Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Organik di Tanah yang Terkena Abu Vulkanik Sinabung

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Tanaman

bawang

merah

diklasifikasikan

sebagai

berikut

divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo
liliales, famili liliaceae, genus Allium, dan spesies : Allium ascalonicum L.
(Steenis, 2003).
Bentuk biji bawang merah (A. ascalonicum) adalah bulat, gepeng, keriput,
dan warnanya hitam (Putrasamedja dan Suwandi, 1996).
Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya
antara 30-90 cm, dan di ujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun

melingkar (bulat) seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas
5-6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau
keCrok Kuning-Crok Kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga
(Sudirja, 2007).
Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berbentuk bulat mirip pipa,
berlubang, memiliki panjang 15 - 40 cm, dan meruncing pada bagian ujung. Daun
berwarna hijau tua atau hijau muda. Setelah tua, daun menguning, tidak lagi
setegak daun yang masih muda dan akhirnya mengering dimulai dari bagian ujung
tanaman (Suparman, 2010).
Memiliki batang sejati atau disebut “discus” yang bentuknya seperti
cakram tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata tunas
(titik tumbuh). Di bagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari
pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah
bentuk dan fungsinya, menjadi umbi lapis (Sudirja, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Umbi bawang merah merupakan umbi ganda ini terdapat lapisan tipis yang
tampak jelas, dan umbi-umbinya tampak jelas juga sebagai benjolan ke kanan dan
ke kiri, dan mirip siung bawang putih. Lapisan pembungkus siung umbi bawang

merah tidak banyak, hanya sekitar 2 sampai 3 lapis, dan tipis yang mudah kering.
Sedangkan lapisan dari setiap umbi berukuran lebih banyak dan tebal. Maka besar
kecilnya siung bawang merah tergantung oleh banyak dan tebalnya lapisan
pembungkus umbi (Suparman, 2010).
Tanaman mempunyai akar serabut dengan daun berbentuk silinder
berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang
yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis
(Hervani et al., 2008).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman bawang merah lebih optimum tumbuh di daerah beriklim kering.
Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang
tinggi serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari yang
maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25 – 32 °C dan kelembaban
nisbi 50 - 70% (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Maka dari itu, waktu tanam yang baik adalah musim kemarau dengan
ketersediaan air pengairan yang cukup, yaitu pada bulan April/Mei setelah panen
padi dan pada bulan Juli/Agustus. Penanaman di musim kemarau tersebut
biasanya dilaksanakan pada lahan bekas padi sawah atau tebu, sedangkan
penanaman


di

musim

hujan

dilakukan

pada

lahan

tegalan

(Sutarya dan Grubben, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Tanaman bawang merah cocok tumbuh di dataran rendah sampai tinggi

(0–1000 m dpl), dengan ketinggian optimum untuk pertumbuhan dan
perkembangan bawang merah adalah 0–450 m dpl. Tanaman ini peka terhadap
curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut, juga
memerlukan penyinaran cahaya matahari maksimal (minimal 70% penyinaran)
dengan suhu udara 25-32 oC, dan kelembaban nisbi 50-70% (Litbang, 2013).
Tanah
Bawang merah dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah dengan pH
lebih dari 5,6 dan menyukai jenis tanah lempung berpasir. Bawang merah
membutuhkan banyak air tetapi kondisi yang basah menyebabkan penyakit busuk
(Siemonsma and Pileuk, 1994).
Jenis tanah yang cocok untuk tanaman bawang merah yaitu tanah aluvial
atau kombinasinya dengan tanah Glei-Humus atau Latosol. Ciri-ciri tanah yang
baik antara lain berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, drainase/aerasi baik,
mengandung bahan organik yang cukup dan reaksi tanah tidak masam dengan pH
5,6 – 6,5 (Sutarya dan Grubben, 1995).
Varietas Tanaman Bawang Merah
Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh
setiap sifat (morfologi, fisiologi, sitologi, kimia, dll) yang nyata untuk usaha
pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat
dibedakan dari lainnya (Harefa, 2011).

