BAB II URAIAN TEORITIS II.1. KOMUNIKASI - Program Acara Mata Lelaki dan Persepsi Mahasiswa (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Penayangan Program Acara Mata Lelaki di Stasiun Televisi Trans7 Terhadap Persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumate

BAB II URAIAN TEORITIS II.1. KOMUNIKASI Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan

  manusia lainnya. Manusia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini kemudian memaksa manusia untuk berkomunikasi. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.

  Wilbur Schramm (1982) menyebut bahwa komunikasi dan masyarakat adalah komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (Cangara, 2006: 1).

  Harold D. Lasswell (Cangara, 2006: 2-3) menyebutkan terdapat tiga penyebab yang mendorong manusia untuk berkomunikasi, yaitu:

  1. Adanya hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui peluang-peluang yang ada untuk dimanfaatkan, dipelihara dan menghindar pada hal-hal yang mengancam alam sekitarnya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui suatu kejadian atau peristiwa, bahkan manusia dapat mengembangkan pengetahuannya, yakni belajar dari pengalamannya maupun melalui informasi yang mereka terima dari lingkungan sekitarnya.

  2. Upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi dalam hal ini bukan saja terletak pada kemampuan manusia memberi tanggapan terhadap gejala alam, tetapi juga lingkungan masyarakat tempat manusia hidup dalam tantangan.

  3. Upaya untuk melakukan transformasi warisan sosialisasi. Suatu masyarakat yang ingin mempertahankan keberadaannya, maka anggota masyarakatnya dituntut untuk melakukan pertukaran nilai, perilaku, dan peranan seperti di keluarga, sekolah, pemerintahan, dan media massa.

  Karena komunikasi merupakan suatu keinginan dasar yang dibawa oleh setiap manusia dan bahkan seluruh makhluk hidup, maka dapat dikatakan komunikasi itu sendiri telah muncul semenjak adanya kehidupan pertama di dunia ini, yang kemudian mengalami perkembangan cukup pesat semenjak adanya manusia. Komunikasi turut membentuk peradaban sehingga menjadi seperti yang kita kenal sekarang ini.

  Wilbur Schramm mengatakan istilah komunikasi (communication) berasal dari bahasa Latin communicatio yang berdasar dari communis yang berarti sama. Dalam bidang komunikasi, sama ini berarti ‘memiliki kesamaan makna’. Komunikasi adalah tindakan menyampaikan informasi, ide-ide, dan sikap dari satu orang ke orang yang lain (Warren, Philip & Edwin, 1988: 34).

  Sedangkan Sir Gerald Barry manyatakan bahwa kata communication berasal dari bahasa Latin communicare yang artinya “berbicara, dialog, berkonsultasi bersama”, dan kata ini masih memiliki hubungan erat dengan kata communitas yang artinya “bukan hanya komunitas tapi juga kebersamaan dan keadilan dalam aktifitas- aktifitas manusia antara yang satu dengan yang lainnya” (Purba, dkk, 2006: 30). Dapat dilihat Schramm dan Barry memiliki suatu hakekat atau pengertian yang sama terhadap komunikasi.

  Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Ia juga mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (Effendy, 1993: 10).

  Charles H. Cooley dalam bukunya The Significance of Communication berpendapat bahwa dengan komunikasi adalah dimaksud, mekanisme melalui mana hubungan manusia terjadi dan berkembang segala lambang dari pemikiran dengan alat-alat penyampaian dan cara menjaganya melalui ruang dan waktu. Ia meliputi ekspresi muka, sikap dan gesture, nada suara, kata-kata, tulisan, lukisan, kereta api, telegrap, telepon, dan segala apa yang dapat disebut sebagai hasil usaha menaklukkan ruang dan waktu (Lubis, 2007: 9).

  Berger dan Chaffee (1987) mengemukakan ilmu komunikasi adalah ilmu lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang (Senjaya, 2007: 1.10).

  Raymond S. Ross (1974) mendefinisikan komunikasi sebagai proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respons yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber (Rakhmat, 2007: 2). Definisi ini sejalan dengan definisi komunikasi yang diungkapkan Berelson dan Steiner (1964), yang menyebutkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain, melalui penggunaan simbol-simbol, seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka, dan lain- lain (Senjaya, 2007: 1.22).

  Berdasar pada konsep pemahaman, Anderson (1959) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses dengan mana kita bisa memahami dan dipahami oleh orang lain. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara konstan berubah sesuai dengan situasi yang berlaku.

  Harold Lasswell dalam bukunya The Structure and Function of

  

Communication in Society mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan

  komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which

  

Channel To Whom With What Effect? atau ‘Siapa mengatakan Apa dengan Saluran

apa kepada Siapa dengan Efek apa?’ (Effendy, 1993: 10).

II.1.1. Unsur-Unsur Komunikasi

  Untuk menggambarkan jalannya proses komunikasi, maka dibuatlah sebuah model yang dikembangkan oleh Joseph DeVito, K.Sereno dan Erika Vora Gambar 2.1

  Model Komunikasi DeVito

  PENERIMA

SUMBER PESAN MEDIA EFEK

UMPAN BALIK

LINGKUNGAN

  Penjelasan mengenai unsur-unsur dalam proses komunikasi diatas adalah sebagai berikut:

  1. Sumber (source) adalah orang yang mempunyai suatu kebutuhan untuk berkomunikasi. Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga.

