Analisis Morfologis Verba Bahasa Jepang Nihongo No Doushi No Keitairontekina Bunseki

(1)

ANALISIS MORFOLOGIS VERBA BAHASA JEPANG

NIHONGO NO DOUSHI NO KEITAIRONTEKINA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra

Jepang

Oleh:

RIZALDI RESTU PRATAMA 060708040

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala Puji hanya milik Allah SWT, Sang pencipta, pemilik, dan pengatur alam semesta yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan apa-apa yang tidak diketahui. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun bantuan spirituil. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya, penghargaan serta penghormatan yang setingi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Adriana Hasibuan, S.S. M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukan beliau untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada Beliau.

4. Bapak Zulnaidi, S.S, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu dan pemikirannya untuk membimbing dan


(3)

mengarahkan penulis dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini hingga selesai.

5. Seluruh Dosen Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh kesabaran telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan yang pasti berguna bagi penulis di masa depan.

6. Terima kasih yang tidak terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda yang dengan sabar mendampingi ananda didalam setiap detik kehidupan hingga saat ini. Sungguh tak sesuatu apapun yang dapat menggantikan kasih dan sayang yang kalian berikan. Cinta yang sedalam-dalamnya ananda haturkan untuk keduanya. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada keduanya.

7. kakak dan adik-adik ku, yang selalu mensuport dalam segala kondisi.

8. Nazaya Zulaikha yang telah menjadi tempat untuk bertukar pikiran dan tempat melampiaskan emosi penulis. Terima kasih atas dorongan semangatnya.

9. Teman-teman Sorban ; Andar, Harry, Irwan, Teddy, Fadia, Okky, Zulvi. Banyak kenangan yang menyenangkan bersama kalian semua. Semoga Allah SWT senantiasa mengikat kita dalam silaturrahmi yang utuh hingga sampai kapanpun.

10.Seluruh teman-teman seperjuangan stambuk ’2006, senpai dan kohai senang bisa mengenal kalian semua.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu dan memberikan dukungan pada penulis. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh ALLAH SWT.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, begitu juga dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan


(4)

saran yang sifatnya membangun. Dan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis sendiri serta para pembaca.


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan... 3

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ...4

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...10

1.6. Metode Penelitian ...11

BAB II PROSES MORFOLOGIS DAN VERBA BAHASA JEPANG ...13

2.1. morfologis verba bahasa jepang ...13

2.1.1. Pengertian morfologis ...13

2.1.2. Afiksasi ...16

2.1.3. Komposisi ...19

2.1.4. Reduplikasi ...19

2.2. Verba bahasa Jepang ...20

2.2.1. Pengertian Verba ...20

2.2.2. Ciri-ciri Verba Bahasa Jepang dan Jenis Verba ...20

2.2.3. Konjugasi Verba Bahasa Jepang ...22

BAB III ANALISIS MORFOLOGIS VERBA BAHASA JEPANG ...26

3.1. Afiks ...26

3.1.1 Prefiks ...26

3.1.2 Sufiks ...28

3.1.3 Infiks ...45

3.1.4 Kombinasi afiks ...46

3.1.5 Partikel afiks ...49

3.2. Komposisi ...55


(6)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...58 4.1. Kesimpulan ...58 4.2. Saran ...59 DAFTAR PUSTAKA


(7)

ABSTRAK

ANALISIS MORFOLOGIS VERBA BAHASA JEPANG

Bahasa adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain. Bahasa memiliki keterikatan terhadap manusia sebagai penggunanya. Dalam penggunaan bahasa, berbeda maksud dan pikiran oleh penutur, maka berbeda pula bentuk dan tata bahasa yang digunakan dalam menyampaikan maksud dan pikiran tersebut kepada lawan bicara. Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena dia memahami makna (imi) yang dituangkan melalui bahasa tersebut

Ide dalam sebuah bahasa yang sering digunakan adalah verba. Verba adalah kelas kata yang menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Jenis kata ini biasanya menjadi predikat dalam suatu frasa atau kalimat. verba atau 動詞 ‘doushi’ berfungsi menjadi predikat dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk(katsuyou) dan bisa berdiri sendiri. Bila kita membahas mengenai perubahan verba, maka bahasan tersebut termasuk dalam morfologi.

morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata( 語・単語 ‘go/tango’) dan morfem 「形態素 ‘ketaiso’」. Morfem merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Dalam pembentukan kata tidak terlepas dari yang namanya proses morfologis. proses morfologis ialah proses pembentukan kata yaitu bagaimana kata-kata dibentuk dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain.Morfem dalam bahasa jepang dapat dibagi menjadi empat, yaitu morfem dasar , morfem terikat, Morfem berubah, Morfem bebas .

Morfologi verba adalah ciri yang terdepat pada verba yang muncul akibat proses morfologis. Proses morfologis terdiri dari afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Bahasa Jepang mempunyai 5 jenis afiks ditinjau dari beentuk dan posisinya, yaitu prefiks, sufiks, infiks, kombinasi afiks dan partikel afiks.


(8)

dilihat pada perubahannya, verba bahasa Jepang terdiri dari tiga kelompok. Kelompok I disebut (godandoushi), kelompok II (ichidan doushi) dan kelompok III (henkaku duoshi). Perubahan verba dalam bahasa Jepang ini disebut konjugasi 「 ‘katsuyou’」.

Konjugasi dalam bahasa Jepang secara umum dibagi menjadi enam, yaitu Mizenkei (未 然 形), R e n y o u k e i (連 用 形) , Shuushikei(終 止 形), Rentaikei (連 体 形), Kateikei (仮 定 形), Meireikei (命 令 形) . Pembagian ini berfungsi sebagai pembuat arti dalam bahasa Jepang. Proses morfologis yang terjadi dalam konjugasi tersebut keseluruhannya merupakan proses afiksasi dengan penambahan sufiks terhadap morfem dasarnya. Sebagai contoh proses afiksasi dengan penambahan sufiks yang terjadi dalam verba golongan I atau godandoushi yang terdapat pada kata ’yomu’ menjadi ’yome’ untuk bentuk menyuruh atau Meireikei (命 令 形) dan bila dilihat dari proses morfologisnya maka ’yomu’ merupakan bentuk gabungan dari morfem /yom-/ dan /-u/ dimana /-u/ merupakan sufiks, dan morfem /-u/ diganti dengan morfem /-e/ sehingga menjadi kata ’yome’ yang merupakan bentuk perintah dalam bahasa Jepang.

Sedangkan prefiks dalam verba bahasa Jepang hanya sebagai pembentuk ragam hormat. Sebagai contohnya ketika penambahan morfem /go-/ pada verba ’setsumeisimasu’, morfem /go-/ diletakan di awal kata menjadi ’gosetsumeisimasu’. Proses morfemis tersebut tidak merubah makna, hanya merubah ragam bahasa menjadi raham hormat.

Pada infiks, hanya terjadi pada dua verba saja, yaitu pada kata ’miru’ dan ’kiku’. Proses infiks dalam verba mebuat verba berubah makna menjadi aktif intransitif, seperti pada verba ’miru’ yang apabila ditambahkan infiks /–e-/ maka akan menjadi ’mieru’ yang merupakan verba aktif intransitif.

Dalam bahasa Jepang, juga dijumpai kombinasi afiks yang merupakan proses morfologis yang cukup sering terjadi dalam bahasa Jepang. Kombinasi afiks menggabungkan afiks dengan morfem yang telah digabungkan sebelumnya. Seperti kata ’benkyosinakerebanaranai’ yang merupakan pengabungan morfem gabungan ’benkyoshinai’ dengan morfem ’kerebanaranai’, dimana ’benkyoshinai’ juga merupakan gabungan morfem ’benkyousuru’ dan morfem ’nai’


(9)

morfem /na/. Bila kita masukan pada kata ’kaeru’ yang merupakan bentuk kamus maka akan menjadi ’kaeruna’ yang merupakan bentuk larangan.

Dalam perubahan verba dari transitif ke intransitif, terjadi perubahan interen verba tersebut. Dalam proses tersebut terdapat empat jenis, yaitu terjadinya penabahan, pengurangan, pergantian maupun morfem zero. Contohnya pada kata ふ く’fuku’, baik transitif maupun intransitif kata ’fuku’ tidak berubah, ini disebut dengan morfem zero.

Verba Bahasa Jepang juga mengalami proes komposisi, komposisi dalam pembentukan verba bahasa Jepang terbagi tiga, yaitu penggabungan nomina dengan verba, penggabungan verba dengan verba yang digabungkan oleh afiks serta penggabungan adjektiva dengan verba yang diikuti afiks setelah adjektiva. Seperti pada kata 勉強します’benkyousimasu’ yang merupakan penggabunngan nomina

dengan verba dan penggabungan tersebut menjadi verba.

Selain proses afiksasi dan komposisi, pembentuk proses reduplikasi tidak terdapat dalam pembentukan verba bahasa Jepang. Kalaupun ada merupakan proses komposisi antara onomatope yang menjadi fukushi(adverbia) ditambah verba. Contoh ’wanwanshuru’


(10)

BAB I

ANALISIS MORFOLOGI VERBA BAHASA JEPANG

1.1.Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk pengguna bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, dalam menyampaikan maksud ataupun pikiran, seseorang menggunakan bahasa sebagai media penyampaiannya terhadap lawan bicara. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sutedi (2003 : 2), bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain.

Bahasa memiliki keterikatan terhadap manusia sebagai penggunanya. Dalam penggunaan bahasa, berbeda maksud dan pikiran oleh penutur, maka berbeda pula bentuk dan tata bahasa yang digunakan dalam menyampaikan maksud dan pikiran tersebut kepada lawan bicara. Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena dia memahami makna (imi) yang dituangkan melalui bahasa tersebut (Sutedi, 2003 : 2). Untuk dapat mengerti makna dari bahasa tersebut, maka dibutuhkan bahasa yang sama-sama di mengerti oleh penutur maupun pendengar.

Ide dalam sebuah bahasa yang sering digunakan adalah verba. Verba (bahasa Latin: verbum, "kata") atau verba adalah kelas kata yang menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Jenis kata ini biasanya menjadi predikat dalam suatu frasa atau kalimat Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan,atau keadaan, kata kerja


(11)

(Depdiknas; 2008 :929). Sudjianto (2004:147) mengatakan verba, kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu.

Dari zaman dahulu hingga sekarang, bahasa telah menjadi alat komunikasi yang dapat menjalin hubungan antar satubangsa dengan bangsa yang lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan untuk memperoleh informasi dari seluruh dunia semakin penting, hal ini disebabkan persaingan dalam bidang ekonomi, politik teknologi dan lainnya semakin ketat. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diperlukan untuk dapat mengatasi permasalahan terssebut agar informasi yang diterima lebih akurat. Sebab, proses komunikasi global dapat diperlancar dengan penguasaan bahasa asing.