Perbedaan susunan genetik ini merupakan faktor penyebab keragaman
penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase
pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang

Universitas Sumatera Utara

mencakup

berbagai

bentuk

dan

fungsi

tanaman

yang


menghasilkan

keanekaragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat
susunan dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan berasal dari jenis
yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).
Ada beberapa varietas atau kultivar yang berasal dari daerah-daerah
tertentu, seperti Sumenep, Bima, Lampung, Maja dan sebagainya, yang satu sama
lain memiliki perbedaan yang jelas. Sementara itu, Balai Penelitian Tanaman
Sayuran Lembang (BALITSA) telah melepas beberapa varietas bawang merah,
yaitu Crok Kuning, Kramat 1 dan Kramat 2 (Sumarni dan Hidayat, 2005). .
Varietas Bima berasal dari daerah lokal Brebes. Umur tanaman 60 hari
setelah tanam. Tanaman berbunga pada umur 50 hari. Bentuk umbi lonjong
bercincin kecil pada leher cakram. Warna umbi merah muda. Produksi umbi 9,9
ton/ha. Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis allii) dan peka
terhadap penyakit busuk ujung daun (Phytopthora porri).
Varietas Crok Kuning telah lama dibudidayakan petani di daerah Brebes,
Jawa Tengah sebagai varietas lokal setempat. Umur tanaman mulai saat tanam
sampai panen berkisar antara 56-66 hari. Jumlah anakan setiap rumpun berkisar
antara


7-12 anakan. Produksi umbi berkisar antara 14,4-20,1 ton/ha. Umbi

berwarna merah gelap. Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (B. alii) tetapi
peka terhadap penyakit bercak ungu (Alternaria porrii) maupun antraknose
(Colletotrichum sp.). Kultivar ini baik untuk diusahakan di dataran rendah sampai
dataran medium pada musim kemarau.
Varietas Medan berasal dari lokal Samosir. Umur sampai panen adalah
70 hari. Jumlah anakan berkisar antara 6-12 umbi. Bentuk daun berbentuk

Universitas Sumatera Utara

silindris berlubang. Umbi berbentuk bulat dengan ujung meruncing. Warna umbi
merah, produksi umbi kering 7,4 ton per hektar. Cukup tahan terhadap penyakit
busuk umbi (B. alli). Peka terhadap penyakit busuk daun (P. porri). Varietas ini
baik untuk dataran rendah dan dataran tinggi (Putrasamedja dan Suwandi, 1996).
Perbedaan produktivitas dari setiap varietas/kultivar ini tidak hanya
bergantung pada sifatnya, namun juga banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi
daerah, iklim, pemupukan, pengairan dan tanah merupakan faktor penentu dalam
produktivitas maupun kualitas umbi bawang merah. Kualitas umbi bawang merah
ditentukan oleh beberapa faktor, seperti warna, kepadatan, rasa, aroma, dan

bentuk. Bawang merah yang warnanya merah, umbinya padat, rasanya pedas,
aromanya wangi jika digoreng dan bentuknya lonjong lebih menarik dan disukai
oleh konsumen (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Abu Vulkanik
Abu Vulkanik terdiri dari partikel-partikel batuan vulkanik terfragmentasi.
Abu vulkanik sering panas sangat dekat dengan gunung berapi tetapi dingin ketika
jatuh pada jarak tertentu. Hal ini terbentuk selama ledakan gunung berapi, dari
longsoran panas batuan yang mengalir menuruni sisi gunung berapi, atau dari
merah-panas cair lava semprot. Abu bervariasi dalam penampilan tergantung pada
jenis gunung berapi dan bentuk letusan (Sinuhaji, 2011).
Adanya abu dan pasir vulkanik, yang masih segar ini, akan melapisi
permukaan tanah sehingga tanah mengalami proses peremajaan (rejuvinate soils).
Abu yang menutupi lapisan atas tanah lambat laun akan melapuk dan dimulai
proses pembentukan (genesis) tanah yang baru. Abu vulkanik yang terdeposisi di
atas permukaan tanah mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan

