Pola Pemberian Makan dan Statud Gizi Anak Balita Penderia ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang

anak. Untuk menjadikan tumbuh kembang yang optimal tergantung pada
pemberian gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar dan dapat
dilihat melalui status gizi anak balita tersebut. Kebutuhan keseimbangan gizi pada
anak balita sangat dipengaruhi oleh pola makan, menu yang disediakan di
lingkungan rumah.
Pola pemberian makanan sangat penting diperhatikan, secara umum faktor
yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial
budaya, agama, pendidikan dan lingkungan. Pola makan yang baik perlu dibentuk
sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan gizi dan pola makan yang tidak sesuai
akan menyebabkan asupan gizi lebih atau gizi kurang. Asupan gizi kurang akan
menyebabkan tubuh menjadi rentan terhadap penyakit infeksi (Sulistyoningsih,
2011).
Kejadian ISPA pada balita umumnya merupakan kejadian infeksi pertama

serta belum terbentuknya secara optimal sistem kekebalannya jika dibandingkan
pada orang dewasa. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh menurun.
Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh
yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012).
Salah satu tujuan pembangunan millenium yang dicanangkan oleh
masyarakat dunia atau yang sering disebut Millenium Development Goals

1

2

(MDGs) adalah menurunkan angka kematian anak usia di bawah lima tahun pada
rentang waktu antara 1990-2015. Kemudian ditegaskan kembali bahwa tujuan dari
MDGs yang belum tercapai secara merata khususnya di negara berkembang
termasuk Indonesia adalah menurunkan sepertiga kematian oleh Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) (Rahajoe, 2008).
Secara global, tingkat kematian balita mengalami penurunan sebesar 41%,
dari tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990
menjadi 51 kematian per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2011, WHO
memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang sebesar 0,29% (151 juta

jiwa) dan negara maju 0,05% (5 juta jiwa) (WHO, 2012).
Kasus ISPA di Indonesia selalu menempati urutan pertama penyebab
kematian bayi sebanyak 32,1% kematian bayi pada tahun 2009, serta penyebab
kematian pada balita 38,8% tahun 2011. ISPA juga sering berada pada daftar 10
penyakit terbanyak di rumah sakit. Berdasarkan data dari pemberantasan penyakit
(P2) program ISPA tahun 2009 cakupan penderita ISPA melampaui target, target
yang ditetapkan hanya 16.534 kasus tetapi hasil yang di dapat sebanyak 18.749
(13,4%). Survei mortalitas yang dilakukan di subdit ISPA tahun 2010
menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di
Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Depkes RI,
2012).
Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok
umur 1-4 tahun (25,8%). Di Sumatera Utara, prevalensi ISPA adalah sebesar
10,9% (Kemenkes, 2013). Prevalensi penyakit ISPA berdasarkan umur balita

3

adalah untuk usia < 6 bulan (4,5%), 6-11 bulan (11,5%), 12-23 bulan (11,8%), 2435 bulan (9,9%), 36-47 bulan (9,2%), 48-59 bulan (8,0%) (Pudjiadi, 2001).
Sebaran prevalensi ISPA umur 12-23 bulan masih sangat tinggi, hal ini
kemungkinan berkaitan dengan pola pemberian makanan sehingga daya tahan

tubuh lebih mudah terkena infeksi.
Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 menunjukkan
jumlah kasus ISPA tiga kabupaten/kota tertinggi secara berturut-turut adalah
Kabupaten Simalungun yaitu 32,44%, disusul dengan Kota Medan sebesar
25,50% dan Kabupaten Deli Serdang sebesar 21,53% (Dinkes Provsu, 2013).
Berdasarkan Hasil Analisis Antroprometri Balita pada Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) 2003, diperkirakan 27,5% balita di Indonesia
mengalami gangguan gizi kurang. Hasil Susenas tahun 2005 menunjukkan
prevalensi gizi kurang di Sumatera Utara adalah 18,2% (Depkes RI, 2006). Hasil
laporan Riskesdas bahwa prevalensi status gizi anak balita di Provinsi Sumatera
Utara dari tahun 2007 sampai dengan 2013 yaitu jumlah gizi buruk dan gizi
kurang mencapai 18,4% kemudian mengalami kenaikan menjadi 19,6%
(Riskedas, 2013).
Kabupaten Batubara tidak terlepas dari masalah ISPA. Menurut Profil
Dinas Kesehatan Kabupaten Batubara tahun 2011 menunjukkan jumlah kasus
ISPA 23,8% (10.417), 2012 jumlah kasus ISPA 19,2% (8.361), 2013 jumlah
kasus ISPA 23,4% (10.112). Dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 kejadian ISPA
masih sangat tinggi (Dinkes Batubara, 2013).

