BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Persepsi - Persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sumatera Utara Terhadap Adanya Akuntansi Forensik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Persepsi

  Kamus Besar Bahasa Inonesia (1998) mendefinisikan persepsi sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Sedangkan Ikhsan (2005:57) persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Orang-orang bertindak atas dasar persepsi mereka dengan mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Pada kenyataannya, masing-masing orang memiliki persepsi sendiri atas suatu kejadian.

  Matlin (dalam Iprianto, 2009:30) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterprestasikan stimulus yang ditunjukkan indera, persepsi juga merupakan kombinasi faktor dunia luar (stimulus visual) dan diri sendiri (pengetahuan sebelumnya). Persepsi memiliki dua aspek yaitu : pengakuan pola (pattern recognition) dan perhatian (attention). Artinya persepsi setiap personal tentang suatu peristiwa atau objek tergantung bagaimana personal tersebut menyimpulkan informasi dan pesan yang ditentukan oleh suatu kerangka ruang dan waktu.

  Menurut Robbins (2003:88) persepsi dapat definisikan sebagai suatu proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Persepsi suatu individu terhadap suatu objek sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi individu lainnya terhadap objek yang sama, fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi. Sejumlah faktor memebentuk dan kadang memutar balik persepsi, dapat digambarkan sebagai berikut:

  Faktor pada pemersepsi:  Sikap  Motif  Kepentingan  Pengalaman  Pengaharapan   Faktor dalam situasi:

   Waktu PERSEPSI  Keadaan/ tempat kerja K d i l Factor pada target:

   Hal baru  Gerakan  Bunyi  Ukuran  Latar Belakang

Gambar 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

  Sumber : Robbins (2003) Faktor-faktor ini dapat berada pada pihak pelaku persepsi, dalam objeknya atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu dilakukan, melalui pelaku persepsi, target/ objek, situasi.

  Pelaku persepsi, bila sorang individu memandang pada suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu. Target/objek, karakteristik- karakteristik dari target yang akan diamati dapat mempengaruhi apa yang akan dipersepsikan, inividu-individu yang luar biasa menarik maupun luar biasa tidak menarik. Gerakan, bunyi, ukuran dan atribut-atribut lain dari target membentuk kita memandanganya. Situasi, penting bagi kita melihat konteks objek dan peristiwa., unsur-unsur lingkungan yang mempengaruhi persepsi kita.

  Meskipun demikian, karena persepsi tentang objek dan peristiwa tersebut bergantung pada suatu kerangaka dan waktu, maka persepsi akan bersifat subjektif dan situasional. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk dalam apa yang disebut sebagai faktor fungisonal. Oleh karena itu, yang menentukan persepsi bukanlah jenis atau bentuk stimulus tersebut. Sementara itu, faktor struktural berasal dari sifat fisik dan tampak saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu.

2.1.2 Teori Atribusi

  Teori yang dikembangkan oleh Fritz Heider ini mempelajari proses bagaimana seorang menginterprestasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Perilaku seseorang oleh kombinasi antara kekuatan internal dan eksternal. Dalam membuat penilaian terhadap orang lain, persepsi akan dikaitkan dengan teori atribusi.

  Robbins (2003:92) juga mengemukakan hal yang sama bahwa “teori atribusi merupakan dari penjelasan cara-cara manusia menilai orang secara berlainan, tergantung pada makna apa yang dihubungkan ke suatu perilaku tertentu. Pada dasarnya teori ini menyarankan bahwa jika seseorang mengamati perilaku seseorang individu, orang tersebut berusaha menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau eksernal yang tergantung pada tiga faktor:

  1. Kekhususan (ketersendirian), merujuk pada apakah seseorang individu memperlihatkan perilaku-perilaku yang berlainan. Yang ingin diketahui adalah apakah perilaku ini luar biasa atau tidak. Jika luar biasa, maka kemungkinan besar pengamat memberikan atribusi eksternal kepada perilaku tersebut. Jika tidak, kelihatannya hal ini akan dinilai sebagai sifat internal.