Dalam bahasa Jepang, Sutedi (2003:42) mengatakan bahwa verba atau動詞

‘doushi’ berfungsi menjadi predikat dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk(katsuyou) dan bisa berdiri sendiri

Bila kita membahas mengenai perubahan verba, maka bahasan tersebut termasuk dalam morfologi.

Verhaar (2001:11) menyatakan morfologi menyangkut “internal” kata.

Koizumi (1993: 89) mengatakan 形態論

けいたいろん

は語形ごけい

の分析ぶんせき

が 中心ちゅうしん

Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwasanya morfologi merupakan kajian internal kata yang meliputi pembentukan kata tersebut.

となる。

(ketairon wa gokei no bunseki ga chusin to naru). ‘ morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata’.

Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Sutedi (2003: 41)yang mengatakan bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang


(12)

kata( 語・単語 ‘go/tango’) dan morfem 「形態素 ‘ketaiso’」. Morfem merupakan

satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi.

Dalam pembentukan kata tidak terlepas dari yang namanya proses morfemis. Muchtar (2006:34) mengatakan proses morfemis ialah proses pembentukan kata yaitu bagaimana kata-kata dibentuk dengan menghubung-hubungkan morfem yang satu dengan yang lain.

Sejauh ini penelitian tentang proses morfemis verba bahasa Jepang belum pernah dibicarakan di jurusan Sastra Jepang USU. Oleh sebab itu, penulis tertarik melakukan penelitian terhadap perubahan verba bahasa Jepang dengan judul “ANALISIS MORFOLOGIS VERBA BAHASA JEPANG”.

1.2.Perumusan Masalah

Untuk orang yang pertama kali belajar bahasa Jepang, pastinya akan mengalami kesulitan untuk dapt mengerti perubahan bentuk verba bahasa Jepang.

Dalam hal ini penulis ingin mengetahui dan mencoba untuk menganalisis permasalahan yang dimaksud. Permasalahan tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyan “Bagaimanakah Proses Morfologis Verba Dalam Bahasa Jepang?”

1.3.Ruang Lingkup Pembahasan

Penelitian ini akan membahas pembentukan verba bahasa Jepang

Dalam analisinya penulis akan meneliti pembentukan verba bahasa Jepang, morfem-morfem yang mempengaruhi terbentuknya verba baru. Seperti yang dikatakan Koizumi (1993:91) morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang


(13)

mempunyai arti. Sehingga dapat dikatakan terjadinya perubahan verba tidak bisa dilepaskan dari proses morfologis pada verba tersebut.

Dalam penelitian ini, penulis akan membahas proses morfemis verba bahasa Jepang, serta bentuk-bentuk perubahan yang terdapat pada verba bahasa Jepang. 1.4.Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1. Tinjauan Pustaka

Dalam mempelajari tata bahasa khususnya bahasa Jepang, penguasaan tata bahasa dalam pembentukan atau perubahan kata keja sangat penting. Hal ini disebabkan agar proses komunikasi dapat berjalan dengan lancar Karena kesalahan tata bahasa dalam perubahan bentuk verba yang kita gunakan akan mengakibatkan kesalah pahaman antar penutur dan pendengar atau penulis dan pembaca.

Koizumi (1993: 89) mengatakan 形態論

けいたいろん

は語形ごけい

の分析ぶんせき

が 中心ちゅうしん

Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Sutedi (2003: 41) yang mengatakan bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata( 語・単語 ‘go/tango’) dan morfem 「 形態素 ‘ketaiso’」. Sutedi (2003:

41)mengatakan morfem merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa di pecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Koizumi (1993:91) mengatakan morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang mempunyai arti.

となる。

(ketairon wa gokei no bunseki ga chusin to naru). ‘ morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata’.


(14)

1. 自由形 ’jiyuukei’ atau Bentuk bebas : morfem yang dilafalkan/

diucapkan secara tunggal(berdiri sendiri).

2. 結 合 形’ketsugoukei’ Bentuk terikat : morfem yang biasanya

digunakan dengan cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat silafalkan secara tunggal (berdiri sendiri).

Sutedi (2003:43) juga mengatakan kata yang bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi suatu kalimat tunggal disebut morfem bebas. Sedangkan kata yang tidak bisa berdiri sendiri dinamakan morfem terikat. Menariknya dalam bahasa Jepang, lebih banyak morfem terikatnya daripada morfem bebasnya.

Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, tidak membutuhkan bentuk lain yang digabung dengannya, sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan yang hanya dapat meleburkan diri pada morfem yang lain(Verhaar 2001: 97 - 98).

Koizumi (1993:95) juga menggolongkan morfem berdasarkan isinya menjadi dua yaitu

1. akar kata (語幹‘gokan’) : morfem yang memiliki arti yang terpisah

(satu per satu) dan kongkrit.

2. afiksasi (接 辞‘setsuji’): morfem yang menunjukkan hubungan

gramatikal.

Sutedi (2003: 44-45) berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat morfem bebas dan morfem terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua,

yaitu morfem isi dan morfem fungsi. Morfem isi (内容形態素

な い よ う け い た い そ


(15)

adjektiva, sedangkan morfem fungsi (機能形態素

きのう けい たいそ

) adalah morfem yang menunjukan

fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi dari verba atau adjektiva, kopula dan

morfem pengekpresi kala (時制形態素

じせい けい たいそ

Dapat diketauhi, dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting antara lain dilihat bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat, serta berdasarkan isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya.

).

1.4.2. Kerangka Teori

Penelitian ini akan membahas perubahan verba dalam bahasa Jepang. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan melalui teori morfologi.

Muchtar(2006:34) mengatakan proses morfemis ialah proses pembentukan kata yaitu bagaimana kata-kata dibentuk dengan menghubung-hubungkan morfem yang satu dengan yang lain.

Sutedi (2003:44-46) membagi proses morfemis bahasa jepang menjadi empat jenis, yaitu:

1. 派生語’haseigo’ atau kata kajian yaitu kata yang terbentuk dari

penggabungan naiyou ketasoi /morfem isi dengan 接辞’setsuji’ /

imbuhan. Contoh:

benkyou suru Benkyousuru


(16)

2. 複合語 ‘fukugougo’ atau 合成語 ‘gouseigo’ yaitu kata yang

terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem isi . Contoh:

3. karikomi yaitu akronim yang berupa suku kata atau silabis dari kosa kata aslinya.

Contoh:

Terebisyon terebi (TV) Paasonarukonpyuutaa Pasokon (computer) 4. toujigo yaitu singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam

huruf alphabet atau romaji. Contoh:

nippon housou kyoukai NHK (Radio jepang

Menurut Koizumi (1993:104-109)proses morfemis terbagi atas enam bagian, yaitu:

1. Penambahan

Koizumi (1993: 105) memberikan contoh penambahan salam verba bahasa Jepang pada perubahan beberapa verba dari verba intransitif(自動詞 ‘jidoushi’)

dan verba transitif (他動詞 ‘tadoushi’).

Contoh:

Ame Asa Amegasa (payung) Tabe Mono tabemono (makanan)


(17)

付く/tsuk-u/ => 付ける /tsuke-ru/

2. Pengurangan

Koizumi (1993:105-106) mengatakan ada juga verba dalam bahasa jepang yang apabila berubah dari intransitif ke transitif, justru akan kehilangan vokal pada kata dasar.

contoh:

「自」裂ける /sake-ru/ => 「他」裂く /sak-u/

3. Penggantian

Terdapat juga perubahan bentuk kata dalam verba bahasa Jepang antara verba intransitif dengan verba transitifnya yaitu penggantian ujung dari kata dasar verba tersebut.

Contoh:

集まる/atsumar-u/ => 集める /atsume-ru/

4. morfem Zero

Dari tiga perubahan bentuk verba dari intransitif ke transitif, Koizumi (1993: 107) menambahkan satu lagi variasi morfemis dalam hubungannya dengan verba transitif dan intrasitif, yaitu morfem zero, perubahannya dapat dilihat sebagai berikut:

-「自」吹く/fuk-u/ =>「他」吹く/fuk-u/

5. Reduplikasi

Kozumi (1993: 108-109) membaginya menjadi dua, yaitu - Reduplikasi kata dasar


(18)

- Redlupikasi afiksasi Contoh

若い /waka-i/ => 若々しい/waka-waka-shii/

6. penggabungan (komposisi)

Dalam bahasa Jepang, menurut koizumi (1993:109) adalah merupakan penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi.

contoh:

‘ame’ + ‘asa’ = ‘amegasa’

Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata (Chaer 1994;177).

Sutedi (2003:44) mengatakan dalam bahasa Jepang partikel (joshi), kopula(jodoshi) dan unsur pembentuk kala (jisei ketaiso) merupakan morfem yang termasuk dalam morfem terikat dan juga termasuk dalam morfem fungsi. Machida dan Momiyama dalam Sutedi (2003:44) menggolongkannya sebagai imbuhan (接辞

setsuji). Setsuji yang diletakan didepan morfem yang lainya disebut settouji(awalan), sedangkan yang diletakkan di belakang morfem yang lainya disebut setsubiji(akhiran). Imbuhan ini yang berperan dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang.

Sedangkan Koizumi (1993:95) menggolongkan bentuk afiksasi berdasarkan hubungan gramatikalnya dengan akar kata afiksasi menjadi tiga, yaitu:

1. 接頭辞’settouji’ awalan yaitu imbuhan ditambahkan didepan kata dasar

(akar kata).

2. 接辞’setsubiji’ akhiran yaitu imbuhan ditambahkan diblakang kata dasar.


(19)

3. 接中辞’setsuchuuji’ sisipan yaitu imbuhan disisipkan ke dalam (tengah)

akar kata (kata dasar)

Sutedi(2003:42) mencontohkan, verba kaku(書く) terdiri dari dua bagian,

yaitu bagian depan ka () yang tidak mengalami perubahan yang disebut gokan (akar

kata), dan bagian belakang /-ku/yang mengalami perubahan dan disebut gobi, kedua bagian tersebut merupakan satu morfem.

Dapat di contohkan juga, dalam kata hashiru (走る) yang berarti berlari,

terdiri dari gokan ‘hashi()’ dan gobi /-ru/. Bagian gokan tersebut telah

menunjukkan arti berlari yang merupakan morfem isi, sedangkan bagian gobi-nya menunjukan kala akan datang yang merupakan morfem fungsi

Perubahan verba bahasa Jepang merupakan proses morfemis haseigo atau afiksasi. Haseigo atau kata jadian adalah kata yang terbentuk dari penggabungan morfem isi dan setsuji(pengimbuhan)(Sutedi 2003:44).

