Pola Pemberian Makan dan Statud Gizi Anak Balita Penderia ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) Pada Balita
Infeksi Saluran Pernapasan akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang

disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma ), atau aspirasi substansi
asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan. Infeksi
Saluran Pernapasan akut (ISPA) biasanya menyerang struktur saluran pernapasan
diatas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini menyerang bagian saluran atas dan
bawah secara simultan atau berurutan. Gambaran patofisioliginya meliputi
infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya sekresi
mukus, perubahan dan struktur fungsi (Behrman, 1999).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang
banyak menyerang saluran pernafasan atas maupun bawah disebabkan oleh virus,
bakteri, atipikal (mikroplasma) yang tanda dan gejalanya sangat bervariasi antara
lain demam, pusing, lemas, tidak nafsu makan, muntah, batuk, keluar sekret,
stridor (suara napas), dyspnea (kesulitan bernapas), retraksi suprasternal (adanya
tarikan dada) dan hipoksia (kurang oksigen) (Behrman, 1999).

Penyebab Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA) terdiri dari lebih dari 300
jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab Infeksi Saluran Pernafasn Akut
(ISPA) antara lain adalah dari genus Streptococcus, Stafilokokus, Pneumokokus,
Hemofilus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab Infeksi Saluran

Pernafasn Akut (ISPA) antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Koronovirus, Pikornavirus, Mikoplasma dan Herpesvirus.

7

8

Etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar untuk diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan immunologi
belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri
sebagai penyebab pneumonia. Penetapan etiologi pneumonia yang dapat
diandalkan adalah biakan dari aspirat paru dan darah. Tetapi, fungsi paru
merupakan prosedur yang berisiko dan bertentangan dengan etika jika hanya
dimaksudkan untuk penelitian. Oleh karena itu diIndonesia masih menggunakan
hasil penelitian dari luar negeri (Behrman, 1999).

Faktor umur dapat mengarahkan kemungkinan penyebab Infeksi Saluran
Pernafasn Akut (ISPA) atau etiologinya:
a.Grup B Streptococcus dan gram negatif bakteri enterik merupakan penyebab
yang paling umum pada neonatal (bayi berumur 1-28 hari) dan merupakan
transmisi vertikal dari ibu sewaktu persalinan.
b. Pneumonia pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan yang paling sering
adalah bakteri, biasanya bakteri Streptococcus Pneumoniae.
c. Balita usia 4 bulan sampai 5 tahun, virus merupakan penyebab tersering dari
pneumonia, yaitu respiratory syncytial virus.
d. Pada usia 5 tahun sampai dewasa pada umumnya penyebab dari pneumonia
adalah bakteri.
Pada penelitian lain Streptococcus pneumoniae merupakan patogen paling
banyak sebagai penyebab pneumonia pada semua pihak kelompok umur. Menurut
WHO, penelitian di berbagai negara juga menunjukkan bahwa di negara
berkembang Streptococcus pneumoniae dan Haemofilus influenzae merupakan

9

bakteri yang selalu ditemukan pada 2/3 (dua pertiga) dari hasil isolasi yaitu 73,9%
aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Bakteri merupakan

penyebab utama dari pneumonia pada balita. Diperkirakan besarnya persentase
bakteri sebagai penyebabnya adalah sebesar 50%. Sedangkan di negara maju, saat
ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus (WHO, 2012).
Tanda dan gejala Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA) sangat bervariasi
antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan),
vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret,

stridor (suara napas), dyspnea (kesulitan bernapas), retraksi suprasternal (adanya
tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal napas
apabila tidak mendapat pertolongan dan dapat mengakibatkan kematian
(Behrman, 1999).
Pengklasifikasian Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA), WHO (2012)
mengklasifikasikannya menjadi dua bagian berdasarkan lokasi anatomi, yaitu:
1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Atas (ISPAa), yaitu infeksi yang
menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya rhinitis akut, faringitis akut,
sinusitis akut dan sebagainya.
2. Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Bawah (ISPAb), dinamakan
sesuaidengan

organ


saluran

pernafasan

mulai

dari

bagian

epiglotis

sampaialveoli paru misalnya laringitis, trakhetis, bronkhitis akut, pneumonia
dan sebagainya.
Depkes

(2012)

melalui


program

pemberantasan

ISPA

(P2-ISPA),

mengklasifikasikan ISPA berdasarkan kelompok umur sebagai berikut :

10

1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas :
a. Pneumonia berat : Bila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang
kuat padadinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat,
frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.
b.

Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) : Bila tidak ditemukan tanda tarikan

kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat.

2. Kelompok umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun diklasifikasikan atas :
a. Pneumonia berat : Bila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam.
b.

Pneumonia : Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam, adanya nafas cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2–12
bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan–5 tahun.

c.

Bukan pneumonia : Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam, tidak ada nafas cepat, frekuensi nafas kurang dari 50 kali per menit
padaanak umur 2–12 bulan dan kurang dari 40 kali permenit 12 bulan–5
tahun.

2.2.


Pola Pemberian Makan
Pola pemberian makan adalah gambaran mengenai jumlah, jenis, dan

frekuensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan
merupakan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola pemberian
makan yang baik mengandung makanan yang merupakan energi, zat pembangun,
dan zat pengatur, karena semua zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan
pemeliharaan tubuh serta serta perkembangan otak dan produktifitas kerja, serta

11

dimakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola makan
sehari-hari yang seimbang, berguna untuk mencapai dan mempertahankan status
gizi dan kesehatan yang optimal (Almatsier, 2001)
Pola hidangan sehari yang dianjurkan adalah makanan yang seimbang
yang terdiri dari :
1. Sumber zat tenaga (nasi, roti, mie, jagung, tepung-tepungan, gula, minyak)
2. Sumber zat pembangun (ikan, telur, ayam, daging, susu, kacang dan lainnya )
3. Sumber zat pengatur (sayuran dan buah-buahan berwarna hijau dan kuning)
Konsumsi pangan dipengaruhi oleh kebiasaan makannya, selain itu juga

akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan sehingga
kecukupan konsumsi pangan perlu mendapat perhatian Anak-anak yang berasa
dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah sangat rawan terhadap gizi
kurang. Mereka mengkonsumsi pangan (energy dan protein) lebih rendah
dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga berada (Khomsan, 2003)
2.3.

Tingkat Asupan Makanan Anak Balita
Zat gizi adalah zat atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam pangan

yang diperlukan untuk metabolism dalam .Manusia memerlukan zat gizi agar
dapat hidup dengan sehat dan mempertahankan kesehatannya. Oleh Karena itu,
jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi
kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan internal dan eksternal, pemeliharaan
tubuh dan pertumbuhan, serta untuk aktivitas (Supariasa dkk, 2001).
Tahap awal dari kekurangan zat gizi dapat diidentifikasi dengan penilaian
konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang kurang akan berdampak terhadap

12


kurangnya zat gizi dalam tubuh. Secara umum terdapat dua criteria untuk
menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu konsumsi energi dan protein
(Beck, 2011).
Kebutuhan energi biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok,
sedangkan kebutuhan protein dipenuhi dari sejumlah substansi hewan, seperti
ikan, daging, telur dan susu (Supariasa dkk, 2001). Angka Kecukupan Gizi
(AKG) dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan zat gizi individu. Basis
dari AKG adalah kebutuhan (Estimated Average Requirement ).
2.4.

Zat Gizi Makro
Asupan zat gizi makro sangat penting bagi tubuh balita dan dibutuhkan

dalam jumlah besar, karena zat gizi makro berperan penting untuk membentuk,
memelihara jaringan tubuh, sebagai sumber tenaga dan sebagai zat pengatur
sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh anak yang berkurang maka akan
lebih mudah terserang penyakit infeksi seperti ISPa. Zat gizi makro yang berperan
sebagai kekebalan tubuh pada balita seperti karbohidrat dan protein.
2.4.1. Karbohidrat
Fungsi dari karbohidrat adalah sebagai sumber energi bagi tubuh. Satu

gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori. Kekurangan karbohidrat akan
menyebabkan akan menyebabkan badan lemah, kurus, dan daya tahan tubuh akan
menurun sehingga lebih mudah terserang penyakit infeksi (Beck,2011).
Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serelia, umbi-umbian,
kacang-kacangan dan gula. Sebagian besar sayur dan buah tidak mengadung
karbohidrat. Sayur, umbi-umbian, seperti wortel dan bit serta sayur kacang-

