Studi Total Productive Maintenance (TPM) pada Boiler untuk Mengatasi Kerusakan-Kerusakan Major dalam Mencapai Efisiensi Proses Produksi (Studi kasus pada PT.Socfindo Aek Loba)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

PENGERTIAN BOILER
Boiler/ketel uap merupakan bejana terbuat dari baja tertutup di mana panas

pembakaran dialirkan air sampai terbentuk uap atau steam berupa energi kerja.
Air adalah media yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu
proses. Uap atau steam pada tekanan dan suhu tertentu mempunyai nilai energi
yang kemudian digunakan untuk mengalirkan panas dalam bentuk energi kalor ke
suatu proses. Jika air di didihkan sampai menjadi uap, maka volumnya akan
meningkat sekitar 1600 kali, menghasilkan tenaga yang menyerupai bubuk mesiu
yang mudah meledak, sehingga sistem boiler merupakan peralatan yang harus
dikelola dan dijaga dengan sangat baik (nababan, 2012).

Gambar 2.1 Water Tube Boiler
Energi kalor yang dibangkitkan dalam sistem boiler memiliki nilai
tekanan, temperatur, dan laju aliran yang menentukan pemanfaatan steam yang
akan digunakan. Berdasarkan ketiga hal tersebut sistem boiler mengenal keadaan

tekanan-temperatur rendah (low pressure/LP), dan tekanan-temperatur tinggi
(high pressure/HP).
Namun, ada juga yang menggabungkan kedua sistem boiler tersebut, yang
memanfaatkan tekanan-temperatur tinggi untuk membangkitkan energi listrik,
kemudian sisa uap dari turbin dengan keadaan tekanan-temperatur rendah dapat
dimanfaatkan ke dalam proses industri. Sistem boiler terdiri dari sistem air
3
Universitas Sumatera Utara

umpan, sistem uap dan system bahan bakar. Sistem air umpan menyediakan air
untuk boiler secara otomatis sesuai dengan kebutuhan uap. Berbagai kran
disediakan untuk keperluan perawatan dan perbaikan dari sistem air umpan,
penanganan air umpan diperlukan sebagai bentuk pemeliharaan untuk mencegah
terjadi kerusakan dari sistem steam.
Sistem uap mengumpulkan dan mengontrol produksi uap dalam boiler.
Uap dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan
sistem, tekanan uap dipantau melalui manometer. Sistem bahan bakar adalah
semua perlatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk
menghasilkan panas yang dibutuhkan (Nababan, 2012).
2.2


BAGIAN-BAGIAN BOILER
Boiler pipa air (water tube boiler) terdiri dari:
1. Ruang Bakar (Furnace)
Terdiri dari 2 ruangan, yaitu:
a.

Ruang pertama, berfungsi sebagai ruang pembakaran, dimana panas
yang dihasilkan diterima langsung oleh pipa-pipa air yang berada di
dalam ruang dapur tersebut, yang terdiri dari pipa-pipa air dari drum
ke header samping kanan kiri (Batubara, 2014).

Gambar 2.2 Ruang Pertama
Sumber : Batubara, 2014.
b. Ruang kedua, merupakan ruang gas panas yang diterima dari hasil
pembakaran dalam ruang pertama. Dalam ruang ini sebagian besar
panas dari gas diterima oleh pipa-pipa air drum atas ke drum bawah
(Batubara, 2014).

4

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Ruang kedua
Sumber : Batubara, 2014.
2. Forced Draf Fan ( FD Fan)
Forced Draf Fan berfungsi untuk menghasilkan udara sekunder
(Secondary Air) yang akan dialirkan ke dalam boiler untuk mencampur
udara dan bahan bakar dan selanjutnya digunakan sebagai udara
pembakaran pada furnace boiler) (Batubara, 2014).

Gambar 2.4 Forced Draf Fan (FD Fan)
Sumber : PT.Socfindo Aek Loba

3. Drum Atas (Upper Drum)
Drum atas berfungsi sebagai tempat pembentukan uap yang dilengkapi
dengan

sekat-sekat

penahan


butiran-butiran

ait

untuk

memperkecil

kemungkinan air terbawa uap (Batubara, 2014).

