentrasi kekeruhan suspensi bakteri sama dengan 108 CFU/mL.

Komposisi : Larutan asam sulfat 1% 99,5 ml

Larutan barium klorida 1,175% b/v 0,5 ml

Cara pembuatan: larutan asam sulfat 1% sebanyak 99,5 ml dan larutan barium klorida 1,175 % b/v sebanyak 0,5 ml dicampurkan ke dalam tabung reaksi steril kemudian kedua larutan dikocok sampai homogen dan ditutup. Hasil kekeruhan suspensi bakteri dihitung sama dengan kekeruhan suspensi standar, ini berarti hasil dari konsentrasi bakteri 108 CFU/ml (Vandepitte, 1991).


(48)

32 d. Media agar miring

Cara pembuatan: 10 ml media agar yang telah dimasak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditutup dan dibungkus lalu disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C kemudian tabung yang berisi agar diletakkan

pada kemiringan 30 - 450C. Perhatikan bahwa media agar tidak menyentuh tutup

tabung. Media agar dibiarkan menjadi dingin dan keras (Lay, 1994).

3.10 Pembuatan Stok Kultur Bakteri

Masing-masing sebanyak satu ose dari biakan murni bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922

digoreskan dengan metode cakram logam (Punch Hole) pada permukaan NA miring, ditutup mulut tabung reaksi dengan kapas, kemudian diinkubasikan selama 18 - 24 jam pada suhu 370C (Depkes RI, 1995).

3.11 Pembuatan Inokulum Bakteri

Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli hasil inkubasi diambil dengan jarum ose steril lalu disuspensikan kedalam tabung yang berisi 10 ml larutan NB steril, kemudian dihomogenkan dengan vorteks hingga diperoleh kekeruhan suspensi bakteri yang sama dengan kekeruhan suspensi standar Mc. Farland, ini berarti konsentrasi suspensi bakteri adalah 108 CFU (Colony Forming

Unit)/ml. Pengenceran dilakukan dengan cara diambil 0,1 ml biakan bakteri (108

CFU/ml), dimasukkan kedalam tabung steril yang berisi larutan NB sebanyak 9,9 ml dan dikocok homogen maka diperoleh suspensi bakteri dengan konsentrasi 106


(49)

33

3.12 Pewarnaan Gram

Objek glass dicuci dengan alkohol lalu difiksasi. Teteskan satu tetes aquadest pada objek glass lalu satu ose biakan koloni dihomogenkan atau disuspensikan, ratakan dan keringkan dengan fiksasi, kemudian tambahkan satu tetes kristal violet biarkan selama 5 menit lalu bersihkan kristal violet yang tidak terikat dengan bilasan air yang lembut, ditambahkan larutan lugol, ratakan lalu keringkan dengan cara difiksasi, cuci objek glass dengan alkohol 96% sampai tetesan terakhir tidak berwarna dan dikeringkan, kemudian tetesi satu tetes safranin, biarkan selama 15 - 30 detik, cuci larutan safranin dengan aquadest steril, keringkan dan lihat dibawah mikroskop (Pratiwi, 2008).

3.13 Pembuatan Pengenceran Ekstrak

Sebanyak 5 gram ekstrak kental ditimbang seksama dengan neraca analitik, dilarutkan dalam 10 ml etanol 96% dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Tambahkan etanol 96% hingga garis tanda dan diperoleh konsentrasi ekstrak adalah 500 mg/ml, selanjutnya larutan tersebut diencerkan kembali dengan etanol 96% hingga diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml, 90 mg/ml, 80 mg/ml, 70 mg/ml, 60 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml, 20 mg/ml, 10 mg/ml, 9 mg/ml, 8 mg/ml, 7 mg/ml, 6 mg/ml, 5 mg/ml, 4 mg/ml dan 3 mg/ml.

3.14 Uji Aktivitas Antibakteri

Masing-masing biakan koloni bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri

Escherichia coli dimasukkan 0,1 ml inokulum bakteri dengan konsentrasi 106


(50)

34

NA cair pada suhu 45 – 500C lalu dihomogenkan dan didiamkan hingga media

memadat. Media yang telah memadat dilubangi dengan pencetak lubang (punch

hole) dan diteteskan larutan ekstrak mulai dari konsentrasi 500 mg/ml diperoleh

hingga pengenceran 3 mg/ml masing-masing 0,1 ml pada lubang dan sebagai kontrol diteteskan 0,1 ml larutan etanol 96%, tutup cawan petri dan ditutup dengan kertas perkamen, diamkan selama 10 - 15 menit kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 18 - 24 jam dan diukur diameter hambat pertumbuhan bakteri

pada daerah bening di sekitar lubang dengan menggunakan jangka sorong dan pengujian dilakukan sebanyak 3 kali.