  2. Pesan (message) adalah sesuatu yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. Pesan disampaikan dengan terlebih dahulu melalui proses penyandian (encoding), yaitu suatu proses internal yang ada dalam diri pengirim pesan dimana perasaan dirubah kedalam bentuk sandi/lambang/simbol yang dapat diterima oleh penerima, seperti diri penerima pesan, sandi/lambang/simbol tersebut akan disandi kembali (decoding) sehingga pesan yang disampaikan memiliki makna bagi penerima.

  3. Media atau saluran (channel) adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi, panca indera dianggap sebagai media komunikasi. Selain indera manusia, ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi.

  4. Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau masyarakat. Dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat dari adanya sumber. Tidak ada penerima apabila tidak ada sumber. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena penerima merupakan objek yang menjadi sasaran dari komunikasi.

  Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan, atau saluran.

  5. Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah dan tingkah laku seseorang (De Fleur, 1982). Karena itu, pengaruh juga bisa diartikan sebagai perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.

  6. Umpan balik (feedback). Terdapat beberapa anggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meskipun pesan belum sampai pada penerima. Misalnya adalah gangguan pada saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan sebelum pesan sampai kepada penerima. Hal ini menjadi umpan balik yang diterima oleh sumber.

  7. Lingkungan atau situasi, adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.

  • Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa terjadi kalau tidak terdapat rintangan fisik, misalkan rintangan geografis. Komunikasi seringkali sulit dilakukan karena faktor jarak yang begitu jauh, dimana tidak tersedia fasilitas komunikasi seperti telepon, kantor pos atau jalan raya.
  • Lingkungan sosial menunjukkan faktor sosial budaya, ekonomi dan politik yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi, misalnya kesamaan bahasa, kepercayaan, adat- istiadat, dan status sosial.
  • Dimensi atau lingkungan psikologis adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam berkomunikasi. Misalnya menghindari kritik yang menyinggung perasaan orang lain, menyajikan materi yang sesuai dengan usia khalayak. Dimensi psikologis ini biasa disebut dimensi interval.
  • Dimensi waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk melakukan kegiatan komunikasi. Banyak proses komunikasi tertunda karena pertimbangan waktu, misalnya musim.

  Setiap unsur komunikasi diatas salng bergantung satu sama lainnya. Tanpa adanya salah satu unsur, akan mempengaruhi jalannya komunikasi secara keseluruhan.

II.1.2. Efek Komunikasi

  Efek adalah tanggapan, respon, atau reaksi dari komunikan ketika ia atau mereka menerima pesan dari komunikator. Jadi efek adalah akibat dari proses komunikasi (Effendy, 1989: 16). Efek dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: a.

  Efek Kognitif (Cognitive Effect) Terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi, misalnya terjadi peningkatan pengetahuan, kemampuan, intelektual yang semakin baik, wawasan yang semakin luas, meningkatnya kemampuan menganalisis atau melakukan evaluasi dan sebagainya.

  b.

  Efek Afektif (Affective Effect) Timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap atau nilai.

  Dengan kata lain efek dikategorikan sebagai efek afektif jika menyangkut perasaan seseorang sesuai dengan ajakan atas himbauan dalam pesan yang diterima misalnya jika sebelumnya seseorang memiliki sikap tertutup (overt) dan prejudice interpersonal terhadap orang lain yang berasal dari luar sistem sosialnya berubah menjadi seseorang yang lebih terbuka dan bersikap positif dan tidak menaruh curiga setelah berkomunikasi dengan orang lain misalnya opinion leader-nya.

  c.

  Efek Konatif / Behavioral (Conative Behavioral Effect) Efek ini merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan perilaku sebagai dampak atau pengaruh dari sebuah proses komunikasi yang ditandai adanya perubahan atau bertambahnya keterampilan yang dimiliki seseorang misalnya cara-cara mengoperasikan mesin traktor pertanian baru bagi petani, kemampuan verbal seperti meningkatnya keterampilan berbahasa Inggris, dan sebagainya. Efek komunikasi yang timbul pada diri komunikan belum tentu sama pada setiap orang. Hal ini terjadi karena manusia memiliki sifat memilih terhadap pesan informasi. Seperti yang dikatakan oleh Kincaid dan Schramm (1985: 11), yaitu: sifat memilih yang terkandung dalam proses informasi menunjukkan bahwa tidak pernah pengalaman dua orang yang manapun tepat sama. Bahkan dua orang yang kelihatannya saling berbagi pengalaman yang sama tidak akan mengalami semua hal yang sama pada saat bersamaan. Begitu pula mereka tidak akan melakukan penafsiran yang sama. Hal ini disebabkan karena orang yang satu memusatkan perhatian memilih atau memperhatikan hal-hal yang lain.

  Selain memilih terhadap informasi, efek komunikasi yang timbul pada diri komunikan juga biasanya dipengaruhi oleh kerangka referensi (frame of reference) dan kerangka pengalaman (frame of experience). Dalam rangka referensi segala hal-hal baru akan diletakkan, tiap kali pengalaman-pengalaman baru itu datang.

  Dengan demikian bila seseorang itu dirangsang oleh suatu pesan, maka pesan itu dikonfrontasikan dengan referensi, apakah kemudian semua pesan itu akan diterima atau ditolak.

II.1.3. Tujuan dan Fungsi Komunikasi

  Komunikasi memiliki tujuan dan fungsi dalam menyampaikan pesan- pesannya (Amir, 2006: 37), yaitu: a.

