BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, PENGERTIAN VERBA MAWARU DAN MEGURU DAN STUDI SEMANTIK 2.1 Pengertian Verba - Analisis Nuansa Makna Verba “Mawaru” Dan “Meguru” Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihonggo Bunshou De No ‘Mawaru’ To “Meguru” No Ny

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, PENGERTIAN VERBA MAWARU DAN MEGURU DAN STUDI SEMANTIK

2.1 Pengertian Verba

  Terhadap beberapa defenisi verba antara lain menerangkan tentang pemakaiannya di dalam konteks kalimat dan mengkasifikasikannya.

  Penulis mencoba menggunakan defenisi bahasa Jepang, sebelum menelaah fungsi bahasa Jepang secara umum dan pemakaian verba meguru dan verba

  mawaru . Penulis akan menerangkan pengertian verba yang diambil dari beberapa sumber yang di temukan oleh beberapa ahli linguistik.

  Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan atau keadaan yang juga disebut kata kerja Poerwadarmita, (2005: 1260).

  Dalam bahasa Jepang Verba disebut dengan doushi. Makna dilihat dari kanjinya: 動く= ugoku = bergerak 詞= shi = kata 動詞= doushi = kata yang bermakna gerak

  Doushi adalah kata kerja yang berfungsi menjadi predikat dalam

  kalimat, mengalami perubahan bentuk (katsuyou) dan biasanya berdiri sendiri Sutedi, (2003:42).

  Doushi adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang , sama

  dengan adjektiva-i dan adjektiva-na menjadi salh satu yoogen. Kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan sesuatu. Doushi termasuk jiritsugo, dapat membentuk bunsetsu walau tanpa bantuan kelas kata lain, dan dapat menjadi predikat bahkan dengan sendirinya memiliki potensi untuk menjadi sebuah kalimat. (Sudjianto, 2007: 149).

  Dalam kokugo hyakka Jiten ( 1979 : 32) defenisi doushi adalah : 動詞は品詞の一つ(書く),(聞く),(読む),(話す)などのように,人や物事の 動きやようすを表す言葉,言切るときはう段(う,く,す,つ,ぬ,ふ,む,ゆ,る).

  また (書かない), (書きます), (書くとき), (書けば), (書け),(書こう)のように,下につずく言葉によって,あるきまりにしたが って形が変わる.

  Doushi wa hinsin no hitotsu. (kaku), ( kiku), (yomu), (hanasu) nado no youni,hito ya monogoto no ugoki ya yousu wo awarasu kotoba. Iikiru toki ha u-dan (u, ku, su,tsu,nu, fu,mu,yu,ru). Mata (kakanai), (kakimasu), (kakutoki),

(kakeba), (kake), (kakou) no youni. Shita ni tsuzuku kotoba ni yotte.

  Arakimari ni shitagatte kei ga kawaru.

  Verba adalah salah satu jenis kata yang menunjukan tingkah laku, perbuatan manusia atau gerak suatu benda seperti menulis, mendengar,membaca,berbicara dan lain sebagainya. Pada akhir kata diakhiri oleh suara “u” (u, ku, su, tsu, nu, fu, mu, yu, ru) Selanjutnya kata tersebut berubah sesuai dengan ketentuan berdasarkan pada kata yang mengikuti seperti : kakimasu, kaku, kakeba, kake, kakou.

  私たちの行動動作や気持感情,私たちの周りにあるものの動き変化や嬢 きょなどを表す単語を動詞と言います.

  

Watashitachi no kondou dousa ya kimochi kanjyou. Watashitachi no mawari

ni aru mono no ugoki henka ya jyoukyo nado wo arawasu tango wo doushi to

uimasu.

Doushi disebut juga kata-kata yang menggambarkan aktivitas. Pergerakan

  dan perasaan kita. Serta menggambarkan pergerakan. Perubahan keadaan benda-benda disekeliling kita.

  Dari defenisi-defenisi doushi di atas bisa disimpulkan bahwa doushi menunjukan gambaran tentang:

  1. Aktifitas gerakan, perbuatan manusia dan benda

  2. Perasaan dan emosi manusia

  3. Perubahan keadaan

  4. Keberadaan suatu benda

2.2 Jenis-jenis verba

  Dalam buku Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang Dedi Sutedi (2003:47) menyatakan bahwa verba dalam bahasa Jepang digolongkan kedalam tiga kelompok berdasarkan pada bentuk konjugasinya.

a. Kelompok I

  Kelompok I disebut dengan 五段動詞 (godan-doushi) karena kelompok ini mengalami perubahan dalam kalimat deretan bunyi bahasa Jepang yaitu:

  あ、 い、 う、 え、 お (a,i,u,e,o), cirinya yaitu verba yang berakhiran (gobi) huruf う、 つ、 る、 く 、 す、 む、 ぬ、 ぶ (u,tsu,ru,ku,su,mu,nu,bu).

