Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Nomor 1863 Pid.B 2015 Pn.Sby)

BAB II
PENGATURAN HUKUM MENGENAI PERPAJAKAN DI INDONESIA

A. DASAR HUKUM PERPAJAKAN DI INDONESIA
Sebelum berlakunya Undang-undang Pajak Nasional, sebagian besar dari
Undang-undang (ordinasi) Pajak adalah berasal dari produk pemerintah Hindia
Belanda. Undang-undang ini kemudian banyak mengalami perubahan dan
tambahan yang dalam disusun dalam Bahasa Indonesia, mengingat Undangundang Dasar 1945 yang berbunyi:
―Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku, selama
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”23
Dengan lahirnya Undang-Undang Pajak Nasional merupakan salah satu
faktor yang mendukung keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan sampai
sekarang, sehingga kelahirannya memiliki arti yang besar bagi bangsa dan negara.
Didalam perkembangannya, terdapat beberapa pembaharuan perpajakan
didalam perundang-undangan nasional, yakni: 24
1) Pembaharuan Pajak Nasional I25
Pembaharuan Pajak Nasional terjadi pada tahun 1980-an, dimana
pembaruan pajak ini diakibatkan oleh merosotnya harga minyak dan
gas bumi dipasaran dunia yang berdampak pada pendapatan negara.
Selain itu, pranata hukum perpajakan yang berlaku pada saat itu juga


23
24

H.Bohari, Op.Cit., hal 4
Y. Sri Pudayatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2008, hal

92
25

Ibid.

19
Universitas Sumatera Utara

20

masih merupakan pratana hukum pajak yang bersumber dari
kolonial Belanda. Pembaharuan Pajak Nasional I ditandai dengan
dikeluarkannya undang-undang di bidang perpajakan, seperti:
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan (KUTAP), dengan mencabut Ordonasi
Pajak Perseoran 1925, Ordonasi Pajak Pendapatan 1944,
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1967 tentang Perubahan dan
Penyempurnaan Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944,
Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, serta UndangUndang Nomor 10 Tahun 1970 tentang Pajak atas Bunga
Deviden dan Royalty 1970;
b. Undang-undang Nomor 7 Tahun 183 tentang Pajak Penghasian
(PPh.), dengan mencabut Pasal 15 ke-4 dan ke-5 dan Pasal 16
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing, dan Pasal 9, Pasal 12 ke-4 dan ke-5, Pasal 13 dan
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 168 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri;
c. Undang-Undang

Nomor

8

Tahun


1983

tentang

Pajak

Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (PPN, dan PPn-BM), dengan mencabut
Undang-Undang Nmr 35 Tahun 1953 tentang Penetapan
Undang-Undang Darurat Nomo 19 Tahun 1951 tentang Pajak
Penjualan sebagai Undang-Undang sebagaimana beberapa kali

Universitas Sumatera Utara

21

diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nmr 2
Tahun 1968 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang
Pajak Penjuaan 1951;
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahum 1985 tentang Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB), dengan mencabut Ordonasi Pajak Rumah
Tangga 1908, Ordnasi Verponding Indonesia 1923, Ordonasi
Verponding 1928, Ordonasi Pajak Kekayaan 1932, Ordonasi
Pajak Jalan 1942, Pasal 14 huruf j, k dan l Undang-Undang
Nomor 11 Darurat Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak
Daerah, Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasi Bumi yang dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 telah ditetapkan menjadi
Undang-Undang;
e. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
dengan mencabut Aturan Bea Materai 1921 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2
Prp Tahun 1965 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1969.
2) Pembaruan Perpajakan Nasional II26
Pembaharuan Perpajakan Nasional I dianggap telah memberikan
manfaat dalam meningkatkan pendapatan negara diluar sektor


26

Ibid

Universitas Sumatera Utara

22

minyak dan gas bumi, namun masih ada beberapa kekurangan dari
Pembaharuan Perpajakan Nasional I, yakni:
a. Self assessment system yang memberikan kepercayaan besar
kepada wajib pajak ternyata masih kurang berhasil;
b. Law enforcement di dalam pajak masih lemah;
Alasan-alasan tersebut menggagas Pemerintah untuk mencoba
mengajukan Pembaharuan Perpajakan Nasional II pada tahun 1994,
dimana didalam Pembaharuan Perpajakan Nasional II pajak
diupayakan untuk menjadi alat untuk mempereh pendapatan negara
yang utama (fungsi budgeter), alat untuk mendorong perekonomian
(fungsi mengatur), peningkatan penegakan hukum di bidang pajak,

serta efisiensi dalam pemungutan pajak. Untuk mewujudkan hal
tersebut, maka dikeluarkanlah beberapa undang-undang di bidang
pajak, yakni:
a. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan;
b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Sebagaimana Telah
Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang
Pajak Penghasilan;
c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang

