Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Nomor 1863 Pid.B 2015 Pn.Sby)

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakn untuk keperluan
Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2 Menurut Soeparman
Soenohamidjaja dalam disertasinya, pajak adalah iuran wajib berupa uang atau
barang yang dapat dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum,
guna menutup produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum. Sedangkan menurut Prof Dr. Rochmat Soemitro, pajak
merupakan peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan
undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditunjuk dan yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.3
Sehingga dapat disimpulkan pajak merupakan suatu iuran yang bersifat
wajib, dimana iuran ini didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang dibuat oleh Pemerintah. Iuran ini kemudian akan digunakan
Pemerintah untuk kepentingan orang banyak.
Dalam Pasal 11 ayat (3) dan Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 Tentang Keuangan Negara, dijelaskan bahwa salah satu dari Pendapatan
Negara adalah penerimaan pajak. Penerimaan pajak merupakan semua


2

Pasal 1 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
3
Rochmat Soemitro, Pajak dan Pembangunan (dalam) Bohari, Pengatar Hukum Pajak,
PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, Hal. 26

1
Universitas Sumatera Utara

2

penerimaan Negara yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan
internasional. Pajak penerimaan Internasional adalah semua penerimaan Negara
yang berasal dari bea masuk dan bea keluar.4
Dewasa ini, pajak merupakan andalan pemasukan uang bagi sebuah negara.
Negara menggunakan uang pajak untuk membiayai kesejahteraan umum,
penyelenggaraan pemerintahan, pertahanan dan lain-lain. Pajak dirasakan sebagai

suatu beban, juga telah banyak dikemukakan banyak orang5. Sehingga dapat
dikatakan pajak adalah sumber paling penting didalam Penerimaan Negara. Hal.
ini dapat kita lihat didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2015. Target Pendapatan Negara pada APBN Tahun Anggaran 2015
adalah sebesar Rp. 1793,6 Triliun yang bersumber dari 67% pajak yakni sebesar
Rp. 1201,7 Triliun6. Besarnya jumlah serta persentase ini menunjukkan betapa
besarnya Pendapatan Negara dari sektor pajak.
Didalam prakteknya, pajak masih dianggap sebagai sebuah peluang bagi
sebagian orang atau kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan baik untuk
diri sendiri maupun bagi kepentingan kelompok tertentu. Keuntungan ini dapat
dilakukan dengan banyak cara. Hal. ini tentu akan mengakibatkan Negara
menderita kerugian akibat upaya-upaya yang dilakukan oleh orang atau kelompok
tertentu. Dalam Pasal 1 ayat (22) UU No.1 Tahun 2004 Tentang Pembendaharaan
Negara, kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang

4

Pasal 1 ayat (2) UU No. 45 Tahun 2007 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2008
5

Salamun A.T, Pajak Citra dan Bebannya, (dalam) Soeparman, Tindak Pidana di
Bidang Perpajakan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, Hal. 1
6
http://www.kemenkeu.go.id/wide/apbn2015, diakses pada tanggal 10 Februari 2016

Universitas Sumatera Utara

3

yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat Perbuatan Melawan Hukum baik
sengaja maupun lalai. Secara sederhana, kerugian negara merupakan kekurangan
uang yang nyata dan pasti jumlahnya dapat dihitung akibat Perbuatan Melawan
Hukum baik karena kelalaian maupun kesengajaan, yang berasal dari pungutan
negara yang tidak dibayar atau tidak disetor kepada kas Negara oleh Pelaku
Tindak Pidana Perpajakan. Tidak hanya kerugian Negara, Hal. ini juga berdampak
pada tingkat kesejahteraan masyarakat.7
Untuk menanggulangi serta menghadapi permasalahan ini, Pemerintah telah
melakukan perubahan-perubahan terhadap Undang-Undang Perpajakan yang ada
di Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia merupakan upaya
untuk mencegah dan meminimalisir kasus-kasus tindak pidana perpajakan yang