  Contoh: 1. 買う ka-u (membeli) 2. 立つ ta-tsu (berdiri) 3. 売るu-ru (menjual) 4. 書く ka-ku (menulis) 5. 泳ぐoyo-gu (berenang) 6. 読む yo-mu (membaca) 7. 死ぬ Shi-nu (mati) 8. 遊ぶ aso-bu (bermain) 9. 話すhana-su (berbicara)

b. Kelompok II

  kelompok II disebut dengan 一段動詞 (ichidan-doushi) karena prubahannya hanya pada satu deretan bunyi saja. Ciri umum dari verba ini adalah yang berakhiran suara え、 る (e, ru) yang disebut kami ichidan-doushi atau yang berakhiran い、 る (i, ru) yang disebut shimo-ichidan-doushi. Contoh :

  1. 見る mi-ru (melihat) 2. 起きる oki-ru (bangun) 3. 寝る ne-ru (tidur)

  4. 食べる tabe-ru (makan) c.

   Kelompok III

  Verba kelompok III ini merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan, sehingga disebut 変格動詞 (henkaku-doushi) diantaranya terdiri dari dua verba yaitu: 1. する suru (melakukan) 2. 来る kuru (datang)

  Dalam buku A Dictionary Of Basic Japanese Grammar Seiiichimakino dan Tsutsui (1997:582-584) mengklasifikasi verba secara semantik menjadi lima jenis yaitu: 1.

   Verba Stative (yang menyatakan diam/tetap)

  Verba ini menunjukan keberadaan. Biasanya verba ini tidak muncul bersamaan dengan verba bantu iru.

  Contoh : 1. いる iru (ada) 2. できる dekiru (dapat) 3. いる iru (membutuhkan)

2. Verba Continual ( yang menyatakan selalu, terus-menerus)

  Verba ini berkonjugasi dengan verba bantu –iru untuk menunjukan aspek pergerakan.

  Contoh: 1. 食べる taberu ( Makan) -- 食べている tabeteiru (sedang makan)

  2. 飲むnomu (minum) -- 飲んでいる nonde iru (sedang minum)

  3. Verba Punctual (yang menyatakan tepat pada waktunya)

  Verba ini berkonjugasi degan verba bantu –iru untuk menunjukan tindakan atau perbuatan yang berulang-ulang atau suatu tingkatan/ posisi setelah melakukan suatu tindakan atau penempatan suatu benda.

  Contoh: 1. 知るshiru- (tahu) --知ている shiteiru (mengetahui) 2. 打つutsu- (memukul) --打つているutte iru (memukuli)

  4. Verba Non-Volitional (yang menyatakan bukan suatu kemauan)

  Verba ini biasanya tidak memiliki bentuk ingin,bentuk perintah, dan bentuk kesanggupan. Diklasifikasikan menjadi verba yang berkenaan dengan emosi atau perasaan dan verba yang tidak berkenaan dengan emosi atau perasaan.

  Contoh : 1. 愛する aisuru (mencintai, berkenaan dengan perasaan ) 2. 聞 こえる kikoeru (kedengaran/berkenaan dengan perasaan)

  5. Verba Movement (yang menyatakan pergerakan) Verba ini menunjukan pergerakan.

  Contoh:

  2. 行くiku (pergi) Menurut Yoshikawa (1989:56-57) doushi bisa dibagi secara garis besar berdasarkan makna gramatikalnya menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:

  1. Jidoushi dan Tadoushi

  Jidoushi ialah verba yang tidak memerlukan kata bantu (を) untuk

  menunjukan objeknya. Misalnya: いる、 ある、 おきる、 ねる、 歩く 、 見える。 salah satu contoh adalah dalam verba 歩く - aruku yang bermakna berjalan pada kalimat 道を歩 く michi o aruku yang bermakna berjalan-jalan, karena sebenarnya kata bantu (を) dalam kalimat tersebut tidak diperlukan, maka verba 歩 く termasuk dalam jidoushi.