  2. Konsensus, yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi yang serupa bereaksi dengan cara yang sama. Contoh perilaku karyawan yang terlambat akan memenuhi criteria ini jika karyawan yang mengambil rute yang sama ke tempat kerja juga terlambat. Dari perspektif atribusi, jika konsensus tinggi, diharapkan untuk memberikan atribusi eksternal kepada keterlambatan karyawan ini.

  Sementara itu, jika karyawan-karyawan lain yang mengambil rute yang sama berhasil tiba secara tepat waktunya, maka kesimpulan berupa sebab internal.

  3. Konsitensi dicari dari tindakan seorang apakah orang tersebut memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu. Makin konsitensi perilaku, maka hasil pengamatan semakin cenderung untuk menghuungkan dengan sebab-sebab internal.”

  Pengamatan Penafsiran Atribusi Sebab

  Tinggi Internal Kekhususan Rendah Eksternal Tinggi Internal

  Perilaku Konsensus  Individu Rendah Eksternal Tinggi Internal

  Konsistensi Rendah Eksternal

Gambar 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

  Sumber : Robbins (2003)

2.1.3 Akuntansi Forensik

2.1.3.1 Pengertian Akuntansi Forensik

  Tuanakotta (2010:4) Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan. Akuntansi forensik dapat diterapkan di sektor publik maupun swasta, sehingga apabila memasukkan pihak yang berbeda, maka akuntansi forensik menurut Crumbley (dalam Tuanakotta 2010:5), mengemukakan bahwa secara sederhana akuntansi forensik dapat dikatakan sebagai akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial, atau tinjauan administratif. Definisi dari Crumbley menekankan bahwa ukuran dari akuntansi forensik adalah ketentuan hukum perundang – undangan, berbeda dari akuntansi yang sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles). Akuntansi forensik didefinisikan sebagai analisis akuntansi yang dapat mengungkap penipuan, yang mungkin sangat cocok untuk presentasi di pengadilan. Analisis semacam itu akan menjadi dasar untuk resolusi diskusi, perdebatan, dan perselisihan. Seorang akuntan forensik menggunakan pengetahuannya tentang akuntansi, studi hukum, investigasi dan kriminologi untuk mengungkapkan fraud, menemukan bukti dan selanjutnya bukti tersebut akan dibawa kepengadilan jika dibutuhkan (Ramaswamy, 2007).

  Bologna dan Lindquist (1987:87) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai aplikasi kecakapan financial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan, yang dijalankan didalam konteks rules of evidence. Sedangkan Hopwood et al. (dalam Iprianto, 2009:33) lebih jauh mendefinisikan akuntansi forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan anlitik yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah keuangan melaui cara-cara yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis yang dilakukan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang memiliki yuridiksi yang kuat.

  Tuanakotta (2007:10) mengemukakan bahwa akuntansi forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisaan atau mengungkap kasus pembunuhan, bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi forensik dan bukan audit.

  Sampai dengan saat ini dalam perkembangannya masih kelihatan akuntansinya, dicontohkan dalam perhitungan ganti rugi baik dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi. Suryanto (dalam Iprianto, 2009:33) lebih jauh mengatakan bahwa akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu

  (misalnya penjualan atau pengeluaran tertentu) yang diindikasikan telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags). Dengan demikian akuntansi forensik sangat berperan dalam pengungkapan skandal-skandal keuangan yang ada di Indonesia yang terutama korupsi.

  Tuanakotta (2007:17) akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang paling sederhana antara akuntansi dan hukum (penggunaan akuntan forensik dalam pembagian harta gono-gini). Di sini terlihat unsur akuntansinya, unsur hitung menghitung besarnya harta yang akan diterima pihak (mantan) suami dan (mantan) istri. Segi hukumnya dapat diselesaikan didalam atau luar pengadilan, secara legitasi atau non legitasi.

AKUNTANSI HUKUM

Gambar 2.3 Diagram Akuntansi Forensik

  Sumber : Tuanakotta (2007) Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan (disamping

  Akuntansi dan Hukum). Bidang tambahan ini adalah Audit, sehingga akuntansi forensiknya dipresentasikan dalam tiga bidang.