terjadi. Pemerintah telah menunjuk Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia
untuk melakukan pengawasan terhadap pihak-pihak terkait yang terlibat didalam
sistem perpajakan, baik yang berasal dari sektor kantor-kantor Pemerintahan,
maupun yang berasal dari sektor swasta. Selain itu, Pemerintah juga memasukkan
sanksi pidana didalam Undang-Undang Perpajakan untuk menimbulkan efek jera
terhadap pelaku tindak pidana perpajakan di Indonesia.
Skripsi ini akan membahas mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku
yang melakukan tindak pidana perpajakan dengan studi putusan Pengadilan
Negeri Surabaya Nomor 1863/Pid.B/2015/PN.Sby dengan Agus Sumartowo,
konsultan pajak yang mengurus pajak dari CV. Bumi Megah Sejahtera, CV. Cipta
Mandiri Nusantara, CV. Putra Wijaya dan CV. Perfectama sebagai Terdakwa
7

Simon Nahak. Hukum Pidana Perpajakan, Setara Press, Malang, 2014, Hal. 41

Universitas Sumatera Utara

4

yang menyampaikan faktur pajak


yang tidak berdasarkan transaksi yang

sebenarnya dengan menggunakan faktur fiktif yang dikeluarkan oleh PT.
CENTRA ALTO PRIMA dan PT. CITRA BUANA TEKNINDO dalam kurun
waktu tahun 2012-2013 yang semuanya akan dirangkum dalam skripsi ini.
Kasus tindak pidana perpajakan dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya
Nomor 1863/Pid.B/2015/PN.Sby dengan Agus Sumartowo, biro jasa pajak dari
CV. Bumi Megah Sejahtera, CV. Cipta Mandiri Nusantara, CV. Putra Wijaya dan
CV. Perfectama melakukan perbuatan pidana dengan menerbitkan faktur pajak
yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dengan tujuan mengurangi
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dibayar wajib pajak ke Negara, serta
mendapat fee sebesar 0,5% dari jumlah Dasar Pengenaan Pajak yang diberikan
setiap wajib pajak yang menggunakan Faktur Pajak Fiktif.
Didalam penerbitan faktur fiktif tersebut, terdakwa Agus Sumartowo
memperoleh Faktur Pajak Fiktif dari Nancy Wahyuti Sungkowo yang didapatnya
dari Martinus Massora alias Muhammad Ridwan alias Hasan alias Gustian alias
Tino Prawira.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Surabaya dalam tuntutannya
menuntut Terdakwa Agus Sumarwotwo dengan pidana penjara selama 3 (tiga)

tahun, dikurangi dengan masa tahanan yang telah dijalani Terdakwa, dan Denda
sebesar Rp. 760.775.246 (tujuh ratus enam puluh tujuh juta tujuh ratus tujuh puluh
lima ribu dua ratus empat puuh enam rupiah)8. Dalam putusannya, Pengadilan

8

http://mahkamahagung.go.id diakses tanggal 10 Februari 2016

Universitas Sumatera Utara

5

Negeri Surabaya pada tanggal 21 Oktober menjatuhkan hukuman kepada
Terdakwa Agus Sumartowo dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan
denda sebesar Rp. 760.775.246 (tujuh ratus enam puluh tujuh juta tujuh ratus
tujuh puluh lima ribu dua ratus empat puuh enam rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 1
(satu) bulan.
Besarnya kerugian Negara yang ditimbulkan akibat perbuatan-perbuatan
yang dilakukan oleh para Wajib Pajak ini tentu harus mendapat sorotan oleh

publik. Perbuatan yang dilakukan ini selain menimbulkan keresahan didalam
masyarakat, juga mengakibatkan berkurangnya Pendapatan Negara serta
berpengaruh besar terhadap perekonomian negara yang tentunya juga akan
berpengaruh terhadap pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan didalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa pengaturan hukum mengenai perpajakan di Indonesia?
2. Siapa yang menjadi pelaku dalam suatu tindak pidana berdasarkan hukum
pidana di Indonesia?
3. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana oleh pelaku tindak pidana
perpajakan?

