Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan wajib pajak dalam penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak badan (Studi kasus pada KPP Pratama Kebayoran Lama)

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN WAJIB PAJAK DALAM PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN

(SPT) TAHUNAN WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus Pada KPP Pratama Kebayoran Lama)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)

Disusn Oleh : DESY ANGGRAENI

NIM: 207082000234

PROGRAM STUDI AKUNTANSI/ PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN WAJIB PAJAK DALAM PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN

(SPT) TAHUNAN WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus Pada KPP Pratama Kebayoran Lama)

Disusn Oleh : DESY ANGGRAENI

NIM: 207082000234

PROGRAM STUDI AKUNTANSI/ PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Desy Anggraeni NIM : 207082000234 Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : Akuntansi Pajak

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan Skripsi ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya.

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.

5. Mengerjakn sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.

Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Ciputat, Juni 2011 Yang Menyatakan,


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. DATA PRIBADI

1. Nama : Desy Anggraeni

2. Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 23 Desember 1989 3. Alamat : Jl. Baru L.U.K RT 07 RW 02

Bakti Jaya, Setu - Tangerang Selatan 15315 4. Nomor Telepon : 0856 8423 497

5. Agama : Islam

B. PENDIDIKAN a. Pendidikan Formal

1. 1995 – 2001 : SDI Al Amanah 2. 2001 – 2004 : SLTP Al Amanah 3. 2004 – 2007 : SMK Al Amanah

4. 2007 – 2011 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta b. Pendidikan Non Formal

1. 2009 – 2010 : LBPP LIA Ciputat 2. 2011 – Sekarang : EF Cinere

3. 2011 –Sekarang : Brevet Pajak STAN

C. PENGALAMAN ORGANISASI

1. 2001 – 2002 : Bendahara OSIS Tingkat SMP 2. 2002 – 2003 : Ketua OSIS Tingkat SMP

3.2003 – 2004 : Ketua Umum Pramuka dan Paskibra Tingkat SMP 4.2004 – 2005 : Ketua Seksi Ilmiah Tingkat SMA


(8)

6.2006 – 2007 : Ketua Seksi Olahraga Basket Tingkat SMA

D. PRESTASI

1. Tahun 2001 : Juara III Lomba Puisi Tingkat SMP

2. Tahun 2003 : a. Juara I Beregu Lomba Pramuka Tingkat SMP Kecamatan Cisauk

b. Juara I Beregu Lomba Basket Tingkat SMP 3. Tahun 2004 : Juara III Tunggal Panahan Tingkat Pelajar Daerah 4. Tahun 2005 : Juara II Lomba Puisi Tingkat SMA

5.Tahun 2006 : a. Juara III Lomba Paskibra Tingkat SMA Kecamatan Cisauk

b. Juara I Beregu Lomba Basket Tingkat SMA 6.Tahun 2007 : a. Juara III Beregu Panahan Tingkat Provinsi Banten

b. Juara III Lomba Akuntansi Tingkat SMA Kecamat Cisauk

E. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Mursalih

2. Tempat & Tanggal Lahir : Tangerang, 05 0ktober 1970 3. Pekerjaan : Karyawan Swasta

4. Ibu : Alm. Rumsani

5. Tempat & Tanggal Lahir : Tangerang, 07 November 1966 6. Alamat : Jl. Baru L.U.K RT 07 RW 02

Bakti Jaya, Setu - Tangerang Selatan 15315 7. Telepon : 0882 1107 6018


(9)

FACTORS THAT EFFECT THE WILLINGNESS OF TAXPAYER IN REPORTING THE ANNUAL REPORTING FORM OF

FIRM TAXPAYER.

By: Desy Anggraeni

State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

The purpose of this research is to analize factors that effect the willingness of taxpayer in reporting the annual reporting form of firm taxpayer at KPP Pratama Kebayoran Lama. The samples of this research are 100 (one hundred) respondents of firm taxpayers. Statistics method that used is factor analysis. Sampling method that used is judgement sampling. Data quality test that used on this research is validity test and reliability test. Meanwhile, hypothesis test on this research use KMO and Barlette’s Test and Measure of Sampling Adequacy (MSA). And the result concludes based on the result of Anti-image Matrices, shows that all variables are the factors that effect the willingness of firm taxpayer with using the validity test of Rotated Component Matrix method that results in 3 (three) factors that effect the willingness of taxpayer in reporting the annual reporting form of firm taxpayer.

Keywords: Knowledge Level, Penalties, Ease, Consciousness Level, Sunset Policy, Perception, Monitoring System On Reporting Tax Payment and Willingness.


(10)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN WAJIB PAJAK DALAM PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) TAHUNAN

WAJIB PAJAK BADAN

Oleh: Desy Anggraeni

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fakor-faktor yang mempengaruhi kemauan Wajib Pajak dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Lama. Sampel dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan yang berjumalah 100 (seratus) responden. Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor. Metode sampling yang digunakan adalah Judgement sampling. Uji kualitas data yang dugunakan dalam penelitian ini adalah Uji Validitas dan Uji Reliabilitas. Sementara itu, pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) and Barlette’s Test dan Measure of Sampling Adequacy (MSA). Dan hasil menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil Anti-image Matrices, menunjukan bahwa seluruh variabel merupakan faktor yang mempengaruhi kemauan Wajib Pajak Badan dan dengan menggunakan uji kelayakan metode Rotated Component Matrix terbentuk 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi kemauan Wajib Pajak dalam penyamapaian SPT Tahunan Wajib Pajak Badan.

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Sanksi, Kemudahan, Tingkat Kesadaran, Sunset Policy, Persepsi, Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak, dan Kemauan.


(11)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala rahmat dan hidayahnya, shalawat serta salam saya curahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan apa yang saya harapkan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang ditetapkan dalam rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, saya tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah mendukung dalam penyusunan skripsi saya ini, antara lain kepada :

1. Kedua orang tua yang penulis cintai dan hormati sepanjang hidup, yang dengan rasa cinta dan kasih sayangnya secara tulus telah mengurus, membesarkan, mendidik penulis hingga sekarang ini serta memberikan semangat dan doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis. Makasih Ibu dan Bapak, desy sayang banget sama kalian. Ini desy persembahkan khusus buat Ibu, walaupun Ibu sudah tidak ada, tapi desy yakin ibu bisa merasakan semua. De’ sayang banget sama Ibu. 2. Sahabatku tercinta (Zulhia Muslihah Ama ”lehot” dan Yuristawati “obibz”) yang

tidak pernah henti memberikan semangat dan motivasinya kepada aku, dan selalu ada diwaktu susah maupun senang. Terima kasih kawan terbaik ku.