  Tujuan Komunikasi 1)

  Untuk mengubah sikap (to change the attitude) 2)

  Untuk mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion) 3)

  Untuk mengubah perilaku (to change the behavior) 4)

  Untuk mengubah masyarakat (to change the society) b. Fungsi Komunikasi

  1) Menginformasikan (to inform)

  2) Mendidik (to educate)

  3) Menghibur (to entertain)

  4) Mempengaruhi (to influence)

II.2. KOMUNIKASI MASSA

  Komunikasi memiliki banyak jenis dan ragam, tergantung dari media, isi pesan, kondisi komunikator dan komunikan, dan sebagainya. Komunikasi massa merupakan salah satu jenis kegiatan komunikasi yang memungkinkan pesan atau informasi untuk dapat diterima secara serentak dalam suatu waktu dan tempat, dengan menggunakan media penghubung tertentu. Massa dalam komunikasi massa merujuk pada sifat khalayak, audience, penonton, pemirsa atau pembaca.

  Komunikasi massa adalah proses menyampaikan informasi, ide-ide, dan sikap kepada audiens yang luas dan beragam melalui penggunaan media yang dikembangkan untuk tujuan tersebut (Warren, Philip & Edwin, 1988: 35).

  Komunikasi massa merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang di dalamnya meliputi hubungan antara publik dan sarana saluran. Beberapa aspek di dalam komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi yang secara keseluruhan masuk kepada kelompok organisasi massa (Suwardi, 2007: 33).

  Menurut Gerbner (1967) komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri (Elvinaro, 2004: 4).

  Jay Black dan Frederick C. Whitney (1988) mendefinisikan pengertian komunikasi massa sebagai sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal/tidak sedikit disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim dan heterogen (Nurudin, 2004: 11).

  Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka komunikasi massa dapat diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama

II.2.1. Karakteristik Komunikasi Massa

  Seseorang yang akan menggunakan media massa sebagai alat untuk melakukan kegiatan komunikasinya perlu memahami karakteristik komunikasi massa (Effendy, 1993:81-83), yaitu: a.

  Komunikasi massa bersifat umum Yaitu pesan komunikasi yang disampaikan melalui media massa adalah terbuka untuk semua orang.

  b.

  Komunikan bersifat heterogen Yaitu massa dalam komunikasi massa terjadi dari orang-orang yang heterogen yang meliputi penduduk yang bertempat tinggal dalam kondisi yang sangat berbeda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai lapisan masyarakat, dan sebagainya.

  c.

  Media massa menimbulkan keserempakan

  Yaitu keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut berada dalam keadaan terpisah.

  d.

  Hubungan komunikator-komunikan bersifat non-pribadi Karena komunikan yang anonim dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator.

II.2.2. Proses Komunikasi Massa

  Proses komunikasi massa dapat dipahami dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Siapa (Who), Berkata Apa (Says What), Melalui Saluran Apa (In

  

Which Channel ), Kepada Siapa (To Whom), dan Dengan Efek Apa (With What

Effect? ).

  Ungkapan dalam bentuk pertanyaan yang dikenal sebagai Formula Laswell ini, meskipun sangat sederhana atau terlalu menyederhanakan suatu fenomena komunikasi massa, telah membantu mengorganisasikan dan memberikan struktur pada kajian terhadap komunikasi massa. Selain dapat menggambarkan komponen- komponen dalam proses komunikasi massa, Laswell sendiri menggunakan formula ini untuk membedakan berbagai jenis penelitian komunikasi. Adapun penerapan Formula Laswell dalam komunikasi massa dapat dilihat dalam visualisasi berikut (Senjaya, 2007: 5.5):

  Gambar 2.2 Proses Komunikasi Massa Lasswell

  Siapa Berkata Melalui Kepada Dengan apa saluran siapa efek apa apa

  Komunikator Pesan Media Penerima Efek Control Analisis Analisis Analisis Analisis Studies pesan media audiens efek

II.2.3. Fungsi Komunikasi Massa

  Fungsi komunikasi massa adalah sebagai berikut (Bungin, 2009: 79-81): a.

  Fungsi Pengawasan Media massa merupakan sebuah medium di mana dapat digunakan untuk pengawasan terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya.

  Fungsi pengawasan ini berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

  b.

  Fungsi Social Learning

  Fungsi utama dari komunikasi massa melalui media massa adalah melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat.

  Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi massa itu berlangsung.

  Komunikasi massa dimaksudkan agar proses pencerahan itu berlangsung efektif dan efisien dan menyebar secara bersamaan di masyarakat secara luas.

  c.

  Fungsi Penyampaian Informasi Komunikasi massa yang mengandalkan media massa, memiliki fungsi utama, yaitu menjadi proses penyampaian informasi kepada institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat sehingga fungsi informatif tercapai dalam waktu cepat dan singkat.

  d.

  Fungsi Transformasi Budaya Komunikasi massa sebagaimana sifat-sifat budaya massa, maka yang terpenting adalah komunikasi massa menjadi proses transformasi budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang didukung oleh media massa. Fungsi ini lebih kepada tugasnya yang besar sebagai bagian dari budaya global.

  e.

  Fungsi Hiburan Fungsi lain dari komunikasi massa adalah hiburan. Komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena komunikasi massa menggunakan media massa, jadi fungsi-fungsi hiburan yanga ada pada media massa juga merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa.