  

Tadoushi ialah verba yang memerlukan kata bantu (を) dalam menunjukan

  objeknya. Verba yang termasuk kedalam jenis tadoushi adalah 読む、 食べる、 見る、 集める、 起こす。

  2. Keizokudoushi dan Shukandoushi

  

Keizokudoushi pada kalimat seperti (本を読んでいる) , bentuk -ている disini

  merupakan bentuk verba yang menunjukan keadaan berlangsungnya suatu kegiatan. Verba yang termasuk dalam jenis Keizokudoushi adalah verba- verba seperti

  詠む、書く、歌う 雨が降る。

  

Shukandoushi pada kalimat merupakan bentuk yang menunjukan keadaan

  akhir.Contoh verba yang termasuk dalam jenis Shukandoushi yaitu 開く、壊れる、知る。

  3. Ishidoushi dan Muishidoushi

  

Ishidoushi adalah verba yang menunjukan perbuatan yang dikehendaki

  manusia. Contoh verba ishidoushi adalah verba-verba seperti 勉強する、 読む。

  

Muishidoushi adalah verba yang menyatakan suatu hal yang tidak dapat di

  kontrol menurut keinginan manusia. Contoh verba yang termasuk

  muishidoushi adalah seperti びっく りする、 落ちる。

  Dalam buku Pengantar Linguistik Bahasa Jepang Sudjianto (2007: 149) menambahkan jenis-jenis doushi sebagai berikut:

  1. Fukugo Doushi

  Fukigo doushi ‘verba majemuk’ adalah doushi yang terbentuk dari

  dua buah kata atau lebih. Gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata.

  Hanashiau ‘berunding’ (doushi + doushi ) Choosa suru ‘Menyelidiki’ (meishi + doushi)

  2. Haseigo

  Haseigo toshite no doushi . Diantara doushi ada juga doushi yang

  memakai prefiks attau doushi yang terbentuk dari kelas kata lain dengan cara menambahkan sufiks. Kata-kata tersebut sebagai keseluruhan dianggap sebagai satu kata.

  Samugaru ‘merasa kedinginan’ (keiyoushi----)

  Gakusaburu ‘sok berjiwa sarjana’ (meishi--------) Asebamu ‘berkeringat’ (meishi--------) Harumeku ‘mulai bersuasana musim semi’ (meishi--------)

  3. Hojo Doushi Hojo doushi adalah doushi yang menjadi bunsetsu tambahannya.

  Tsukue no ue ni hon ga aru ‘diatas meja ada buku’ Kare wa asoko ni iru ‘ dia ada di sana’ Ane ni kawaii ningyo o morau ‘mendapat buku dari kakak

  saya’

  Tori ga sora o tondeiru ‘burung terbang di udara’

  Verba-verba aru, iru, morau yang dipakai pada kalimat-kalimat sebelah kiri dengan sendirinya dapat menjadi predikat, dan merupakan verba dasar yang menyatakan aktivitas atau eksistensi. Sebaliknya, bagian penting predikat pada kalimat-kalimat sebelah kanan adalah verba-verba tonde, sedangkan verba-verba aru dan iru dalam kalimat tersebut berfungsi membantu verba-verba yang ada pada bagian sebelumnya itu dan menjadi bagian predikat sebagaimana halnya

  

fuzokugo . Dengan kata lain, predikat pada masing-masingkalimat

  tersebut adalah tondeiru, kata-kata yang berfungsi seperti aru dan iru inilah yang disebut hojodoushi.

2.3 Fungsi Verba

  Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 2.1 (pengertian verba), pada umumnya verba berfungsi sebagai predikat dalam sebuah kalimat, dan terletak diakhir kalimat.

  Contoh : 私 は漢 字 を書 く 。 Watashi wa kanji o kaku.

  Saya menulis kanji.

  Verba berfungsi untuk membantu verba-verba yang ada pada bagian sebelumnya dan menjadi bagian dari predikat sebagaimana halnya fuzukugo Sudjianto (2004:159)

  Contoh : 壁 に地 図 が 張 ってあ る 。 Kabe ni chizu ga hatte aru .

  Di dinding ada peta tergantung. Verba berfungsi sebagai keterangan bagi kelas kata lainnya pada sebuah kalimat, dalam bentuk kamus selalu diakhiri dengan vokal /u/ Sudjianto

  (2004:149) Contoh : 1. これはイカさん が書 く 絵 で す。 Kore wa Ika san ga kaku e desu.

  Ini adalah gambar yang digambar oleh Nona Ika. 私 は エアコンが あ る自 動 車 が星 いです。

  Watashi wa eakon ga aru jidousha ga hoshiidesu.

  Saya ingin mobil yang memiliki AC.