Verba bahasa Jepang merupakan penggabungan morfem isi dan setsubiji/akhiran. Verhaar(2001: 109) mengatakan bahasa Jepang memiliki banyak sufiks(akhiran) misalnya akar verbal/kak-/’tulis’ mempunya sufiks /-u/ menjadi (kaku ‘menulis’), /-masu/ (kakimasu ‘menulis’), /-masen/ (kakimasen ‘tidak menulis’) dan banyak lainnya.

動 詞 ‘doushi’(verba), kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas,


(20)

Pada verba, morfem terikat dalam bahasa Jepang disebut dengan joudoshi (

動詞) arti kanjinya dalam bahasa Indonesia adalah kata Bantu verba. Karena tidak

memenuhi ciri sebuah kata yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri, maka lebih cocok disebut dengan morfem pembentuk verba. Morfem ini berfungsi untuk memberi makna atau arti pada dasar verba( Situmorang 2007:12).

Dalam terjadinya proses morfemis, besar kemungkinan terjadinya proses morfofonemik. Morfofonemik adalah peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi maupun komposisi (Chaer 1994:195).

1.5.Tujuan dan Manfaat penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulis melakukan ini penelitian adalah untuk mendeskripsikan proses morfologis verba bahasa Jepang.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah :

a. Bagi peniliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai morfemis verba bahasa Jepang.

b. Menambah referensi yang berkaitan dengan bidang linguistik khususnya mengenai morfologi.

c. Dan juga agar mempermudah kita bagaimana bisa memahami bahasa Jepang jika ditinjau dari segi morfemis verba bahasa Jepang terutama pada bentuk perubahannya.


(21)

1.6.Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif (deskriptif research). Isyandi dalam Kurniawan (2008 : 14), menyatakan bahwa penelitain deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (Library Research), dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang dikaji, terutama buku-buku yang berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang ataupun yang menggunakan bahasa Indonesia.

Setelah menganalisis data-data, kemudian dilanjutkan mencari, mengumpulkan dan mengklasifikasikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses morfemis verba bahasa Jepang. Kemudian dilanjutkan dengan proses merangkum dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan dalam setiap bab dan anak bab. Dan yang terakhir berupa penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa Jepang.

Penelitian Kepustakaan dilakukan pada perpustakaan USU, Perpustakaan Jurusan Sastra Jepang, Perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan, serta koleksi pribadi penulis.


(22)

BAB II

PROSES MOROLOGIS DAN VERBA BAHASA JEPANG

2.1. Morfologis Verba Bahasa Jepang 2.1.1. Pengertian Proses Morfologis

Proses morfologis adalah apabila dua buah morfem disatukan, mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut terjadi dengan cara 「付加’fuka’」atau penambahan, 「消除’kejo’」atau penghapusan, 「重複

‘jufuku’」atau penambahan dan 「ゼロ接辞’zero setsuji’」atau imbuhan kosong

(Situmorang 2007 :11).

Sedangkan morfem adalah potongan terkecil dari kata yang memiliki arti. Potongan kata atau morfem tersebut ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak atau berbentuk terikat pada morfem lain(Koizumi dalam Situmorang 2007:11)

Koizumi dalam Situmorang (2007:11-12) membagi morfem menjadi empat, yaitu

a.Morfem Dasar (形態素)

Morfem dasar adalah bagian kata yang menjadi kata dasar dari perpaduan dua buah morfem atau lebih dalam proses morfologis.

b.Morfem Terikat (結語形態)

Morfem terikat adalah morfem yang ditambah untuk merubah arti atau makna kata dasar. Morfem ini tidak memiliki arti apabila berdiri sendiri.


(23)

c.Morfem Berubah (異形態)

Morfem berubah adalah morfem yang bunyinya berubah apabila digabungkan dengan morfem lain dalam pembentukan kata, baik morfem dasar maupun morfem terikat berubah bunyinya apabila diikatkan satu sama lain.

d.Morfem Bebas 「自由形態」

Morfem bebas adalah morfem yang tidak berubah bunyi walaupun ada proses morfologis.

Situmorang (2007:12) mengatakan dalam proses morfologis verba bahasa Jepang terdapat rumusan sebagai berikut:

1. Keduanya morfem bebas, yaitu baik morfem dasarnya maupun morfem terikatnya adalah bebas.

Contoh

たべ+ない /tabe-/ + /-nai/

2. Kata dasarnya morfem bebas kemudian diikuti oleh morfem terikat. Contoh

いけ+ば/ik-/ + /-eba/

3. Kata dasarnya morfem terikat dan diikuti oleh morfem bebas. Contoh


(24)

よま+ない /yom-/ +/-anai/

4. Kedua-duanya terdiri dari morfem terikat. Contoh

せ+よ/se-/ + /- yo/

Scane dalam hasibuan (2003: 5) mengatakan ketika morfem- morfem bergabung untuk membentuk kata, segmen- segmen dari morfem – morfem yang berdekatan, berjejeran dan kadang- kandang mengalami perubahan disebut dengan fonologi generatif.

Contoh pada verba /kimasu/, bila dilihat proses morfologisnya: /k-/+/-imasu/ = /kimasu/

Dalam morfologi verba bahasa Jepang ada yang disebut dengan morfem turunan. Morfem turunan adalah morfem yang menghasilkan kata-kata baru atau merubah fungsi sebuah kata, ini dicapai dengan menggunakan awalan, akhiran ataupun sisispan

Contoh:

/s/ + /-imasu/ = /shimasu/

/shimasu/ merupakan morfem turunan.

Dalam morfologi verba bahasa Jepang, terdapat ’gokan’ dan ’gobi’. Koizumi (1993: 95) mengatakan ’gokan’ adalah morfem yang maknanya terpisah dengan jelas. Sutedi (2003:43) menambahkan bahwa ’gokan’ adalah morfem yang menunjukan makna aslinya. Sedangkan ’gobi’ menurut Sutedi (2003 :43) adalah morfem yang menunjukan makna gramatikalnya. Murarki dalam Hasibuan (2003: 10) mengatakan penanda akhir atau ’gobi’ disambung dibelakang kata dasar, adalah bentuk yang


(25)

sangat kuat bergabung dengan kata dasar, gobi merupakan penanda waktu kala penegasan dan negasi.

morfem terikat dalam bahasa Jepang disebut dengan 「助動詞 ’jodoshi’」arti

kanjinya dalam bahasa Indonesia adalah kata Bantu verba. Karena tidak memenuhi ciri sebuah kata yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri, maka lebih cocok disebut dengan morfem pembentuk verba. Morfem ini berfungsi untuk memberi makna atau arti pada dasar verba.

Sutedi (2003: 42) mencontohkan verba /kaku/ terdiri dari dua bagian, yaitu /kak-/ yang tidak engalami perubahan disebut dengan gokan atau akar kata, dan bagian belakang /-u/ yang mengalami perubahan disebut dengan goki.

2.1.2. Afiksasi

Kridalaksana dalam Hasibuan (2003: 30) mengatakan ciri morfologi verba adalah ciri yang terdepat pada verba yang muncul akibat proses morfologis. Ciri itu berbentuk morfem terikat yang disebut afiksasi.

Afiks menurut Muraki dalam Hasibuan (2003: 10) adalah unsur membentuk kata jadian dengan bergabung pada dasar kata. Afiks terdiri dari prefiks (settoji), sufiks (setsuiji) dan infiks (setsuchuuji).

Selain prefiks, sufiks dan infiks, Murarki dalam Hasibuan (2003: 10) mengatakan partikel afiks juga merupakan bentuk penambahan terhadap kata dasar.

Murarki dalam Hasibuan (2003: 12) juga menambahkan, dalam proses afiksasi, terdapat kombinasi afiks sangat dominan dalam bahsa Jepang.

Sehinga dari teori di atas, penulis menyimpulkan bahwa proses afiksasi dapat dibagi menjadi lima, yaitu prefiks, sufiks, infiks, kombinasi afiks dan partikel afiks.


(26)

2.1.2.1. Prefiks

Prefiks dalam bahasa jepang disebut dengan settouji. Koizumi (1993 : 95) mengatakan settouji atau prefiks yaitu imbuhan yang ditambahkan di depan kata dasar atau gokan. Bahasa Jepang memiliki ragam hormat yang disebut dengan keigo. Keigo adalah kata-kata yang sesuai digunakan pada suatu pembicaraan untuk menunjukan rasa hormat kepada lawan bicara ( Kikuchi dalam Hasibuan; 2003:2) pernyataan bentuk hormat ditentukan oleh pilihan kosa kata dan sangat terbatas oleh pembentukan kata dngan proses prefiksasi, seperti prefiks /o-/ dan /go-/ ( Hiroshi dalam Hasibuan; 2003: 3)

2.1.2.2. Sufiks

Sufiks dalambahasa Jepang disebut dengan setsubiji. Koizumi (1993:95) mengatakan setsubiji atau akhiran yaitu imbuhan yang ditambahkan dibelakang kata dasar. Sebagian imbuhan dalam bahasa Jepang adalah berbentuk sufiks.

Menurut Koizumi (1993:104-109) terdapat proses interen dalam verba. Proses interen ini terbagi atas empat bagian, yaitu:

7. Penambahan

Koizumi (1993: 105) memberikan contoh penambahan salam verba bahasa Jepang pada perubahan beberapa verba dari verba intransitif(自動詞 ‘jidoushi’)

dan verba transitif (他動詞 ‘tadoushi’).


(27)

Koizumi (1993:105-106) mengatakan ada juga verba dalam bahasa jepang yang apabila berubah dari intransitif ke transitif, justru akan kehilangan vokal pada kata dasar.

9. Penggantian

Terdapat juga perubahan bentuk kata dalam verba bahasa Jepang antara verba intransitif dengan verba transitifnya yaitu penggantian ujung dari kata dasar verba tersebut.

Koizumi (1993: 106-107) membagi pergantian tersebut kedalam tujuh bagian: a. akhiran ujung gokan /ar/ diganti dengan /e/

b. Akhiran ujung gokan yang ber huruf konsonan diganti dengan /as/ c. Akhiran ujung dasar /i/ diganti dengan /as/

d. Akhiran ujung dasar /e/ diganti dengan /as/ e. Akhiran dasar kata /r/ diganti dengan /s/ f. Akhiran dasar kata /e/ diganti dengan /s/ g. Akhiran dasar kata /e/ diganti dengan /yas/

10.Morfem Zero

Dari tiga perubahan bentuk verba dari intransitif ke transitif, Koizumi (1993: 107) menambahkan satu lagi variasi morfemis dalam hubungannya dengan verba transitif dan intrasitif, yaitu morfem zero, perubahannya dapat dilihat sebagai berikut:


(28)

2.1.2.3.Infiks

Dalam bahasa Jepang infiks disebut dengan setsuchuji. Koizumi (1993 : 95) mengatakan setsuchuji adalah imbuhan yang disisipkan ke dalam atau ke tengah akar kata atau gokan.