13

kacangan relatif lebih banyak mengandung karbohidrat dari pada sayur daundaunan (Almatsier, 2001).
2.4.2. Protein
Protein berfungsi sebagai pemeliharaan sel dalam tubuh,dan menyediakan
asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan
metabolisme serta antibodi yang diperlukan. Kekurangan protein banyak terdapat
pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Pada anak-anak dibawah 5 tahun
kekurangan protein dapat menyebabkan kwashiorkor dan marasmus. Hal ini
terjadi karena terlambat menyapih, sehingga komposisi gizi makanan tidak
seimbang terutama dalam hal protein (Yuniastuti,2008)
Sumber utama protein adalah protein nabati yang berasal dari tumbuhtumbuhan seperti kacang-kacangan, sedangkan protein hewani yang berasal dari
hewan seperti daging, ikan, telur, dll.

2.5.

Zat Gizi Mikro
Zat gizi mikro berperan untuk membantu mengatur berbagai fungsi tubuh

dan pembentukan antibodi. Balita yang terserang penyakit infeksi

akan

menyebabkan antibodi dalam tubuh mengalami kerusakan, oleh sebab itu untuk
pembetukan antibodi kembali balita harus mengkonsumsi zat gizi mikro seperti
vitamin A, zink, dan zat besi.

14

2.5.1. Vitamin A
Fungsi dari vitamin A adalah untuk penglihatan normal pada cahaya
remang, deferensiasi sel, kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan serta
reproduksi. Menurut Almatsier (2001), angka kecukupan gizi yang di anjurkan
untuk vitamin A umur 1 – 3 tahun adalah 400 mg, umur 4 – 6 tahun 450 mg.
Sumber vitamin A hewani adalah hewani adalah hati, kuning telur, susu,
mentega sedangkan sumber vitamin A nabati adalah sayuran berwarna hijau tua,
sayuran dan buah berwarna kuning-jingga, daun singkong, kangkung, bayam,
kacang panjang, wortel, pepaya, tomat, jagung kuning dan mangga (Cakrawati
dan Mustika,2012).
2.5.2. Zinc (Seng)
Zinc berfungsi untuk mendukung sistem pertahanan tubuh yang baik,
untuk penyambuhan luka. Zinc terdapat pada berbagai bahan makanan, seperti biji
– bijian, sayuran hijau, jamur, tepung, dan makanan yang diragikan. Kebutuhan
zink 10 mg perhari (Sitorus, 2009). Sumber zinc yang tinggi dapat ditemukan
pada kemiri, seledri, biji buah semangka, jahe, lombok, buncis, sawi hijau, lobak
dan merica hitam (Irianto, 2013)
2.5.3. Zat Besi
Zat besi dibutuhkan tubuh manusia dalam pembentukan hemoglobin dan
dalam enzim oksidasi pada sel. Tiap sel darah merah mengandung 250.000.000
molekul hemoglobin dan 1.000.000.000 atom zat besi (Sitorus, 2009).
Zat besi berfungsi sebagai cadangan untuk memproduksi hemoglobin.
Senyawa-senyawa besi berperan dalam transportasi dan pendayagunaan oksigen

15

serta sistem kekebalan tubuh. Angka kecukupan besi terdapat pada hati, daging,
telur, kacang-kacangan, keju, ikan, sayuran hijau, sereal, dan buah-buahan(Irianto
dan Waluyo,2007)
2.6. Pola Pemberian Makanan
Pernafasan Akut (ISPA)

dengan

Kejadian

Infeksi

Saluran

Pola pemberian makan dapat di jadikan media untuk mendidik anak
supaya dapat menerima, menyukai, memilih makanan yang baik, juga untuk
menentukan jumlah makanan yang cukup dan bermutu (Santoso,2011). Pola
pemberian makanan dapat mempengaruhi status gizi balita, karena pola
pemberian makanan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan dan disertai dengan
pemilihan makanan yang tepat akan menjadikan status gizi yang baik.Asupan
makanan yang kurang memenuhi yang di butuhkan akan menyebabkan anak
megalami gizi kurang(Sulistyoningsih, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan Purwani (2013), bahwa ada hubungan
yang signifikan antara pola pemberian makan dengan status gizi pada anak usia 1–
5 tahun. Maka dari itu disarankan agar ibu-ibu selalu menerapkan pola pemberian
makan yang baik dalam pemilihan makanan dan gizi makanannya.
Akibat gizi kurang pada tubuh anak bergantung pada zat-zat gizi apa yang
kurang. Kekurangan gizi secara umum menyebabkan gangguan pada proses daya
tahan tubuh. Jika sistem dan antibodi berkurang akan mudah terserang penyakit
infeksi seperti batuk dan pilek dan hal ini bisa membawa kematian(Almatsier,
2001).

