BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI Pajak merupakan iuran wajib yang diberlakukan pada setiap wajib pajak atas objek pajak yang dimilikinya dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Jenis pajak yang diberlakukan di Indonesi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI Pajak merupakan iuran wajib yang diberlakukan pada setiap wajib pajak atas objek

  pajak yang dimilikinya dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Jenis pajak yang diberlakukan di Indonesia diantaranya adalah Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Hadiah dan lain-lain.

  Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut pada objek pajak atas penghasilannya. Pajak penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Pajak yang berlaku bagi pegawai/karyawan adalah pajak penghasilan pasal 21. Undang-undang yang dipakai untuk tata cara pembayaran dan pelaporan pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 80/PMK/.03/2010 . Undang-undang pajak penghasilan telah menetapkan sistem pemungutan pajak penghasilan secara self assessment, dimana wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh dari pemerintah untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang. Dengan sistem ini pemerintah berharap agar pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan dapat berjalan dengan lebih mudah dan lancar.

  Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, jenis-jenis pajak penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21 diantaranya adalah penghasilan pegawai atau penerimaan pension secara teratur, mantan pegawai secara tidak teratur, upah harian,upah mingguan, upah satuan, upah borongan, uang tebusan pension, jaminan hari tua, uang pesangon, honorarium, uang saku, hadiah, komisi, bea siswa, imbalan yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang terdiri dari tenaga ahli serta gaji.

  Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 adalah pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, bendahara atau Pemegang Kas Pemerintah termasuk Bendahara atau Pemegang Kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI dan POLRI, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga Negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri. Yang mempunyai kewajiban untuk menghitung pajak yang terutang, memotong pajak yang sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang sehubungana dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan, serta melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang.

  Pemotong PPh Pasal 21 wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21. Batas waktu penyetoran PPh Pasal 21 adalah tanggal 10 bulan berikutnya, namun apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur maka penyetoran dapat dilakukan pada hari berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 adalah 20 hari setelah berakhirnya masa pajak (tanggal 20 bulan berikutnya), apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 harus dilakukan pada hari kerja

  28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Untuk menagih denda dikenakan akibat tidak atau terlambat meyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 kantor pajak tempat wajib pajak terdaftar mengeluarkan Surat Tagihan Pajak (STP).

  Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan praktik kerja lapangan mandiri dengan judul “ TATA CARA PENERBITAN SURAT TAGIHAN

PAJAK (STP) SANKSI ADMINISTRASI DENDA TERLAMBAT ATAU TIDAK

  

MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) MASA PAJAK

PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP)

PRATAMA MEDAN TIMUR”.

B. TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

  Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah sebagai berikut : a.

  Untuk mengetahui kepatuhan pemotong pajak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

  b.

  Untuk mengetahui Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) Sanksi Administrasi Denda Terlambat atau Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

  c.

  Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) Sanksi Administrasi Denda Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21.

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

2.1 Bagi mahasiswa yaitu: a.

  Memahami tatacara penerbitan surat tagihan pajak.

  b.

  Sebagai sarana latihan berfikir mahasiswa dalam menyusun suatu karya ilmiah berdasarkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.

  c.

  Meningkatkan keahlian berkomunikasi serta aplikasi ilmu yang di dapat selama perkuliahan.

  2.2 Bagi Universitas yaitu: a.

  Meningkatkan hubungan kerjasama antara pihak universitas khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dengan instansi pemerintah khususnya pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

  b.

  Memberi dorongan untuk meningkatka kualitas pendidikan.

  c.

  Mempromosikan sumber daya manusia yang dimiliki Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur.

  d.

  Mendapatka masukan dan saran untuk penyempurnaan dan perbaikan kurikulum yang berlaku di Diploma III Administrasi Perpajakan.

  2.3 Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Timur a.

  Membantu pihak KPP dalam hal sosialisasi perpajakan kepada masyarakat Wajib Pajak melalui peserta mahasiswa PKLM khususnya sivitas akademika FISIP USU.

  b.

  Peningkatan kerjasama yang lebih baik dengan pihak universitas.

  c.

  Mendapat masukan dan saran dalam menangani masalah penagihan PPh Pasal 21.

C. URAIAN TEORITIS 1. Pengertian Pajak

  Secara umum Pajak merupakan iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyrakarat (Wajib Pajak) berdasarkan Undang-Undang tanpa memberikan balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.(Burton,2008:1) Menurut S.I Djajadiningrat, Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.(Resmi,2008:1) Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan ti,dak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian diatas maka terdapat 4 (empat) unsur pokok dalam defenisi pajak tersebut yaitu pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang, sifatnya dapat dipaksakan,

2. Fungsi Pajak

  Ada dua fungsi pajak, yaitu : a.