  Sedangkan Schramm menyebutkan bahwa komunikasi massa memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut: a.

  Surveillance of the environment (Pengamatan terhadap lingkungan) Fungsinya sebagai pengamatan lingkungan, oleh Schramm disebut sebagai decoder yang menjalankan fungsi The Watcher (pengawasan).

  Penyikapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur didalamnya (Effendy, 1993: 27).

  b.

  Correlation of the parts of society in responding to the environment (Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan) Fungsinya adalah menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungan. Schramm menamakan fungsi ini sebagai interpreter yang melakukan fungsi The Forum (musyawarah).

  c.

  Transmission of the social heritage from one generation to the next (Penyebaran warisan sosial dari satu generasi kepada generasi berikutnya) Fungsinya penerusan atau pewarisan sosial dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Schramm menamakan fungsi ini sebagai encoder yang menjalankan fungsi The Teacher (mendidik). Disini berperan pada pendidik, baik dalam kehidupan rumah tangganya maupun di sekolah, yang meneruskan warisan sosial kepada keturunan berikutnya.

  d.

  Entertainment (Hiburan)

  Fungsi ini ditambahkan oleh Charles R. Wriht, menunjuk pada kegiatan-kegiatan komunikatif yang dimaksud untuk memberikan hiburan tanpa mengharapkan efek-efek tertentu (Wiryanto, 2000: 11).

II.2.4. Efek Komunikasi Massa

  Menurut Steven M. Chaffe (Ardianto, 2004 :49) efek komunikasi massa, dalam hal ini bisa disamakan dengan efek media massa dapat dilihat dari berbagai pendekatan. Pendekatan pertama adalah pendekatan media massa yang berkaitan dengan pesan atau media itu sendiri. Pendekatan kedua yaitu dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak yaitu komunikasi massa yang berupa perubahan sikap, perasaan dan prilaku atau dengan istilah lain dikenal sebagai perubahan kognitif, afektif, behavioral.

  a.

  Efek komunikasi massa yang berkaitan dengan pesan atau media itu sendiri: 1)

  Efek Ekonomi Kehadiran media massa ditengah kehidupan manusia dapat menumbuhkan berbagai usaha prosuksi, distribusi dan konsumsi jasa media massa. Keberadaan televisi baik televisi pemerintah maupun televisi swasta dapat memberikan lapangan pekerjaan kepada sarjana ilmu komunikasi, para juru kamera, pengarah acara, juru rias, dan profesi lainnya.

  2) Efek Sosial

  Efek sosial berkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial sebagai akibat dari kehadiran media massa.

  Sebagai contoh misalnya kehadiran televisi dapat meningkatkan status dari pemiliknya.

  3) Penjadwalan Kegiatan Sehari-hari

  Terjadinya penjadwalan kegiatan sehari-hari, misalnya sebelum pergi ke kantor, masyarakat kota akan terlebih dahulu melihat siaran di televisi. 4)

  Efek Hilangnya Perasaan Tidak Nyaman Orang menggunakan media massa untuk memuaskan kebutuhan psikologinya dengan tujuan menghilangkan perasaan tidak nyaman, misalnya untuk menghilangkan perasaan kesepian, marah, kesal, kecewa dan sebagainya.

  5) Efek Menumbuhkan Perasaan Tertentu tidak nyaman pada diri seseorang, tetapi juga dapat menumbuhkan perasaan tertentu. Terkadang seseorang akan mempunyai perasaan positif atau negatif terhadap media tertentu.

  b.

  Efek komunikasi massa yang berkaitan dengan perubahan pada diri khalayak: 1)

  Efek Kognitif Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Efek ini membahas bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Melalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media adalah realitas yang diseleksi. Televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan mengesampingkan tokoh lainnya.

  • Efek Proporsional Kognitif Efek proposional kognitif adalah bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka televisi telah menimbulkan efek proposional kognitif.

  Efek Afektif Efek ini kadarnya lebih tinggi dari pada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan hanya sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih daripada itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah setelah menerima pesan dari media massa. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan dari media massa adalah sebagai berikut :

  • Suasana emosional

  Respon individu terhadap sebuah film atau sinetron televisi akan dipengaruhi oleh situasi emosional individu.

  • Skema Kognitif Skema kognitif merupakan naskah yang ada difikiran individu yang menjelaskan alur peristiwa.
  • Suasana terpaan

  Suasana terpaan adalah perasaan individu setelah menerima terpaan informasi dari media massa.

  • Predisposisi individual

  Predisposisi individual mengacu kepada karakteristik individu. Individu yang melankolis cenderung menghadapi tragedi lebih emosional daripada orang yang periang. Orang yang periang dan memiliki sifat terbuka cenderung akan lebih senang bila melihat adegan-adegan lucu daripada orang yang melankolis.

  • Faktor identifikasi

  Menunjukan sejauhmana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditonjolkan dalam media massa. Dengan identifikasi, penonton, pembaca, pendengar akan menempatkan dirinya di posisi tokoh.

  3) Efek Behavioral

  Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk tindakan atau kegiatan.

  II.3. MEDIA MASSA TELEVISI

  II.3.1. Sejarah Media Televisi

  Perkembangan pertelevisian di dunia ini sejalan dengan kemajuan teknologi elektronika, yang bergerak pesat sejak ditemukannya transistor oleh William Sockley dan kawan-kawan pada tahun 1946. Transistor yang dibuat dari pasir silikon (silicon dust) yang banyak terdapat pada Lembah Silikon (Silicon

  

Valley ) di California, Amerika Serikat ini merupakan benda sebesar pasir yang

  berfungsi sebagai penghantar listrik bebas hambatan. Transistor ini sanggup menggantikan fungsi tabung vakum yang diciptakan oleh Lee de Forest pada tahun 1912.