4


Salah satu wilayah di Kabupaten Batubara, yang memiliki kasus ISPA
terbanyak/terbesar yaitu wilayah kerja puskesmas Tanjung Tiram karena
lokasinya terletak dipesisir pantai. Berdasarkan data yang diperoleh dari
puskesmas Tanjung Tiram kasus ISPA, gizi buruk dan gizi kurang, terlihat ada
kecenderungan yang meningkat dari tahun 2011, 2012 dan 2013 yaitu kasus ISPA
13,7% naik menjadi 16,3% dan 19,9%.
Tingginya angka gizi buruk dan gizi kurang pada balita bisa menjadi faktor
semakin memburuknya angka kejadian ISPA. Balita yang menderita ISPA, akan
rentan mengalami gizi kurang, karena keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi
kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan
diri terhadap serangan infeksi menjadi turun dan durasi penyakit akan lebih lama.
Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi
yang ringan merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh
terhadap penyakit infeksi. Berdasarkan hasil penelitian di Palembang, didapat
kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ISPA dengan status gizi
balita. Dimana balita yang status gizinya kurang cenderung lebih mudah terserang
ISPA dibanding dengan status gizi baik (Nuryanto, 2012).
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan, pada periode Januari-Februari
tahun 2015 jumlah balita 271 orang yang datang berkunjung ke Puskesmas

Tanjung Tiram, ditemukan 63 balita yang menderita ISPA. Dari hasil wawancara
yang di lakukan kepada 10 orang ibu yang mempunyai balita pekerjaan ibu adalah
sebagai ibu rumah tangga dengan penghasilan keluarga sekitar Rp.600.000 –
Rp.850.000 perbulan. Tingkat pendapatan mempengaruhi ketersediaan makanan

5

dalam keluarga karena akan menyebabkan daya beli bahan makanan yang kurang
yang akan berpengaruh dengan pola pemberian makan pada balita tidak
mencukupi. Pola pemberian makanan yang kurang mempengaruhi status gizi
balita. Akibat status gizi yang kurang secara umum menyebabkan gangguan pada
proses daya tahan tubuh. Jika daya tahan tubuh berkurang pada balita akan lebih
mudah terserang penyakit Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA) dan frekuensi
terjadinya ISPA akan lebih lama sembuh. Frekuensi terjadinya penyakit Infeksi
Saluran Pernafasn Akut (ISPA) 2-3 kali perbulan. Sebaliknya, balita yang
menderita ISPA akan mengalami gangguan nafsu makan yang berkurang yang
menyebabkan pola pemberian makan balita tidak baik.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang menyangkut pola pemberian makanan dan status gizi penderita ISPA pada
balita.

1.2.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian adalah bagaimana pola pemberian makan dan status gizi
anak balita penderita Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA) di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Tahun 2015.
1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Mengetahui pola pemberian makan dan status gizi anak balita penderita

Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA) di Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten
Batubara tahun 2015.


6

1.3.2

Tujuan Khusus
Mengetahui konsumsi karbohidrat, protein, vitamin A, zink, dan zat besi

pada anak balita penderita Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA) di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batubara tahun 2015.
1.4.

Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi puskesmas dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Batubara dalam meningkatkan status gizi balita.
2. Sebagai masukan untuk pihak-pihak yang terkait khususnya pengelola
program agar meningkatkan upaya-upaya pencegahan penyakit Infeksi
Saluran Pernafasn Akut (ISPA)khususnya di Puskesmas Tanjung
Tiram Kabupaten Batubara.