Universitas Sumatera Utara

asam-asam organik yang terdapat di dalam tanah. Akan tetapi, proses pelapukan
ini memakan waktu yang sangat lama. Hasil pelapukan lanjut dari abu vulkanik

mengakibatkan terjadinya penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di
dalam tanah hampir 50% dari keadaan sebelumnya (Fiantis, 2006).
Menurut Sudaryo dan Sucipto (2009) karakteristik abu vulkanik yang
terdapat pada Gunung Merapi memiliki kandungan P dalam abu volkan berkisar
antara rendah sampai tinggi (8-232 ppm P2O5). KTK (1,77-7,10 me/100 g) dan
kandungan Mg (0,13-2,40 me/100g), yang tergolong rendah, namun kadar Ca
cukup tinggi (2,13-15,47 me/’100 g). Sulfur (2-160 ppm), kandungan logam berat
Fe (13-57 ppm), Mn (1.5-6,8 ppm), Pb (0,1- 0,5 ppm) dan Cd cukup
rendah (0,01- 0,03 ppm).
pH abu vulkanik rendah yaitu 4,3 dengan kriteria sangat masam. Secara
tidak langsung keadaan ini akan mempengaruhi keberadaan fosfor dalam tanah.
Sementara itu fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah yang besar
(hara makro). Jumlah fosfor dalam tanah lebih kecil dibandingkan dengan
nitrogen dan kalium. Tetapi, fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of
life). Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4) dan
ion ortofosfat sekunder (HPO4=). Dalam hal ini mikrobia memegang peranan
penting di dalam proses transformasi posfat organik ke bentuk fosfat anorganik.
Posfor memegang peranan penting pada nutrisi tanaman tetapi konsentrasinya di
larutan tanah hanya berkisar 100-400 gr P/Ha (Wild, 1988).
Pupuk Organik

Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang penting bagi
ekositem tanah, dimana bahan organik merupakan sumber dan pengikat hara dan

Universitas Sumatera Utara

sebagai substrat bagi mikroba tanah. Aktivitas mikroorganisme dan fauna tanah
dapat membantu terjadinya agregasi tanah. Pelapukan oleh asam-asam organik
dapat memperbaiki lingkungan pertumbuhan tanaman terutama pada tanah
masam. Selain itu, hasil mineralisasi bahan organik dapat meningkatkan
ketersediaan

hara

tanah

dan

nilai

tukar


kation

(Kumolontang, 2008).
Ada beberapa jenis pupuk organik yaitu pupuk kandang dan pupuk
kompos. Pupuk kandang bisa berasal dari kotoran sapi dan kotoran ayam yang
telah terdekomposisi sempurna. Kandungan unsur hara yang terkandung di dalam
pupuk kandang sangat tergantung pada jenis hewan, kondisi pemeliharaan, lama
atau barunya kotoran dan tempat pemeliharaannya. Dosis yang dianjurkan
berkisar antara 10 – 20 ton/ha (Purwa, 2007).
Pupuk kandang sebagai sumber dari unsur hara makro maupun mikro yang
berada dalam keadaan seimbang. Unsur makro seperti N, P, K, Ca dan lain-lain
sangat penting untuk pertum-buhan dan perkembangan tanaman. Unsur mikro
yang tidak terdapat dalam pupuk lain, tersedia dalam pupuk kandang seperti Mn,
Co, dan lain-lain (Jumini et al., 2010).
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Pertumbuhan produksi kelapa sawit yang semakin meningkat sejalan
dengan jumlah limbah yang dihasilkan. Upaya untuk mengatasi ha l tersebut,
Pusat Penelitian Kelapa sawit (PPKS) melakukan teknologi pengomposan dengan
memanfaatkan hasil limbah pabrik menjadi kompos yang memiliki nilai ekologi
dan ekonomi yang tinggi. Bahan yang diperlukan untuk produksi kompos tersebut
adalah Limbah TKKS dan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS). Contoh