  Selanjutnya pada tahun 1923 Vladimir Katajev Zworykin berhasil menciptakan sistem televisi elektris. Dan tahun 1930 Philo T. Farnsworth menciptakan sistem siaran televisi. Penemuan dasar televisi ini terus berkembang sampai akhirnya Paul Nipkow melahirkan televisi mekanik. Hal ini dibuktikan dengan siaran televisi pertama yang dilangsungkan oleh stasiun televisi NBC pada tahun 1939 yang menampilkan Presiden Amerika Serikat saat itu, Franklin D.

  Di Indonesia sendiri siaran televisi yang pertama mengudara pada tanggal

  24 Agustus 1962, menampilkan pembukaan Asian Games (Sea Games) ke-4 oleh Presiden Soekarno melalui Stasiun Televisi Republik Indonesia. Sejak saat itu pula Televisi Republik Indonesia yang disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan status sampai sekarang. Selama tahun 1962-1963 TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari. Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan dari stasiun TV lainnya, yakni Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) yang bersifat komersial. Kemudian secara berturut-turut berdiri stasiun televisi Surya Citra Televisi Indonesia (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV), dan Indosiar. Di tahun 2000-an, ragam siaran televisi di Indonesia semakin beragam dengan munculnya stasiun-stasiun televisi swasta yang baru, seperti Metro TV, Trans TV, Trans7, TV One, dan Global TV.

  Televisi berasal dari dua kata yang berbeda yaitu tele (bahasa Yunani) yang berarti jauh dan visi (videre; bahasa latin) yang berarti penglihatan. Dengan demikian televisi yang dalam bahasa Inggris disebut television dapat diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh disini diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi di suatu tempat dan dapat dilihat dari tempat lain melalui sebuah perangkat penerima atau television set.

  Televisi merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki komunikasi massa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikannya bersifat heterogen (Effendy, 2002: 21).

  Televisi sebagai bagian dari kebudayaan audiovisual baru merupakan medium yang paling kuat pengaruhnya dalam membentuk sikap dan kepribadian perkembangan jaringan televisi yang menjangkau masyarakat hingga ke daerah terpencil (Wibowo, 1997: 1).

  Dari antara semua jenis media massa, televisi merupakan bentuk media yang paling populer di antara masyarakat sekaligus menjadi media yang paling banyak digunakan. Penonton televisi terdiri dari kelompok-kelompok yang beragam dengan berbagai latar belakang, memiliki minat, kebutuhan dan kebiasaan yang berbeda. Oleh karena itu, stasiun televisi harus cermat dalam menyajikan tayangan yang sesuai dengan kebutuhan penontonnya.

II.3.2. Fungsi-Fungsi Televisi

  Televisi mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut (Effendy, 2007: 27): a.

  Fungsi Penerangan (The Informational Function) Ada dua faktor yang mampu menyiarkan informasi yang memusatkan.

  Faktor yang pertama adalah faktor immediacy (langsung dan dekat) dan faktor yang kedua adalah realism (kenyataan).

  1) Immediacy (Kesegaran)

  Pengertian ini mencakup langsung dan peristiwa yang disiarkan oleh stasiun televisi dapat dilihat dan didengar oleh pemirsanya pada saat peristiwa itu berlangsung. 2)

  Realism (Kenyataan) Ini berarti televisi menyiarkan informasinya secara audio dan visual melalui perantaraan mikrofon dan kamera sesuai dengan kenyataan.

  b.

  Fungsi Pendidikan (The Educational Function) Televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan acara c.

  Fungsi Hiburan (The Entertainment Theory) Televisi juga menyuguhkan acara yang bersifat hiburan kepada masyarakat. Tayangan-tayangan yang bersifat hiburan misalnya sinetron, kuis, film, komedi dan lain sebagainya. Pada umumnya tujuan utama khalayak menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan dan selajutnya untuk memperoleh informasi.

II.3.3. Karakteristik Tayangan Televisi

  Terdapat unsur-unsur dominan yang menjadi karakteristik televisi (Baskin, 2006: 63-68), yaitu: 6.

  Penampilan penyaji berita atau host.

  Host secara umum diartikan sebagai orang yang memegang sebuah

  acara tertentu. Keberadaan host biasanya identik dengan acara yang dibawakannya. Dengan demikian, selain jenis acara, figur host yang bersangkutan juga memegang peranan penting. Kehadiran seorang host yang berkarakter akan menjadi daya tarik sebuah acara.

  Menurut RM Hartoko, ada beberapa prasyarat untuk menjadi presenter televisi yang baik, yaitu: e.

  Penampilan yang baik dan perlu didukung pula oleh watak dan pengalaman.

  f.

  Kecerdasan pikiran yang meliputi pengetahuan umum, penguasaan bahasa, daya penyesuaian, dan daya ingatan yang kuat.

  g.

  Keramahan yang tidak berlebihan sampai over friendly yang dapat menjengkelkan dan menjadi tidak wajar. Penampilan penyiar di supaya tidak menyinggung perasaan rata-rata pemirsa.

  h.