2.1.2.4. Kombinasi Afik

Kombinasi afiks adalah kombinasi dari dua afiks atau lebih yang dilekatkan pada dasar kata, oleh karena verba bahasa Jepang adalah polimorfemik, maka proses afiksasi dengan kombinasi afiks pada proses kedua akan melekat pada morfem jadian. Muraki dalam Hasibuan (2003:12) mengatakan kombinasi afiks sangat dominan dalam bahasaJepang.

Kridalaksana dalam Hasibuan (2003: 12)menambahkan bahwa beberapa afiks yang dapat dilekatkan pada sebuah bentuk dasar secara berurutan disebut kombinasi afiks.

2.1.2.5. Partikel Afiks

Muraki dalam Hasibuan (2003 :13)mengatakan Partikel afiks ialah satuan terkecil yang diletakan pada penanda akhir dan dasar kata. Partikel berfungsi menegaskan kata yang ada di mukanya ( Keraf dalam Hasibuan 2003 :11)

2.1.3. Komposisi

Menurut Koizumi (1993:109) komposisi adalah merupakan penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi.

Verhar dalam Hasibuan (2003: 7) menyatakan bahwa komposisi merupakan proses morfemis yang menggabungkan dua buah morfem dasar menjadi satu kata.


(29)

Dengan kata lain, verba majemuk adalah verba yang tebentuk melalui penggabungan satu kata atau lebih.

2.1.4. Reduplikasi

Ramlan dalam Hasibuan (2003:16) mengemukakan bahwa proses perulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

Dalam bahasa Jepang, onomatope juga merupakan unsur yang mengalami proses ulangan (Tsujimura dalam Hasibuan; 2003: 16).

Onomatope atau disebut juga dalam bahasa Jepang giseigo merupakan kelas kata tambahan atau fukushi. Situmorang(2007:42) membagi onomatope menjadi tiga, yaitu:

1. Onomatope yang merupakan peniruan bunyi binatang

2. Onomatope yang merupakan ungkapan perasaan ketika melihat suatu benda

3. Onomatope peniruan bunyi yang ditimbulkan suara alam

2.2. Verba Bahasa Jepang

2.2.1. Pengertian Verba Bahasa Jepang

Situmorang (2007:8) mengatakan bahwa verba 「動詞 ‘doushi’」adalah salah

satu kelas kata dalam bahasa Jepang, sama dengan adjektiva – i dan adjektiva – na menjadi salah satu jenis yoogen. Yoogen yaitu kelas kata yang dapat mengalami perubahan dan dapat menjadi prediket ( Sudjianto, 2004 : 148 ). Verba 「動詞


(30)

arti “bergerak”, sedangkan 「詞=し、ことば」 memiliki arti “kata”, sehingga 「動

詞’doushi’」 berarti kata yang bermakna gerakan (Situmorang 2007:8).

2.2.2. Ciri-ciri Verba Bahasa Jepang dan Jenis Verba

Situmorang (2007 : 8), mengatakan bahwa doushi memiliki ciri-ciri : 1.Dapat berdiri sendiri.

2.Berkonjugasi dan mengalami perubahan bentuk.

3.Bermakna suatu kegiatan, keberadaan, atau perubahan keadaan. 4.Dapat menjadi prediket dalam kalimat.

Situmorang (2007:9-10) juga mengatakan verba bahasa Jepang dari bentuk konjugasinya dapat di bagi tiga jenis, yaitu:

1.「五段動詞 ‘godandoushi’

「五段動詞 ‘godandoushi’」adalah doushi golongan pertama. Jenis verba ini

mengenal lima macam perubahan dalam konjugasinya. Contohnya /asob-/ + /-u/ + /-toki/

/asob-/+/-a /+ /-nai/ /asob-/+/-e /+ /-masu/ /asob-/+/-i /+ /-masu/

「五段動詞 ‘godandoushi’」 memiliki proses 「音便活用 ‘onbinkatsuyou’

atau perubahan lafal. Perubahan lafal dalam konjugasi tergantung pada akhiran 「語

‘gobi’」yang dimiliki kta tersebut, misalnya berakhiran /–u/, tsu/, ru/, ku/,


(31)

Kozumi dalam situmorang (2007: 9) mengatakan bahwa 「 五 段 動 詞

‘godandoushi’ 」adalah verba konsonan. Maksudnya bahwa kata dasar verba

golongan pertama selalu di akhiri oleh bunyi konsonan. Jadi yang mengalami perubahan atau konjugasi menurut koizumi adalah ‘gobi’ atau akhiran yang menyikuti kata dasar tersebut saja. Contohnya:

/Kak-/ = /kaita/, /kaite/ /Tor-/ = /totta/, /totte/ /Oyog-/ = /oyoida/, /oyoide/ /Tatt-/ = /tatta/, /tatte/ /Shin-/ = /shinda/, /shinde/

Bagian yang tidak berubah tersebut disebut dengan 「語幹’gokan’」dan bagian

yang berubah disebut dengan 「語尾’gobi’」. Penambahan bunyi i, n, t, disebut 「音

便活用 ‘onbinkatsuyou’」atau perubahan bunyi.

2.「一段動詞’ichidandoushi’

「一段動詞’ichidandoushi’」atau golongan ke dua adalah verba yang hanya

mengenal satu jenis konjugasi. Koizumi dalam Situmorang (2007: 10) mengatakan bahwa 「 一 段 動 詞’ichidandoushi’」adalah verba vokal, karena kata dasarnya

diakhiri oleh bunyi vokal. Jenis verba ini adalah ber ‘gobi’ ‘/-iru/’dan ‘/-eru/’. Contoh /Oki+ru/ = /okita/, /oki te/

/Tabe+ru/ = /tabeta/, /tabete/


(32)

3.「カ変動詞’kahendoushi’」dan「サ変動詞’sahendoushi’

「カ変動詞’kahendoushi’」dan「サ変動詞’sahendoushi’」di sebut verba

khusus. Disebut verba khusus karena perubahannya tidak beraturan. Verba ini hanya ada dua, yaitu ‘kuru’ dan ’suru’. Contohnya

/Ku-ru/ = /kita/, /kite/, /konai/ /Su-ru/ = /shita/, /shite/, /shinai/

2.2.3. Konjugasi Verba Bahasa Jepang

Perubahan bentuk kata verba, adjektiva dan kopula disebut konjugasi (活用),

Secara garis besar konjugasi verba bahasa Jepang dibagi menjadi enam (Sutedi 2003:47-48):

a. ’Mizenkei’ (未 然 形), yaitu perubahan bentuk verba yang di dalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (bentuk OU/YOU), bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SERU).

b. ’ R e n y o u k e i ’ (連 用 形) , y a i t u p e r u b a h a n b e n t u k v e r b a y a n g mencakup bentuk sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE), dan bentuk lampau (bentuk TA).

c. `Shuushikei’ (終 止 形)yaitu verba bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat.

d. ’Rentaikei’ (連 体 形)yaitu verba (bentuk kamus) yang digunakan sebagai modifikator.


(33)

pengandaian(bentuk BA).

f. ’Meireikei’ (命 令 形) yaitu perubahan verba kedalam bentuk perintah. Dari bentuk konjugasi di atas, Situmorang (2007:13-25) membagi lagi ke dalam beberapa bagian

1. 「使役 ‘Shieki’」 bentuk menyuruh 2. 「受身 ‘Ukemi’」 bentuk pasif

3. 「可能 ‘Kanou’」 verba menyatakan dapat 4. 「尊敬 ‘Sonkei’」 bentuk hormat

5. 「打消 ‘Uchikeshi’」 verba bentuk menyangkal atau menidakkan 6. 「丁寧 ’teinei’」makna sopan dalam verba

7. 「推量 ‘Suiryou’」 menyatakan bentuk niat 8. 「過去 ‘Kako’」 menyatakan bentuk lampau

9. 「希望 ‘Kibou’」 menyatakan bentuk harapan atau keinginan

Jika analisis morfem mengacu kepada penggunaan huruf Jepang (hiragana dan kanji) yang merupakan suatu silabis atau suku kata, akan lain hasilnya di banding dengan mengacu pada huruf alphabet.

Machida dan Momiyama dalam Sutedi (2003: 50) berpendapat bahwa analisis morfem jika mengacu pada huruf alphabet akan semakin jelas. Huruf alphabet yang dimaksud yaitu menggunakan system Jepang (nihon-shiki) atau system kunrei, bukan mengacu kepada system Hepburn.

Dari jenis-jenis perubahan di atas , shuushikei dan rentaikei kedua-duanya merupakan verba bentuk kamus, yaitu bentuk yang tercantum dalam kamus. Perbedaannya shuushikei digunakan diakhir kalimat atau sebagai predikat, sedangkan rentaikei berfungsi untuk menerangkan nomina yang mengikutinya (sutedi 2003:


(34)

48-49).

Perubahan verba ke d a l a m b e n t u k T E d a n T A ya n g m e n g a l a m i p r o s e s ` o n b i n ' <euphony>, ‘onbin’ adalah perubahan fonem atau bunyi karena pengaruh bunyi yang mengapitnya. Untuk verba kelompok I bisa diklasifikasikan seperti berikut.(Sutedi 2003:53-54)

a. Sokuonbin (促 音 便) yaku terjadi pada ren-youkei (bentuk M A S U ) d a r i v e r b a ya n g m o r f e m k e d u a n y a b e r u p a suku kata {i, ri, ti} serta {ki}. Atau ji ka bermul a dari verb a bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran suara/huruf U, TSU, RU (う、つ、る) serta KU (く) pada verba iku <pergi> akan berubah menjadi TTE (って).

b . I-o n b i n (イ 音 便) ya j t u t e rj adi p a d a r en - you k ei (b en t u k MASU) dari verba yang morfem ke duanya berupa suku kata {ki, gi} menjadi {ite, ide}. Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran bunyi/huruf KU, GU (く,ぐ ) berubah menjadi ITE, IDE (いて、いで).

c . H a t s u o n b i n t e r j a d i p a d a r e n - y o u k e i ( b e n t u k M A S U ) dari verba yang morfem ke duanya berupa suku kata { mi, ni, bi} menjadi {nde}. Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran bunyi/huruf MU, NU, BU ( む、ぬ、ぶ) berubah menjadi NDE (んで).