  Fungsi Penerimaan (budgetair) Pajak mempunyai fungsi budgetair,artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Contoh : dimasukkannya pajak dalam APBN seabagi penerimaan dalam Negara.

  b.

  Fungsi Mengatur ( Reguler) Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

  Contoh : 1.

  Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman kera untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

  2. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

  3. Pengelompokkan Pajak

3.1 Menurut Golongannya : a.

  Pajak Langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajakdan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

  Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)

  3.2 Menurut Sifatnya : a.

  Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperlihatkan keadaan diri wajib pajak.

  Contoh : Pajak Penghasilan b. Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperlihatkan diri wajib pajak.

  Contoh : PPN

  3.3 Menurut Lembaga Pemungutannya: a.

  Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunkan untuk membiayai rumah tangga Negara.

  Contoh : PPh, PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, PBB, Bea Materai b.

  Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayi rumah tangga daerah.

  Pajak Daerah terdiri dari : 1.

  Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi) Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 2.

  Pajak Daerah Tingkat II (Kotamadya/Kabupaten) Contoh : Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Reklame 4.

   Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

  Pembayaran PPh ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui pemotongan pihak- pihak tertentu. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh

  Pasal 21 adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pension, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan. Jumlah pajak yang telah dipotong dn disetorkan dengan benar oleh pemberi kerja dan pemotong lainnya dpat digunakan oleh Wajib Pajak untuk dijadikan kredit pajak atas PPh yang terutang pada akhir tahun.

  4.1 Pemotong PPh Pasal 21

  Pemotong PPh Pasal 21 adalah setap orang pribadi atau badan yangdiwajibkan oleh UU No. 7 tahun 1983 tentang PPh sebagaiman telah diubah terakhir dengan UU No. 17 Tahun 2000 untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk pemotong PPh Pasal 21 adalah : a.

  Pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan termasuk bentuk usaha tetap (BUT), baik meruoakan pusat maupun cabang, perwakikan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apa pun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

  b.

  Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan Pemerintah Pusat, Pemerintah honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan kegiatan.

  c.

  Dana pensiun, badan penyelengara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan-badan lain yang membayar uang pensiunan dan Tabungan Hari Tua ( THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT).

  d.

  Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.

  e.

  Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negeri.

  f.

  Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitian, asosiasi, perkumpulan organisasi massa, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya dalam bentuk apa pun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apa pun sehubungan denga pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

  g.

  Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau menyelenggarakan kegiatan) yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apa pun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

  4.2 Yang Dipotong PPh Pasal 21

  Yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 21 adalah : a.

  Pejabat Negara, yaitu : 1.

  Presiden dan Wakil Preseiden, 2. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR/MPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota,

3. Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, 4.

  Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung, 5. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung, 6. Menteri, Menteri Negara, dan Menteri Muda, 7. Jaksa Agung, 8. Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Provinsi, 9. Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten, 10.

  Walikota dan Wakil Walikota.

  b.

  Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah PNS-Pusat, PNS-Daerah, dan PNS lainnyayang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU No. 8 c.

  Pegawai adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja, baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN atau BUMD.

  d.

  Pegawai Tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus- menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.

  e.

  Tenaga Lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima atau memperoleh imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan.

  f.

  Penerima Pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabunngan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.

  g.

  Penerima Honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya.

  h.

  Penerima Upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan. i.

  Orang Pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari Pemotong Pajak.

  5. Pengertian Surat Tagihan Pajak (STP)

  Pengertian Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU KUP, Surat Tagihan Pajak (disingkat STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda . Yang menerbitkan STP adaalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak. Terbitnya STP ini biasanya disebabkan Wajib Pajak tidak melakukan satu atau beberapa kewajiban pajak yag dinamakan oleh Undang- Undang.

  STP digunakan untuk menagih pajak tetapi bukan utang pajak yang tercantum dalam SKPKB/SKPKBT, melainkan utang pajak yang belum dikeluarkan ketetapannya, sehingga tidak akan terjadi ketetapan pajak ganda untuk satu utang pajak.

  Oleh karena itu, disebutkan bahwa STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan SKPKB/SKPKBT sehingga dalam hal penagihan juga dapat dilakukan dengan Surat Paksa.