(51)

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Berdasarkan identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor, identitas sampel binara adalah Artemisia vulgaris L., dan ulam-ulam adalah Erechtites

valerianifolia (Link ex Wolf) Less. Ec DC., keduanya dari suku Compositae.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap daun binara segar yaitu daun berwarna hijau tua pada bagian atas sedangkan bagian bawah warna lembaran daun lebih putih, berbau harum aromatis dan rasa pedas. Daun binara berbentuk malai di ketiak dan ujung batang dengan tepi berbagi menjari ujung meruncing, kedua permukaan daun berambut halus, panjang 10 - 14 cm dan lebar 8 - 13 cm. Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap daun ulam-ulam yaitu berupa lembaran daun warna hijau tua, sepanjang tangkai daun dan ujung daun runcing, bertepi rata atau berlekuk menyirip, bergerigi kasar dan runcing, daun yang paling bawah lebih besar, berbau tajam, dan berasa pedas bila dikunyah. Daun ulam-ulam memiliki bentuk memanjang atau bundar telur terbalik dengan ukuran daun panjang 10 - 15 cm dan lebar 7 - 11 cm.

Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap daun segar binara menunjukkan adanya rambut penutup, kutikula, epidermis atas, jaringan palisade, jaringan bunga karang, stomata, floem, xilem, kolenkim dan epidermis bawah. Pemeriksaan serbuk simplisia binara menunjukkan adanya rambut penutup,


(52)

36

stomata tipe anisositik, berkas pembuluh bentuk tangga, parenkim tangkai daun, epidermis atas dan jaringan palisade. Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap daun segar ulam-ulam menunjukkan adanya rambut penutup, kutikula, epidermis atas, jaringan palisade, jaringan bunga karang, stomata, epidermis bawah, stomata tipe anomositik, xilem, floem, parenkim, Ca oksalat bentuk druse, floem, xilem, kolenkim dan epidermis bawah. Pemeriksaan serbuk simplisia ulam-ulam menunjukkan adanya jaringan palisade, rambut penutup, stomata tipe anomositik, Ca oksalat bentuk druse dan berkas pembuluh bentuk spiral.

Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun binara dan daun ulam-ulam dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun binara dan daun ulam-ulam Parameter Simplisia daun binara Standard MMI binara Simplisia daun ulam-ulam Standard MMI ulam-ulam

Kadar Air 4,6 % <10% 7,3% -

Kadar Sari Larut

Dalam Air 13,5% >5,0% 13,7% -

Kadar Sari Larut

Dalam Etanol 13,5% >4,5% 13,4% -

Kadar Abu Total 3,6% <13% 3,6% -

Kadar Abu Tidak

Larut Asam 1,4% <1,5% 1,4% -

Keterangan: MMI (Materia Medika Indonesia)

Berdasarkan data tabel hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun binara dan daun ulam-ulam diatas, monografi dari simplisia daun binara dapat dilihat di buku MMI (Depkes RI, 2000). Monografi simplisia daun ulam-ulam tidak terdaftar di buku MMI, sehingga perlu dilakukan pembakuan secara nasional mengenai parameter karakterisasi simplisa daun ulam-ulam.


(53)

37

Syarat kadar air untuk simplisia daun pada umumnya <10%, pada pemeriksaan ini kadar air simplisia daun binara adalah 4,6% dan daun ulam-ulam adalah 7,3%, berarti standarisasi simplisia memenuhi persyaratan apabila kadar air simplisia lebih besar dari 10% maka simplisia tersebut akan mudah ditumbuhi kapang pada saat penyimpanan sehingga mutu simplisia akan menurun (Gunawan dan Mulyani, 1995).