AKUNTANSI HUKUM AUDIT

Gambar 2.4 Diagram Akuntansi Forensik

  Sumber : Tuanakotta (2007)

2.1.3.2 Lingkup Akuntansi Forensik

  Tuanakotta (2007:41) dalam bukunya Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan bahwa lingkup akuntansi forensik menajawab “batas wilayah” akuntansi forensik yang sekaligus mendefinisikan “apa”nya akuntansi forensik dan akan “mengapa”nya akuntansi forensik.

  1. Praktek di Sektor Swasta Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik (dalam Tuanakotta, 2007:41) menekankan beberapa istilah dalam berbendaharaan akuntansi, yakni: fraud auditing, forensic accounting, investigative

  accounting, litigation support, dan valuation analysis. Litigation support

  merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan litigasi. Akuntansi forensik dimulai susudah ditemukan indikasi awal adanya fraud. Audit investigasi merupakan bagian awal dari akuntansi forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan akuntansi atau unsure perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian Negara karena tindakan korupsi.

  2. Praktek di Sektor Perintah Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntasi forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan keuangan negara, lembaga pengawasan internal pemerintahan, lembaga pengadilan, dan berbagai LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure group .

2.1.3.3 Atribut, Krakteristik, Kualitas, Standar, Akuntansi Forensik A.

  Atribut Davia dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif (Tuanakotta,

  2007:45) member lima nasihat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud, yakni:

1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara premature.

  Identifikasi lebih dulu, siapa pelaku (atau yang mempunyai potensi untuk menjadi pelaku). Banyak auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan, dan tak bisa menjawab pertanyaan yang paling penting : who did

  it? 2.

  Fraud auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan kecurangan” (perpetrator’s intent to comit fraud). Banyak kasus kecurangan kandas disidang pengadilan karena penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal membutikan niat melakukan kejahatan atau pelanggaran. Tujuan proses pengadilan adalah menialai orang, dan bukan mendengar celoteh berkepanjangan tentang kejahatannya. Padahal cerita tentang kejahatan ini dibumbui dengan cerita tentang bagaimana sang auditor berhasil mengungkapkannnya.

  3.

  “Be creative, think like a perpetrator, do not be predictable. Seorang farud

  

auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku kejahatan, jangan mudah

ditebak.

  4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan (collusion conspiracy). Pengendalian intern bagaimanpu baiknya tidak dapat ,mencegah hal ini. Ada dua macam persengkongkolan: a.

  Ordinary conspiracy, persengkongkolan bersifat sukarela, dan pesertanya memang mempunyai niat jahat.

  b.

  Pseudo conspiracy, misalnya, seseorang tidak menyadari bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya (contoh: memberikan komputernya).

  password 5.

  Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan didalam pembukuan atau diluar pembukuan).

  B.

  Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud Tuanakotta (2007:49) menyatakan bahwa seorang pemeriksa

  Fraud harus memiliki kemampuan unik. Disamping keahlian tehnis

  seorang pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih (mengikuti ketentuan perundang-undangan), dan akurat serta mampu melaporkan fakta-fakta itu secara akurat dan lengkap. Kemampuan untuk memastikan kebenaran dari fakta yang dikumpulkan dan kemudian melaporkannya dengan akurat dan lengkap adalah sama pentingnya. Pemeriksa fraud adalah gabungan anatara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif (atau investigator).

  Allan pinkerton (dalam Tuanakotta,2007:50) salah seorang private

  

investigator sukses pada awal lahirnya profesi ini menyebutkan kualitas

  yang seharusnya dimiliki oleh seorang detektif adalah berhati-hati, menjaga kerahasian pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah, berani, dan diatas segala – galanya jujur, disamping ketangguhannya mencari informasi seluas-luasnya yang memungkinkannya menerapkan segera dan secara efektif talentanya sebagai seorang detektif dengan kedalaman yang diperlukan.

  C.

  Kualitas Akuntan Forensik Lindquist (dalam Tuanakotta, 2007:51) membagikan kuesioner kepada staff Peat Marwick Lindquist Holmes. Diantara yang diajukannya terdapat pertanyaan ini: Kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang akuntan forensik? Jawabannyapun beraneka ragam diantaranya:

   Kreatif - kemampuan untuk melihat seseuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan situasi bisnis yang normal.