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Rahmawati, SE., MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(12)

6. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu, memberikan saran dan pengarahan serta bimbingan dengan kesabaran hingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Ibu Zuwesty Eka Putri,SE., M.Ak selaku pembimbing 2 yang telah memberikan saran dan pengarahan serta bimbingan dengan kesabaran dan keikhlasan hingga terselesaikannya skripsi ini.

8. Segenap dosen yang telah mentransformasikan ilmu pengetahuannya kepada penulis, serta seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (Mba Ani, Empo, Mas Heri, Mas Ajiz, Mas Alfred, Ibu Siska) penulis ucapkan terima kasih atas partisipasinya dan segala bantuannya selama penulis menuntut ilmu.

9. Galih Hardewo “bagonx”, Rachmad Ramadhani “arab”, M. Ash Shiddiq “Mettew” dan Adi Ahmadi “Ucox”, kita tetep bersahabat seperti ini ya, jangan sampe pisah walaupun sudah lulus nanti. Kalian cepet menyusul ya, biar cepet sukses.

10.Buat kamu yang selalu ada dihatiku, yang selalu menyemangati hidupku, aku pasti bisa seperti kamu menggapai kesuksesan. Makasih ya Aa.

11.Pihak-pihak lain, yang aku tidak dapat sebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Jakarta, Juni 2011

(Desy Anggraeni)


(13)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

ABSTRACT ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A.LatarBelakang ... 1

B.PerumusanMasalah ... 15

C.TujuanPenelitian ... 15

D.ManfaatPenelitian ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.KonsepDasarPerpajakan ... 17

1.PengertianPajak ... 17

2.FungsiPajak ... 18

3.JenisPajak ... 18

4.Tata Cara PemungutanPajak ... 20

5.HambatanPemungutanPajak ... 24


(14)

B.Tingkat PengetahuanWajibPajak ... 29

C.SanksiDalamPerpajakan ... 31

D.KemudahanDalam Proses PengisianSuratPemberitahuan ... 36

E.Tingkat Kesadaran yang DimilikiOlehWajibPajak ... 38

F. Sunset Policy ... 40

G.Persepsi yang Baik Atas Efektifitas Sistem Perpajakan ... 48

H.Sistem Monitoring PelaporanPembayaranPajak (MP3)... 49

I.KemauanWajibPajak ... 52

J.KeterkaitanAntarVariabel ... 54

K.PenelitianTerdahulu ... 60

L. KerangkaPemikiran ... 70

M. PerumusanHipotesis ... 74

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 75

B. MetodePenentuanSampel ... 76

C. MetodePengumpulan Data ... 78

D. MetodeAnalisis Data ... 79

1. StatistikDeskriptif ... 80

2. UjiKualitas Data ... 80

3. UjiKuantitas Data ... 82

E. DefinisiOperasionalVariabelPenelitian ... 94

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran UmumObjekPenelitian ... 100

1. SejarahSingkat KPP PratamaKebayoran Lama ... 100

2. Visi, Misi, dan Nilai KPP PratamaKebayoran Lama ... 100

3. StrukturOrganisasi ... 102

4. Fungsi dan Tugas KPP PratamaKebayoran Lama ... 102

5. Cakupan Wilayah Kerja ... 103


(15)

7. Pelayanan ... 105

8. PenegakanHukum ... 105

9. KesiapanSumberDayaManusia ... 106

B. StatistikDeskriptif Responden ... 107

C. Analisis Data... 109

1. HasilAnalisisUjiKualitas Data ... 109

a.Uji Validitas ... 109

b.UjiReliabilitas ... 113

2. UjiAnalisisFaktor ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A.Kesimpulan ... 128

B.Implikasi ... 129

C.Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 132


(16)

DAFTAR TABEL

NomorKeteranganHalaman

1.1 Data PenerimaanPPhTahun 2006 – 2011 ... 3

2.1 SanksiAdministrasiBunga 2% Perbulan... 32

2.2 SanksiAdministrasiDendaAdministrasi ... 33

2.3 SanksiAdministrasiKenaikan 50% dan 100% ... 33

2.4 UU No.28 Tahun 2007Pasal 37A ... 41

2.5 Jenis-jenisPengampunanPajak ... 42

2.6 Spesifikasi Program sunset policy ... 44

2.7 SanksiPerpajakanTerkait Program sunset policy ... 45

2.8 PersyaratanPemanfaatansunset policy ... 47

2.9 PenelitianTerdahulu ... 61

3.1 BobotdanKategoriSkalaLikert ... 79

3.2 DefinisiOperasionalVariabelPenelitian ... 97

4.1 Jumlah WP KPP PratamaKebayoran Lama ... 105

4.2 Komposisi SDM KPP PratamaKebayoran Lama ... 107

4.3 Data StatistikResponden ... 107

4.4 UjiValiditasVariabel Tingkat Pengetahuan WP ... 109

4.5 UjiValiditasVariabelSanksiDalamPerpajakan ... 110

4.6 UjiValiditasVariabelKemudahanDalamProses Pengisian SuratPemberitahuan (SPT) ... 110

4.7 UjiValiditasVariabel Tingkat Kesadaranyang Dimiliki WajibPajak ... 111

4.8 UjiValiditasVariabelsunset policy ... 111

4.9 UjiValiditasVariabelPersepsi yang BaikAtasEfektivitas SistemPerpajakan ... 112


(17)

4.10 UjiValiditasVariabelSistem MP3 ... 112

4.11 UjiValiditasVariabelKemauanWajibPajak... 113

4.12 Hasil Uji Realibilitas ... 114

4.13 KMO andBarlette’s Test ... 117

4.14 Anti-image Matrices ... 117

4.15 Uji Communalities ... 118

4.16 Uji Total Variance Explained ... 120

4.17 UjiComponent Matrixa ...124


(18)

BAFTAR GAMBAR

Nomor KeteranganHalaman

2.1 KerangkaPemikiran ... 73

3.1 Langkah-langkahDalamAnalisisFaktor ... 88

4.1 StrukturOrganisasi KPP PratamaKebayoran Lama ... 102

4.2 Jenis Usaha ... 107


(19)

DAFATAR LAMPIRAN

NomorKeteranganHalaman

1 SuratIzinRiset ... 136

2 KuesionerPenelitian ... 137

3 HasilOlahan Data Kuesioner... 147

4 HasilUjiValiditasdanUjiReliabilitas ... 170


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Khemal Pambudi dan Nessia Permana (2009:2), Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara, dan itu telah menjadi kesepakatan bersama. Bahkan pajak saat ini menjadi satu-satunya sumber penerimaan terbesar pembangunan bangsa, untuk kesejahteraan bangsa. Seandainya negeri ini tidak ada pengemplang pajak, secara tidak langsung mau tidak mau kesejahteraan masyarakat miskin akan menurun, atau jumlah penduduk miskin akan berkurang.