5
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Drum Atas (Upper Drum)
Sumber : PT.Socfindo Aek Loba
4. Pipa Uap Pemanas Lanjut (Superheater Pipe)
Uap hasil penguapan di dalam drum atas untuk sebagian turbin
belum dapat dipergunakan, untuk itu harus dilakukan pemanasan uap lebih
lanjut melalui pipa superheater sehingga uap benar-benar kering dengan

suhu 260-280 0C . Superheater pipe ini dipasang di dalam ruang bakar
ketiga (fase tiga) (Batubara, 2014).

Gambar. 2.6 Pipa Uap Pemanas Lanjut (Superheater Pipe)
Sumber : Batubara, 2014.

5. Drum Bawah (Lower Drum)
Drum bawah berfungsi sebagai tempat pemanasan air ketel yang
didalamnya dipasang plat-plat pengumpul endapan lumpur untuk
memudahkan pembuangan keluar (blow down). Selain itu drum bawah ini
juga berfungsi sebagai tempat pengendapan kotoran-kotoran air dalam

6
Universitas Sumatera Utara

ketel, yang tidak menempel pada dinding-dinding ketel, melainkan terlarut
dan mengendap (Batubara, 2014).

Gambar 2.7 Drum Bawah (Lower Drum)
Sumber : PT.Socfindo Aek Loba

6. Pipa-Pipa Air (Header)
Pipa-pipa air ini berfungsi sebagai pipa penghubung antara pipa
furnace dengan drum atas dan drum bawah.
Pipa-pipa air ini terbagi dalam :


pipa furnace (pipa yang terdapat di dalam ruang bakar untuk menghasilkan
uap).



pipa air yang menghubungkan drum dengan header samping kanan.



pipa air yang menghubungkan drum atas dengan drum bawah (pipe
generating).




pipa air yang menghubungkan drum bawah dengan header belakang.

7. Penampung Abu (Ash Hopper)
Penampung abu berfungsi sebagai tempat abu yang terbawa gas
panas dari ruang pembakaran pertama, terbuang/jatuh didalam penampung
abu (Batubara, 2014).

7
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8 Penampung Abu (Ash Hopper)
Sumber : PT.Socfindo Aek Loba
8. Pembuangan Gas Bekas
Gas bekas dari ruang pembakaran

dihisap oleh blower IDF

(induced draft fan) melalui saringan abu (dust collector) kemudian
dibuang ke udara bebas melalui corong asap (chimney). Dapur pengatur
gas asap diatur terlebih dahulu sesuai kebutuhan sebelum IDF dinyalakan,

karena semakin besar damper dibuka maka akan semakin besar isapan
yang akan terjadi dari dalam tungku (Batubara, 2014).

Gambar 2.9 Pembuangan Gas bekas (Chimney)
Sumber : PT.Socfindo Aek Loba
9. Induced Draft Fan (IDF)
Induced Draft Fan (IDF) berfungsi untuk menghisap gas dan abu
sisa pembakaran pada boiler untuk selanjutnya dibuang melalui
Chimney (Batubara, 2014).

8
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.10 Induced Draft Fan
Sumber : PT.Socfindo Aek Lob
10. Dust Collector
Dust Collector berfungsi untuk menangkap atau mengumpulkan abu
yang berada pada aliran pembakaran hingga debu yang terikut dalam gas
buang. Keuntungan menggunakan alat ini adalah gas hasil pembakaran yang
dibuang ke udara bebas dari kandungan debu sebagai penyaring abu gas bekas

(Batubara, 2014).