   Rasa ingin tahu – keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi rangkaian peristiwa dan situasi.

   Tak menyerah - kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.

   Akal sehat - kememapuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.

   Business sense – kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhya berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana transakasi dicatat.

   Percaya diri – kemempuan untuk mempercayai diri dan temuan kita sehinggga kita dapat bertahan dibawah cross (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum

  examination dan pembela).

  D.

  Standar Tuanakotta (2007:52) Secara sederhana standar adalah ukuran mutu. Karena itu dalam pekerjaan audit para auditor ingin menegaskan standar mereka. Dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee) pihak yang memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat menguku mutu kerja si auditor. Hal yang sama juga ingin dicapai para investigator dan .

  forensic accountant

  Pickett (dalam Tuanakotta, 2007:52) merumuskan beberapa standar untuk mereka yag melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rujuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai diperusahaan. Standar tersebut adalah:

   Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui (accepted best practices).

   Kumpulan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care ) sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima dipengadilan.

   Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan indeks, dan jejak audit tersedia.

   Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak azasi pegawai dan senatiasa menghormatinya.

   Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana.

   Cakup seluruh substansi investigasi dan “kuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu.

   Liput seluruh waktu tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi, dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian Penelitian

  1 Fleming (2008) West Virginia mengembangkan program akademik University: baru untuk menghadapi akuntan Forensic profesional dan auditor yaitu FAFI Accounting (Forensic Accounting and Fraud and Fraud Investigaton ).

  Investigstion

  2 Ipprianto(2009) Persepsi tidak terdapat perbedaan persepsi yang Akademisi signifikan antara akademisi dengan dan Praktisi praktisi terhadap kemampuan anallisis terhadap deduktif, keahlian analitik, komunikasi Keahlian tertulis, pengetahuan tentang hukum Akuntansi dan bersifat tenang. Hasil pengujian Forensik hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akademisi dengan praktisi terhadap kemampuan pemikiran kritis, memecahkan masalah tidak terstruktur, fleksibilitas penyidikan, dan komunikasi lisan.

  3 Mulyanti (2012) Persepsi Tidak terdapat perbedaan persepsi yang Akademisi signifikan terhadap variabel akuntansi Universitas forensik sebagai alat untuk Sumatera mempercepat pemberantasan korupsi, Utara akuntansi forensik dimasukkan terhadap kedalam kurikulum pendidikan, dan adanya mendapatkan perhatian dari pihak Akuntansi perguruan tinggi. Hasil pengujian Forensik hipotesis variabel akuntansi forensik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan untuk akuntansi forensik tidak sama dengan audit forensik, peluang karir dimasa depan.

2.3 Kerangka Konseptual

  7. Akuntansi forensik belum mendapatkan perhatian yang serius dari pihak perguruan tinggi.

  Adanya  akuntansi forensik 

  7. Akuntansi forensik belum mendapatkan perhatian yang serius dari pihak perguruan tinggi.

  6. Ada hubungan akuntansi forensik dengan perkembangan ilmu akuntansi.

  5. Akuntansi forensik dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan akuntansi.

  4. Akuntansi forensik sebagai alat untuk mempercepat pemberantasan korupsi dan penanggulangan tindak penipuan

  3. Akuntansi Forensik sangat berperan terhadap sebuah peluang karir yang menjajikan di masa yang akan datang.

  2. Akuntansi forensik berorientasi pada etika dan hukum.

  1. Akuntansi forensik tidak sama dengan audit investigatif.

  Sugiono (2006) Kerangka Konseptual merupakan penjelasan secara teoritis antara variabel yang akan diteliti. Berdasarkan teori pendukung, maka kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut:

  Gambar 2.5

Kerangka Konseptual

  5. Akuntansi forensik dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan akuntansi.

  4. Akuntansi forensik sebagai alat untuk mempercepat pemberantasan korupsi dan penanggulangan tindak penipuan

  3. Akuntansi Forensik sangat berperan terhadap sebuah peluang karir yang menjajikan di masa yang akan datang.

  2. Akuntansi forensik berorientasi pada etika dan hukum

  1. Akuntansi forensik tidak sama dengan audit investigatif.

  Persepsi  Mahasiswa FEB  Universitas   Sumatera Utara 

  Persepsi  Mahasiswa FS IAIN  Sumatera  Utara 

  Sumber : Penulis (2014)