  6. Penyebab Terbitnya Surat Tagihan Pajak (STP)

  Hal- hal yang menyebabkab terbitnya Surat Tagihan Pajak (STP) diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU KUP yaitu : a.

  Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.

  b.

  Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. d.

  Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu.

  e.

  Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap , selain:

  • Identitas pembeli atau
  • Identitas pembeli serta nama dan tandatangan, dalam hal penyerahan dilakuan Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran.

  f.

  Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.

  g.

  Pengusaha Kena Pajak yang mengalami gagal berproduksi dan telah diberikan 7.

   Fungsi Surat Tagihan Pajak (STP)

  Fungsi Surat Tagihan Pajak adalah sebagai berikut : 1.

  Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang Surat Pemberitahuan wajib Pajak. artinya jika dalam tahun pajak berjalan yang tidak atau kurang bayar ataupun kekurangan pembayaran atau penyetoran pajak, akibat salah tulis atau salah hitung dalam Surat Pemberitahuan.

  2. Sebagai sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan/atau denda.

  3. Sebagai alat untuk menagih pajak STP dipersamakan kekuatan hukumnya dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan

  8. Jangka Waktu Pembayaran Surat Tagihan Pajak (STP)

  Dalam Pasal 9 ayat 3 UU KUP disebutkan bahwa STP harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Jadi saat jatuh tempo pembayaran STP adalah satu bulan dari tanggal penerbitannya.

  9. Sanksi Administrasi Denda Terlambat atau Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) a.

  Rp. 500.000,00 untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nili (PPN) b. Rp. 100.000,,00 untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Masa lainnya.

  c.

  Rp. 1.000.000,00 untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak badan dan Rp. 100.000,00 untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi.

  10. Dasar Hukum Surat Tagihan Pajak

  Ketentuan yang mengatur mengenai Surat Tagihan Pajak adalah sebagai berikut : 1.

  Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diperbaharui menjadi Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 2. Peraturan MenteriKeuangan Nomor 189/PMK.03/2007 jo. PMK Nomor

3. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 25/PJ/2008 jo. PER 21/PJ/2010

  Tentang Bentuk dan Isi Nota Perhitungan, Surat Ketetapan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak.

11. Kegiatan Setiap Seksi Yang Terkait Dengan Penerbitan Surat Tagihan

  Pajak

  Seksi yang terkait dengan penerbitan STP adalah sebagai berikut : 1.

  Seksi Waskon Seksi Pengawasan dan Konsultasi bertanggung jawab untuk mengelola Surat Setoran

  Pajak (SSP) Lembar ke-2 yang merupakan segi pembayaran itau bukti Wajib Pajak telah melakukan pembayaran. Seharusnya SSP lembar ke-2 tiap hari diambil ke Kantor Pembendarahaan dan Kas Negara (KPKN), namun kurangnya tenaga pelaksana maka pengambilan SSP Lembar ke-2 sering terlambat. Setelah SSP tersebut diambil, lalu dilakukan sortasi, perekaman, dan perekapan. Setelah perekaman dilakukan, SSP Lembar ke-2 itu nantinya akan dikirim kesetiap seksi yang membutuhkannya. Dasar pertimbangan untuk menerbitkan STP PPh adalah SPT Masa yang berupa SSP

  Lembar ke-3 yang diterima oleh Wajib Pajak atau dikirimkan melalui Pas dan segi pembayaran yang berupa SSP Lembar ke-2 yang diterima oleh Seksi Waskon. SSP Lembar ke-3 yang merupakan bukti pelaporan dicatat Seksi Waskon dalam buku keterlambatan dan kekurangan pembayaran maupun pelaporan, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan atau kekurangan membayar dan denda atas keterlambatan melapor. Karena Kantor Pelayanan Pajak (KPP) telah melakukan Sistem Informasi Perpajakan modifikasi (SIPMOD), maka data tabelaris dapat dilihat dikomputer dan dicocokan dengan table tabelaris. Hal ini lebih efektif dan memudahkan. Jika data-data dibuku tabelaris dikomputer saja, perekaman SSP Lembar ke-2 sering belum masuk di Seksi Waskon sedangkan SSP Lembar ke-3 sudah masuk ketika Wajib Pajak melapor ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT).

  Dari tabelaris di computer dapat terlihat berapa pokok angsuran wajib pajak dan tanggal pembayran dan pelaporan. Pokok angsuran Wajib Pajak tahun lalu ataupun berdasarkan angsuran yang harus dibayar akibat pemeriksaan yaitu dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

  Seksi waskon lah yang melakunan perhitungan atas penerbitan STP.