Nomor

8

Tahun

1983


tentang

Pajak

Universitas Sumatera Utara

23

Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah;
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
3) Pembaharuan Perpajakan Nasional III27
Pada tahun 1997 Pemerintah mengundangkan beberapa undangundang dibidang perpajakan. Pada Pembaharuan Perpajakan
Nasional III ini kebanyakan mengubah dan menambah ketentuanketentuan yang ada sebelum Pembaharuan Perpajakan I. Hal yang
melatarbelakangi penambahan serta pengubahan ini adalah:
a. Kebetuhan akan adanya peradilan pajak yang komprehensif
untuk memberikan putusan atas sengketa pajak dengan proses

sederhana, cepat dan berbiaya murah;
b. Kebutuhan akan adanya undang-undang yang mengatur pajak
daerah

yang

dapat

memberikan

kepastian,

kejelasan,

kesederhanaan, tidak tumpang tindih dan dapat mengikuti
tuntuan untuk memberikan pemasukan daerah daam rangka
peningkatan otonomi daerah;
c. Kebutuhan akan undang-undang penagihan pajak dengan surat
paksa yang dapat mengatasi semua permasalahan di masyarakat,
khususnya permasalahan mengenai tunggakan pajak, serta


27

Ibid

Universitas Sumatera Utara

24

memberi motivasi peningkatan kesadaran dan kepatuhan wajib
pajak;
d. Kebutuhan akan ketentuan undang-undang yang mengatur
penerimaan negara bukan pajakn yang memberikan keadian,
kepastian

hukum,

kesederhanaan,

melalui


mekanisme

persetujuan Dewan Perwakian Rakyat;
e. Perlunya diadakan pungutan pajak atas perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan sebagai pengganti Bea Balik Nama atas hak
harta tetap berupa hak atas tanah yang pernah berlaku, tapi
kemudian ditiadakan.
Pembaruan Perpajakan Nasional III kemudian menghasilkan
beberapa undang-undang, yakni:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak;
b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah;
c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa;
d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak.
4) Pembaharuan Perpajakan Nasional IV
Pada tahun 2000, Pemerintah kembali melakukan pembaharuan

dibidang perpajakan terhadap beberapa undang-undang di bidang

Universitas Sumatera Utara

25

perpajakan yang dikeluarkan pada saat Pembaharuan Perpajakan
Nasional I, Pembaharuan Perpajakan Nasional II dan sebagian
ketentuan yang dikeluarkan pada Pembaharuan Perpajakan Nasional
III.

Beberapa

undang-undang

yang

dikeluarkan

pada

saat

Pembaharuan Perpajakan Nasional IV adalah:
a. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan;
c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah;
d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa;
e. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan;

Universitas Sumatera Utara

26

f. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah;
5) Pembaharuan Perpajakan Nasional V28
Pada tahun 2007, Pemerintah kembali melakukan Pembaharuan
Pajak Nasional V. Tetapi pada masa Pembaharuan Perpajakan
Nasional V hanya ada satu undang-undang dibidang perpajakan yang
berhasil dihasikan, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
6) Pembaharuan Pajak Nasional VI
Pada tahun 2008, Pemerintah kembali melakukan Pembaharuan
Pajak Nasional VI. Pada masa ini hanya ada 1 undang-undang
dibidang perpajakan yang dapat dihasilkan, yaitu Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008, tentang Perubahan Keempat atas UndangUndang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, serta
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
7) Pembahuran Pajak Nasional VII
Pada tahun 2009, Pemerintah kembali lagi melakukan Pembaharuan
Pajak Nasional VII. Pada masa ini terdapat 3 undang-undang

28

Ibid

Universitas Sumatera Utara

27

dibidang perpajkan yang dihasilkan yaitu Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2009 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan,

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta yang terakhir
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Sehingga dapat dikatakan undang-undang dibidang perpajakan yang masih
berlaku di Indonesia hingga saat ini adalah:
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan;
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak;
c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak;
d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa;

Universitas Sumatera Utara

28

e. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan;
f. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan;
g. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan;
h. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah;
i. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

B. PENGATURAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PERPAJAKAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Setiap perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana perpajakan
dirumuskan dalam undang-undang. Perumusan tindak pidana perpajakan terutama
terdapat dalam undang-undang yang mengatur hukum pajak formal yaitu UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 dalam Pasal 38, 39, 39A, 41A, 41C, 43A, 44 dan
44B. 29

29

T.N. Syamsyah, Tindak Pidana Perpajakan, PT. Alumni, Bandung, 2011, hlm 3.