Gambar 2.11 Dust Collector
Sumber : PT.Socfindo Aek Loba
2.3

DEFENISI TOTAL PRODUCTIVE MENTENANCE (TPM)
TPM sesuai dengan nama kepanjangannya yang terdiri atas tiga
buah suku kata, yaitu :
(1) Total

9
Universitas Sumatera Utara

Total berarti menyeluruh, yang menjelaskan bahwa aspek ini
melibatkan dari seluruh karyawan yang terdapat di dalam perusahaan,
mulai dari tingkat atas hingga karyawan tingkat bawah baik dalam
mengoperasi maupun dalam memelihara mesin ataupun peralatan.
(2) Productive
Productive merupakan upaya yang dilakukan supaya mesin

maupun peralatan tetap beroperasi secara produktif serta meminimaliskan
atau menghilangkan kerugian-kerugian yang terjadi diproduksi saat
pemeliharaan dilakukan.
(3) Maintenance
Maintenance Berarti memelihara serta menjaga mesin dan
peralatan secara mandiri yang dilakukan oleh operator produksi agar
kondisi mesin atau peralatan tersebut dalam keadaan prima dengan cara
menjaga kebersihan mesin dan melakukan pemeriksaan pelumasan
(Tarigan, 2014)
Total productive maintenance merupakan ide Nakajima (1988) yang
menekankan pada pengunaan dan keterlibatan sumber daya manusia dan sistem
Preventive Maintenance untuk memaksimalkan efektifitas peralatan dengan
melibatkan semua departemen dan fungsional organisasi.
TPM adalah hubungan kerja sama yang erat antara perawatan dan
organisasi produksi secara menyeluruh bertujuan untuk meningkatkan kualitas
produksi, mengurangi pemborosan ,mengurangi biaya produksi, meningkatkan
kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada
perusahaan manufaktur (Tarigan, 2014).
OEE juga merupakan cara efektif menganalisis efisiensi sebuah mesin atau
sebuah system permesinan terintegrasi. Bagaimanapun suatu perusahaan ingin

menginginkan peralatan produksinya dapat beroperasi 100% tanpa ada downtime,
dalam kenyataannya, hal ini tidak mungkin dapat dicapai. Menghitung OEE
merupakan salah satu komitmen untuk mengurangi kerugian-kerugian dalam
peralatan produksi. TPM terangkum di dalam delapan pillar yang dapat dilihat
pada gambar dibawah ini (Tarigan, 2014) :

10
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.12 Pilar-Pilar TPM
Dengan pengertian :
1. 5S : TPM dimulai dari 5S. Masalah tidak dapat dengan jelas terlihat ketika
tempat kerja tidak terorganisir. Membersihkan dan mengatur tempat kerja
membantu tim untuk mengungkap masalah. Membuat masalah terlihat
dengan langkah pertama dari perbaikan. Definisi dari 5S is SEIRI
(pembersihan), SEITON (pengelompokan), SEISO (membersihkan tempat
kerja), SEIKETSU

(penstandarisasian), SHITSUKE

(meningkatkan

kemampuan dan disiplin).
1) Seiri (cleaning up) : Pembersihan
Memisahkan benda yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan.
Membuang benda-benda yang tidak diperlukan. Hal ini merupakan
kegiatan klasifikasi barang yang terdapat ditempat kerja. Biasanya
tempat kerja dimuati dengan mesin yang tidak terpakai, cetakan , dan
peralatan , benda cacat, barang gagal, barang , barang dalam proses
material, persedian dan lain-lain.

2) Seiton (organizing) : Pengelompokan yang rapi
Menyusun dengan rapi dan mengenali benda untuk mempermudah
penggunaannya. Kata seiton berasal dari bahas jepang yang artinya
menyusus berbagai benda dengan cara yang menarik. Maksudnya dalam 5S ini berarti mengatur barang-barang sehingga setiap orang dapat