Menurut Siti Resmi (2007:14), dana dari penerimaan pajak sebagai sumber utama APBN dialokasikan untuk mendanai berbagai sendi kehidupan bangsa, seperti sektor pertanian, perdagangan, industri, kesehatan, dan pendidikan. Dapat dilihat betapa sektor pajak sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan suatu negara. Oleh karena itu, pajak harus dikelola dengan baik agar tujuan dari pajak itu sendiri dapat tercapai.

Menurut Khemal Pambudi dan Nessia Permana (2009:2), kita tahu bahwa jumlah penduduk miskin di negara Indonesia hingga saat ini mencapai angka tiga puluh sembilan (39) juta jiwa dari total lebih dari dua ratus (200) juta penduduk. Apabila semua orang yang berpenghasilan membayar kewajiban perpajakannya


(21)

maka pemerintah dapat mengurangi angka kemiskinan tersebut.

Pajak sebagai pemberi kontribusi terbesar dalam penerimaan negara mempunyai dampak yang sangat besar bagi kelangsungan pembangunan negara ini. Walupun masih ada sektor-sektor lain yang juga memberikan kontribusinya dalam penerimaan negara. Pemerintah selaku pelaksana kegiatan kenegaraan mewajibkan setiap warga negara untuk membayar pajak, karena dari pajak itu pula sistem pemerintahan dapat dijalankan dengan baik. Dana yang diterima dari sektor pajak dimanfaatkan untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur yang ada. Dengan tujuan untuk memakmurkan dan meningkatkan pembangunan di Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah penerimaan dari sektor pajak telah mengalami peningkatan. Hal itu tidak luput dari adanya Undang-Undang yang mengatur tentang kewajiban pembayaran pajak bagi setiap warga negara yang mempunyai penghasilan dan usaha di Indonesia.

Ada berbagai jenis pajak yang dikenakan kepada masyarakat, namun dari beberapa diantaranya yaitu, Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang di kenakan pada bentuk usaha tetap (BUT). Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Wajib Pajak (WP) Badan berkewajiban menyelenggarakan pembukuan. Oleh karena itu, dalam menghitung Pajak Penghasilan (PPh), Wajib Pajak (WP) Badan dapat menggunakan laporan keuangan komersial yang dihasilkan oleh pembukuan perusahaan tersebut. Tetapi, laba (rugi) komersial seperti yang tercantum dalam laporan laba (rugi) komersial harus dilakukan koreksi fiskal.


(22)

Menurut Early Suandy (2007:99), peningkatan penerimaan dalam negeri dari sektor pajak adalah yang wajar karena secara logis jumlah pembayaran pajak dari tahun ketahun akan semakin banyak sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan penerimaan dari sektor minyak dan gas cenderung menunjukkan penurunan akibat cadangan sumber daya alam (SDA) yang semakin lama semakin terbatas. Dapat dilihat daftar penerimaan Pajak Penghasilan lima (50 tahun terakhir pada tabel berikut.

Tabel 1.1

Data Penerimaan Pajak Penghasilan Tahun 2006 - 2010

Keterangan 2006 2007 2008

RAPBN APBN RAPBN APBN RAPBN APBN

Penerimaan Perpajakan

587.897,1 631.667,9 583.675,6 658.700,8 725.843,0 652.121,9 Pandapatan

Dalam Negeri

547.445,9 619.766,2 568.272,8 623.358,7 697.347,0 632.098,8

Pajak

Perdagangan Internasional

14.342,9 33.645,0 15.402,8 36.342,1 28.496,0 20,023,1

Keterangan 2009 2010

RAPBN APBN RAPBN APBN

Penerimaan Perpajakan

729.162,2 742.738,0 658.243,8 678.656,6 Pandapatan

Dalam Negeri

702.033,9 715.534,5 709.898,2 724.876,3

Pajak

Perdagangan Internasional

27.131,4 27.203,5 26.989,1 26.556,9

Sumber: www.fiskal.go.id

Gambar 1.1, menunjukkan bahwa jumlah penerimaan pajak di Indonesia selama tahun 2006-2010 mengalami fluktuasi. Penerimaan pajak pada 2006 melebihi


(23)

target 437,708 miliar, Penerimaan pajak pada 2007 melebihi dari target yang ditetapkan yaitu sebesar Rp. 75,025.2 miliar. Dari tahun 2007 ke tahun 2008 terjadi penurunan penerimaan pajak sebesar Rp. 6,578.9 miliar, bahkan penerimaan pajak tahun 2008 sebesar Rp. 725,843,0 miliar berada di bawah target sebesar Rp. 652,121,9 miliar. Penerimaan pajak pada tahun 2008 mengalami penurunan diakibatkan oleh penurunan tarif PPh, yakni dari paling tinggi 35 persen menjadi maksimal 30 persen bagi wajib pajak pribadi. Selain itu, ada penurunan tarif PPh wajib pajak badan dari maksimal 30 persen menjadi 28 persen dan bisa diturunkan lagi ke 25 persen. Penyebab lainnya adalah dinaikkannya batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebesar 20 persen dari Rp 13,2 juta per tahun menjadi Rp 15,84 juta per tahun. Begitu juga dengan tanggungan istri dan tiga orang anak yang dinaikkan PTKP-nya dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,32 juta per tahun per orang. Penerimaan pajak pada tahun 2009 sebesar Rp. 742,738,0 miliar dan penerimaannya juga melebihi target. dan Penerimaan pajak pada 2010 meningkat sebesar 20,413.8 miliar disebabkan penurunan tarif PPh wajib pajak badan menjadi 25 persen dari 28 persen.