(35)

BAB III

ANALISIS PROSES MORFOLOGIS VERBA BAHASA JEPANG

3.1. Afiks

Proses morfologis verba bahasa Jepang melalui afiksasi 3.1.1. Prefiks

Prefiks atau awalan dalam bahasa Jepang ada dua yaitu awalan /o-/ dan /go-/. Awalan ’go’ dan ’o’ bukan pembentuk makna baru, melainkan merubah verba menjadi ragam hormat.

3.1.2.1.Prefiks /o-/ Golongan 1

よむ’yom-u’: membaca

Bentuk ragam hormat お読みします’oyomishimasu’ :membaca

/o-/+/yom-/+/-i/+/shimasu/

/o-/ : awalan pembentuk ragam hormat, merupakan morfem terikat /yom-/ : adalah morfem dasar

/-i/ : adalah morfem terikat dan imbuhan /shimasu/ : adalah morfem turunan

Dalam pembentukan kata ’oyomishimasu’,awalan /o-/ melekat pada morfem /yom-/ dan di gabungkan dengan morfem turunan/yom-/shimasu/yom-/.dalam penggabungan tersebut, morfem dasar /yom-/ diikuti dengan afiks /-i/ di belakangnya.

Golongan 2


(36)

Bentuk ragam hormat menjadお食べします’otabe-shimasu’ : makan

Analisis:

/o-/+/tabe-/+/shimasu/

/o-/ : awalan pembentuk ragam hormat, merupakan morfem terikat /tabe-/ : adalah morfem dasar

/shimasu/ : adalah morfem turunan yang memberi makna kata kerja

Dalam pembentukan kata ’otabe-shimasu’, awalan /o-/ melekat pada morfem dasar /tabe-/, dimana dalam pelekatan tersebut juga diikuti dengan melekatnya morfem turunan /shimasu/ di belakang morfem dasar /tabe-/.

Golongan 3

電話する’denwasuru’ menelpon

Bentuk ragam hormat menjadi お電話します’odenwashimasu’ :menelpon

Analisis

/o-/+/denwa/+/shimasu/

/o-/ : awalan pembentuk ragam hormat, merupakan morfem terikat /denwa/ : adalah morfem dasar dan merupakan morfem bebas, serta juga

termasuk nomina

/shimasu/ : adalah morfem turunan yang memberi makna kata kerja Dalam pembentukan kata ’odenwashimasu’, awalan /o-/ melekat pada morfem /denwa/ dan diikuti dengan morfem turunan /shimasu/ sehingga morfem dasar /denwa/ berubah dari nomina menjadi verba.


(37)

Dari analisis diatas, dapat dilihat bahwa prefiks /o-/ tidak dapat langsung menyatu dengan morfem dasar, dan harus ditambahkan morfem lain sesudah morfem dasar, sehingga mengalami kombinasi afiks.

3.1.2.1.Prefiks /go-/

説明します'setsumaeisimasu': menerangkan

bentuk ragam hormatnya adalah ご説明します'gosetsumeisimasu' :menerangkan

analisis

/go-/+/setsumei/+/simasu/

/go-/ : morfem terikat pembentuk ragam hormat yang diletakan didepan morfem dasar

/setsumei/ : adalah morfem dasar yang juga termasuk morfem bebas dan jika bila berdiri sendiri menjadi nomina

/shimasu/ : adalah morfem turunan yang memberi makna kata kerja

Dalam pembentukan kata ’gosetsumeisimasu’, awalan /go-/ melekat pada morfem /setsumei/ dan diikuti dengan morfem turunan /shimasu/ sehingga morfem dasar /setsumei/ berubah dari nomina menjadi verba.

Sama halnya dengan prefiks /o-/, preiks /go-/ juga tidak dapat langsung disatukan dengan morfem dasar, tetapi hanya dapat disatukan dengan morfem dasar yang telah diikuti morfem lain.


(38)

3.1.2. Sufiks

Pada verba bahasa Jepang, proses afiksasi pada akhiran atau sufiks merupakan proses morfologis paling sering dalam verba bahasa Jepang. Dalam imbuhan akhiran verba bahasa Jepang, akan di analisis berdasarkan konjugasinya sebagai berikut

3.1.2.1 Shuushikei 「終止形」verba bentuk kamus Golongan 1

よむ’yom-u’ :membaca

Analisis:

’Yom-u’, secara bentuk morfem akan berbentuk /yom-/+/-u/ /yom-/ : adalah morfem dasar

/u-/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan kala non lampau

Morfem / bertemu dengan akhiran /-u/ maka akan menbentuk kata /yom-u/ yang setelah berbagung baru memiliki arti ’membaca’.

Golongan 2

食べる’tabe-ru’ : makan

Analisis

’Tabe-ru’ berbentuk /tabe-/+/-ru/

/tabe-/ : adalah morfem dasar dan yang bermakna ’makan’

/-ru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan kala non lampau


(39)

Morfem / bertemu dengan morfem /-ru/ maka akam membentuk kata /tabe-ru/ yang bermakna ’makan’.

Golongan 3

来る’kuru’ : datang

Analisis

’kuru’ berbentuk /k-/+/-uru/

/k-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem terikat

/uru-/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan kala non lampau

morfem /k-/ bertemu dengan akhiran /-uru/ maka menjadi /kuru/ yang bermakna ’datang’.

3.1.2.2 Shieki「使役」:bentuk menyuruh Golongan 1

Bentuk menyuruh menjadi よませる’yom-aseru’ : menyuruh membaca

Analisis:

/yomaseru/ /yom-/+/-ase/+/ru/

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-ase/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna menyuruh

/ru-/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna kamus dan menyatakan kala non lampau

Dalam pembentukan kata /yomaseru/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-ase/ dan ditambahkan pembentuk kala non lampau /-ru/ menjadi /yomaseru/.


(40)

Golongan 2

Bentuk menyuruh menjadi 食べさせる’tabesaseru’ : menyuruh makan

Analisis:

/Tabeaseru/ /Tabe-/+/-sase/+/-ru/

/tabe-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem bebas yang bermakna ’makan’

/-sase/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna menyuruh

/ru-/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan menyatakan kala non lampau

Dalam pembentukan kata /tabesaseru/ morfem dasar/tabe- /datambah dengan akhiran /-sase/dan ditambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/ menjadi /tabesaseru/.

Golongan 3

Bentuk meenyuruh menjadi 来させる’kosaseru’: menyuruh datang

analisis

/kosaseru/ /k-/+/-osase/+/ru/

/k-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem terikat /-osase/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna menyuruh

/-ru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna kamus dan menyatakan kala non lampau

Dalam pembentukan kata /kosaseru/, morfem dasar /k-/ ditambahkan sufiks /-osase/ sebagai afiks pembentuk menyuruh dan datambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/dibelakangnya menjadi /kosaseru/.


(41)

3.1.2.3 Ukemi 「受身」: Bentuk Pasif Golongan 1:

Bentuk pasif menjadi よまれる’yom-areru’ :dibaca

Analisis:

/Yomareru/ => /yom-/+/-are/+/ru/

/yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-are/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pasif

/ru-/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna kamus dan menyatakan kala non lampau

Dalam pembentukan kata /yomareru/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-are/ dan ditambahkan pembentuk kala non lampau /-ru/ menjadi /yomareru/.

Golongan 2

Bentuk pasif menjadi たべられる’tabe-rareru’ :dimakan

Analisis:

/Taberareru/ /Tabe-/+/-rare/+/-ru/

/tabe-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem bebas yang bermakna ’makan’

/-rare/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pasif

/ru-/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan menyatakan kala non lampau


(42)

Dalam pembentukan kata /taberareru/ morfem dasar/tabe- /datambah dengan akhiran /-rare/dan ditambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/ menjadi /taberareru/.

Golongan 3

Bentuk pasif menjadi 来られる’korareru’:

analisis

/korareru/ /k-/+/-orare/+/ru/

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-orareru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pasif

/-ru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna kamus dan menyatakan kala non lampau

Dalam pembentukan kata /korareru/, morfem dasar /k-/ ditambahkan sufiks /-orare/ sebagai afiks pembentuk pasif dan datambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/dibelakangnya menjadi /korareru/.

3.1.2.4 Kanou 「可能」: bentuk dapat Golongan 1

Bentuk dapat menjadi よめる’yomeru’ : dapat membaca

Analisis:

/yomeru/ /yom-/+/-e/+/ru/

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-e/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna dapat

/ru-/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna kamus dan menyatakan kala non lampau


(43)

Dalam pembentukan kata /yomeru/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-e/ dan ditambahkan pembentuk kala non lampau /-ru/ menjadi /yomeru/.

Golongan 2

Bentuk dapat menjadi 食べれる’tabereru’ : dapat makan

Analisis:

/Tabereru/ /Tabe-/+/-re/+/-ru/

/tabe-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem bebas yang bermakna ’makan’

/-re/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna dapat

/ru-/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan menyatakan kala non lampau

Dalam pembentukan kata /tabesaseru/ morfem dasar/tabe- /datambah dengan akhiran /-re/dan ditambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/ menjadi /tabesaseru/.

Golongan 3

Bentuk dapat menjadi 来れる’koreru’: bisa datang

analisis

/koreru/ /k-/+/-ore/+/ru/

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-ore/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna dapat

/-ru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna kamus dan menyatakan kala non lampau


(44)

Dalam pembentukan kata /koreru/, morfem dasar /k-/ ditambahkan sufiks /-ore/ sebagai afiks pembentuk dapat dan datambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/dibelakangnya menjadi /koreru/.

Sedangkan kata kerja Golongan tiga する’suru’, bila di ubah menjadi bentuk

dapat akan berubah menjadi できる’dekiru’

/Su/+/-ru/ => /deki/+/ru/

/Su-/ dari /suru/ merupakan morfem dasar yang berubah menjadi /deki/ apabila d ubah ke dalam bentuk dapat, sedangkan akhirannya tidak berubah.

3.1.2.5 Uchikeshi 「打消」bentuk menyangkal Golongan 1

Bentuk menyangkal menjadi よめる’yomanai’ : tidak membaca

Analisis:

/yomanai/ /yom-/+/-anai/

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-anai/ : adalah morfem bebas sebagai pembentuk makna menyangkal

Dalam pembentukan kata /yomanai/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan morfem/anai/ menjadi /yomanai/.

Golongan 2

Bentuk menyangkal menjadi 食べない’tabe-nai’ : tidak makan


(45)

/Tabenai/ => /tabe-/+/nai/

/Tabe-/ : adalah morfem dasar yang bermakna ’makan’

/nai/ : adalah morfem bebas sebagai pembentuk makna menyangkal

Dalam pembentukan kata /tabenai/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-nai/ menjadi /tabenai/.