11
Universitas Sumatera Utara

menemukannya dengan mudah dan cepat. Untuk mencapai langkah ini,
pelat penunjuk digunakan untuk menetapkan nama tiap barang dan tempat
penyimpanan. Dengan kata lain menata semua barang yang ada setelah
ringkas, dengan pola teratur dan tertib.
3) Seiso (cleaning) : Membersihkan peralatan dan tempat kerja
Menjaga kondisi mesin yang siap pakai dan keadaan bersih. Selalu
membersihkan, menjaga kerapian dan kebersihan. Ini adalah proses
pembersihan dasar dimana disuatu daerah dalam keadaan bersih.
Meskipun pembersihan besar-besaran dilakukan oleh pihak perusahaan
beberapa kali dalam setahun. Aktivitas itu cendrung mengurangi
kerusakan mesin yang diakubatkan oleh tumpahan minyak, abu dan
sampah. Untuk itu bersihkan semua mesin, peralatan dan tempat kerja,
mengilangkan noda, dan limbah serta menanggulangi sumber limbah.
4). Seikatsu (standarizing) : Penstandarisasian
Memperluas konsep kebersihan pada diri sendiri terus-menerus
memperaktekkan tiga langkah sebelumnya. Membuat standarisasi
pemeliharaan di tempat kerja seperti membuat standar pelumasan,
standar pengecekan ataupun inspeksi mesin dan membuat standar
pencapaian
5) Shitsuke (training and discipline) : Meningkatkan skil dan moral
Shitsuke merupakan sifat 5-S yang menitik beratkan pelatihan dan
pendisiplinan dengan pendidikan yang dilakukan sebelum memulai
dunia kerja, pelatihan, pengarahan serta diklat yang umumnya
diberlakukan sesuai dengan standar organisasi ataupun perusahaan
(Oktaria, 2011).

2. Autonomous Maintenance : pilar ini diarahkan untuk mengembangkan
operator supaya dapat mengurus tugas pemeliharaan-pemeliharaan kecil,
sehingga tidak selalu tergantung kepada para maintenance terampil
sehingga waktu tidak terbuang banyak dan hal ini menjadi nilai tambah
kegiatan dan perbaikan teknis. Operator bertanggung jawab untuk

12
Universitas Sumatera Utara

memeliharaan peralatan mereka dengan tujuan mencegah peralatan
memburuk (Tarigan, 2015).
3. KOBETSU

KAIZEN (Continuous Improvement) : “Kai”

berarti

mengubah, dan :”Zen” adalah baik (untuk mendapatkan lebih baik). Pada
dasarnya kaizen adalah penambahan-penambahan kecil yang mengarah
perbaikan, yang dilakukan secara terus menerus dan melibatkan seluruh
staf dan karyawan perusahaan. Kaizen bertolak belakang dengan inovasiinovasi besar. Kaizen tidak memerlukan banyak investasi. Pilar ini
bertujuan mengurangi kerugian yang mempengaruhi efisiensi pada pabrik.
Jika diterapkan secara detail serta melalui prosedur dapat menghilangkan
kerugian metode sistematis saat menggunakan peralatan Kaizen. Aktivitas
ini tidak hanya dibatasi pada area produksi, hal ini juga baik jika
diterapkan pada bagian administrasi (Tarigan, 2015).
4. Planned Maintenance : merupakan pekerjaan yang telah di jadwalkan
untuk melakukan perbaikan ataupun penggantian komponen sebelum
peralatan tersebut rusak. Secara teoritis, jika pemeliharaan terencana
meningkat maka pemeliharaan tak terencana atau breakdown akan
mengalami

penurunan,

sehingga

total

biaya

pemeliharaan

yang

dikeluarkan akan menurun (Oktaria, 2011).
5. Quality Maintenance : ini bertujuan untuk memuaskan konsumen melalui
tingginya kualitas tanpa cacat manufaktur. Fokus menghilangkan cara
sistematis yang tidak sesuai serta banyak fokus kepada perubahan.
Meningkatkan

pengertian

mengenai

bagian-bagian

mesin

yang

mempengaruhi kualitas produk dan mulai konsen menghilangkan kualitas
yang buruk, dan menyingkirkan keraguan mengenai kualitas serta
menyingkirkan potensi keraguan tersebut (Tarigan, 2015).
6. Education & Training : tujuannya meningkatkan kemampuan-kemampuan
para pekerja yang bermoral tinggi dan yang menyukai pekerjaannya juga
membentuk

kebutuhan

seluruh

fungsitalitas

dengan

efektif

dan

independen. Pendidikan diberikan kepada operator untuk menambah
kemampuannya (Tarigan, 2015).