2.4 Pengertian Verba Mawaru dan Meguru

2.4.1 Pengertian Verba Mawaru

  Pengertian Verba Mawaru menurut Umesao, Tadao dalam buku

  Nihonggo Daijiten 2 Edition ( 1995: 2075) adalah :

  1. Sesuatu yang berpusat pada suatu poros dan bergerak seperti menggambar sebuah lingkaran,berputar 風車が回る. (fuusha ga mawaru) Kincir angin berputar.

  2. Berpindah seperti berkeliling melukis sebuah lingkaran 月が地球を回る. (tsuki ga chikyuu o mawaru) Bulan mengelilingi bumi.

  3. Berpindah ketempat khusus 得意先を回る. ( tokuisaki o mawaru) Menghampiri pelanggan.

  4. Menebus keberbagai sudut, menyebar 酒が回る. ( sake ga mawaru) Mabuk.

  5. Mengikuti jalan yang berputar kemudian mampir dipertengahan jalan 友達の所へ回る. ( tomodachi no tokoro e mawaru) Mampir ketempat teman.

  6. Investasi yang dikeluarkan menghasilkan untung 一割で回る.( ichiwari de mawaru) Untung 10 %

  7. Melewati waktu 九時にを回る. ( ku ji o mawaru) Lewat dari jam 9.

  8. Berkeliling 探し回る. (sagashi mawaru) Berkeliling mencari.

2.4.2 Pengertian Verba Meguru

  Pengertian Verba Mawaru menurut Umesao, Tadao dalam buku

  Nihonggo Daijiten 2 Edition ( 1995: 2075) adalah :

  1. Melakukan kegiatan berputar/ mengelilingi suatu wadah atau tempat 堀が巡る. (hori ga meguru) Mengelilingi parit.

  2. Berjalan kesana kemari 諸国を巡る. (shokoku o meguru)

  3. Menyatakan perputaran musim 季節が巡る. (kisetsu ga meguru) Musim bergulir.

  4. Suatu hal yang berhubungan dengan...

  教育を巡る諸問題. Berbagai masalah tentang pendidikan Dalam buku Ruigigo Daijiten (2002 : 373) menyatakan bahwa mawaru digunakan untuk menyatakan suatu aktifitas bergerak bolak- balik secara berurutan. Contoh : タクシ- を使うと,見所を半日で回ることができる.

  

Takushii o tsukau to, midokoro o hannichi de mawaru koto ga dekiru.

  Dengan menggunakan taksi kita bisa mengelilingitempat yang kita inginkan dalam setengah hari.

  Verba mawaru juga memiliki makna bergerak dengan badan/tubuhnya sendiri.

  Contoh : 水車が回る.(suisha ga mawaru) Kincir angin berputar.

  Sedangkan meguru menyatakan bergeraknya / berangkat dari suatu tempat, kemudian melewati berbagai tempat dan kembali ketempat semula. Contoh:

  瀬戸内海の島を巡る旅.

  Sentonaikai no shima o meguruu tabi.

  Perjalanan /tour keliling laut pedalaman pulau.

  T. Shibata juga menjelaskan dalam buku Ruigigo Daijiten (2002 : 373) bahwa verba mawaru memiliki makna lebih luas dari verba meguru. Verba meguru tidak dapat bermakna bergerak dengan tubuhnya sendiri, seperti gasing berputar, kincir angin berputar, bumi berputar. Sebaliknya verba mawaru tidak dapat bermakna siklus atau rotasi seperti musim.

2.5 Studi Kajian Semantik

2.5.1 Jenis – jenis Makna Dalam Semantik

  Menurut Chaer (1994:54) jenis atau tipe makna dapat dibedakan berdasarkan kriteria atau sudut pandang , yaitu:

  a.

  

Berdasarkan jenis makna semantik , makna dapat dibedakan menjadi

  makna leksikal dan gramatikal. Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan refrensinya, makna yang sesuai dengan observasi indera, atau makna sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita.Sebagai contoh adalah kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang pengerat yang dapat menimbulkan banyak penyakit seperti tifus. Makna itu juga muncul pada kalimat : Tikus mati diterkam kucing, Panen gagal akibat serangan

  tikus. Pada kalimat ini makna tikus merujuk pada binatang, bukan kepada

  makna yang lain.Sedangkan makna Gramatikal adalah makna yang hadir komposisi.Contoh dari proses afiksasi adalah /ter/pada kata/angkat/dalam kalimat: Koper seberat itu terangkat juga oleh

  adik.awalan ter pada kata angkat melahirkan makna ‘dapat’. Sedangkan pada kalimat : ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat keatas.

  melahirkan makna ‘tidak sengaja’. Contoh proses reduplikasi dapat dilihat pada kata buku yang bermakna ‘sebuah buku’ menjadi buku-buku yang berarti ‘banyak buku’. Sedangkan contoh dalam proses komposisi dapat dilihat pada kata sate ayam tidak sama dengan sate Padang. Sate ayam menyatakan asal bahan sedangkan sate Padang menyatakan asal tempat.

  b.