  6. Ada hubungan akuntansi forensik dengan perkembangan ilmu akuntansi. Pada gambar di atas maka dapat dijelaskan bahwa, variabel-variabel yang digunakan adalah:

  1. Variabel Independen Persepsi Mahasaiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara sebagai variabel bebas (X1) Persepsi Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sumatera Utara sebagai variabel bebas (X2)

  2. Variabel Kontrol Variabel Kontrol menurut Idrus (2009:80) adalah varibel yang yang sengaja ditetapkan oleh peneliti jika ingin melakukan penelitian yang sifatnya membandingkan. Pada penelitian ini maka yang menjadi variabel kontrol adalah, akuntansi forensik tidak sama dengan audit investigatif, akuntansi forensik berorientasi pada etika dan hukum, akuntansi forensik sangat berperan terhadap sebuah peluang karir yang menjanjikan di masa yang akan datang, akuntansi forensik sebagai alat untuk mempercepat pemberantasan korupsi dan penanggulangan tindak penipuan, akuntansi forensik dimasukkan kedalam kurikulum pendidikan akuntansi, ada hubungan akuntansi forensik dengan perkembangan ilmu akuntansi, akuntansi forensik belum mendapatkan perhatian yang serius dari pihak perguruan tinggi.

  3. Variabel Dependen Akuntansi Forensik (Y)

2.4 Hipotesis

  Ha1 : Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan mahasiswa IAIN Sumatera Utara terhadap variabel akuntansi forensik tidak sama dengan audit invetigatif. Ha2: Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan mahasiswa IAIN Sumatera Utara terhadap variabel akuntansi forensik berorientasi pada etika dan hukum. Ha3 : Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan mahasiswa IAIN Sumatera Utara terhadap variabel akuntansi forensik

  Sangat berperan terhadap sebuah peluang karir yang menjanjikan di masa yang akan datang.

  Ha4 : Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan mahasiswa IAIN Sumatera Utara terhadap variabel akuntansi forensik sebagai alat untuk mempercepat pemberantasan korupsi dan penanggulangan tindak penipuan.

  Ha5 : Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan mahasiswa IAIN Sumatera Utara terhadap variabel akuntansi forensik Dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan akuntansi. Ha6: Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan mahasiswa IAIN Sumatera Utara terhadap variabel Ada hubungan akuntansi forensik dengan perkembangan ilmu akuntansi. Ha7: Terdapat perbedaan persepsi akademisi mahasiswa Universitas Sumatera

  Utara dan mahasiswa IAIN Sumatera Utara terhadap variabel Akuntansi forensik belum mendapat perhatian yang serius dari pihak perguruan tinggi

Dokumen yang terkait

Persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Terhadap Dukungan Ekonomi Syariah Di Sumatera Utara

2 104 76

Persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sumatera Utara Terhadap Adanya Akuntansi Forensik

3 68 110

Persepsi Mahasiswa Terhadap Layanan Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5 52 57

Persepsi Mahasiswa Jurusan Akuntansi Terhadap Pemilihan Karir Sebagai Akuntan Publik (Studi Kasus Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara)

6 90 115

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Electronic Commerce - Pengaruh Kepercayaan Dan Kemudahan Terhadap Belanja Online Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ekonomi Syariah - Persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Terhadap Dukungan Ekonomi Syariah Di Sumatera Utara

0 0 25

Persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Terhadap Dukungan Ekonomi Syariah Di Sumatera Utara

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Singkat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara - Mekanisme Pelayanan Di Bagian Akademik Terhadap Kepuasan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian dan Karateristik Jasa - Analisis Pengaruh Kualitas Produk Terhadap Kepuasan Nasabah Mandiri Tabungan Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

0 0 12

Persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sumatera Utara Terhadap Adanya Akuntansi Forensik

0 0 17