13
Universitas Sumatera Utara

7. Office TPM : Office TPM harus dimulai setelah mengaktifkan empat pillar
TPM lainnya seperti Autonomous Maintenance (AM), Countinous
Improvement (CI), Planned Maintenance (PM), dan Quality Maintenance
(QM). Office TPM harus dijalankan untuk meningkatkan produktivitas,
efisiensi fungsi administrasi, dan mengidentifikasi serta menghilangkan
kerugian. Termasuk proses analisis dan prosedur-prosedur yang secara
otomatis meningkatkan kantor. Office TPM menggambarkan dua belas
kerugian besar, diantaranya :
a.

Kerugian pada bagian prosedur, akuntan, pemasaran, penjualanpenjualan.

b.

Kerugian komunikasi.

c.

Kerugian saat mesin mengalami perhentian mendadak.

d.

Kerugian saat penyetelan mesin.

e.

Kerugian akurasi mesin

f.

Peralatan rusan

g.

Kerugian start up

h.

Membuang waktu.

i.

Ketidak ketersediaan.

8. Safety, Hygiene and Environment Control : fokusnya bagian ini adalah
membentuk lapangan kerja yang aman di daerah sekitar sehingga tidak
rusak akibat proses dan prosedur. Pilar ini akan saling membutuhan antar
yang satu dengan yang lain secara teratur. Kesatuan dari pillar-pilar ini
merupakan gabungan representif para pekerja yang sama baik dari sebuah
perusahaan (Tarigan, 2015).
2.4

KEUNTUNGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)
Apabila TPM berhasil diterapkan, maka keuntungan- keuntungan yang

akan diperoleh perusahaan sebagai berikut :
1. Untuk Operator Produksi
a. Lingkungan kerja yang lebih bersih, rapi dan aman sehingga dapat
meningkatkan efektifitas kerja operator.
b. Kerusakan ringan dari mesin dapat langsung diselesaikan oleh
operator.
14
Universitas Sumatera Utara

c. Efektivitas mesin itu sendiri dapat ditingkatkan.
d. Kesempatan operator untuk menambah keahlian dan pengetahuan
serta melakukan perbaikan dan metode kerja yang lebih baik dan
efisien.
2. Untuk Departemen Pemeliharaaan
a. Mesin, peralatan, dan lingkungan kerja selalu bersih dalam kondisi
yang baik.
b. Frekuensi dan jumlah pemeliharaan darurat semankin berkurang,
departemen pemeliharaan hanya mengerjakan pekerjaan yang
membutuhkan keahlian khusus saja.
c. Waktu untuk melakukan perawatan lebih banyak dan mempunyai
kesempatan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan.
Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya sumber
daya yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output, efisiensi
merupakan karakteristik proses mengukur perpormasi aktual dari sumber daya
yang relative terhadap standar yang digunakan, ditetapkan (Hasriyono, 2009).
Sedangkan efektifitas merupakan karasteristik lain dari proses mengukur
derajat penyampaian output dari sistem produksi, efektifitas diukur dari rasio
aktual output terhadap output yang direncanakan. Dalam era persaingan bebas saat
ini pengukuran sistem produksi yang hanya mengacu pada kualitas output semata
akan dapat menyesatkan, karena pengukuran ini tidak memperhatikan
karakteristik utama dari proses (Hasriyono, 2009).
2.5

Jenis-jenis Maintenance
1. Pemeliharaan Terencana
Pemeliharaan terencana merupakan pekerjaan yang telah di jadwalkan
untuk melakukan perbaikan ataupun penggantian komponen sebelum
peralatan tersebut rusak. Secara teoritis, jika pemeliharaan terencana
meningkat maka pemeliharaan tak terencana atau breakdown akan
mengalami

penurunan,

sehingga

total

biaya

pemeliharaan

yang

dikeluarkan akan menurun (Oktaria, 2011).


Pengurangan pemeliharaan darurat, ini tidak diragukan lagi merupakan
alasan utama untuk merencanakan pekerjaan pemeliharaan.
15
Universitas Sumatera Utara



Pengurangan

waktu

standby,

hal

ini

tidaklah

sama

dengan

pengurangan waktu reparasi pemeliharaan darurat waktu yang
digunakan untuk pembelian suku cadang, baik dibeli dari luar maupun
dari lokal, mengakibatkan waktu nganggur alat tersebut meskipun
pekerjaan darurat tersebut misalnya hanya memasang bagian mesin
yang tidak lama.