Golongan 3

Bentuk menyangkal menjadi 来ない’konai’: tidak datang

analisis

/konai/ /k-/+/onai/

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/onai/ : adalah morfem bebas sebagai pembentuk makna menyangkal

Dalam pembentukan kata /konai/, morfem dasar /k-/ ditambahkan dengan morfem /nai/ sebagai morfem pembentuk menyangkal /konai/.

3.1.2.6 Teinei 「丁寧」bentuk sopan Golongan 1

Bentuk sopan menjadi よみます’yomimasu’: membaca (bentuk sopan)

Analisis:

/yomimasu/ /yom-/+/-imasu/

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-imasu/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna sopan

Dalam pembentukan kata /yomimasu/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-imasu/ menjadi /yomimasu/.


(46)

Golongan 2

Bentuk sopan menjadi 食べます’tabemasu’ : makan (bentuk sopan)

Analisis:

/Tabemasu/ /Tabe-/+/-masu/

/tabe-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem bebas yang bermakna ’makan’

/-masu/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna sopan

Dalam pembentukan kata /tabemasu/ morfem dasar/tabe- /datambah dengan akhiran /-masu/ menjadi /tabemasu/.

Golongan 3

来る’kuru’ : datang

Bentuk sopan menjadi 来ます’kimasu’: datang

analisis

/kimasu/ /k-/+/-imasu/

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-masu/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna sopan

Dalam pembentukan kata /kimasu/, morfem dasar /k-/ ditambahkan sufiks /-masu/ sebagai afiks pembentuk sopan menjadi /ki/-masu/.

3.1.2.7 Suiryou 「推量」 bentuk niat

bentuk ini lebih mengarah pada bentuk niat mengajak Golongan 1


(47)

Bentuk niat menjadi よもう’yomou’ : ingin/ ayuk membaca

Analisis:

/yomou/ /yom-/+/-ou/

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-ou/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna ingin atau ajakan Dalam pembentukan kata /yomou/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan morfem/ou/ menjadi /yomou/.

Golongan 2

Bentuk niat menjadi 食べよう’tabe-you’ : ingin makan

Analisis:

/Tabeyou/ => /tabe-/+/-you/

/Tabe-/ : adalah morfem dasar yang bermakna ’makan’

/you/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna ingin atau ajakan Dalam pembentukan kata /tabeyou/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-you/ menjadi /tabeyou/.

Golongan 3

Bentuk niat menjadi 来よう’koyou’: ingin datang

analisis

/konai/ /k-/+/-oyou/

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-oyou/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna menyangkal

Dalam pembentukan kata /konai/, morfem dasar /k-/ ditambahkan dengan morfem /oyou/ sebagai morfem pembentuk ajakan/koyou/.


(48)

3.1.2.8 Kako 「過去」bentuk lampau Golongan 1

Bentuk lampau menjadi よんだ’yonda’ : telah membaca

Analisis:

/yonda/ /yon-/+/-da/

/Yon-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat, memiliki morfem dasar /yom-/, tetapi mengalami onbin atau perubahan bunyi karena morfem yang mengikutinya

/-da/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna lampau

Dalam pembentukan kata /yonda/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan morfem/-da/ menjadi /yonda/.

Golongan 2

Bentuk lampau menjadi 食べた’tabeta’ : telah makan

Analisis:

/Tabeta/ => /tabe-/+/-ta/

/Tabe-/ : adalah morfem dasar yang bermakna ’makan’

/-ta/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna lampau

Dalam pembentukan kata /tabeta/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-ta/ menjadi /tabeta/.

Golongan 3

Bentuk niat menjadi 来た’kita’: telah datang

analisis


(49)

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-ita/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna lampau

Dalam pembentukan kata /kita/, morfem dasar /k-/ ditambahkan dengan morfem /-ita/ sebagai morfem pembentuk lamapau /kita/.

3.1.2.9 Kibou 「希望」 bentuk harapan atau keinginan

bentuk harapan ada dua jenis, yaitu yang ber sufiks /-tai/ dan bersufiks /-tagaru/. Yang bersufiks /-tai/ akan merubah verba menjadi kata sifat, sedangkan bersufiks /-tagaru/ akan tetap berbentuk verba.

Golongan 1

Bentuk harapan menjadi よみたい’yomitai’ dan よみたがる ’yomitagaru’: ingin

membaca Analisis:

/yomitai/ /yom-/+/-itai/

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-itai/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna harapan

Dalam pembentukan kata /yomitai/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan morfem/-itai/ menjadi /yomitai/.

/yomitagaru/ /yom-/+/-itagaru/

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-itagaru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna harapan

Dalam pembentukan kata /yomitagaru/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan morfem/-tagaru/ menjadi /yomitagaru/.


(50)

Golongan 2

Bentuk menyangkal menjadi 食べたい’tabetai’ dan 食べたがる’tabetagaru’ :

ingin makan Analisis:

/Tabetai/ => /tabe-/+/-tai/

/Tabe-/ : adalah morfem dasar yang bermakna ’makan’

/-tai/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna harapan

Dalam pembentukan kata /tabetai/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-tai/ menjadi /tabetai/.

/Tabetagaru/ => /tabe-/+/-tagaru/

/Tabe-/ : adalah morfem dasar yang bermakna ’makan’

/-tagaru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna harapan

Dalam pembentukan kata /tabetagaru/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-tagaru/ menjadi /tabetagaru/.

Golongan 3

Bentuk menyangkal menjadi 来たい’kitai’ dan 来たがる ’kitagaru’: ingin datang

Analisis

/kitai/ /k-/+/-itai/

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-itai/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna harapan

Dalam pembentukan kata /kitai/, morfem dasar /k-/ ditambahkan dengan morfem /-itai/ sebagai morfem pembentuk harapan /kitai/.


(51)

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-itagaru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna harapan

Dalam pembentukan kata /kitagaru/, morfem dasar /k-/ ditambahkan dengan morfeum /-itagar/ sebagai morfem pembentuk harapan/konai/.

3.1.2.10 Kateikei 「仮定形」 bentuk pengandaian Golongan 1

Bentuk pengandaian menjadi よめば’yomeba’ : apabila membaca

Analisis:

/yomeba/ /yom-/+/-eba/

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-eba/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pengandaian

Dalam pembentukan kata /yomeba/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan morfem/-eba/ menjadi /yomeba/.

Golongan 2

Bentuk pengandaian menjadi 食べれば’tabereba’ : apabila makan

Analisis:

/tabereba/ => /tabe-/+/-reba/

/Tabe-/ : adalah morfem dasar yang bermakna ’makan’

/-reba/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pengandaian

Dalam pembentukan kata /tabereba/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-reba/ menjadi /tabereba/.


(52)

Bentuk pengandaian menjadi 来れば’kureba’’: apabila datang

analisis

/kureba/ /k-/+/-ureba/

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-ureba/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pengandaian

Dalam pembentukan kata /kureba/, morfem dasar /k-/ ditambahkan dengan morfem /-kureba/ sebagai morfem pembentuk pengandaian menjadi /kureba/.

3.1.2.11 Meireikei 「命令形」bentuk perintah Golongan 1

Bentuk peritah menjadi よめ’yome’ : membaca!

Analisis:

/yome/ /yom-/+/-e/

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-e/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna perintah

Dalam pembentukan kata /yome/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan morfem/-e/ menjadi /yome/.

Golongan 2

Bentuk perintah menjadi 食べろ’tabe-ro’ : makan!

Analisis:

/tabero/ => /tabe-/+/-ro/


(53)

/-ro/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna perintah

Dalam pembentukan kata /tabero/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-ro/ menjadi /tabero/.

Golongan 3

Bentuk perintah menjadi 来い’koi’’: datang!

analisis

/koi/ /k-/+/-oi/

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-oi/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna perintah

Dalam pembentukan kata /koi/, morfem dasar /k-/ ditambahkan dengan morfem /-oi/ sebagai morfem pembentuk perintah menjadi/koi/.

3.1.2.12 Proses Perubahan Interen Pada Verba 3.1.2.12.1.Penambahan

Penambahan dalam verba bahasa Jepang pada perubahan beberapa verba dari verba intransitif(自動詞 ‘jidoushi’) dan verba transitif (他動詞 ‘tadoushi’).

付く/tsuk-u/ => 付ける /tsuke-ru/

ujung kata dasar verba yang berakhiran dengan konsonan, mengalami penambahan perubahan menjadi verba vokal. Terjadi penabahan vokal /e/ terhadap morfem dasar.


(54)

3.1.2.12.2.Pengurangan

「自」裂ける /sake-ru/ => 「他」裂く /sak-u/

Vocal /e/ yang terdapat pada morfem dasar mengalami pengurangan ketika berubah menjadi verba transitif.

3.1.2.12.3.Pergantian

Pergantian dalam perubahan interen, terdapat tujuh bagian 1. akhiran ujung gokan /ar/ diganti dengan /e/

集まる/atsumar

2. Akhiran ujung dasar konsonan diganti dengan /as/ -u/ => 集める /atsume-ru/

動く/ugok-u/ => 動かす/ugokas

3. Akhiran ujung dasar /i/ diganti dengan /as/ -u/

生きる /iki-ru/ => 生かす/ikas-u/

4. Akhiran ujung dasar /e/ diganti dengan /as/

逃げる /nige-ru/ => 逃がす /nigas

5. Akhiran dasar kata /r/ diganti dengan /s/ -u/

残る/nokor-u/ => 残す/nokos-u/

6. Akhiran dasar kata /e/ diganti dengan /s/

倒れる/taore-ru/ => 倒す/taos-u/

7. Akhiran dasar kata /e/ diganti dengan /yas/


(55)

3.1.2.12.4.Morfem Zero

Dalam verba bahasa Jepang, morfem zero hanya terdapat pada kata tersebut: -「自」吹く/fuk-u/ =>「他」吹く/fuk-u/

Pada contoh di atas dapat dilihat bahwa baik verba transitif dan intransitif tetap verba konsonan (verba yang kata dasarnya berakhiran dengan konsonan) Bentuk ini disebut morfem zero.

3.1.3. Infiks

infiks atau sisipan dalam bahasa Jepang ada dua, yaitu /e/ dan /oe/. kedua infiks ini membentuk verba menjadi verba aktif intransitif.

3.1.2.1.infiks /e-/

infiks /e-/ hanya terdapat dalam proses morfologis verba みる'miru' yang

bermakna ‘melihat’ berubah menjadi verba aktif intransitif menjadi みえる'mieru' :

‘kelihatan’

analisis

/mieru/ => /mi-/+/-e-/+/-ru/

/mi-/ : adalah morfem dasar

/-e-/ : adalah morfem terikat yang berfungsi sebagai infiks yang terletak diantara morfem dasar dan sufiks

/-ru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan kala non lampau


(56)

morfem dasar /mi-/ dan sufiks /-ru/ menjadi /mieru/ yang bermakna ’keliahatan’.