  Jenis suara yang tepat dengan warna suara yang enak, menyenangkan untuk didengar dan memiliki wibawa yang cukup mantap, yaitu suara yang menimbulkan kepercayaan, meyakinkan bagi yang mendengarnya, sehingga membuat pemirsa memperhatikan apa yang dikatakan.

7. Narasumber

  Narasumber merupakan orang yang menjadi sumber informasi atau yang mengetahui informasi tertentu. R. Fadli (2002) menyebutkan bahwa seorang narasumber yang baik harus memiliki hal-hal berikut: d.

  Memiliki kapabilitas, yaitu kemampuan yang meliputi bidang akademis maupun pengalaman.

  e.

  Memiliki kredibilitas, meliputi kualitas, kapabilitas, atau kekuatan sehingga menimbulkan kepercayaan. f.

  Memiliki akseptabilitas, meliputi latar belakang pribadi maupun profesi seorang narasumber yang sesuai dengan topik pembahasan.

  8. Materi Acara Faktor lain yang diperhatikan dalam tayangan televisi terletak pada materi acara atau permasalahan (Wibowo, 1997: 48). Dalam hal ini ada dua kategori untuk mengetahui sampai seberapa jauh permasalahan itu menarik, yaitu: c.

  Permasalahan apa yang dibahas, yaitu hal yang menjadi topik pembahasan diskusi tersebut merupakan permasalahan yang penting bagi masyarakat. Masalah itu merupakan masalah yang aktual atau yang sedang hangat dibicarakan masyarakat.

  9. Perangkat Acara Ilustrasi visual didalam tayangan dapat berupa sajian musik di awal acara sebagai pembukaan, membacakan cerita menarik, menyajikan ilustrasi, gambar yang berganti-ganti, atau menyajikan situasi komedi yang diperankan oleh perangkat acara (Wibowo, 1997: 37). Perangkat acara merupakan orang-orang yang memiliki peran dalam tayangan tersebut dan bertugas untuk menyampaikan ilustrasi visual terhadap khalayak. Agar ilustrasi tersebut dapat disampaikan dengan baik, perangkat acara perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu: c.

  Keselarasan antara perangkat acara dan kerjasama tim d.

  Komunikasi antara perangkat acara yang terlihat dalam penggunaan humor ataupun visualisasi.

  10. Waktu tayang

  Faktor lain yang harus diperhatikan adalah pemilihan waktu tayang. Pemilihan waktu tayang diperlukan agar segmentasi khalayak yang diharapkan dapat tercapai. Dalam pemilihan waktu tayangan juga perlu memperhatikan: c.

  Frekuensi penayangan yang diperlukan untuk memudahkan penonton untuk mengingat acara tersebut.

  d.

  Durasi tayangan, yaitu lamanya tayangan itu berlangsung. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari penonton dari kebosanan.

II.3.4. Jenis-Jenis Tayangan Televisi

  Program acara yang ada di televisi dapat digolongkan menjadi beberapa kategori, antara lain: a.

  Buletin berita nasional, seperti : siaran berita atau buletin berita regional yang dihasilkan oleh stasiun-stasiun televisi swasta lokal.

  b.

  Liputan-liputan khusus yang membahas bergbagai masalah aktual secara lebih mendalam.

  c.

  Program-program acara olahraga, baik lahraga di dalam atau di luar ruangan, yang disiarkan langsung atau tidak langsung dari dalam negeri atau luar negeri.

  d.

  Program acara mengenai topik khusus yang bersifat informatif, seperti: acara memasak, berkebun, kuis, feature, dan magazine.

  e.

  Acara drama, terdiri dari: sinetron, sandiwara, komedi, film, dan sebagainya.

  f.

  Acara musik, seperti konser musik pop, rock, dangdut, klasik, maupun penayangan video musik. g.

  Acara bagi anak-anak seperti film kartun dan dongeng televisi.

  h.

  Acara keagamaan, seperti siraman rohani, mimbar agama, acara yang berhubungan dengan hari besar keagamaan, dan sebagainya. i.

  Program acara yang membahas tentang ilmu pengetahuan dan pendidikan. j.

  Acara bincang-bincang atau sering disebut talkshow.

II.3.5. Tayangan Magazine Program magazine dikenal di Indonesia sebagai program majalah udara.

  Sebagaimana majalah cetak, program magazine memiliki jangka waktu terbit, mingguan, bulanan, tergantung dari kemauan produser. Program magazine mirip dengan program feature. Perbedaannya, kalau program feature satu pokok permasalahan disoroti dari berbagai aspek dan disajikan lewat berbagai format.

  Sementara itu, program magazine bukan hanya menyoroti satu pokok permasalahan, melainkan membahas satu bidang kehidupan, seperti wanita, film, pendidikan, dan musik yang ditampilkan dalam rubrik-rubrik tetap dan disajikan lewat berbagai format.

  Salah satu stasiun televisi di Indonesia yang memiliki paling banyak tayangan dengan format magazine adalah Trans7. Contoh program magazine yang disajikan di stasiun televisi ini adalah Brownies, Warna, Jam Malam, Paradiso, Komunitas Unik, dan Mata Lelaki.

II.4. PERSEPSI

  Secara etimologis, persepsi atau dalam Bahasa Inggris perception berasal dari bahasa Latin perceptio; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil.

  Persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah pengindraan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya. Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi (Sarwono, 2002: 94).