Menaikkan ketersediaan (availability) untuk produksi, hal ini erat
hubungannya dengan pengurangan waktu standby pada mesin atau
pelayanan.



Meningkatkan penggunaan tenaga kerja untuk pemeliharaan dan
produksi.



Pengurangan penggantian suku cadang.

2. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Preventive maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan pada
selang waktu yang ditentukan sebelumnya, atau terhadap kriteria lain yang
diuraikan dan dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan bagianbagian lain tidak memenuhi kondisi yang bisa diterima.
Ruang lingkup pekerjaan perawatan termasuk inspeksi, perbaikan
kecil, pelumasan, dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin
selama beroperasi terhindar dari kerusakan. Secara umum tujuan dan
preventive maintenance.adalah (Oktaria, 2011) :
a. Meminimumkan downtime serta meningkatkan efektifitas
mesin/peralatan dan menjaga agar mesin dapat berfungsi tanpa
ada gangguan.
b. Meningkatkan efisiensi dan umur ekonomis mesin/peralatan.
3.

Pemeliharaan perbaikan (Corrective Maintenance)
Pemeliharaan perbaikan adalah semua aktivitas yang berkaitan

dengan pembersihan dan aktivitas rutin yang dilakukan oleh operator
mesin.

Dengan

adanya

keterlibatan

operator

mesin

terhadap

pemeliharaan dalam mengerjakan tugas tiap harian ini (Harisyono,
2009).
4.

Pemeliharaan yang telah diprediksi (Predictive Maintenance)

16
Universitas Sumatera Utara

Predictive maintenance adalah tindakan - tindakan maintenance
yang dilakukan pada tanggal yang ditetapkan berdasarkan prediksi hasil
analisa dan evaluasi data operasi yang diambil untuk melakukan
predictive maintenance itu dapat berupa data getaran, temperature,
vibrasi, flow rate, dan lain-lainnya. Perencanaan predictive maintenance
dapat dilakukan berdasarkan data dari operator di lapangan yang
diajukan melalui work order ke department maintenance untuk
dilakukan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikan perusahaan
(Wati, 2009).
5.

Pemeliharaan tak terencana (Unplanned Maintenance)
Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown/emergency

maintenance.
darurat)

Breakdown/emergency

adalah

tindakan

maintenance

maintenance

yang

(pemeliharaan

dilakukan

pada

mesin/peralatan yang masih dapat beroperasi, sampai mesin/peralatan
tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi. Melalui bentuk
pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, diharapkan penerapan
pemeliharaan

tersebut

akan

dapat

memperpanjang

umur

dari

mesin/peralatan, dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan (Tarigan,
2014).
6.

Pemeliharaan mandiri (Autonomous Maintenance)
Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan

suatu kegiatan untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efesiensi
mesin/peralatan melalui kegiatan yang dilaksanakan oleh operator
untuk memelihara mesin/peralatan yang mereka tangani sendiri.
Prinsip-prinsip yang terdapat pada 5S, merupakan prinsip yang
mendasari kegiatan pemeliharaan mandiri (Tarigan, 2014).
2.6

ENAM KERUGIAN UTAMA (SIX BIG LOSSES)
Tujuan dari perhitungan six big losses ini adalah untuk mengetahui nilai

efektivitas keseluruhan OEE (overall equipment effectiveness). Dari nilai OEE ini
dapat diambil langkah-langkah untuk memperbaiki atau mempertahankan nilai
tersebut. Keenam kerugian tersebut dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu
(Hasriyono, 2009) :
17
Universitas Sumatera Utara

Downtime Losses

1.

Downtime adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan
proses produksi akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin mengakibatkan
mesin tidak dapat melaksanakan proses produksi sebagaimana mestinya.
Equipment Failures dan Setup Adjusment adalah yang termasuk dalam Downtime
Losses.