2. Seksi Pelayanan

  Memiliki Kepala Seksi dan mempunyai beberapa pelaksana yang melaksanakan penerbitan yang meliputi STP, SKPKB, SKPLB dan SKPKBT. Oleh karena itu tidak jarang Nota Perhitungan yang berasal dari Seksi Waskon ditunda penerbitannya karena sibuk dengan tugas lain. Jadi Seksi Pelayanan tugasnya

D. RUANG LINGKUP PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

  Adapun yang menjadi ruang lingkup PKLM yaitu melakukan pengumpulan data dan menbahas permasalahan mengenai:

  1. Untuk mengetahui kepatuhan pemotong pajak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

  2. Untuk mengetahui Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) Sanksi Administrasi Denda Terlambat atau Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

  3. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) Sanksi Administrasi Denda Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21.

E. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

  Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta memperoleh informasi sesuai dengan metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Tahap persiapan

  Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan yang menyangkut PKLM ini, dimulai dari pengajuan judul, pemilihan tempat, penentuan judul, menyusun proposal, seminar, penentuan dosen pembimbing diskusi tahapan konsultasi dengan dosen pembimbing. undangan Perpajakan, Peraturan Pemerintah, Surat Edaran, Direktorat Jendral Pajak, Keputusan Menteri Keuangan, informasi dari majalah, surat kabar, catatan-catatan serta landasan teori yang ada hubungannya dengan Laporan PKLM.

  3. Observasi Lapangan

  Dalam tahap ini penulis melakukan pengamatan secara langsung pada objek PKLM, mencari data-data dan informasi serta mempelajari laporan- laporan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

  4. Pengumpulan Data

  Mengumpulkan data-data lapangan mengenai Tatacara Penerbitan Surat Tagihan Pajak (SPT) Sanksi Adminitrasi Denda Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak, yaitu: a.

  Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari wawancara dan observasi.

  b.

  Data primer merupakan data yang diperoleh dari referensi ilmiah seperti laporan atau dokumen-dokumen, jurnal, dan lain-lain

  5. Analisis dan Evaluasi

  Penulis menganalisa dan mengevaluasi data mengenai Tatacara Penerbitan Surat Tagihan Pajak (SPT) Sanksi Administrasi Denda Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 F.

METODE PENGUMPULAN DATA

  1. Metode Wawancara (Interview)

  Dalam metode ini penulis mengumpulkan dan mencari data, serta hal yang berhubungan dan mendukung hasil laporan dengan melakukan wawancara dan mengajukan pertanyaan kepada pegawai instansi yang berkompeten dan dapat menambah objektif yang berkaitan dengan kebutuhan untuk melengkapi laporan PKLM.

  2. Metode Observasi

  Dalam metode ini penulis langsung turun kelapangan untuk melakukan peninjauan dengan cara mengamati, mendengar serta mencatat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, meneliti tata cara penerbitan STP.

  3. Metode Dokumentasi

  Dalam tahap metode ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan mengumpulkan dan mencari data-data pendukung yang berhubungan dengan data-data objek PKLM yang telah diperoleh dari instansi.

G. SISTEMATIKA PENULISAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

  Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah:

BAB I PENDAHULUAN

  Manfaat, Ruang lingkup, Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Metode Pengumpulan Data, serta Sistematika Penulisan Laporan PKLM.

  BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA (KPP) MEDAN TIMUR Bab ini akan dibahas mengenai Sejarah Singkat, Struktur Organisasi, Uraian

  tugas serta Tugas pokok dan Fungsi di setiap masing-masing jabatan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur dalam penulisan laporan PKLM.

  

BAB III GAMBARAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TAGIHAN

PAJAK (STP) SANKSI ADMINISTRASI DENDA TERLAMBAT ATAU TIDAK MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) MASA PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DI KANTOR

PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN TIMUR

  Dalam bab ini penulis menguraikan tentang pengertian, dasar hukum, fungsi Surat Tagihan Pajak (STP), sanksi administrasi yang dapat ditagih dengan STP dan menjelaskan data-data apa saja yang telah didapat selama PKLM.

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA Pada bab ini penulis akan mengemukakan analisa data yang diperoleh, serta

  menganalisis masalah yang timbul dan evaluasi terhadap data-data yang berhubungan dengan judul laporan dan alternatif pemecahan masalah. bersumber dari hasil penelitian, serta saran yang menjadi hal-hal atau gagasan atas masalah yang dibahas dari objek pembahasan yang terdapat dalam laporan pelaksanaan PKLM.