Syarat kadar abu pada umumnya untuk masing-masing simplisia tidak sama. Syarat kadar abu total untuk simplisia daun binara <13 % dan kadar abu tidak larut dalam asam <1,5%. Pemeriksaan kadar abu total simplisia daun binara diperoleh 3,6% dan daun ulam-ulam diperoleh 3,6%. Kadar abu tidak larut asam pada simplisia daun binara adalah 1,4% dan daun ulam-ulam adalah 1,4% berarti standarisasi memenuhi persyaratan. Penetapan kadar abu total dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral dan logam-logam internal yang terdapat di dalam simplisia yang diteliti serta senyawa organik yang tersisa selama pembakaran. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukansenyawa anorganik yang tidak larut dalam asam seperti silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO, 1992).

Hasil yang diperoleh dari kadar sari yang larut dalam air pada simplisia daun binara adalah 13,5%, dan daun ulam-ulam adalah 13,7% sedangkan kadar sari yang larut dalam etanol pada simplisia daun binara adalah 13,5% dan daun ulam-ulam adalah 13,4%. Syarat kadar sari larut dalam air adalah tidak kurang dari 5,0% dan kadar sari larut dalam etanol tidak kurang dari 4,5%. Berdasarkan hasil penetapan kadar sari menunjukkan bahwa simplisia daun binara dan daun ulam-ulam lebih banyak mengandung senyawa yang larut dalam air daripada yang


(54)

38

larut dalam etanol. Penetapan kadar sari larut air dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar sedangkan kadar sari larut dalam etanol untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol baik polar maupun non polar. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air akan tersari oleh air. Sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air dan larut dalam etanol akan tersari oleh etanol (WHO, 1992).

Monografi dari simplisia daun binara dapat dilihat di buku Materia Medika Indonesia Edisi ke V (Depkes RI, 1989). Monografi simplisia daun ulam-ulam tidak terdaftar di buku Materia Medika Indonesia (MMI) sehingga perlu dilakukan pembakuan secara nasional mengenai parameter karakterisasi simplisia daun ulam-ulam.

Penetapan kadar sari larut dalam air dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar, sedangkan kadar sari larut dalam etanol untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol baik polar maupun non polar. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia, misalnya Ca, Hg, K, Mg, Na dan Pb, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, misalnya silika (Depkes RI, 1995).

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia dari serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam menunjukkan bahwa simplisia daun binara dan simplisia daun ulam-ulam mengandung golongan senyawa-senyawa kimia yang dapat dilihat pada tabel 4.2.


(55)

39

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dari daun binara dan daun ulam-ulam

Parameter

Hasil

Binara Ulam-Ulam

Steroida/Terpenoida + +

Alkaloida + +

Glikosida + +

Flavonoida + +

Saponin + +

Tanin + +

Keterangan : (+) = memberikan reaksi; (-) = tidak memberikan reaksi

Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia dari daun binara dan daun ulam-ulam menunjukkan adanya kandungan senyawa flavonoida, saponin dan tanin yang berkhasiat sebagai antibakteri.

4.4 Hasil Ekstraksi

Hasil penyarian 200 gram simplisia daun binara dan daun ulam-ulam dengan menggunakan 70%, perkolat diuapkan dengan rotary evaporator, kemudian diuapkan hingga mengental dan ditimbang hasilnya, sehingga diperoleh ekstrak kental daun binara adalah 63,35 gram (31,6%) dan daun ulam-ulam yang diperoleh sebanyak 73,25 gram (36,6%). Ekstrak etanol tumbuhan tersebut kemudian digunakan untuk uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

4.5 Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli

Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli memperlihatkan bahwa ekstrak


(56)

40

sesuai dengan batas daerah hambat yang dinilai efektif menurut Farmakope Indonesia yaitu diameter daya hambat lebih kurang 14 mm – 16 mm. Uji aktivitas ekstrak etanol daun binara dan ekstrak etanol daun ulam-ulam terhadap bakteri bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli

Keterangan : * = Rata-rata pengukuran 3x; - = Tidak ada hambatan

Berdasarkan tabel 4.5.1 di atas menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun binara dan daun ulam-ulam dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Konsentrasi ekstrak

etanol mg/ml

Diameter daerah hambat pertumbuhan bakteri (mm)* Ekstrak daun binara Ekstrak daun ulam-ulam Staphylococcus aureus Escherichia coli Staphylococcus aureus Escherichia coli