Equipment Failures
Equipment Failures yaitu kerusakan mesin/peralatan yang tiba-tiba dan

mengakibatkan kerugian, karena kerusakan mesin akan menyebabkan mesin tidak
beroperasi menghasilkan output (Hasriyono, 2009).
quipment ailure oss


otal rakdown ime
x
oading ime

Setup and Adjustment
Setup and Adjustment adalah semua waktu set-up termasuk waktu

penyesuaian dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan pengganti
satu jenis produk berikutnya untuk proses produksi selanjutnya. Untuk
mengetahui Setup and Adjustment digunakan rumus (Hasriyono, 2009).
otal setup and a justement ime
x
oading ime

etup and adjustment loss

2.

Speed Losses



Idling and Minor Stoppage
Idling and Minor Stoppage Losses muncul jika faktor eksternal

mengakibatkan mesin/peralatan berhenti berulang-ulang atau mesin peralatan
tidak menghasilkan produk seperti kemacetan mesin (Hasriyono, 2009).
dling and


inor stoppage

on roductive ime
x
oading ime

Reduced Speed Losses
Reduced Speed Losses adalah selisih antara waktu kecepatan produksi

aktual dengan kecepatan produksi mesin yang ideal (Hasriyono, 2009).

18
Universitas Sumatera Utara

peration ime ( deal ycle ime x otal roduct process)
x
oading ime

educed peed osses

3.

Defect Losses
Defect Losses adalah mesin tidak menghasilkan produk yang sesuai

dengan spesifikasi dan standar kualitas produk yang telah ditentukan oleh
perusahaan. Faktor yang dikategorikan ke dalam Defect Losses adalah Rework
Loss dan Yield/Scrap Loss (Hasriyono, 2009).


Rework Loss
Rework Loss yaitu kerugian yang disebabkan karena adanya produk cacat

maupun kerja produk diproses ulang (Hasriyono, 2009).
deal ycle ime x ework
x
oading ime

ework oss


Yield/Scrap Losses
Yield/Scrap Losses disebabkan oleh material yang tidak terpakai atau

sampah bahan baku (Hasriyono, 2009).
crap osses

2.7

deal cycle ime x crap
x
oading ime

OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)
Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan metode yang

digunakan sebagai alat ukur dalam penerapan program TPM guna menjaga
peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses peralatan.
Pengukuran OEE ini didasarkan pada pengukuran tiga rasio utama, yaitu:
1.

Penentuan Availability Ratio
Availability merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi

Downtime peralatan, terhadap loading time. Rumus yang digunakan adalah
(Hasriyono, 2009) :
vailability

2.

peration ime
x
loading ime

Penentuan Performance Efficiency

19
Universitas Sumatera Utara

Performance effieciency merupakan hasil perkalian dari operating speed
rate dan net operating speed, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan
dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk
melakukan proses produksi. Rumus yang digunakan adalah (Hasriyono, 2009) :
erformance ffieciency

3.

rocessed mount x heoretical cycle ime
x
p ration imes

Penentuan Rate Of Quality Product
Rate of quality product merupakan suatu rasio yang menggambarkan

kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar
perusahaan. Rumus yang digunakan adalah (Hasriyono, 2009) :

ate f uality roducts

2.8

rocessed mount efect mount
rocessed mount

DIAGRAM PARETO
Diagram Pareto diperkenalkan oleh Alfredo Pareto (1848 – 1923).

Diagram Pareto ini merupakan diagram yang mengurutkan klasifikasi data dari
kiri ke kanan menurut tingkatan tertinggi hingga ke tingkatan terendah.
Diagramini digunakan untuk membantu menemukan permasalahan yang paling
pentinguntuk masalah yang segera diselesaikan. Diagram ini akan digunakan pada
bab IV (Tarigan, 2014).
Dikutip dari (Tarigan, 2014) menurut Dr. Vincent Gaspersz (2001:46),
bahwa diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Pada dasarnya diagram Pareto dapat
dipergunakan sebagai alat interpretasi untuk :
1. Menetukan ferekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari maslah yang ada.