16

2.7.

Penilaian Status Gizi pada Balita
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih (Almatsier, 2001). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variable tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variable tertentu (Supariasa dkk, 2001).
Standar acuan status gizi balita adalah berat badan menurut umur (BB/U),
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan tinggi badan menurut umur
(TB/U). Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan
gemuk. Untuk acuan yang menggunakan tinggi badan, jika kondisinya kurang
baik disebut stunted (pendek). Pedoman yang digunakan adalah standart
berdasarkan tabel WHO-NCHS, bila berat badannya kurang, maka status gizinya
kurang (Marimbi,2010).
Terdapat beberapa cara untuk mengukur status gizi pada balita,yaitu dengan
pengukuran antropometri, klinik dan laboratorik. Pengukuran antropometri adalah
pengukuran yang relatif sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman, 2000).
Penilaian status gizi secara tidak langsung dilakukan dengan cara antropometri.
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Apabila ditinjau dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi
(Supariasa dkk, 2001).
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi antropometri adalah faktor
genetik dan faktor lingkungan yang berkaitan dengan gizi, beberapa konsumsi

17

makanan dan kesehatan berupa penyakit infeksi. Pengukuran antropometri dapat
dilakukan dengan berbagai macam pengukuran, yaitu pengukuran berat badan,
tinggi badan, lingkarlengan atas dan sebagainya. Dari beberapa pengukuran
tersebut, pengukuan berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan atas sesuai umur
adalah pengukuran yang sering dilakukan dalam survey gizi (Soekirman, 2000).
a.

Indikator BB/U
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa

tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang
mendadak, misalnya karena terserang infeksi, penurunan nafsu makan, atau
menurunkan jumlah makanan yang dikonsumsi (Supariasa dkk, 2001). Kelebihan
indikator ini adalah sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka
waktu pendek, juga dapat digunakan untuk mendeteksi kegemukan (Soekirman,
2000).
b.

Indikator TB/U
Indikator TB/U merupakan indikator pengukuran antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi
badan tumbuh seiring dengan pertumbuhan umur. Pertumbuhan tinggi badan
relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek.
Pengaruh devisiensi zat gizi terhadap tinggi badan anak nampak dalam waktu
yang relatif lama (Supariasa dkk, 2001). Indikator TB/U menggambarkan status
gizi masa lalu dan dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi penduduk
(Soekirman, 2000).

18

c.

Indikator BB/TB
Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam kondisi

normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan
dengan kecepatan tertentu (Supariasa dkk, 2001). Indikator BB/TB ini dapat
menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik, terutama
apabila data umur yang akurat sulit diperoleh (Soekirman, 2000).
Metode dalam Penilaian Status Gizi dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
1.

Penilaian secara langsung yang terdiri dari pemeriksaan tanda-tanda klinis,
tes laboratorium, metode biofisik, dan antropometri.

2.

Penilaian dengan melihat statistik kesehatan yang biasa disebut dengan
penilaian status gizi tidak langsung.
Pengukuran antropometri adalah yang relatif paling sederhana dan banyak

dilakukan dengan beberapa macam pengukuran, yaitu pengukuran terhadap berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, tebal lemak, dan
sebagainya. Dari beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan dan
lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam
survei gizi. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan suatu standar internasional
yang ditetapkan oleh WHO.
Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Dari berbagai indeks tersebut, untuk menginterpretasikan dibutuhkan
ambang batas. Ambang batas menurut kesepakatan para ahli gizi adalah :

19

Tabel 2.1 Kategori Status Gizi Berdasarkan Indikator Yang Digunakan
Indikator
BB/U

TB/U

Status Gizi
BB Sangat Kurang
BB Kurang
BB Normal
TB Sangat Pendek
TB Pendek
TB Normal
TB Lebih dari Normal

BB/TB

Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
Sumber: WHO, 2005

Keterangan
< -3 SD
≥ -3 SD s/d -2 SD s/d