  Menurut Leavitt (Sobur, 2003: 445) persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah padangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Sedangkan De Vito (Sobur, 2003: 445) mengemukakan persepsi sebagai proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Gulo (Sobur, 2003: 445) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya

II.4.1. Karakteristik Persepsi

  Terdapat beberapa karakteristik persepsi yang dapat di ilustrasikan sebagai berikut (Bernstein, 1988: 165), yaitu: a.

  Persepsi biasanya bersifat knowledge-based (berdasar pada pengetahuan) Ilustrasi: Seseorang yang tidak mengetahui perbedaan ular dan tali tambang memiliki peluang yang lebih kecil untuk selamat di hutan belantara dibandingkan seseorang yang mengetahui perbedaan ular dan tali tambang.

  b.

  Persepsi sering bersifat inferensial Seseorang tidak selamanya memiliki stimulus yang lengkap dan pasti untuk menentukan suatu rangsangan tertentu, dan pada saat ini terjadi pengetahuan seseorang tentang hal yang bersangkutan akan mengisi ‘kekosongan’ stimulus tersebut.

  Ilustrasi: Seseorang yang melihat benda mirip ekor ular di antara semak-semak akan cenderung berfikiran bahwa benda tersebut memang seekor ular, meskipun ia belum melihat benda tersebut secara keseluruhan.

  c.

  Persepsi bersifat ketegorial Ilustrasi: Manusia memiliki kemampuan untuk mengkategorikan beberapa sensasi yang diterima didasarkan pada kesamaan kriteria yang dimiliki. Meskipun seseorang tidak mengetahui jenis ular apa yang ada di depannya, ia akan dapat mengkategorikan hewan tersebut sebagai ular karena memiliki karakteristik yang sama dengan ular bercabang. Demikian juga seseorang dapat mengenali suara manusia meskipun hanya berupa teriakan saja.

  d.

  Persepsi bersifat relasional atau saling berhubungan Ilustrasi: Persepsi seseorang menyatakan bahwa seekor ular itu besar jika dibandingkan dengan belalang, dan ular itu kecil jika dibandingkan dengan gajah. Begitu juga untuk dapat mengatakan orang yang tinggi atau pendek, maka harus dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki tinggi rata-rata.

  e.

  Persepsi bersifat adaptif Ilustrasi: Persepsi memungkinkan seseorang untuk fokus pada informasi yang paling penting dalam sebuah situasi. Seseorang yang melihat benda seperti ular bergerak akan dengan cepat meningkatkan kewaspadaan diri, kemudian memulai proses identifikasi apakah benda tersebut adalah ular atau hanya sebuah tali tambang. Baru kemudian ia akan mengambil langkah yang diperlukan.

  f.

  Kebanyakan proses persepsi beroperasi secara otomatis/refleks Ilustrasi: Seseorang tidak perlu berhenti nuntuk bertanya kepada dirinya, “apakah itu ular atau tali tambang?” Pertanyaan ini ditanyakan dan dijawab oleh diri sendiri dengan sangat cepat, dan kebanyakan orang tidak sadar telah melakukan hal ini.

II.4.2. Komponen Persepsi

  Dalam Sobur (2003: 446), dijelaskan bahwa dalam persepsi terdapat tiga komponen utama yaitu:

  4. Seleksi, merupakan proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

  5. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

  6. Reaksi, merupakan persepsi yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.

  Sedangkan menurut Deddy Mulyana (2005: 168-170), persepsi meliputi: 4.

  Penginderaan (sensasi) melalui alat-alat indera (indera peraba, indera penglihat, indera pencium, indera pengecap, dan indera pendengar).

  Sensasi merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak melalui penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman dan pengecapan.

  Reseptor inderawi adalah penghubung antara otak manusia dan lingkungan sekitar.

  5. Atensi. Atensi tidak terelakkan karena sebelum kita merespon atau menafsirkan kejadian atau rangsangan apapun, kita harus terlebih dahulu mempehatikan kejadian atau rangsangan tertentu.

  6. Interpretasi, merupakan tahap yang paling penting dalam persepsi. Kita tidak dapat menginterpretasikan makna setiap objek secara langsung, melainkan menginterpretasikan makna informasi yang anda percayai mewakili objek tersebut.

  Teori penggunaan dan pemenuhan kebutuhan (Uses and Gratification

  Theory ) merupakan salah satu teori yang terdapat dalam bidang komunikasi,

  khususnya komunikasi massa. Dalam teori ini yang menjadi titik berat adalah pemirsa, dimana pemirsa dilihat sebagai individu yang bebas dan bertanggung jawab dalam memilih media yang akan mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka, dan mereka mengetahui dengan spesifik kebutuhannya dan cara apa yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

  Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Herbert Blumer dan Elihu Katz (1974) dalam bukunya The Uses of Mass Communications: Current

  Perspectives on Gratification Research , dimana dalam buku tersebut mereka

  menyatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya (Nurudin, 2004: 181).

  Teori ini merupakan kebalikan dari teori peluru yang menyatakan media sangat aktif dan sangat powerfull sementara khalayak berada di pihak yang pasif dan hanya dapat menerima apa yang disampaikan oleh media. Sedangkan dalam teori uses and gratification dilakukan sebuah pendekatan yang lebih manusiawi dimana khalayak itu bersifat aktif dan dapat dengan bebas memilih media mana yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhannya.