  

Berdasarkan ada tidaknya pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan

  menjadi makna refensial dan makna non-refrensial. Makna refrensial ialah makna dari kata-kata yang memiliki refren, seperti meja, lemari yang kedua kata itu merupakan sejenis prabot rumah tangga. Sedangkan makna non-refrensial adalah kata yang tidak memiliki refren seperti

  karena atau tetapi yang merupakan konjugasi, proposisi.

  c.

  

Berdasarkan ada tidaknya nilai pada sebuah kata atau lesem maka

  dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif.Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna refrensial, sebab makna denotatif ini lazim diberikan penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut pengelihatan, penciuman, pendengaran, perasaan atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi- informasi faktual objek, oleh karena itu sering disebut sebagai makna

  sebenarnya. Contoh kata wanita dan perempuan. Karena kata-kata ini memiliki denotatif yang sama, yaitu manusia dewasa dan bukan laki-laki.

  Sedangkan makna konotatif ialah makna tambahan pada suatu kata yang sifatnya memberi rasa positif atau negatif atau yang disebut sebagai

  makna tidak sebenarnya.

  d.

  

Berdasarkan ketetapan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna

  kata atau makna istilah.Makna kata sering disebut sebagai makna bersifat umum, sedangkan makna istilah memiliki makna yang tepat dan pasti.

  Hal ini dapat dilihat dari contoh dalam bidang kedokteran seperti kata

  tangan dan lengan digunakan sebagai istilah untuk pengertian yang

  berbeda. Makna tangan adalah ‘pergelangan sampai ke pangkal bahu’, sebaliknya dalam bahasa umum tangan dan lengan dianggap bersinonim (sama maknanya).

  e.

  

Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain,dibedakan menjadi makna

asosiatif, idiomatif,kolokatif dan sebagainya.

  Makna asosiatif sesungguhnya sama dengan perlambangan- perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Contohnya seperti melati yang digunakan sebagai lambang kesucian, kata merah sebagai lambang keberanian dan

  Srikandi sebagai lambang kepahlawanan wanita.

  Berbeda dengan makna idiomatik,kata idiom berarti satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsur nya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Sebagai contoh menjual rumah yang bermakna ‘sipembeli menerima rumah dan sipenjual menerima uang’, tetapi menjual gigi bukan berarti ‘sipembeli menerima gigi dan sipenjual menerima uang’, melainkan bermakan ‘tertawa keras-keras’. Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna idiomatik adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase atau kalimat) leksikal atau gramatikal unsur-unsur pembentukannya.

  Makna kolotatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya, sedangkan makna kata lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frase . Contoh gadis itu cantik dan pemuda itu ganteng. Kita tidak dapat menyatakan gadis itu tampan dan pemuda itu cantik karena pada kedua kalimat tersebut maknanya tidak sama walaupun informasinya sama.

2.5.2 Sinonim Dan Permasalahannya

  Semantik ( imiron/意味論) merupakan salah satu cabang linguistik (gengogaku/言語学) yang mengkaji tentang makna. Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna antara satu kata dengan kata yang lainnya (go no imi kankei), makna frase ( ku no imi) dan makna kalimat ( bun no imi). ( Sutedi, 2004: 111). Go no imi kankei ada berbagai jenis, salah satunya adalah ruigigo (sinonim). Menurut Sudjiianto (2004: 114)

  Ruigigo adalah bebrapa kata yang memiliki bunyi ucapan yang berbeda namum memiliki makna yang sangat mirip.

  Sebagai sebuah sistem, bahasa mempunyai komponen pokok yaitu sistem bunyi, sistem tata bahasa dan kosakata. Oleh karena itu, untuk dapat menguasai sebuah bahasa dengan baik, seorang pembelajar harus mampu memiliki keterampilan yang mencakup ketiga komponen kebahasaan tersebut. Asano (1981:3) menyebutkan bahwa tujuan akhir pengajaraan bahasa Jepang adalah agar para pembelajar dapat menyampaikan ide atau gagasannya dengan menggunakan bahasa Jepang baik dengan tulisan maupun lisan.

  Dalam setiap kosakata mengandung sebuah makna. Komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama misalnya bahasa Jepang akan berjalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya.