Menurut Andika Satriyo (2009:2), salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak yaitu dengan dilakukannya reformasi kebijakan dan reformasi administrasi perpajakan. Pemerintah melaksanakan reformasi perpajakan ini sebenarnya adalah untuk meningkatkan tax ratio. Namun tujuan itu tidak akan tercapai hanya dengan perubahan Undang-Undang saja. Harus disertai pembenahan administrasi yang dapat menumbuhkan kepatuhan Wajib Pajak (WP) dengan


(24)

mengubah persepsi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Selain untuk meningkatkan tax ratio, tujuan reformasi dan modernisasi adalah memberikan pelayanan yang lebih baik, nyaman, ramah, mudah, efisien, tidak berbelit-belit sehingga Wajib Pajak (WP) tidak beranggapan bahwa membayar pajak itu merupakan hal yang berbelit-belit yang harus dihindari.

Menurut Early Suandy (2007:99), sistem perpajakan setelah reformasi berintikan kesederhanaan, menunjang pemerataan, dan memberikan kepastian. Sistem yang baru tidak akan memungut pajak atas seluruh masyarakat, melainkan hanya memperoleh sumbangan yang besar dari hasil pemungutan pajak atas perusahaan-perusahaan besar dan individu-individu yang berpenghasilan. Untuk menaikkan penerimaan pajak perlu dilakukan penyempurnaan aparatur perpajakan dengan melakukan komputerisasi dan peningkatan mutu para Wajib Pajak (WP) yang telah diberi kebebasan dan kepercayaan yang besar dalam menghitung dan membayar pajaknya sendiri. Dan untuk menambah jumlah Wajib Pajak (WP) perlu dilakukan intensifikasi pungutan.

Menurut Diaz Priantara (2009:296), kemauan Wajib Pajak (WP) merupakan bagian dari Self Assessment System (SAS) dimana Wajib Pajak diberikan kepercayaan dalam menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan seluruh kewajiban perpajakannya ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini berbeda dengan kondisi sebelum tahun 1984 dimana kewajiban perpajakan seorang Wajib Pajak (WP) ditetapkan oleh Pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Wajib Pajak (WP) bersikap pasif menunggu penetapan tersebut.


(25)

Sudah tentu pemberian kepercayaan tersebut membawa konsekuensi berupa kewajiban untuk menyatakan dengan benar dan lengkap segala kewajiban perpajakannya, dan kepercayaan itu tidak boleh dilalaikan atau disalah gunakan.

Menurut Dominicus Doli dan Khoiru Rusydi (2009:4), Self Assessment System (SAS) yang dianut dalam sistem perpajakan di Indonesia menuntut Wajib Pajak (WP) untuk bertanggungjawab atas penghitungan, pelaporan dan pembayaran pajaknya. Bentuk pertanggungjawaban itu terlihat dari keakuratan data yang dipaparkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), tanpa adanya usaha untuk memanipulasi nominal dan sumber penghasilan. Pertanggungjawaban itu kemudian diwujudkan dalam bentuk kepatuhan dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara tepat waktu ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak (WP) tersebut terdaftar.

Indikasi utama dari tingkat kepatuhan Wajib Pajak (WP) Badan adalah dalam hal pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Menurut Diaz Priantara (2000:8), Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan surat yang digunakan Wajib Pajak (WP) untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terhutang menurut ketentuan peraturan Undang-Undang Perpajakan. Salah satu kewajiban setiap Wajib Pajak (WP) adalah mengisi dengan benar, jelas, dan lengkap, serta menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara langsung atau melalui pos tercatat pada waktu yang telah ditentukan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kantor-kantor tersebut adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan Pajak (Kapenpa).


(26)

Apabila Wajib Pajak (WP) dapat mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan informasi dan penghitungan pajak secara benar, lengkap, dan jelas, maka tujuan ditetapkannya asas Self Assessment System (SAS) dapat terwujud dan memudahkan sebagian tahapan pengolahan dan administrasi data perpajakan.

Menurut Early Suandy (2007:158), bagi pihak pemungut pajak (Fiskus), Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan sarana untuk melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak (WP). Salah satu bentuk dari pengawasan itu adalah dengan dilakukaannya pemeriksaan terhadap Wajib Pajak (WP), yang bertujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak (WP).

Menurut Diaz Priantara (2009:296), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berperan atau berfungsi menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan atas kepatuhan para Wajib Pajak (WP) dalam melaksanakan kepercayaan itu. Oleh karena itu, pengawasan dan pembinaan menjadi bagian penting dan integral dari sistem Self Assessment System (SAS).

Namun kasus yang terjadi pada saat ini adalah akibat perbedaan persepsi dengan kantor pajak dan permasalahan karena ketidak mampuan BUMN kecil membayar pajak karena likuiditas yang minim serta karena masalah lainnya seperti administrasi dan pidana, namun ada pajak yang sebenarnya fakturnya sudah diterima BUMN tapi tidak tercatat di Ditjen Pajak. Kendati masih memiliki permasalahan pajak, BUMN juga mencatat adanya kelebihan pembayaran pajak (Kompas, pada tanggal 5 November 2009).


(27)

Oleh karena itu Self Asessment System (SAS) harus dilakukan dengan baik dan Surat Pemberitahuan (SPT) yang merupakan bagian dari alat pembayaran pajak harus dilaporkan dengan benar serta aparat pajakpun harus melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga tidak terjadi kesalahan pengungkapan pajak antara Wajib Pajak (WP) dengan aparat pajak.

Menurut Rina Haerani (2008:4), dan langkah nyata yang diambil pemerintah untuk dapat terus menggali potensi penerimaan pajak yaitu melalui modernisasi perpajakn yang melalui modernisasi perpajakn yang dimulai sejak tahun 2002. Modernisasi ini dilakukan melalui perbaikan sistem admintrasi perpajakan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak. Upaya lain yang dilakukan pemerintah yaitu dapat dilakukan melalui amandemen Undang-Undang Perpajakan, intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, serta menerapkan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kemauan Wajib Pajak membayar pajak. Pada tahun 2007, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008. Bersamaan dengan berlakunya Undang-Undang tersebut, diberlakukan pula sebuah kebijakan baru dalam dunia perpajakan di Indonesia, yaitu sunset policy.

Penelitian yang dilakukan oleh Dominicus Doli dan Khoiru Rusydi (2009), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Untuk Wajib Pajak Badan, menekankan pada empat (4) faktor yang mempengaruhi kepatuhan penyampaian Surat


(28)

Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk Wajib Pajak (WP) Badan yaitu, tingkat pengetahuan Wajib Pajak (WP), sanksi pajak, kemudahan dalam proses pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), tingkat kesadaran yang dimilki oleh Wajib Pajak (WP). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda, uji F, uji t, dan uji koefisien determinasi. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa faktor tingkat pengetahuan Wajib Pajak (WP), sanksi pajak, kemudahan dalam proses pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), tingkat kesadaran yang dimilki oleh Wajib Pajak (WP) secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Dan berdasarkan uji koefisien determinasi, diketahui bahwa sebesar 80,9% keempat (4) faktor tersebut mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak (WP) dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kemauan Wajib Pajak (WP) dalam penyampain Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan adalah tingkat kesadaran Wajib Pajak (WP).