Universitas Sumatera Utara

6

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Berdasarkan Latar Belakang serta Rumusan Masalah diatas, Tujuan dari

Penulisan yang ingin dicapai adalah:
1. Mengkaji serta menganalisis pengaturan hukum mengenai perpajakan di
Indonesia
2. Mengkaji serta menganalisis pelaku dalam suatu tindak pidana
berdasarkan hukum pidana di Indonesia
3. Mengkaji serta menganalisis pertanggungjawaban pidana oleh pelaku
tindak pidana perpajakan
Sedangkan Manfaat yang dapat diperoleh melalui Penulisan ini adalah:
1. Manfaat secara teoritis
a. Menambah wawasan serta pengetahuan mengenai tindak pidana
perpajakan kepada mahasiswa.
b. Memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat mengenai tindak
pidana perpajakan, pelaku tindak pidana perpajakan, serta bentuk
pertanggungjawaban pidana dari pelaku tindak pidana perpajakan.
2. Manfaat secara praktik
a. Menjadi pedoman dan petunjuk bagi orang lain, khususnya mahasiswa
fakultas hukum dalam melakukan penelitian tentang tindak pidana
perpajakan
b. Membantu Penegak Hukum


dalam upaya pemberantasan tindak

pidana perpajakan.

Universitas Sumatera Utara

7

D. KEASLIAN PENULISAN
Penulisan skripsi dengan judul Pertanggungjawaban Pidana Pelaku
Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Nomor 1863/Pid.B/2015/PN.Sby)
belum pernah dilakukan sebelumnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara (USU). Hal ini didukung dengan hasil pemeriksaan dari
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Oleh karena
itu, tujuan serta permasalahan yang diangkat didalam penulisan skripsi ini
merupakan karya asli dari Penulis.
Penulisan skripsi ini murni berasal dari hasil pemikiran Penulis yang
dikaitkan dengan teori-teori hukum yang ada, serta mengutip data dari buku,
literatur, pendapat-pendapat ahli, serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Oleh karena itu apabila kemudian ditemukan skripsi dengan judul dan

permasalahan yang sama, dapat dipertanggungjawabkan oleh Penulis.

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Pelaku Tindak Pidana
Pelaku adalah orang yang melakukan suatu tindak pidana, dalam arti orang
yang dengan suatu kesengajaan atau suatu ketidaksengajaan seperti yang
diisyaratkan oleh Undang-Undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak
dikehendaki oleh Undang-Undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif
maupun unsur-unsur objektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk

Universitas Sumatera Utara

8

melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau karena gertakan
oleh pihak ketiga.9
Didalam KUHP sendiri, mengenai pelaku tindak pidana telah diatur didalam
Pasal 55.
Didalam pasal 55 KUHP, dikatakan bahwa:
(1) Dihukum sebagai pelaku-pelaku dan suatu tindak pidana yaitu

1) Mereka yang turut melakukan, menyuruh melakukan atau yang turut
melakukan.
2) Mereka yang dengan pemberian-pemberian, janji-janji dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau keterpandangan dengan
kekerasan, ancaman atau dengan menimbulkan kesalahpahaman atau
dengan memberikan kesempatan, sarana-sarana atau keteranganketerangan, dengan sengaja telah menggerakkan orang lain untuk
melakukan tindak pidana bersangkutan.
(2) Mengenai mereka yang disebutkan terakhir ini, yang daat
dipertanggungjawabkan kepada mereka itu hanyalah tindakan-tindakan
yang dengan sengajar telah mereka gerakkan unutk dilakukan oleh
orang lain berikut akibat-akibatnya.
Berdasarkan Pasal 55 diatas, yang merupakan pelaku dalam suatu tindak
pidana meliputi:
1) Orang yang melakukan (dader plagen), yakni orang yang
melaksanakan serta mewujudkan sendiri segala maksud dari suatu
tindak pidana.
2) Orang yang menyuruh melakukan (doen plagen), yakni orang yang
menyuruh orang lain untuk melaksanakan serta mewujudkan maksud
dari suatu tindak pidana.
3) Orang yang turut melakukan (mede plagen), yakni orang yang ikut
serta dalam melaksanakan serta mewujudkan maksud dari suatu