3.1.2.1.infiks /-oe-/

infiks /-oe-/ hanya terdapat dalam proses morfologis verba きく'kiku' yang

bermakna ‘mendengar’ berubah menjadi verba aktif intransitif menjadi きこえる

'kikoeru' : ‘kedengaran’

analisis

/kikoeru/ => /kik-/+/-oe-/+/-ru/

/kik-/ : adalah morfem dasar

/-oe-/ : adalah morfem terikat yang berfungsi sebagai infiks yang terletak diantara morfem dasar dan sufiks

/-ru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan kala non lampau

/kikoeru/ terbentuk dari morfem dasar /kik-/, diamana infiks'/-oe-/ dimasukan anatara morfem dasar /kik-/ dan sufiks /-ru/ menjadi /kikoeru/ yang bermakna ’kedengaran’.

3.1.4. Kombinasi Afiks


(57)

dijelaskan diatas, maka penulis tidak membaginya kedalam Golongan 1, Golongan 2 dan Golongan 3.

3.1.4.1.Kombinasi Antara Morfem Dasar + sufiks /nai/+ sufiks /-kereba naranai/

食べる'tabe-ru':makan menjadi 食べなければならない'tabe-nakereba naranai' harus makan.

analisis

/tabenakerebanaranai/ => /tabe-/ + /-nai/ + /-kerebanaranai/

/tabe-/ :morfem dasar

/-nai/ : morfem terikat yang merupakan sufiks yang melekat pada morfem dasar dan pembentuk makna menyangkal

/-kerebananranai/ : morfem terikat yang melekat pada sufiks

/tabenakerebanaranai/ terbentuk dari dari pertama sekali adalah penggabungan morfem dasar /tabe-/ dengan sufiks /-nai/ menjadi /tabenai/ yang bermakna 'tidak makan', setelah terjadi penggabungan tersebut, maka morfem turunan tersebut akan digabungkan lagi dengan sufiks /-kerebanaranai/ menjadi /tabenakerebanaranai/ dimana morfem turunan /tabenai/ terjadi pelepasan vokal /i/ dalam penggabungannya, serta makna yang awalnya merupakan bentuk pengangkalan, berubah menjadi bentuk harus yaitu 'haus makan'.


(58)

3.1.4.2.Kombinasi Antara Morfem Dasar + sufiks /-ta/ + sufiks/-ri/

帰る'kaeru':pulang menjadi かえったり'kaettari' :pulang analisis

/kaettari/ => /kaer-/ +/-ta/+/-ri/

/kaer-/ :adalah morfem dasar Golongan 1

/-ta/ :adalah morfem terikat pembetuk makna lampau

/-ri/ : adalah morfem terikat

/kaettari/ terbentuk dari penggabungan morfem dasar /kaer-/ bertemu dengan sufiks /-ta/ terjadi onbin atau perubahan bunyi konsonan/r/ menjadi kosonan/t/ shingga penggabungannya menjadi /kaetta/, kemudian digabungakn dengan sufiks /-ri/. dalam penggabungan tidak terjadi pelepasan vokal ataupun konsonan menjadi /kaettari/.

3.1.4.3. Kombinasi Antara Morfem Dasar + sufiks /-i/ + sufiks /nasai/

よぶ'yobu': panggil menjadi よびなさい'yobinasai:panggilkan analisis

/yobinasai/ /yob-/ + /-i/ + /-nasai/

/yob-/ : adalah morfem dasar


(59)

/-nasai/ : morfem terikat

/yobinasai/ terbentuk dari pertama kali penggabungan morfem /yob-/ dilekatkan sufiks /-i/ menjadi /yobi/, morfem gabungan ini diberi sufiks /-nasai/ menjadi /yobinasai/, menjadi 'panggilkan'.

3.1.4.4. Kombinasi Antara Morfem Dasar + sufiks /-ta/+ sufiks/-ra/

帰る'kaeru':pulang menjadi かえったり'kaettara' :kalau pulang analisis

/kaettara/ => /kaer-/ +/-ta/+/-ra/

/kaer-/ :adalah morfem dasar Golongan 1

/-ta/ :adalah morfem terikat pembetuk makna lampau

/-ra/ : adalah morfem terikat pembentuk pengandaian

/kaettara/ terbentuk dari penggabungan morfem dasar /kaer-/ bertemu dengan sufiks /-ta/ terjadi onbin atau perubahan bunyi konsonan/r/ menjadi kosonan/t/ shingga penggabungannya menjadi /kaetta/, kemudian digabungakn dengan sufiks /-ra/. dalam penggabungan tidak terjadi pelepasan vokal ataupun konsonan menjadi /kaettara/.


(60)

3.1.5. Partikel Afiks

3.1.5.1.partikel afiks /youda/ iruyouda: keliahatan ada

/ir/+ /-u/ +/-youda/

/ir-/ : adalah morfem dasar

/-u/ : adalah morfem terikat yang membantuk makna kamus

/-youda/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dalam morfem gabungan

/iruyouda/ berasal dari morfem gabungan /ir-/dan /-u/ menjadi /iru/ yang berarti 'ada' dan di gabung dengan partikel afiks /youda/ menjadi /iruyouda/.

3.1.5.2. Partikel Afiks /souda/ ’furusouda’: katanya hujan

/fur-/ +/-u/ +/-souda/

/fu-/ : adalah morfem dasar

/u-/ : adalah morfem terikat yang menbentuk makna kamus

/-souda/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dalam morfem gabungan

/furusouda/ berasal dari morfem turunan /furu/ yang berarti ’hujan’ dan di gabungkan dengan partikel afiks /souda/ menjadi /furusouda/


(61)

3.1.5.3. Partikel Afiks /tsumori/ ’Kautsumori’: bermaksud membeli /Ka-/ +/-u/ +/-tsumori/

/ka-/ : adalah morfem dasar

/-u/ : adalah morfem terikat yang membentuk makna kamus

/-tsumori/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dalam morfem gabungan

/kautsumori/ berasal dari morfem turunan /kau/ yang berarti ’membeli’ dan digabungkan dengan partikel afiks /-tsumori/ menjadi /kautsumori/.

3.1.5.4. Partikel Afiks /na/ Kaeruna : jangan pulang

/kaeruna/ /Kae-/ +/-ru/ +/-na/

/kae-/ : adalah morfem dasar

/-ru/ : adalah morfem terikat pembentuk makna kamus

/-na/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dengan morfem gabungan pembentuk makna larangan

/kaeruna/ terbentuk dari morfem turunan /kaeru/ yang bermakna ’pulang’, dan digabungkan dengan partikel afiks /na/ menjadi /kaeruna/ yangbermakana ’jangan pulang’.

3.1.5.5. Partikel Afiks /hazu/ ‘Mitaihazu’: pasti ingin liat


(62)

/mi-/ : adalah morfem dasar

/-tai / : adalah morfem terikat yang membentuk makna harapan

/-hazu / : adalah partikel afiks yang digabungkan dengan morfem gabungan

/Mitaihazu/ terbentuk dari morfem turunan /mitai/ yang bermakna ’ingin melihat’, dan digabungkan dengan partikel afiks /hazu/ menjadi /mitaihazu/ menjadi ’pasti ingin melihat’

3.1.5.6. Partikel Afiks /bakari/ ’Hajimetabakari’ : baru saja mulai

/hajimetabakari/ /Hajime/+/-ta/ +/-bakari/

/hajime-/ :morfem dasar

/-ta/ : adalah morfem terikat pembentuk makna kala lampau

/-bakari/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dengan morfem gabungan

/hajimeta/ terbentuk dari morfem turunan /hajimeta/ yang bermakna ’telah mulai’, dan digabungkan dengan partikel afiks /-bakari/ menjadi /hajimetabakari/ yang bermakana ’baru saja mulai’

3.1.5.7. Partikel Afiks /baai/

’okurerubaai’ : pada saat terlambat

/Okurerubaai/ /Okure-/+/-ru/+/-baai/


(63)

/-ru/ : adalah morfem terikat pembentuk makna non lampau

/-baai/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dengan morfem gabungan

/okurerubaai/ terbentuk dari morfem turunan /okureru/ yang bermakna ’terlambat’, dan digabungkan dengan partikel afiks /-baai/ menjadi /okurerubaai/.

3.1.5.8. Partikel Afiks /kamosirenai/ ’aukamosirenai’ : mungkin bertemu

/aukamosirenai/ /a-/+/-u/ +/-kamosirenai/

/a-/ : morfem dasar

/-u/ : adalah morfem terikat

/-kamosirenai / : adalah partikel afiks yang digabungkan dengan morfem gabungan

/aukamosirenai/ terbentuk dari morfem turunan /au/ yang bermakna ’bertemu’ dalam bentuk kamus, dan digabungkan dengan partikel afiks /kamosirenai/ menjadi /aukamosirenai/.

3.1.5.9. Partikel Afiks /tokoro/

’dekakerutokoro’ : baru mau berangkat

/Dekakerutokoro/ /Dekake-/+/-ru/+/-tokoro/


(64)

/-ru/ : adalah morfem terikat pembentuk mankna kamus

/-tokoro/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dengan morfem gabungan

/dekakerutokoro/ terbentuk dari morfem turunan /dekakeru/ yang bermakna ’berangkat’ dalam bentuk kamus, dan digabungkan dengan partikel afiks /-tokoro/ menjadi /dekakerutokoro/

3.1.5.10. Partikel Afiks /tori/ ’iutori’ : seperti yang dikatakan

/iutori/ /i-/+/-u/+/-tori/

/i-/ : adlah morfem dasar

/-u/ : adalah morfem terikat pembentuk makna

/-tori/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dengan morfem gabungan

/iutori/ terbentuk dari morfem turunan /iu/ yang bermakna ’berkata’ dalam bentuk kamus, dan digabungkan dengan partikel afiks /-tori/ menjadi /iutori/

3.1.5.11. Partikel Afiks /ato/ ’tabetaato’ : setelah makan

/tabetaato/ /tabe-/+/-ta/+/-ato/


(65)

/-ta/ : adalah morfem terikat pembentuk makna kala lampau

/-ato/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dengan morfem gabungan

/tabetaato/ terbentuk dari morfem turunan /tabeta/ yang bermakna ’telah makan’, dan digabungkan dengan partikel afiks /ato/ menjadi /tabetaato/.