500 19,8 18,4 18,7 17,6

400 19,7 17,2 17,8 16,7

300 19,5 16,4 16,6 16,4

200 19,2 15,4 16,3 16,1

100 19,0 14,6 16,1 15,1

90 18,9 14,2 15,8 14,2

80 18,6 13,7 15,6 13,4

70 18,2 13,3 15,3 11,3

60 17,6 13,0 15,1 10,6

50 17,3 12,6 14,8 9,2

40 16,9 12,0 14,5 8,5

30 16,4 11,5 14,3 7,4

20 15,5 10,6 14,0 7,2

10 14,5 10,1 13,5 -

9 12,4 8,4 12,5 -

8 10,1 7,4 11,4 -

7 9,2 - 10,4 -

6 8,3 - 9,1 -

5 7,5 - 8,3 -

4 - - 7,6 -

3 - - - -

2 - - - -

1 - - - -


(57)

41

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Hasil uji aktivitas ekstrak etanol

daun binara terhadap bakteri Staphylococcus aureus sebesar 5 mg/ml. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan hasil uji aktivitas ekstrak etanol daun binara terhadap bakteri terhadap bakteri Escherichia coli sebesar 8 mg/ml KHM. Hasil uji aktivitas untuk ekstrak etanol daun ulam-ulam terhadap bakteri Staphylococcus

aureus sebesar 4 mg/ml KHM dan hasil uji aktivitas untuk ekstrak etanol daun

ulam-ulam terhadap bakteri Escherichia coli 20 mg/ml KHM. Kesimpulannya adalah ekstrak etanol daun ulam-ulam lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan ekstrak etanol daun binara lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Bakteri

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif sedangkan bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif.

Hasil uji aktivitas antibakteri terlihat bahwa ekstrak etanol daun binara dengan diameter 14,5 mm sedangkan ekstrak etanol daun ulam-ulam dengan diameter 14,0 mm terhadap bakteri Gram positif dan hasil penelitian ekstrak etanol daun binara dengan diameter 14,2 mm sedangkan ekstrak etanol daun ulam-ulam dengan diameter 14,2 mm terhadap bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif dan Gram negatif memiliki komponen dan struktur dinding sel yang berbeda yaitu dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif mengandung komponen lipid lebih banyak (11% - 22%) daripada struktur dinding bakteri Gram positif mengandung komponen lipid lebih sedikit (1% - 4%) (Pelczar, 1986). Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol akan menghasilkan diameter daerah hambat yang semakin besar pula (Dwidjoseputro, 1994).


(58)

42

Senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri (Cowan, 1999). Saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Markham, 1988). Senyawa tanin merupakan senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan yang bersifat sebagai antibakteri, memiliki kemampuan menyamak kulit dan juga dikenal sebagai adstringensia (Robinson, 1995).

Berdasarkan data dan hasil diatas ekstrak etanol daun binara dan ekstrak etanol daun ulam-ulam memiliki aktivitas antibakteri terhadap luka di kulit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dan diare yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli. Infeksi oleh bakteri ini terutama menimbulkan penyakit pada manusia dan dapat menyerang seluruh tubuh. Infeksi oleh bakteri ini terjadi pada seseorang yang mengalami gangguan pada sistem pertahanan tubuh, misalnya pada orang yang mengalami luka tersayat atau luka bakar (Jawetz, 2011).


(59)

43

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun binara memiliki kadar air 4,6%, kadar sari yang larut dalam air 13,5%, kadar sari larut dalam etanol 13,5% kadar abu total 3,6% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,4%. Hasil serbuk simplisia daun ulam-ulam memiliki kadar air 7,3%, kadar sari yang larut dalam air 13,7%, kadar sari larut dalam etanol untuk serbuk 13,4%, kadar abu total 3,6% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,4%. b. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia daun binara dan daun ulam-ulam,

menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder seperti steroid/triterpenoid, alkaloida, glikosida, flavonoida, saponin dan tanin.

c. Ekstrak etanol daun binara memiliki KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) pada konsentrasi 5 mg/ml dan ekstrak etanol ulam-ulam memiliki konsentrasi hambat minimum pada konsentrasi 4 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus

aureus dan untuk ekstrak etanol daun binara memiliki konsentrasi hambat

minimum pada konsentrasi 8 mg/ml dan ekstrak etanol ulam-ulam memiliki konsetrasi hambat minimum pada konsentrasi 20 mg/ml terhadap bakteri

Escherichia coli.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya dari hasil uji ekstrak etanol daun binara (Artemisia vulgaris L.) dan daun ulam-ulam (Erechtites valerianifolia (Link ex Wolf) Less. ex DC diuji sebagai antimikroba bakteri penyebab diare.