Universitas Sumatera Utara

29

Rumusan tindak pidana yang terdapat didalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007:30
Pasal 38
―Setiap orang karena kealpaannya:
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar‖.
Pasal 39
(1) ―Setiap orang dengan sengaja:
a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak;
b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak atau Pengukuhan pengusaha Kena Pajak;
c. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan;
d. Menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap;
e. Menolak untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29;
f. Memperlihatkan pembukuan pencatatan, atau dokumen lain yang palsu
atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan
yang sebenarnya;
g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia,
tidak memperhatikan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lain;
h. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1); atau
i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungunt sehingga
dapat menimbukan kerugian pada pendapatan Negara dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang
30

UU RI Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU RI Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Universitas Sumatera Utara

30

tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
(2) Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1 (satu) kali
menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi
tindak pidana di bidang perpajakan sebelum 1 (satu) tahun, terhitung
sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
(3) Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan Tindak
Pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa Nomor Pokok
Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud didalam ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam
rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi
pajak atau pengkreditan pajak”.
Pasal 39A
―Setiap orang yang dengan sengaja:
a. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak
berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan ajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti etoran pajak dan paling banyak 6
(enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak,
bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.”
Pasal 41
(1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenhui kewajiban
merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
(2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau
seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,(lima puluh juta rupiah).
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya
dilanggar.
Pasal 41A

Universitas Sumatera Utara

31

Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengna sengaja tidak
memberikan keterangan atau bukti, atau memberikan keterangan atau bukti
yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah).

Pasal 41C
(1) Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya
kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh)
bulan atau denda paling banyak Rp.800.000.000,- (delapan ratus juta
rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi
yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10
(sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp.800.000.000,- (delapan
ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi
perpajakan sehingga menimbulkan kerugian pada negara dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

Selain didalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, terdapat undangundang dibidang perpajakan lain yang juga memiliki ketentuan pidana
didalamnya, diantaranya:31
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai, dalam
Pasal 13 dan Pasal 14, yang berbunyi 32:
Pasal 13

31
32

Ibid.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai

Universitas Sumatera Utara

32

Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana:
a. Barang siapa meniru atau memalsukan materai stempel dan
kertas materai atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang
perlu untuk mensahkan materai ( Pasal 253 KUHP);
b. Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud
untuk diedarkan atau memasukkan ke Negara Indonesia
materai palsu, yang dipalsukan atau dibuat dengan melawan
hak ( Pasal 257 KUHP);
c. Barang siapa dengan sengaja menggunakan, menjual,
menawarkan ke Negara Indonesia materai yang merknya,
capnya, tandatangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya
mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah materai itu
belum dipakai dan/atau menyuruh orang lain menggunakannya
dengan melawan hak (Pasal 257 dan 260 KUHP);
d. Barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas
yang diketahui digunakan untuk melakukan salah satu
kejahatan untuk meniru dan memalsukan benda materai (Pasal
261 KUHP).
Pasal 14
(1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan cara lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa
izin Menteri Keuangan, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
kejahatan
b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan33, dalam Pasal 24-26, yang berbunyi:
Pasal 24
―Barang siapa karena kealpaannya:
1. Tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak
kepada Direktori Jenderal Pajak.
2. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak, tetapi isinya tidak
benar atau tindak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak
benar, sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara, dipidanakan
dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terutang.

33

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai

Universitas Sumatera Utara

33

Pasal 25
(1) Barang siapa dengan sengaja:
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan
Objek Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak;
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek pajak, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan
tidak benar;
c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain
yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;
d. Tidak memperlihatkan atau tidak menyampaikan surat atau
dokumen lainnya;
e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan
yang diperlukan
(2) Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan yang melakukan
tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dan huruf e,
dipidana dengan kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda
setinggi-tingginya Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah)
(3) Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan
dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang
perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau
sejak dibayarnya denda.
Pasal 26
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25
tidak dapat dituntut setelah lampau 10 (sepuluh) tahun sejak
berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa, dalam Pasal 41A, yang berbunyi34:
Pasal 41A
(1) Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp.12.000.000,- (dua
belas juta rupiah).
(2) Apabila pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3)
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, tidak melaksanakan
kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling banyak
Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
34

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Universitas Sumatera Utara

34

(3) Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau
permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan
sengaja mencegah menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan
dalam melaksanakan ketnetuan undang-undang yang dilakukan oleh
juru sita, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan 2 (dua) minggu dan denda paling banak Rp.10.000.000,(sepuluh juta rupiah).
d. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Penjualan atas Barang Mewah, didalam Pasal
24 dan Pasal 25, yang berbunyi 35:
Pasal 24
Barang siapa karena kealpaannya:
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek
Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak;
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak, tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan tidak
benar, sehingga menimbulkan kerugian Negara, dipidana dengan
pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terutang.