9

P.A.F Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung,1997, Hal. 594

Universitas Sumatera Utara

9

tindak pidana, dimana pelaku terdiri dari 2 orang atau lebih, yang
terdiri dari orang yang melakukan (dader plagen) serta orang yang
menyuruh melakukan (doen plagen)
4) Orang yang dengan memberikan upah, dengan perjanjian, dengan
menyalahgunakan wewenang atau martabat, memakai pemaksaan,
dan dengan sengaja membujuk orang lain untuk melakukan suatu
tindak pidana.
2. Pertanggungjawaban Pidana
Didalam

bahasa

―toerekenbaarheid‖,

asing,

―criminal

pertanggungjawaban
responsibilty‖

atau

pidana

disebut

“criminal

liablity‖.

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat
yang harus

dipertanggungjawabkan kepada pelaku atas perbuatan yang

dilakukannya10. Pertanggungjawaban pidana bertujuan untuk menunjukkan
apakah seorang tersangka atau terdakwa dapat bertanggungjawab terhadap
kejahatan yang dilakukannya atau tidak. Jika ia harus mempertanggunjawabkan
perbuatannya, maka ia akan dipidana, harus dibuktikan dahulu apakah perbuatan
yang dilakukan olehnya merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum serta
ia memiliki kemampuan untuk bertanggungjawab atas perbuatannya. Apabila ia
tidak terbukti melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum atau ia
tidak memiliki kemampuan untuk bertanggungjawab, maka tersangka atau
terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana.

10

Ruslan Saleh, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, GHal.ia
Indonesia, Jakarta, 1982, Hal. 75

Universitas Sumatera Utara

10

Prof. Moeljatno, SH berpendapat11:
―Seseorang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau
dia tidak melakukan perbuatan pidana. Tetapi meskipun melakukan perbuatan
pidana, tidak selalu dia dapat dipidana.”
Pendapat Prof. Moeljatno, SH ini menunjukkan tidak selamanya yang
melakukan tindak pidana dapat dipidana. Hal. ini menunjukkan adanya unsur
―kemampuan

bertanggungjawab‖

pelaku

dalam

sebuah

tindak

pidana.

Kemampuan bertanggungjawab yang dimaksud merujuk kepada keadaan serta
kemampuan ―jiwa‖ (geestelijke vermongens) bukan kepada keadaan serta
kemampuan ―berpikir‖ (verstanddelijke vermongens) seseorang12.
3. Tindak Pidana Perpajakan
Sebelum diuraikan secara khusus mengenai Tindak pidana perpajakan,
terlebih dahulu akan diuraikan mengenai Tindak Pidana itu sendiri. Istilah tindak
pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda, yaitu
―strafbaar feit‖. Tidak ditemukan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan
strafbaar feit di dalam KUHP maupun diluar KUHP, oleh karena itu para ahli
hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, yang sampai saat
ini belum ada keseragaman pendapat. Pengertian mengenai tindak pidana adalah
penting untuk dipahami untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung
didalamnya. Unsur-unsur tindak pidan ini dapat menjadi patokan dalam upaya
menetukan apakah perbuatan seseorang itu merupakan tindak pidana atau tidak 13

11

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2015, Hal. 167
E.Y. Kanter., S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya,
Storia Grafika, Jakarta, 2002, Hal. 250
13
Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Press, Medan, 2013, Hal. 74
12

Universitas Sumatera Utara

11

Pendapat J.E Jonkers yang dikutip oleh Bambang Poernomo, memberikan
pengertian defenisi strafbaar feit menjadi 2 pengertian, yakni: 14
a. Defenisi pendek memberikan pengertian ―strafbaar feit‖

adalah

suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undangundang.
b. Defenisi panjang atau lebih mendalam memberikan pengertian
―strafbaar, feit‖ adalah suatu kelakuan yang melanggar hukum
(wederrechttelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa
oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Simons dalam P.A.F Lamintang dalam Mohammad Ekaputra, merumuskan
strabaar feit sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan
dengan