Perbedaan penelitian ini dengan Dominicus Doli dan Khoiru Rusydi adalah Dominicus Doli dan Khoiru Rusydi menguji tentang kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk Wajib Pajak (WP) Badan. Dan studi kasus dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Malang Selatan. Sedangkan Peneliti menguji tentang kemauan Wajib Pajak (WP) dalam Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak (WP) Badan dan menggunakan studi kasus yang dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Lama dengan objek Wajib Pajak (WP) Badan.


(29)

Penelitian mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas yang dilakukan oleh Widayati dan Nurlis (2010), ada tiga (3) faktor yang mempengaruhi kemauan Wajib Pajak (WP) dalam membayar pajak yaitu, kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman terdapat peraturan perpajakan, dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan regresi berganda, uji validitas dan reliabilitas. Hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor kesadaran membayar pajak dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kemauan Wajib Pajak untuk membayar pajak, sedangkan faktor pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemauan Wajib Pajak (WP) untuk membayar pajak.

Perbedaan penelitian ini dengan Widayati dan Nurlis adalah Widayati & Nurlis hanya menggunakan tiga (3) faktor yaitu kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman terdapat peraturan perpajakan, dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan. Dan studi kasus dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Gambir Tiga dan yang menjadi objek penelitian adalah Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP). Sedangkan Peneliti menggunakan tujuh (7) indikator dengan menambahkan empat (4) faktor lainnya yang memepengaruhi kemauan Wajib Pajak (WP) dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak (WP) Badan yaitu, sanksi dalam


(30)

perpajakan, kemudahan dalam proses pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), Sunset Policy dan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3). Dan metode analisis data yang digunakan Peneliti adalah analisis faktor.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Tatiana Ratung dan Priyo Hari Adi (2009), Dampak Program Sunset Policy Terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak, menekankan pada tiga (3) faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) pelaku usaha yaitu, kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan perpajakan, dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan analisis regresi sederhana, statistik deskriptif jawaban responden, uji validitas dan reliabilitas. Hasil pengujian statistik ditemukan bahwa kebijakan sunset policy memberikan pengaruh positif terhadap ketiga faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak. Kebijakan sunset policy direspon secara positif oleh Wajib Pajak (WP), yaitu dengan semakin meningkatnya kemauan membayar pajak. Hal ini berarti harapan terjadinya penerimaan pajak yang signifikan dari adanya kebijakan ini bukanlah sesuatu yang mustahil.

Perbedaan penelitian ini dengan Tatiana Ratung dan Priyo Hari Adi adalah Tatiana Ratung dan Priyo Hari Adi hanya menggunakan tiga (3) faktor dampak program sunset policy terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak yaitu, kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman


(31)

terhadap peraturan perpajakan, dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan. Dan studi kasus dilakukan pada Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) diwilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Salatiga. Sedangkan Peneliti menggunakan tujuh (7) indikator yang memepengaruhi kemauan Wajib Pajak (WP) dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak (WP) Badan yaitu, tingkat pengetahuan Wajib Pajak (WP), sanksi dalam perpajakan, kemudahan dalam proses pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), tingkat kesadaran yang dimiliki Wajib Pajak (WP), sunset policy, persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan, dan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3). Dengan menggunakan studi kasus yang dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Lama di Jakarta Selatan dengan objek Wajib Pajak (WP) Badan.

Penelitian mengenai Pengaruh Penerapan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak yang dilakukan oleh Mienati Somya Lasmana dan I Made Narsa (2005), ada tiga (3) variabel dengan satu (1) X yaitu penerapan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dan dua (2) Y yaitu tingkat kepuasan PKP (Y1) dan

tingkat kepatuhan (Y2). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dilakukan analisis model dan pengujian hipotesis yaitu uji validitas, uji reliabilitas dan uji F. Hasil penelitian menyebutkan bahwa Penerapan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan PKP, tetapi dengan hasil uji F sebesar 23,5%


(32)

artinya banyak sekali faktor diluar model atau sekitar 76,5% yang mempengaruhi tingkat kepatuhan PKP. Demikian pula dengan tingkat kepuasan PKP berkorelasi positif dan signifikan dengan tingkat kepatuhan PKP, tetapi tingkat kepuasan hanya dapat menjelaskan sekitar 27,5% perubahan tingkat kepatuhan PKP.

Perbedaan penelitian ini dengan Mienati Somya Lasmana dan I Made Narsa menguji tentang pengaruh Penerapan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dengan menggunakan studi empiris pada kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa bagian Timur I. Dan dengan menggunakan tiga (3) variabel yaitu satu (1) X dan dua (2) Y. Sedangkan Peneliti menggunakan studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Lama dengan objek Wajib Pajak (WP) Badan. Selain itu Peneliti menggunakan tujuh (7) indikator yang mempengaruhi kemauan Wajib Pajak.

Peneliti melakukan studi kasus pada Wajib Pajak (WP) Badan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Lama di Jakarta Selatan sebagai sampel, karena objek dari pajak banyak terdapat diwilayah Jakarta Selatan, yaitu banyak entitas yang berbentuk badan dan yang menjadi bagian dari pendapatan pajak. Dalam letak geografis Kebayoran Lama sangat strategis dalam hal peningkatan pendapatan dengan melalui pembangunan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) yang pastinya mempunyai dampak yang signifikan terhadap pendapatan pajak. Selain itu alasan dilakukannya studi kasus oleh Peneliti dengan mengambil sampel dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Lama


(33)

Jakarta Selatan agar data yang diperoleh lebih objektif melalui penyebaran keusioner dan mengetahui kemauan Wajib Pajak (WP) dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak (WP) Badan di dua (2) kecamatan yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Lama yaitu Kecamatan Pesanggerahan dan Kecamatan Kebayoran Lama yang ruang lingkupnya cukup besar, serta mendapatkan hasil yang lebih valid atas objek pajak yang menjadi sampel penelitian.