20
Universitas Sumatera Utara

2. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu
dalam bentuk yang signifikan.
Dikutip dari (Tarigan, 2014) menurut Munro-Faure at al (1992 : 254),
bahwa analisis Pareto dirancang untuk membantu menandai penyebab masalah
utama dengan demikian memungkinkan untuk memusatkan perhatian pada
menghilangkan penyebabpenyebab utama ini dan mempunyai dampak yang
berarti atas pemecahan masalah. Sumbangan yang diberikan oleh setiap penyebab
kepada masalah secarah keseluruhan dapat dianalisi dengan menggunankan suatu
keragamana penilaian-penilaian yang umum termasuk :
1.

Frekuensi terjadinya.

2.

Lamanya waktu berhenti (downtime)

3.

Biaya ketidakpuasan ukuran ketidakpuasan pelanggan.

4.

Jumlah cacat.

Adapun bentuk Diagram Pareto dapat dilihat pada gambar 2.14. dibawah
ini :

Gambar 2.13 Diagram Pareto
2.9.

DIAGRAM SEBAB AKIBAT

21
Universitas Sumatera Utara

Diagram ini berguna untuk menganalis dan menemukan faktor–faktor
yang berpengaruh secara signifikan terhadap penentuan karakteristik kualitas
output kerja. Diagram sebab akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang
memungkinkan analisis yang lebih terperinci untuk menemukan penyebab suatu
masalah, ketidaksesuaian dan kesenjangan yang ada. Diagram sebab akibat dapat
digunakan apabila pertemuan diskusi dengan menggunakan brainstorming untuk
mengidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi, diperlukan analisis

lebih

terperinci dari suatu masalah dan terdapat kesulitan untuk memaksimalkan
penyebab dan akibat. Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadi penyimpangan
kualitas hasil kerja ada 5 faktor penyebab untuk signifikan yang perlu
diperhatikan yaitu (Tarigan, 2014) :
1.

Manusia (people)

2.

Metode (manajemen))

3.

Mesin (enginering)

4.

Bahan baku (equipment)

5.

Lingkungan kerja (environment)
Enginering

Equipment

People

Problem

Environment

Manajemen

Gambar. 2.14 Diagram Sebab Akibat.

22
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Untuk Peningkatan Efisiensi Produksi Pada Pabrik RSS PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Batang Serangan.

1 52 148

Studi Aplikasi Total Productive Maintenance Untuk Peningkatan Efisiensi Produksi Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness Di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas

1 37 117

Penerapan Total Productive Maintenance Untuk Peningkatan Efisiensi Produksi Dengan Meggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness DI PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para

2 46 124

Studi Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Untuk Peningkatan Efisiensi Produksi di PT. Sinar Sosro

11 118 155

Studi Total Productive Maintenance (TPM) pada Boiler untuk Mengatasi Kerusakan-Kerusakan Major dalam Mencapai Efisiensi Proses Produksi (Studi kasus pada PT.Socfindo Aek Loba)

19 73 84

Studi Total Productive Maintenance (TPM) pada Boiler untuk Mengatasi Kerusakan-Kerusakan Major dalam Mencapai Efisiensi Proses Produksi (Studi kasus pada PT.Socfindo Aek Loba)

0 0 18

Studi Total Productive Maintenance (TPM) pada Boiler untuk Mengatasi Kerusakan-Kerusakan Major dalam Mencapai Efisiensi Proses Produksi (Studi kasus pada PT.Socfindo Aek Loba)

0 0 2

Studi Total Productive Maintenance (TPM) pada Boiler untuk Mengatasi Kerusakan-Kerusakan Major dalam Mencapai Efisiensi Proses Produksi (Studi kasus pada PT.Socfindo Aek Loba)

1 3 2

Studi Total Productive Maintenance (TPM) pada Boiler untuk Mengatasi Kerusakan-Kerusakan Major dalam Mencapai Efisiensi Proses Produksi (Studi kasus pada PT.Socfindo Aek Loba)

5 17 1

Studi Total Productive Maintenance (TPM) pada Boiler untuk Mengatasi Kerusakan-Kerusakan Major dalam Mencapai Efisiensi Proses Produksi (Studi kasus pada PT.Socfindo Aek Loba)

0 0 13