(60)

44

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. Online (2010). Studi Pola Penyebaran Tumbuhan Suku Asteraceae

Pada Zona Datar dan Miring di Kawasan Coban Rondo Kecamatan Pujon Malang. Diakses tanggal 24 Januari 2012.

Anonimb. Online (2010). Biology:November 2010, Sintrong. (https://silverutomo. Blogspot.com/2010_11_10archieve.html). Diakses tanggal 27 Juli 2013. Anonimc. Online (2012). Sintrong (Erechtites valerianifolia, (Link ex Wolf) Less.

Ec Dc).

Tanggal 27 Juli 2012).

Anonimd. Online (2013). Wikipedia Bahasa Indonesia.

org/wiki/Sintrong). Diakses Tanggal 27 Juli 2013).

Bunrathep, S., Songsak, T. dan Ruang rungsi. N. (2005). Terpenoid Contituents From Leaves And Cell Cultures Of Artemisia vulgaris var. Indica And Application Of Biotechnological Techniques To Increase Davanone Level. Journal of Pharmaceutical Science, 29 (3): 147-153.

Cowan, MM. (1999). Plant Product as Antimicrobial Agent, Clinical

microbiology. Review. Halaman 564 - 582.

Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat Dan Makanan. Halaman 59 - 62.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 59 - 62.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 4 - 6, 855, 896, 1035, 831.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta : Depkes RI. Halaman 10 - 11.

Djauhariyah, E., Hernani. (2004). Gulma Berkhasiat Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 4, 18-19.

Duryatmo, S. (2007). Herbal Indonesia Berkhasiat Bukti Ilmiah dan Cara

Racik.Volume 08. Depok: PT. Trubus Swadaya. Halaman 191 - 193.

Dwidjoseputro. (2010). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit D. Jambatan. Halaman 38, 134.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.


(1)

75

Lampiran 18. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun binara terhadap bakteri Escherichia coli

A B

C

Keterangan: A: konsentrasi 500, 400, 300, 200 dan 100 mg/ml; B: konsentrasi 90, 80, 70 dan 60 mg/ml; C: konsentrasi 50, 40, 30, 20 dan 10 mg/ml


(2)

76 Lampiran 18. (Lanjutan)

C D

Keterangan: C: konsentrasi 9, 8, 7, 6 dan 5 mg/ml; D: konsentrasi 4, 3, 2 dan 1 mg/ml


(3)

77

Lampiran 19. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ulam- ulam terhadap bakteri Escherichia coli

A B

C

Keterangan: A: konsentrasi 500, 400, 300 dan 200 mg/ml; B: konsentrasi 100, 90, 80, 70 dan 60 mg/ml; C: konsentrasi 50, 40, 30, 20 dan 10 mg/ml


(4)

78 Lampiran 19. ( Lanjutan)

C D

Keterangan: C: konsentrasi 9, 8, 7, 6 dan 5 mg/ml; D: konsentrasi 4, 3, 2 dan 1 mg/ml


(5)

79

Lampiran 20. Gambar hasil uji aktivitas blanko (etanol 96%) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli

A B

Keterangan: A: blanko (etanol 96%) terhadap bakteri Staphylococcus aureus; B: blanko (etanol 96%) terhadap bakteri Escherichia coli


(6)

80

Lampiran 21. Gambar hasil pewarnaan Gram positif bakteri Staphylococcus

aureus dan Gram negatif bakteri Escherichia coli

A B

Keterangan: A: pewarnaan Gram positif bakteri Staphylococcus aureus; B: pewarnaan Gram negatif bakteri Escherichia coli


Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) dan Formulasi Sediaan Obat Kumur-Kumur

30 152 78

Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana, Etilasetat Dan Etanol Daun Kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Penyakit Kulit Secara In Vitro

2 46 111

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Senduduk (Melastoma malabathricum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli

23 109 87

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 0 14

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 0 2

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 0 4

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 1 16

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 0 3

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 0 34

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

4 10 16