Berdasarkan latar belakang dan analisis penelitian terdahulu yang telah dijelaskan diatas bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemauan Wajib Pajak (WP) dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak (WP) Badan. Oleh karena itu Peneliti tertarik untuk membuat penelitian lebih lanjut tentang kemauan Wajib Pajak (WP) dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak (WP) Badan dengan menambahkan beberapa faktor lainnya, karena Peneliti ingin mengetahui apakah faktor-faktor yang telah diuji oleh Dominicus Doli dan Khoiru Rusydi, Widayati dan Nurlis, Tatiana Ratung dan Priyo Hari Adi, dan Mienati Somya Lasmana dan I Made Narsa mempengaruhi kemauan Wajib Pajak (WP) dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak (WP) Badan. Dalam penelitian ini Peneliti hanya mengambil tujuh (7) indikator yang dapat mempengaruhi tingkat kemauan Wajib Pajak (WP) dalam penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak (WP) Badan yaitu, tingkat pengetahuan Wajib Pajak (WP), sanksi dalam perpajakan, kemudahan dalam proses pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), tingkat kesadaran


(34)

yang dimiliki Wajib Pajak (WP), sunset policy, persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan, dan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3). Oleh karena itu Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemauan Wajib Pajak Dalam Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Lama”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah “faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemauan Wajib Pajak dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak Badan?”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan Wajib Pajak dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak Badan.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kebayoran Lama


(35)

Jakarta Selatan tentang seberapa maksimal pelayanan yang diberikan kepada para Wajib Pajak dan dapat di upayakan perbaikan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.

b. Bagi Masyarakat (Wajib Pajak)

Meningkatkan kesadaran dan motivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Terutama dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak Badan.

c. Bagi Peneliti

1.Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.Sebagai ladang untuk memperluas pola berfikir serta memperluas wawasan dalam memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat digunakan sebagai referensi bagi Peneliti selanjutnya yang berminat terhadap masalah perpajakan, yaitu sebagai tambahan wawasan, informasi, dan masukan untuk membantu memberikan gambaran yang lebih jelas.


(36)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak

Banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama sehingga mudah dipahami. Perbedaannya terletak pada sudut pandang masing-masing pihak. Beberapa pengertian pajak adalah sebagai berikut:

Menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2009:1) :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Menurut Prof. Dr. PJA Adriani dalam Waluyo (2008:2) :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas dengan tugas negara yang menyelenggarkan pemerintahan”.

Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam Waluyo (2008:3) : “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.


(37)

Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

a. Iuran dari rakyat kepada negara yang berhak memungut pajak hanyalah negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

b. Berdasarkan Undang-Undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta pelaksanaan aturan pelaksanaannya. c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung

dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2. Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:1), terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur). a. Fungsi Budgetair (sumber keuangan negara)

Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, baik rutin maupun pembangunan.

b. Fungsi Regularend (pengatur)

Yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

3. Jenis Pajak


(38)

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.

a. Menurut Golongan 1. Pajak Langsung

Yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contohnya, Pajak Penghasilan.

2. Pajak Tidak Langsung

Yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai.

b. Menurut Sifat

Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut:

1. Pajak Subjektif

Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contohnya, Pajak Penghasilan.

2. Pajak Objektif

Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memerhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

c. Menurut Pemungut dan Pengelolanya 1. Pajak Negara (Pajak Pusat)


(39)

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contohnya, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Meterai.

2. Pajak Daerah

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik daerah tingkat II (pajak kabupaten/ kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contohnya, pajak reklame, pajak hiburan.

4. Tata Cara Pemungutan Pajak

Menurut Waluyo (2008:16), tata cara pemungutan pajak terdiri atas stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak.

a. Stelsel Pajak

1. Stelsel Nyata (riel stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, dan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan rill diketahui).

2. Stelsel Anggapan (fictive stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar


(40)

selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. Contohnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. 3. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.

b. Asas Pemungutan Pajak

Menurut Early Suandy (2007:27), pemungutan pajak harus adil dalam pelaksanaannya dan bebannya juga dipikul oleh masyarakat, tidak boleh melakukan diskriminasi atau pemberian keistimewaan kepada salah satu golongan Wajib Pajak, terdapat kepastian hukum bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak.

Beberapa azas-azas pemungutan pajak yang menjadi dasar penyusunan hukum pajak, yaitu terdiri dari:

1. Azas Falsafah Hukum


(41)

baik dalam arti perUndang-Undang maupun pelaksanaanya. Oleh karena itu Undang-Undang Perpajakan harus memperhatikan teori seperti teori bakti, teori asuransi, teori kepentingan, taori daya pikul, teori daya beli.

2. Azas Yuridis

Hukum pajak harus dapat memberikan jaminan/ kepastian hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan bagi Warga Negara Asing dan warganya. Oleh karena itu pemungutan pajak negara hukum haruslah berdasarkan Undang-Undang, agar tercapai kepastian hukum. Hal-hal yang perlu diperhatikan ialah:

a. Hak-hak aparatur perpajakan harus dijamin dapat dilaksanakan dengan lancar.

b. Wajib Pajak harus mendapat jaminan hukum agar tidak diperlakukan dengan semena-mena oleh aparatur pajak. Wajib Pajak tidak hanya dituntut memenuhi kewajibannya, tetapi hak Wajib Pajak juga harus diperhatikan.

c. Harus ada jaminan terhadap kerahasiaan diri Wajib Pajak Orang Pribadi maupun perusahaan.

3. Azas Finansial

Sesuai dengan fungsi budgeter, maka biaya pemungutan pajak harus seminimal mungkin, dan hasil pungutan pajak hendaknya cukup untuk menutupi pengeluaran negara. Harus pula diperhatikan saat pengenaan pajak hendaknya sedekat mungkin dengan terjadinya


(42)

perbuatan, peristiwa, keadaan yang menjadi dasar pengenaan pajak. 4. Azas Ekonomis

Selain fungsi budgeter, pajak juga dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, tidak mungkin suatu negara menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat, karena itu pemungutan pajak sebagai berikut:

a. Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.

b. Harus diusahakan, supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju kemakmuran dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.

c. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:7), sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 ( iga), yaitu:

1. Official Assessment System

Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakannya untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan per Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Ciri-ciri Official Assessment System adalah sebagai berikut:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada Fiskus.


(43)

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh Fiskus.

2. Self Assessment System

Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan per Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Yaitu memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

3. With Holding System

Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan per Undang-Undang yang berlaku.

5. Hambatan Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:8), menyatakan bahwa hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:

a. Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain, perkembangan intelektual dan moral masyarakat, sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat, sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.


(44)

b. Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada Fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain:

1. tax avoidance, usaha meringkankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang-Undang.

2. tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-Undang (menggelapkan pajak).

6. Surat Pemberitahuan (SPT)

1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)

Menurut Mardiasmo (2009:29), Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan per Undang-Undang Perpajakan.

Menurut Waluyo (2008:31), pengaturan SPT tersebut selanjutnya dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan aturan pelaksanaan pada tingkat di bawahnya seperti Peraturan Menteri Keuangan.

2. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)


(45)

menegaskan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/ atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak.

b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/ atau bukan objek pajak. c. Harta dan kewajiban, dan/ atau

d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan per Undang-Undang Perpajakan. Bagi Pegusaha Kena Pajak (PKP), fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran, dan

b. Pembayaran dan/ atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan praturan per Undang-Undang Perpajakan.


(46)

Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

3. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)

Menurut Mardiasmo (2009:32), secara garis besar SPT dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan (SPT) untuk suatu masa pajak.

b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan (SPT) untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak meliputi: a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

b. SPT Masa yang terdiri dari: 1. SPT Masa Pajak Penghasilan.

2. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai, dan

3. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak dapat berbentuk: a. Formulir kertas (hardcopy), dan

b. e-SPT.

4. Batas Waktu Penyampaian SPT

Menurut Mardiasmo (2009:33), batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:


(47)

a. Untuk SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak.

b. Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, atau

c. Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.

5. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT

Menurut Mardiasmo (2009:34), apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyamapaian SPT, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar: a. Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.

b. Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya.

c. Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

d. Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Menurut Mardiasmo (2009:34), Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi


(48)

kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

B. Tingkat Pengetahuan Wajib Pajak

Menurut Widayati dan Nurlis (2010:6), pengetahuan adalah hasil kerja fikir (penalaran) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan suatu perkara.

Menurut Dominicus Doli dan M. Khoiru Rusydi (2009:9), tingkat pengetahuan Wajib Pajak merupakan pemahaman Wajib Pajak secara menyeluruh terhadap segala peraturan perpajakan. Selanjutnya pemahaman tersebut diimplementasikan terhadap suatu sikap patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Indikasi dari tingkat pengetahuan itu adalah pemahaman terhadap peraturan serta kebijakan perpajakan, pemahaman akan kewajiban dalam menyampaikan SPT, serta pemahaman akan adanya sanksi pajak dalam hal keterlambatan/ kealpaan dalam menyampaikan SPT.

Menurut Tatiana Ratung dan Priyo Hari Adi (2009:11), indikasi dari tingkat pengetahuan adalah pemahaman akan peraturan perpajakan (syarat-syarat) terkait pembayaran pajak, yaitu:

1. Wajib Pajak harus memiliki NPWP.

2. Wajib Pajak harus melaporkan SPT. Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak


(49)

atau tanggal 30 April.

Syarat-syarat tersebut dapat dijadikan indikator kemauan membayar pajak oleh Wajib Pajak dengan dua alasan berikut. Pertama, Wajib Pajak baru yang mau membayar pajak akan mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan Wajib Pajak lama yang telah memiliki NPWP mau membayar pajak karena kepemilikan tersebut mewajibkan Wajib Pajak untuk membayar pajak secara berkelanjutan. Kedua, kepemilikan NPWP selanjutnya harus ditindak lanjuti dengan pelaporan SPT oleh Wajib Pajak.

Menurut Riqoh Musyaroqoh (2010:29), tinggi rendahnya pengetahuan teknis perpajakan Wajib Pajak mengenai kesediaan membayar pajak dapat diketahui dari pengukuran sebagai berikut:

1. Pengetahuan tentang tarif pajak penghasilan (WP OP dan WP Badan). a. Tarif pajak WP Badan sebesar 25%.

b. Tarif pajak WP OP menggunakan tarif pajak progresif, yaitu persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

2. Pengetahuan tentang batas pajak penghasilan.

3. Pengetahuan tentang denda apabila terlambat pelaporan SPT dan sanksi apabila tidak benar dalam pengisian SPT.

4. Pengetahuan tentang PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). 5. Pengetahuan tentang PPh (Pajak Penghasilan).

Sedangkan tinggi rendahnya pengetahuan manfaat pajak terhadap kesediaan membayar pajak dapat diketahui dari pengukuran sebagai berikut:


(50)

1. Pengetahuan manfaat pajak untuk subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak). 2. Pengetahuan manfaat pajak untuk sarana pembayaran utang luar negeri. 3. Pengetahuan manfaat pajak dalam tingkat keamanan masyarakat. 4. Pengetahuan manfaat pajak dalam pelayanan aparat negara.

5. Pengetahuan manfaat pajak dalam pelayanan kesehatan oleh pemerintah. 6. Pengetahuan manfaat pajak dalam pembangunan fasilitas umum.

Menurut Supriyanti dan Nur Hidayati (2007:42), rendahnya kepatuhan Wajib Pajak yang berdampak pada kemauan Wajib Pajak (WP), penyebabnya antara lain pengetahuan sebagian besar Wajib Pajak, serta persepsi Wajib Pajak tentang pajak dan petugas pajak masih rendah.

C. Sanksi Dalam Perpajakan

Menurut Mardiasmo (2009:7), sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan per Undang-Undang Perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ ditaati/ dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegahan (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dan tingkat kemauan Wajib Pajak itu sangat berkaitan dengan sanksi yang diterapkan, seperti halnya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) adalah denda yang dikenakan untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

Dalam Undang-Undang Perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang


(51)

diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana adalah: a. Sanksi Administrasi

Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan ada 3 (tiga) macam sanksi administrasi, yaitu berupa bunga, denda, dan kenaikan.

1. Bunga 2% per bulan, dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1

Bunga 2% per bulan

No. Masalah Cara Membayar/

Menagih

1. Pembetulan sendiri SPT (SPT Tahunan atau SPT Masa) tetapi belum diperiksa.

SSP/ SPT

2. Dari penelitian rutin:

PPh Pasal 25 tidak/ kurang bayar.

PPh Pasal 21, 22, 23 dan 26 serta PPh yang terlambat dibayar.

SKPKB, SPT, SKPKBT tidak/ kurang dibayar atau terlambat dibayar.

SPT salah tulis/ salah hitung.

SSP/ SPT SSP/ SPT SSP/ SPT SSP/ SPT

3. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar (maksimum 24 bulan).