  Salah satu jenis kosakata yaitu sinonim yang menurut Zgusta (1971:89) merupakan kata-kata yang memiiliki bentuk berbeda tetapi arti yang hampir sama. Verhaar (1983:132) mengatakan bahwa ‘sinonim adalah ungkapan (biasanya sebuah kata akan tetapi bisa juga frasa atau kalimat) yang kurang lebih sama maknanya dengan suatu ungkapan lain.

  Pateda (2001:222-223) menyatakan bahwa ada tiga batasan yang dapat dikemukakan yaitu: a. Kata–kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama, misalnya kata

  mati dan mampus;

  b. Kata-kata yang mengandung makna yang sama , misalnya kata

  memberitahukan dengan kata menyampaikan;

  c. Kata-kata yang dapat disubtitusikan dalam konteks yang sama, misalnya “kami berusaha agar pembangunan berjalan terus.”, “kami

  

berupaya agar pembangunan berjalan terus.” Kata berusaha bersinonim

dengan kata berupaya.

  Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan kesamaan makna antara satu ujaran dengan satu ujaran lainnya. Meskipun demikian dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis dan tidak akan selalu dapat dipertukarkan atau di distribusikan Chaer (2003: 297-299).

  Senada dengan itu Alwasilah (1993: 164) mengungkapkan bahwa beberapa kata (leksim) yang berbeda mempunyai arti yang sama. Dengan kata lain beberapa leksim mengacu pada satu unit semantik yang sama. Relasi ini disebut sinonim, sedangkan sinonim sendiri diajukan pada kata-kata yang bersamaan arti. Kamus yang lengkap biasanya memuat sinonim-sinonim tetapi tidak berarti sinonim-sinonim itu bisa dipakai bergantian dengan makna yang sama persis. ( Alwasilah 1993: 164).

  Kemudian menurut Tarigan ( 1995: 17) kata sinonim terdiri dari sin ( “sama”atau “serupa”) dan akar kata onim “nama” yang bermakna “ sebuah kata yang dikelompokkan dengan kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama berdasarkan makna umum”. Dengan kata lain sinonim adalah kata-kata yang mengandung makna pusat yang sama tetapi berbeda dalam nilai rasa.

  Dalam buku yoku wakaru goi (Akimoto 2004: 43) membagi jenis- jeniis sinonim berdasarkan hubungan kesinoniman seperti berikut ini : a. Dougigo (同義語) Dougigo merupakan jenis sinonim yang memiliki kesamaan ruang lingkup atau memiliki arti sepadan seperti pada kata ふたご (futago) dan

  そうせじ (souseji) serta pada kata たきゅう (takyuu) danピンポン ( pinpon ).

  Sinonim ini biasanya digunakan pada kata serapan dan kata terjemahan bahasa asing seperti pada kata エアコン ( eakon) dan kata 駆虫(

  kuchuu ) yang berarti AC atu pendingin ruangan.

  Hubungan kesinoniman pada douigigo dapat dilihat pada gambar dibawah ini : A

  

B

  Pada gambar diatas, hubungan kesinoniman antara A dan B dijelaskan seperti pada kata (futago/ふたご) dan (souseji/そうせじ) yang masih berada dalam ruang lingkup yang sama yang berarti kembar atau mirip.

  b. Housetsu kankei (包摂関係 )

  Housetsu Kankei merupakan jenis sinonim dimana suatu makna kata

  masih termasuk kedalam makna kata yang lain secara sempit, seperti terlihat pada gambar dibawah ini:

  A

  B Pada gambar di atas, A memiliki makna lebih luas dan B memiliki makna lebih sempit dari A. Misalnya pada kata (chichi/ 父) dan (oya/ 親) dimana selain itu terdapat pada kata sensei (A) dan kyoushi (B). Maka kata kyoushi dan sensei merupakan sinonim.Maka kata sensei merupakan makna luas dan

  kyoushi sebagai makna sempit (khusus).

  c. Jisateki Tokuchoo (示唆的特徴)

  Jisateki Tokuchoo merupakan jenis sinonim dimana kedua kata A dan B

  memiliki persamaan makna namun memiliki sedikit perbedaan dan merupakan jenis sinonim yang memiliki hubungan kesinoniman paling tinggi.

  Misalnya pada kata 美しい (utsukushii ) dan きれいだ (kirei da) yang sama

  • – sama memiliki makna cantik, indah. Serta pada kata のぼる (noboru) dan あがる ( agaru ) yang sama-sama memiliki makna naik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

  A B Pada gambar diatas , hubungan kesinoniman antara A dan B dijelaskan seperti pada kata mori (森) dan hayashi (林) dan keduanya memiliki kesamaan arti yaitu hutan.