sengaja

maupun

tidak

sengaja

oleh

seseorang

yang

dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah
dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.15
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Tindak Pidana merupakan suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dengan melakukan suatu perbuatan
atau pelanggaran pidana yang menimbulkan kerugian pada kepentingan orang lain
maupun kepentingan umum.
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai tindak pidana (strafbaar feit)
diatas, pengertian mengenai tindak pidana perpajakan sebenarnya sudah dapat
dipahami, walaupun secara tegas pengertian mengenai Tindak Pidana Perpajakan
tidak ada secara tegas ditemukan dalam Kitab Undang-undang Pajak. Rochim
14

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, GHal.ia Indonesia, Jakarta, 1985, Hal.

15

Mohammad Ekaputra, Op.Cit., Hal. 85

91

Universitas Sumatera Utara

12

didalam Simon Nahak mengemukakan bahwa Tindak pidana Perpajakan
merupakan suatu perbuatan yang berhubungan dengan tindak kejahatan dibidang
Perpajakan, yang pelakunya dapat dikenakan Hukum Pidana sesuai dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku. 16
Menurut Simon Nahak, Tindak Pidana Perpajakan adalah informasi yang
tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan
menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), tetapi yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian negara dan kejahatan lain yang diatur dalam undangundang perpajakan.17
Tindak Pidana Perpajakan adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan
perundang-undangan pajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara dimana
pelakunya diancam dengan hukuman pidana. Ketentuan yang mengatur tindak
pidana pajak terdapat dalam hukum pidana pajak yang berisi peraturann-peraturan
tentang:
a. Perbuatan-perbuatan apa yang dapat diancam dengan hukuman .
b. Siapa-siapa yang dapt dihukum
c. Hukuman apa yang dapt dijatuhkan
Pengertian Tindak Pidana Perpajakan juga dapat ditemukan secara parsial
dalam Penjelasan Pasal 33 ayat (3) UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal, yang berbunyi:

16

Simon Nahak, Op.Cit., Hal. 43
http://www.wikiapbn.org/artikel/Tindak_Pidana_di_Bidang_Perpajakan, diakses pada
tanggal 10 Februari 2016
17

Universitas Sumatera Utara

13

―Yang dimaksud dengan Tindak Pidana Perpajakan adalah informasi yang
tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan
menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap atau melampirkan keterangan-keterangan yang tidak benar sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada Negara dan kejahatan lain yang diatur dalam
undang-undang yang mengatur Perpajakan”.18
Tindak Pidana Perpajakan ini dapat terjadi karena:
1. Alpa, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, kurang mengindahkan
kewajiban dari pelaku tindak pidana perpajakan.
2. Sengaja, yaitu dengan sengaja melakukan pelanggaran atas ketentuan
perundang-undangan perpajakan.

F. METODE PENULISAN
1.

Jenis Penelitian

Penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif
dengan pendekatan studi kasus (case approach). Kasus yang akan diteliti adalah
kasus yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana
perpajakan

dengan

menelaah

Putusan

Pengadilan

Negeri

Surabaya

No.1863/Pid.B/2015/PN.Sby, dengan Terdakwa Agus Sumartowo.
2. Data
Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder,
yakni data yang diperoleh dari bahan kepustakaan, bukan bahan langsung dari

18

Penjelasan atas UU No. 25 Tahun 2007 tetang Penanaman Modal,
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/2007/25TAHUN2007UUPenj.htm. diakses tanggal 10
Februari 2016

Universitas Sumatera Utara

14

responden.19 Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
berupa:
a. Bahan Hukum primer, yakni norma atau kaidah yang telah mengikat
yang terdiri dari20:
a) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b) Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan yang
sebagaimana terakhir kali telah mengalami Perubahan
Terakhir

menjadi

Undang-undang

Negara

Republik

Indonesia No. 16 Tahun 2009;
c) Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 45 Tahun
2007 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2008;
d) Undang-undang Negara Republik Indonesia No.1 Tahun
2004 Tentang Pembendaharaan Negara;
e) Undang-udang Negara Republik Indonesia No. 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal;
f) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan;