Universitas Sumatera Utara

gambaran, apabila sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton/jam akan
menghasilkan LCPKS 360 m3/hari dan TKKS 138 m3/hari sehingga hasil
perpaduan kedua limbah tersebut akan diolah menghasilkan kompos TKKS
sebesar 70 ton/hari. Limbah sebanyak ini semuanya dapat diolah menjadi kompos
hingga tidak menimbulkan masalah pencemaran, sekaligus mengurangi biaya
pengolahan limbah yang cukup besar (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2008).
Salah satu potensi TKKS yang cukup besar adalah sebagai bahan
pembenah tanah dan sumber hara bagi tanaman. Potensi ini didasarkan pada
materinya merupakan bahan organik dengan kandungan hara yang cukup tinggi.
Tandan kosong kelapa sawit mengandung 42,8% C, 2,90% K2O, 0,80% N, 0,22%
P2O5, 0,30% MgO dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu, dan
51 ppm Zn (Buana et al., 2003).
TKKS merupakan sisa tandan buah segar (TBS) yang telah dirontokan
buahnya setelah dipanen dalam proses pengolahan dipabrik kelapa sawit.
Banyaknya tandan kosong adalah 27% dari produksi tandan buah segar dan bila
dibakar akan diperoleh abunya sebanyak 1.65% dari berat tandan kosong. Selain
itu TKKS mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan berpotensi untuk dijadikan
sebagai pupuk organik. Hasil analisis kimianya adalah 34% C, 0,8% P2O5,
5,0% K2O, 1,7% CaO, 4,0% MgO dan 275 ppm Mn serta dengan nilai C/N rasio
yang tinggi yaitu 43, sehingga sulit di dekomposisi oleh mikroba. TKKS
mengandung selulosa 45, 95%, hemiselulosa 22,84% dan lignin 22,60%.
Tingginya kandungan lignin dan selulosa dalam TKKS menyebabkan bahan
tersebut sulit mengalami proses dekompsisi (Kasli, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil penelitian Simanjuntak (2011), dosis kompos TKKS sebanyak
20 ton/ha memberikan pengaruh yang terbaik terhadap jumlah daun, jumlah siung,
dan diameter umbi.
Arang Sekam
Arang sekam merupakan media tanam yang porous dan memiliki
kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi
gembur. Kelemahan penggunaan arang sekam adalah mudah hancur dan harus
rajin melakukan penggantian media tanam. Arang sekam disarankan sebagai
bahan campuran media, tetapi digunakan sekitar 25% saja, karena dalam jumlah
banyak akan mengurangi kemampuan media dalam menyerap air (Rianti, 2009).
Arang sekam mengandung SiO2 (52%), C (31%), K (0.3%), N (0,18%),
F (0,08%), dan kalsium (0,14%). Selain itu juga mengandung unsur lain seperti
Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO dan Cu dalam jumlah yang kecil serta beberapa
jenis bahan organik. Kandungan silikat yang tinggi dapat menguntungkan bagi
tanaman karena menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit akibat adanya
pengerasan jaringan. Sekam bakar juga digunakan untuk menambah kadar Kalium
dalam tanah. pH arang sekam antara 8.5-9. pH yang tinggi ini dapat digunakan
untuk meningkatkan pH tanah asam. PH tersebut memiliki keuntungan karena
dibenci gulma dan bakteri. Peletakan sekam bakar pada bagian bawah dan atas
media tanam dapat mencegah populasi bakteri dan gulma yang merugikan
(Septiani, 2012). Menurut Sinaga (2010), arang sekam padi meningkatkan pH
tanah, sehingga meningkatkan P tersedia, dan kapasitas menahan air tanah
ditingkatkan. Pemberian arang sekam padi dengan dosis 10 ton per hektar tanpa