  Dari berbagai pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa sinonim adalah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama, tetapi makna kata terrsebut tiidak akkann sama persis. Didalam bahasa Jepang banyak sekali terdapat kata-kata yang bersinonim, kemudian kamus atau buku berbahasa Indonesia yang secara terperinci menjelaskan tentang persamaan dan perbedaan kata-kata yang bersinonim sangat minim sekali. Maka dari pada itu penelitian mengenai sinonim sangat diperlukan. Hal ini sangat bermanfaat bagi pembelajar bahasa Jepang agar tidak terjadi kesalahan pengertian dan ketidaklancaran dalam berkomunikasi karena adanya perbedaan maksud yang hendak disampaikan.

  Setiap kata yang bersinonim pasti ada perbedaannya, karena tidak mungkin dua kata atau lebih yang sama sekalitidak memiliki perbedaan.

  Momiyama (1998) dalam Sutedi (2004:129) memberikan beberapa pemikiran tentang cara mengidentifikasi suatu sinonim, seperti berikut: a. Chokkanteki ( secara intuitif langsung) bagi para penutur asli dengan berdasarkan pengalaman hidupnya. Bagi penutur asli jika mendengar suatu kata, maka akan langsung dapat merasakan bahwa kata tersebut bersinonim atau tidak.

  b. Beberapa kata jika diterjemahkan dalam bahasa asing akan menjadi satu kata, misalnya kata oriru,kudaru,sagaru,dan furu dalam bahasa Indonesia bisa dipadankan dengan kata turun.

  c. Dapat menduduki posisi yang sama dalam suatu kalimat dengan perbedaan makna yang kecil. Misalnya pada kalimat 階段を上がる kaidan o

  agaru dengan 階段を上るkaidan o noboru sama-sama berarti menaiki tangga.

  d. Sutedi ( 2003: 120) Dalam menegaskan suatu makna, kedua-duanya bisa digunakan bersamaan (sekaligus). Misalnya kata ‘hikaru’ (光‘) dan ‘kagayaku’ (輝く ) yang keduanya berarti bersinar., bisa digunakan secara bersamaan seperti pada ‘hoshi ga hikari-kagayaite iru’ (星が光り輝いている) berarti bintang bersinar cemerlang.

  Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam meneliti sinonim menurut Sutedi (2003: 121-123) yaitu : a. Menentukan objek yang akan diteliti

  Hal ini bergantung pada minat peneliti sendiri untuk meneliti apa yang akan ditelitinya dan apa latar belakangnya serta untuk apa manfaatnya.

  b. Mencari literatur yang relevan

  Literatur yang dimaksud bisa berupa teori-teori kebahasaan, atau berupa hasil penelitian terdahulu.

  c. Mengumpulkan data (jitsurei dan sakurei) Mengumpulkan data (jitsurei) yang dapat diperoleh dari tulisan ilmiah,buku cerita, novel-novel dan surat kabar. Sedangkan sakurei data yang dibuat sendiri oleh penulis dengan terlebih dahulu memperhatikan kaidah- kaidah yang berlaku dan dapat diterima oleh penutur aslinya. Salah satu cara untuk mengetahui hal tersebut adalah dengan meminta native speaker yang berkompeten untuk memeriksa setiap sakurei yang dibuat.

  d. Mengklasifikasikan data Dalam proses ini, jitsurei dan sakurei dikelompokan kedalam beberapa kategori atau golongan. Misalnya, dilihat dari subjeknya, predikat, partikel atau situasinya.

  e. Membuat pasangan kata yang akan dianalisis Apabila kata yang dianalissi lebih dari dua maka akan lebih mudah menganalisisnya dengan membuat analisis pasangan, dua kata dibanding dengan beberapa kata secara sekaligus.

  f. Melakukan analisis Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika menganalisis makna kata antara lain sebagai berikut:

  1. Dengan membandingkan ruigigo (kata yang memiliki bunyi ucapan yang berbeda tapi memiliki kemiripan dalam makna) sebaiknya dengan kalimat yang sama, agar analisis terpusat pada objek tersebut.