II.5.1. Perkembangan Teori Uses and Gratification

  Herbert Blumer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang mengenalkan

  

The Uses of Mass Communications : Current Perspectives on Gratifications

Research . Teori uses and gratifications dibangun dari teori fungsional yang telah

  ditemukan oleh ahli sosiologi termasuk Jay Blumer dan Elihu Katz. Model fungsional ini menuntut efek media yang ditimbulkan terhadap khalayak, seperti teori “ Jarum Hipodermik” atau “Teori Bullet” yang mengarahkan audiens untuk menjadi pasif. Model ini telah digunakan oleh para ahli sejak 1920 – 1940 tetapi perubahan terjadi pada pertengahan abad ke- 20 yang menuntut media massa kepada perkembangan yang lebih jauh dan pemahaman yang lebih dalam terhadap

  uses and gratifications .

  Pendekatan uses and gratifications untuk pertama kali dijelaskan oleh Elihu Katz (1959) bahwa penelitian komunikasi tampaknya akan mati. Katz menegaskan bahwa bidang kajian yang sedang sekarat itu adalah studi komunikasi massa sebagai persuasi. Dia menunjukkan bahwa kebanyakan penelitian komunikasi sampai waktu itu diarahkan kepada penyelidikan efek kampanye persuasi pada khalayak. Katz mengatakan bahwa penelitiannya diarahkan kepada jawaban terhadap pernyataan “Apa yang dilakukan media untuk khalayak ? (What do the

  media do to people ? )”

  Pendekatan uses and gratifications sebenarnya juga tidak baru. Di awal dekade 1940-an dan 1950-an para pakar melakukan penelitian mengapa khalayak terlibat dalam berbagai jenis perilaku komunikasi. Penelitian yang sistematik dalam rangka membina teori uses and gratifications telah dilakukan pada dekade 1960-an dan 1970-an, bukan saja di Amerika, tetapi juga di Inggris, Finlandia, Swedia, Jepang dan negara-negara lain (Effendi, 1993 : 290).

II.5.2. Asumsi Dasar Teori Uses and Gratification

  penggunaan dan kepuasan (Morissan, 2010: 78-80), yaitu sebagai berikut: 1.

  Audiens Aktif dan Berorientasi pada Tujuan Ketika Menggunakan Media Dalam perspektif teori penggunaan dan pemenuhan kepuasan, audien dipandang sebagai partisipan yang aktif dalam proses komunikasi, namun tingkat keaktifan setiap individu tidaklah sama. Perilaku komunikasi audien mengacu pada target dan tujuan yang ingin dicapai serta berdasarkan motivasi; audien melakukan pilihan terhadap isi media berdasarkan motivasi, tujuan dan kebutuhan personal mereka.

  Audien memiliki sejumlah alasan dan berusaha mencapai tujuan tertentu ketika menggunakan media. McQuail dan rekan (1972) mengemukakan empat alasan mengapa audien menggunakan media: a.

  Pengalihan (diversion); yaitu melarikan diri dari rutinitas atau masalah sehari-hari. Mereka yang sudah lelah bekerja seharian membutuhkan media sebagai pengalih perhatian dari rutinitas.

  b.

  Hubungan personal; hal ini terjadi ketika orang menggunakan media sebagai pengganti teman.

  c.

  Identitas personal; sebagai cara untuk memperkuat nilai-nilai individu. Misalnya banyak pelajar yang merasa lebih bisa belajar jika ditemani alunan musik dari radio.

  d.

  Pengawasan (surveillance); yaitu informasi mengenai bagaimana media membantu individu mencapai sesuatu. Misal, orang memahami agamanya secara lebih baik.

Dokumen yang terkait

Pembawa Acara Dan Minat Menonton (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Pembawa Acara Radio Show Tv One Terhadap Minat Menonton Mahasiswa FISIP USU)

5 82 84

Persepsi Milanisti Medan Terhadap Program Soccer Fever Trans Tv (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Acara Soccer Fever Trans TV Terhadap Persepsi Milanisti Medan )

0 32 71

Program Acara Mata Lelaki dan Persepsi Mahasiswa (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Penayangan Program Acara Mata Lelaki di Stasiun Televisi Trans7 Terhadap Persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara di Medan)

0 43 123

Pengaruh Tayangan Televisi terhadap Sikap (Studi Korelasional Pengaruh Acara Dahsyat di Stasiun Televisi RCTI Terhadap Sikap Mahasiswa FISIP USU)

2 46 133

Pengaruh Radio Terhadap Sikap Mahasiswa (Studi Korelasional Pengaruh Program Acara Akustar di Radio Star FM Terhadap Sikap Bermusik Mahasiswa Fakultas Sastra USU)

2 74 125

Program Acara Televisi dan Persepsi Anak (Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Persepsi Siswa SMP St. Yoseph Pemuda Medan Terhadap Program Acara Junior MasterChef)

4 91 109

PENGEMBANGAN PROGRAM ACARA CHATZONE(Studi Terhadap Manajemen Program Acara di Stasiun Televisi Lokal Agropolitan Televisi Kota Batu)

0 39 2

Opini Mahasiswa Mengenai Program Acara Mata Lelaki (Studi di Asrama Mahasiswa Marundung Putra di Kota Malang )

1 5 52

Pengaruh Persepsi Mahasiswa Tentang Kesejahteraan Guru dan Prestasi BelajarTerhadap Minat Menjadi Guru Ekonomi Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP UNS

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Persepsi - Persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sumatera Utara Terhadap Adanya Akuntansi Forensik

0 0 20