Universitas Sumatera Utara

pupuk memberikan hasil yang lebih baik dalam percobaan tanaman kedelai dan
pertumbuhan jagung.
Hasil penelitian Bahri (2012) menunjukkan bahwa penambahan arang
sekam hanya berpengaruh nyata terhadap volume umbi dan dosis arang sekam
memberikan pengaruh terbaik terhadap volume umbi yaitu penambahan arang
sekam dengan dosis 20 ton/ha pada bawang merah.
Pupuk Kandang (pukan) Sapi
Tawakkal (2009) menyatakan bahwa pupuk kandang adalah pupuk yang
berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur
sisa makanan maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang
beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta
jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama
dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya.
Berdasarkan hasil penelitian Damayani, et.al. (2014) menyatakan bahwa
kapasitas pegang air dan kadar air sangat berkaitan erat dengan tekstur pada media
tanam yang dipengaruhi oleh adanya amelioran pupuk kandang sapi dan tanah
mineral. Kandungan liat yang tinggi pada tanah Inceptisol berperan sebagai
penjerap kation-kation pada permukaan koloid dan dapat menyimpan air sehingga
daya pegang partikel tanah terhadap molekul air cukup tinggi. Peran bahan
organik dan tanah mineral sangat penting dalam meningkatkan kapasitas pegang
air dan kadar air pada media tanam sehingga berpengaruh terhadap kandungan air
yang ada dalam media tanam pada setiap residu kombinasi perlakuan.

Universitas Sumatera Utara

Keistimewaan penggunaan pupuk kandang antara lain:
 Merupakan pupuk lengkap, karena mengandung semua hara makro yang
dibutuhkan oleh tanaman, juga mengandung hara mikro.
 Mempunyai pengaruh susulan, karena pupuk kandang mempunyai pengaruh
untuk jangka waktu yang lama dan merupakan gudang makanan bagi tanaman
yang berangsur-angsur menjadi tersedia.
 Memperbaiki struktur tanah sehingga aerasi di dalam tanah semakin baik.
 Meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air.
 Meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga hara yang terdapat di dalam
tanah mudah tersedia bagi tanaman.
 Mencegah hilangnya hara (pupuk) dari dalam tanah akibat proses pencucian
oleh air hujan atau air irigasi.
 Mengandung hormon pertumbuhan yang dapat memacu pertumbuhan tanaman
(Souri, 2001).
Dalam Jamilah (2003) menyatakan bahwa pupuk kandang biasanya terdiri
atas campuran 0,5% N; 0,25% P2O5 dan 0,5% K2O. Pupuk kandang sapi padat
dengan kadar air 85% mengandung 0,40% N; 0,20% P2O5 dan 0,1% K2O dan
yang cair dengan kadar air 95% mengandung 1% N; 0,2% P2O5 dan 1,35% K2O.
Diantara jenis pukan, pukan sapilah yang mempunyai kadar serat yang
tinggi seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran parameter rasio C/N
yang cukup tinggi >40. Tinggi

kadar C dalam pukan sapi menghambat

penggunaan langsung ke lahan pertanian karena menekan pertumbuhan tanaman
utama.

Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba terdekomposer akan

menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut

Universitas Sumatera Utara

sehingga

tanaman

utama

akan

kekurangan

N.

Untuk

memaksimalkan

penggunaan pukan sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos
pukan sapi dengan rasio C/N dibawah 20 (Hartatik dan Widowati, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah(Allium ascalonicum L.) Terhadap Pemberian Abu Vulkanik Gunung Sinabung dan Arang Sekam Padi

3 96 136

Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pengolahan Tanah yang berbeda dan Pemberian Pupuk NPK

3 74 103

Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap Pupuk Kalium dan Pupuk Organik Cair

4 29 85

Analisis Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Pemberian Pupuk Organik Dan Anorganik

2 50 71

Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Organik di Tanah yang Terkena Abu Vulkanik Sinabung

1 8 111

Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Organik di Tanah yang Terkena Abu Vulkanik Sinabung

0 0 14

Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Organik di Tanah yang Terkena Abu Vulkanik Sinabung

0 0 2

Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Organik di Tanah yang Terkena Abu Vulkanik Sinabung

0 0 4

Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Organik di Tanah yang Terkena Abu Vulkanik Sinabung

0 0 3

Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Organik di Tanah yang Terkena Abu Vulkanik Sinabung

0 0 46