  2. Harus menyajikan kalimat yang benar (yang berpedoman pada

  

jitsutei ),jika ragu terhadap kalimat yang dibuat (sakurei), maka prlu meminta

  pendapat penutur asli. Lalu, melalui tehnik permutasi dan tehnik subtitusi akan dapat diketahui mengapa suatu kata bisa digunakan dalam kalimat, sedangkan kata yang lain tidak bisa. Dengan menelaah berbagai unsur yang terkait, maka perbedaan dan persamaan suatu sinonim akan bisa ditemukan.

  g. Membuat kesimpulan/generalisasi Kesimpulan atau generalisasi dapat dibuat secara induktif yang berdasarkan pada hasil analisis. Oleh karena itu, kelengkapan dan keakuratan data sangat diperlukan agar mampu membuat kesimpulan yang benar.

2.5.3 Pilihan Kata

  Pilihan bahasa atau diksi berhubungan dengan bagaimana seorang pembicara atau penulis memilih kata atau istilah yang tepat digunakan dalam penuturan atau karangan yang disusunnya. Pilihan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna yang sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan yang menemukan bentuk sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki sipembicara/pendengar.

  Sebagai contoh kata kini dan sekarang. Kelihatan persis sama maknanya sehingga seolah-olah keduanya dapat saling menggantikan, sebagaimana dapat dilihat dalam kalimat berikut: (1) karena dahulu para

petani di daerah ini berpindah-pindah, sekarang banyak lahan yang rusak .

  Akan tetapi jika diamati kemungkinan pemunculan kata kini lebih terbatas dari pada sekarang. Kata kini mengandung nuansa yang lebih khusus, penggunaan kata kini mengandalkan adanya kesinambungan antara apa yang terjadi pada waktu lampau dan terjadi pada saat awalnya dibicarakan, antara yang terjadi dulu dan yang terjadi sekarang (2) yang dulu dipandang remeh,

  

kini disegani banyak orang (3) Dia yang di kenal sebagai peragawati kini

mencoba nasib menjadi perancang busana . Meskipun kata kini selalu

  mengait ke peristiwa masa lampau itu sendiri tapi tidak selalu harus disebut secara eksplit. Peristiwa lampau yang terkena kaitan itu dapat saja hanya secara implisit tersingkap dari konteksnya. Sedangkan kata sekarang digunakan sebagai atribut untuk menerangkan nomina. Seperti (4) sekarang

  

daerah itu telah dikosongkan ,(5) guru yang sekarang lebih pandai

menyampaikan materi pelajaran.

  (hhtp://id.wikisource.org/w/index.php?title=Buku_Praktis_Bahasa_Indonesi_ 1/kata&oldid=20904)

  Sama halnya dengan kata meguru dan mawaru yang dalam beberapa konteks kalimat dapat saling menggantikan tetapi memiliki makna atau nuansa yang berbeda. Karena tidak ada dua kata yang memiliki makna yang sama persis Chaer, Abdul (1994: 298).

Dokumen yang terkait

Analisis Fungsi Dan Makna Verba Utsu Dan Tataku Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Utsu) To (Tataku) No Kinou To Imi No Bunseki

3 113 70

Analisis Fungsi Dan Makna Fukushi Kanari Dan Zuibun Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou ni Okeru Zuibun To Kanari To Iu Fukushi No Imi To Kiinou No Bunseki

14 146 97

Analisis Fungsi Dan Makna Verba “Shikaru” Dan “Okoru” Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik) Imiron Kara Mita “Shikaru” To “Okoru” No Imi To Kinou No Bunseki

10 65 68

Analisis Nuansa Makna Verba “Mawaru” Dan “Meguru” Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihonggo Bunshou De No ‘Mawaru’ To “Meguru” No Nyuansa No Bunseki

3 69 81

Analisis Nuansa Makna Verba “Mawaru” Dan “Meguru” Dalam Kalimat Bahasa Jepang

3 43 81

Analisis Morfologis Verba Bahasa Jepang Nihongo No Doushi No Keitairontekina Bunseki

21 147 70

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA, STUDI SEMANTIK DAN KESINONIMAN 2.1 Verba 2.1.1 Pengertian Verba - Analisis Fungsi Dan Makna Verba Utsu Dan Tataku Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Utsu) To (Tataku) No Kinou To Imi No Bunseki

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Fungsi Dan Makna Verba Utsu Dan Tataku Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Utsu) To (Tataku) No Kinou To Imi No Bunseki

0 1 10

Analisis Fungsi Dan Makna Fukushi Kanari Dan Zuibun Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou ni Okeru Zuibun To Kanari To Iu Fukushi No Imi To Kiinou No Bunseki

0 1 37

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAKNA SINONIMRUIGIGO, KATA “TOUTOU DAN YATTO” 2.1 Pengertian Makna - Analisis Perbedaan Nuansa Makna Kata Toutou Dan Yatto Dalam Kalimat Bahasa Jepang

0 3 39