19

Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Pustaka
Bangsa Press, Medan, 2005, Hal. 74
20
Ibid., Hal. 76

Universitas Sumatera Utara

15

g) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah;
h) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
i) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
j) Undang-Undang Nomor 34 Tahum 2000 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
k) Putusan

Pengadilan

Negeri

Surabaya

Nomor

1863/Pid.B/2015/PN.Sby
l) Peraturan Perundang-undangan lain yang berkaitan dengan
skripsi ini.
b. Bahan Hukum Sekunder, yakni bahan-bahan yang memberi
penjelasan tentang Bahan Hukum Primer21, yang terdiri dari:
a) buku-buku yang terkait dengan hukum;
b) artikel-artikel pada jurnal hukum;
c) skripsi, tesis, dan disertasi hukum;

21

Ibid., Hal. 76

Universitas Sumatera Utara

16

d) karya tulis ilmiah tentang hukum;
e) karya-karya dari praktisi maupun akademisi yang berkaitan
dengan penulisan skripsi ini;
f) beberapa sumber dari internet.
c. Bahan Hukum Tersier, yakni bahan-bahan yang memberikan
penjelasan mengenai Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum
Sekunder22, yang terdiri dari:
a) Kamus Hukum serta Kamus Bahasa Indonesia;
b) Ensiklopedia;
c) Surat kabar serta artikel tentang kasus tindak pidana
perpajakan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam Penulisan skripsi ini menggunakan metode Penelitian Perpustakaan
(library research), dimana dalam penulisan skripsi ini penulis menelaah bahanbahan seperti literatur, peraturan perundang-undangan, artikel ilmiah, surat kabar
dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk memecahkan dan menjawab
permasalahan didalam skripsi ini.
Data-data sekunder yang telah dikumpul dan diurutkan, kemudian akan
diorganisasi dalam satu pola, kategori dan satu uraian dasar. Analisa yang akan
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisa kualitatif yaitu jenis analisa
yang menganalisasi secara lengkap dan komprehensif keseluruhan data sekunder

22

Ibid., Hal.76

Universitas Sumatera Utara

17

yang diperoleh sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan didalam
skripsi ini.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan skripsi secara keseluruhan terdiri dari 5 (lima) bab
dan terdiri dari beberapa sub bab yang akan menguraikan permasalahanpermasalahan dalam skripsi ini. Secara terperinci, Sistematika Penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini berisikan Latar Belakang dari penulisan skripsi ini,
rumusan masalah yang lahir dari Latar Belakang, Tujuan dan
Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan
yang berisikan teori-teori dasar tentang skripsi ini, Metode
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, serta
Sistematika Penulisan skripsi ini.

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI PERPAJAKAN DI
INDONESIA
Bab ini berisikan dasar-dasar hukum dalam perpajakan di Indonesia
serta mengenai pengaturan sanksi pidana bagi para pelaku tindak
pidana perpajakan didalam hukum positif di Indonesia.

BAB III

PELAKU TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM PIDANA DI
INDONESIA

Universitas Sumatera Utara

18

Bab ini berisikan subjek hukum pidana sebagai pelaku sebuah
tindak pidana, serta pelaku-pelaku tindak pidana yang menjadi
pelaku dalam tindak pidana perpajakan.
BAB IV

PERTANGGUNGJAWABAN

PIDANA

PELAKU

TINDAK

PIDANA PERPAJAKAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri
Surabaya No.1863/Pid.B/2015/PN.Sby)
Bab ini berisikan sistem pertanggungjawaban pidana berdasarkan
hukum pidana di Indonesia, kasus posisi Tindak Pidana Perpajakan
dalam

Putusan

Pengadilan

Negeri

Surabaya

No.1863/Pid.B/2015/PN.Sby serta analisis putusannya.
BAB V

PENUTUP
Bab ini akan berisikan Kesimpulan dari pembahasan yang diangkat
dalam skripsi ini dan Saran dari Penulis terkait dengan skripsi yang
diangkat.

Universitas Sumatera Utara