Pasal 25
(1) Barang siapa dengan sengaja:
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan
Objek Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak;
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan
keterangan tidak benar;
c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain
yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;
d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau
dokumen lainnya;
e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampiakan keterangan
yang diperlukan;
Sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda
setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang.
35

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Penjualan atas Barang Mewah

Universitas Sumatera Utara

35

(2) Terhadap bukan Wajib Pajak yang bersangkutan yang melakukan
tindakan sebgaiamana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dan huruf
e, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun
atau denda setinggi-tingginya Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah)
(3) Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan
dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalanai sebagian atau seluruh pidana penjara atau sejak
dibayarnya denda.
e. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, didalam Pasal 174, Pasal 176 dan Pasal 177, yang
berbunyi36:
Pasal 174
(1)Wajib Pajak yang karena alpanya tidak menyampaikan SPTPD atau
mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah
dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar.
(2)Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD
atau mengisi tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah
dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pasal 176
Wajib Retribusi yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD
atau mengisi tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keungan Daerah
dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan
atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi
terutang yang tidak dibayar atau kurang dibayar
Pasal 177

36

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Universitas Sumatera Utara

36

(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah karena
kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal
sebagaimana dimaksu dalam Pasal 172 ayat (1) dan ayat (2)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah)
(2) Pejabat atau tenga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang
menyebabka tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana
dimaksu dalam Pasal 172 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda
plaing banyak Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang
kerahasiannya terlanggar.
(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) dan ayat
(2) sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentinga pribadi
atau bada selakuWajib Pakal atau Wajib Retribusi, karena itu
dijadikan tindak pidana pengaduan.
Selain melalui undang-undang dibidang perpajakan, sumber lain untuk
tindak pidana dibidang perpajakan terdapat dari rumusan-rumusan didalam KUHP
(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang memuat rumusan mengenai tindak
pidana seperti:
1. Pemerasan
Pemerasan (Afpersing) yang dilakukan oleh pejabat pajak diatur
didalam Pasal 421, Pasal 423, Pasal 425 KUHP. Selain dilakukan oleh
Pejabat pajak, pemerasan juga dapat dilakukan oleh Wajib Pajak itu
sendiri serta orang lain.37
2. Penyuapan
Yang diancam dengan pidana bukan hanya orang yang melakukan suap,
tetapi juga Pejabat Pajak yang menerima suap. Penyuapan dapat terjadi
apabila wajib pakal memberi uang atau menjanjikan sesuatu kepada
37

T.N.Syamsah, Op.Cit, Hal 23

Universitas Sumatera Utara

37

Pejabat pajak, supaya Pejabat pajak tidak melakukan pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak ataupun perusahaannya, dan pajak yang
ditetapkan kepada Wajib Pajak atau perusahaan lebih rendah daripada
yang semestinya 38. Ketentuan mengenai penyuapan ini diatur didalam
Pasal 209 ayat (1) dan ayat (2) KUHP, Pasal 418-419 KUHP.
3. Penggelapan
Penggelapan didalam KUHP diatur didalam Pasal 372-373 KUHP.
Penggelapan terhadap pajak dapat terjadi apabila Pemberi pekerjaan
yang telah memungut Pajak Penghasilan dari para pegawainya dengan
pemotongan gaji dari pegawai yang didasarkan oleh Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku, kemudian pemberi pekerjaan tadi
tidak menyetorkan jumlah pajak tersebut, tetapi malah menggunakan
uang pajak tersebut untuk kepentingan pribadi.39
4. Penipuan
Penipuan (bedrog) diatur dialam Pasal 378 KUHP. Dalam hal ini,
penipuan (bedrod) dilakukan oleh Pejabat Pajak, yang meminta
pembayaran uang dari Wajib Pajak, dengan janji bahwa pajaknya akan
dihapuskan, karena Pejabat Pajak merupakan yang berwenang
menetapkan pajak dari Wajib Pajak. Kemudian diketahui bahwa pejabat
tersebutbukan lah orang yang memiliki wewenang untuk menetapkan

38
39

Ibid, Hal.25
Ibid, Hal. 25

Universitas Sumatera Utara

38

pajak dari Wajib Pajak, dan pajak dari Wajib Pajak juga tidak
dihapuskan.40
5. Paksaan & Kekerasan
Paksaaan dan kekerasan diatur didalam Pasal 211-213 KUHP. Paksaan
dan kekerasan dapat terjadi apabila Pejabat Pajak yang sedang
memeriksa atau akan memeriksa pajak Wajib pajak mengalami
perlawanan oleh Wajib Pajak atau tidak diberi kesempatan untuk
memasuki runagan atau memeriksa pembukuan atau administrasi pajak
dari Wajib Pajak.41

40
41

Ibid, Hal.26
Ibid, Hal. 27

Universitas Sumatera Utara