3.1.5.12. Partikel Afiks /miru/ ’haitemiru’ : coba pakai

/haitemiru/ /ha-/+/-ite/+/-miru/

/ha-/ : adalah morfem terikat

/-ite/ : adalah morfem trikat

/-miru/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dengan morfem gabungan

/haitemiru/ terbentuk dari morfem turunan /haite/ yang bermakna ’pakai’, dan digabungkan dengan partikel afiks /miru/ menjadi /haitemiru/.

Pada partikel afiks, penggabungan tidak merubah bentuk dari partikel afiks tersebut. Partikel afiks tidak dapat terbentuk apabila morfem dasarnya tidak digabungkan terlebih dahulu dengan sufiks.

3.2. Komposisi

3.2.1. Komposisi Nomina + Verba

勉強します’benkyoushimasu’ : beajar /benkyou/ + /shimasu/


(66)

/Benkyou / : adalah morfem bebas dan juga nomina /Shimasu/ : adalah morfem turunan

/Benkyousimasu/ terbentuk dari penggabungan dua kelas kata nomina dan verba. /benkyuo/ merupakan kelas kata nomina dan /shimasu/ merupakan kelas kata verba, yang kedua kelas kata ini dapat berdiri sendiri, dan penggabungannya tidak terjadi penambahan, penguranan maupun pergantian.

3.2.2. Verba+ Afiks + Verba

のりかえる ’norikaeru’ :ganti kendaraan

/nor-/ + /-i/ + /kaeru/

/nor-/ : adalah morfem dasar dan verba /-i/ : adalah afiks

/-kaeru/ : adalah verba yang merupakan pembentukan dari dua morfem /kae/ dan /ru/

/norikaeru/ terbentuk dari penggabungan verba dengan verba. Dalalm penggabungannya terdapat afiks sebagai penghubung kedua verba tersebut, afiks /i/ ditambahkan dalam penggabungan tersebut.

3.2.3. Komposisi Adjektiva + Afiks + Verba

大きくします’ookikushimasu’ : membesarkan /ookii/+-/ku/+/shimasu/

/Ookii/ : merupakan kelas kata adjektuva dan morfem bebas /ku/ : adalah afiks dan merupakan morfem terikat


(67)

/ookikushimasu/ terbentuk ketika adjektiva /ookii/ bertemu dengan verba /shimasu/. Dalam pelekatan kedua morfem tersebut, ditambahkan afiks /ku/ diantar kedua morfem tersebut dan menghilangkan vokal /i/ pada akiran morfem/ookii/ menjadi /ookikushiasu/

3.3. Reduplikasi

Reduplikasi yang membentuk verba dalam bahasa Jepang hanya terjadi pada onomatope

’wanwanshimasu’

/wanwan/ terjadi dari pengulanagan onomatope /wan/ yang berarti ’gonggongan’ dan ditamahkan morfem bebas /shimasu/ makan menjadi /wanwanshimasu/ yang berarti ’menggonggong’, dimana penyatuan tersebut tidak terjadi penambahan, pengurangan ataupun pergantian.


(1)

/-ta/ : adalah morfem terikat pembentuk makna kala lampau

/-ato/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dengan morfem gabungan

/tabetaato/ terbentuk dari morfem turunan /tabeta/ yang bermakna ’telah makan’, dan digabungkan dengan partikel afiks /ato/ menjadi /tabetaato/.

3.1.5.12. Partikel Afiks /miru/

’haitemiru’ : coba pakai

/haitemiru/ /ha-/+/-ite/+/-miru/

/ha-/ : adalah morfem terikat

/-ite/ : adalah morfem trikat

/-miru/ : adalah partikel afiks yang digabungkan dengan morfem gabungan

/haitemiru/ terbentuk dari morfem turunan /haite/ yang bermakna ’pakai’, dan digabungkan dengan partikel afiks /miru/ menjadi /haitemiru/.

Pada partikel afiks, penggabungan tidak merubah bentuk dari partikel afiks tersebut. Partikel afiks tidak dapat terbentuk apabila morfem dasarnya tidak digabungkan terlebih dahulu dengan sufiks.

3.2. Komposisi

3.2.1. Komposisi Nomina + Verba


(2)

/Benkyou / : adalah morfem bebas dan juga nomina /Shimasu/ : adalah morfem turunan

/Benkyousimasu/ terbentuk dari penggabungan dua kelas kata nomina dan verba. /benkyuo/ merupakan kelas kata nomina dan /shimasu/ merupakan kelas kata verba, yang kedua kelas kata ini dapat berdiri sendiri, dan penggabungannya tidak terjadi penambahan, penguranan maupun pergantian.

3.2.2. Verba+ Afiks + Verba

のりかえる ’norikaeru’ :ganti kendaraan

/nor-/ + /-i/ + /kaeru/

/nor-/ : adalah morfem dasar dan verba /-i/ : adalah afiks

/-kaeru/ : adalah verba yang merupakan pembentukan dari dua morfem /kae/ dan /ru/

/norikaeru/ terbentuk dari penggabungan verba dengan verba. Dalalm penggabungannya terdapat afiks sebagai penghubung kedua verba tersebut, afiks /i/ ditambahkan dalam penggabungan tersebut.

3.2.3. Komposisi Adjektiva + Afiks + Verba


(3)

/ookikushimasu/ terbentuk ketika adjektiva /ookii/ bertemu dengan verba /shimasu/. Dalam pelekatan kedua morfem tersebut, ditambahkan afiks /ku/ diantar kedua morfem tersebut dan menghilangkan vokal /i/ pada akiran morfem/ookii/ menjadi /ookikushiasu/

3.3. Reduplikasi

Reduplikasi yang membentuk verba dalam bahasa Jepang hanya terjadi pada onomatope

’wanwanshimasu’

/wanwan/ terjadi dari pengulanagan onomatope /wan/ yang berarti ’gonggongan’ dan ditamahkan morfem bebas /shimasu/ makan menjadi /wanwanshimasu/ yang berarti ’menggonggong’, dimana penyatuan tersebut tidak terjadi penambahan, pengurangan ataupun pergantian.


(4)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Melihat dari uraian sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Morfologi adalah cabang dari linguistik yang menyelidiki kata dan proses pembentukannya,dan proses nya disebut dengan proses morfemis

2. Terjadinya proses morfologis disebabkan karena disatukannya dua buah morfem yang mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut terjadi karena adanya proses penambahan, pengurangan, dan penghapusan.

3. Morfem pada bahasa Jepang mempunyai fungsi untuk memberi makna atau arti dasar kata kerja.

4. pada proses morfologis verba bahasa jepang terdapat tiga proses yaitu afiksasi, komposisi dan reduplikasi. afiksasi merupakan proses morfemis yang paling sering terjadi pada verba bahasa jepang.

5. dalam proses pembentukan kata, verba bahasa jepang digolongkan menjadi 3 golongan yaitu godandoushi, ichidan doushi dan henkaku duoshi, pengolongan terjadi dilihat dari konjugasinya.


(5)

7. dalam proses afiksasi jugaterdapat proses interen dalam kata padasaat perubahan dari verba intransitif ke verba transitif.

8. komposisi dalam pembentukan verba bahas jepang terbagi tiga, yaitu penggabungan nomina dengan verba, penggabungan verba dengan verba yang digabungkan oleh afiks serta penggabungan adjektiva dengan verba yang diikuti afiks setelah adjektiva.

9. reduplikasi tidak terdapat dalam pembentukan verba bahasa Jepang. dalam verba bahasa jepang hanya terdapat pada pengulangan onomatope yang diikuti ’shimasu’ sebagai pembantuk kata kerja.

4.1 Saran.

Skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi pemahaman, penulisan maupun lainnya. Jadi disarankan bagi para pembaca yang juga ingin meneliti bagaimana proses morfologi dalam bahasa Jepang, maka sebaiknya harus benar-benar memahami konsep tentang linguistik umum dan konsep tentang bagaimana pembentukan kata dalam bahasa Jepang dengan baik dan benar sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya serta didukung dengan data yang akurat.

Skripsi ini hendaknya berguna bagi pembaca dan mahasiswa yang juga ingin meneliti tentang pengukapan konsep kewaktuan dalam bahasa Jepang, hingga menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Depdiknas.2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat.PT Gramedia Pustaka Utama:Jakarta

Hasibuan, Adriana. 2003. MORFOLOGI VERBA BAHASA JEPANG. Medan.Tesis

Koizumi, Tamotsunicho. 1993. Nihongo Kyoushi No Tame No Gengogaku Nyumon. Tokyo. Daishuukan

Kurniawan,Romeo.2008. ANALISIS MORFOLOGI VERBA BAHASA JEPANG. Medan.skripsi

Muchtar, muhizar.2006.Morfologi (komplikasi).Universitas Sumatera Utara.

Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan: USU Press

Sudjianto dan Dahidi, Ahmad.2004.PEngantar Linguistik Bahasa Jepang.Jakarta.KBI

Sutedi, Dedi. Drs. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press.

Verhaar.2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta. Gajah Mada University Press

http://id.wikipedia.org/wiki/Verba


Dokumen yang terkait

Analisis Fungsi Dan Makna Verba Utsu Dan Tataku Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Utsu) To (Tataku) No Kinou To Imi No Bunseki

3 113 70

Analisis Pembentukan Nomina Dan Verba Yang Berasal Dari Adjektiva-I Bahasa Jepang : Keiyoushi Kara No Meishi To Doushi Wo Gokeisei Suru Bunseki

44 251 85

Penggunaan Verba Bantu “Keinginan” Dalam Bahasa Jepang Nihongo No “Kibou” No Jyodoushi No Shiyou

2 104 33

Analisis Fungsi dan Makna Verba Tetsudau dan Tasukeru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru Tetsudau To Tasukeru No Kinou To Imi No Bunseki

1 48 102

Analisis Fungsi dan Makna Verba Tetsudau dan Tasukeru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru Tetsudau To Tasukeru No Kinou To Imi No Bunseki

0 0 9

Analisis Fungsi dan Makna Verba Tetsudau dan Tasukeru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru Tetsudau To Tasukeru No Kinou To Imi No Bunseki

0 0 7

Analisis Fungsi dan Makna Verba Tetsudau dan Tasukeru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru Tetsudau To Tasukeru No Kinou To Imi No Bunseki

0 1 13

Analisis Fungsi dan Makna Verba Tetsudau dan Tasukeru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru Tetsudau To Tasukeru No Kinou To Imi No Bunseki

1 4 26

Analisis Fungsi dan Makna Verba Tetsudau dan Tasukeru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru Tetsudau To Tasukeru No Kinou To Imi No Bunseki

0 0 3

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA, STUDI SEMANTIK DAN KESINONIMAN 2.1 Verba 2.1.1 Pengertian Verba - Analisis Fungsi Dan Makna Verba Utsu Dan Tataku Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Utsu) To (Tataku) No Kinou To Imi No Bunseki

0 0 29