SSP/ SPT

4. Pajak diangsur/ ditunda; SKPKB, SKKPP, SPT. SSP/ SPT

5. SPT Tahunan PPh ditunda, pajak kurang dibayar.


(52)

2.Denda Administrasi, dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2. 2

Denda Administrasi

No. Masalah Cara membayar/

menagih 1. Tidak/ terlambat memasukan/ menyampaikan

SPT. SPT ditambah Rp 100.000,- atau Rp 500.000,- atau Rp 1.000.000,-. 2. Pembetulan sendiri, SPT Tahunan atau SPT

Masa tetapi belum disidik.

SSP ditambah 150%. 3. Khusus PPN:

a. Tidak melaporkan usaha. b.Tidak membuat/ mengisi faktur.

c. Melanggar larangan membuat faktur (PKP yang tidak dikukuhkan).

SSP/ SPKPB (ditambah 2% denda dari dasar

pengenaan). 4. Khusus PBB:

a. SPT, SKPKB tidak/ kurang dibayar atau terlambat dibayar.

b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang bayar.

SPT+denda 2% (maksimum 24 bulan). SKPKB+denda administrasi dari selisih pajak yang terutang.

3. Kenaikan 50% dan 100%, dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah ini. Tabel 2.3

Kenaikan 50% dan 100%

No. Masalah Cara membayar/ menagih

1. Dikeluarkan SKPKB dengan penghitungan secara jabatan: a. Tidak memasukan SPT:

1. SPT Tahunan (PPh Pasal 29). SKPKB ditambah kenaikan 50%.


(53)

Tabel 2.3 (lanjutan)

No. Masalah Cara membayar/ menagih

2. SPT Tahunan (PPh Pasal 21, 23, 36 dan PPN).

b. Tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 KUP.

c. Tidak memperlihatkan buku/ dokumen, tidak memberi keterangan, tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pasal 29.

SKPKB ditambah kenaikan 100%.

SKPKB. 50% PPh Pasal 29. 100% PPh Pasal 21, 23, 26

dan PPN. SKPKB. 50% PPh Pasal 29. 100% PPh Pasal 21, 23, 26

dan PPN.

2. Dikeluarkan SKPKBT karena: ditemukan data baru, data semula yang belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB.

SKPKBT 100%.

3. Khusus PPN:

Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan, dimana PKP tidak seharusnya mengkompensasi selisih lebih, menghitung tarif 0% diberi restitusi pajak.

SKPKB 100%.

b. Sanksi Pidana

Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan Fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.

Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan ada (3) tiga macam sanksi pidana yaitu, denda pidana, kurungan, dan penjara.

1. Denda pidana


(54)

diancam/ dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada Wajib Pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun kejahatan. 2. Pidana Kurungan

Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditunjukkan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu tetentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.

3. Pidana Penjara

Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.

Menurut Mardiasmo (2009:34), sanksi dalam perpajakan yang dikenakan sesuai dengan tindakan yang dilakukan yaitu baik atas kealpaan ataupun kesengajaan.

1. Kealpaan

Setiap orang yang karena kealpaannya: a. Tidak menyampaikan SPT, atau


(55)

b. Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibaya, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

2. Kesengajaan

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/ atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

D. Kemudahan Dalam Proses Pengisian Surat Pemberitahuan


(56)

mengungkapkan bahwa kemudahan dan kesederhanaan sistem perpajakan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Kemudahan akan memberikan impulse tersendiri bagi Wajib Pajak, dengan alasan logis bahwa mereka tidak perlu melakukan pengorbanan yang besar untuk dapat memenuhi kewajibannya.

Menurut Diaz Priantara (2009:296), proses pengisian SPT menganut self assessment system, dimana ”Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, dan menetapkan besarnya jumlah Pajak Penghasilan yang terutang dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak”. Menurut Dominicus Doli dan M. Khoiru Rusydi (2009:10), untuk dapat menghitung, memperhitungkan, dan menetapkan besarnya jumlah Pajak Penghasilannya, hal utama yang dibutuhkan Wajib Pajak adalah kemudahan. Indikator dari kemudahan itu bisa dilihat dengan kesederhanaan formulir Surat Pemberitahuan (SPT) yang ada saat ini, ditunjang dengan petunjuk pengisian yang mudah dimengerti, serta pemberlakuan e-SPT yang membantu memudahkan pelaporan SPT.

Menurut Adam Smith dalam Diaz Priantara (2009:4) :

“Kemudahan dalam proses pengisian surat pemberitahuan termasuk dalam Asas Convenience mengandung arti bahwa pemungutan pajak harus memperhatikan saat-saat dan waktu yang tepat yang memungkinkan Wajib Pajak dengan mudah memenuhi kewajibannya”.

Dalam asas ini ditekankan pula bahwa pembayaran pajak harus memberi kesan mudah dan menyenangkan sehingga mendorong Wajib Pajak senang membayar pajak. Penyederhaan ketentuan formal administratif (tata cara Wajib Pajak berinteraksi dengan Direktorat Jenderal Pajak dalam


(57)

pemenuhan kewajiban perpajakan) maupun ketentuan material (cara menghitung dan menentukan kewajiban perpajakan) juga sudah menjadi tuntutan saat ini.

Perolehan SPT pun harus dipermudah agar kemauan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT dapat terlaksanakan. Dimana fasilitas-fasilitas yang harus dilengkapi oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam memperoleh SPT sehingga tidak menimbulkan keengganan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT. Dan Perhatian khusus aparat pajak dan buku petunjuk pengisian yang mudah dimengerti dalam pengisisan SPT akan mendorong diri Wajib Pajak dalam menjalankan kewajibannya.

E. Tingkat Kesadaran yang Dimiliki oleh Wajib Pajak

Menurut Sri Astuti dan Rini (2008:5), kesadaran perpajakan adalah suatu sikap sadar terhadap fungsi pajak, berupa konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif, yang berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk Wajib Pajak, yaitu kerelaan Wajib Pajak memberikan konstribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah.

Menurut Dominicus Doli dan M. Khoiru Rusydi (2009:10), kesadaran merupakan keinginan secara sukarela untuk menjalankan kewajiban. Sebagai warga negara (yang baik), kewajibannya adalah memenuhi kewajiban perpajakan, termasuk menyampaikan SPT. Indikasi dari tingkat kesadaran


(58)

Wajib Pajak ini dapat dinilai dari dua hal. Yang pertama adalah kesadaran dalam hal penyampaian SPT itu sendiri yang dilakukan tanpa adanya unsur paksaan atau perasaan terpaksa, dan yang kedua adalah apakah penyampaian SPT didorong oleh pengetahuan akan pentingnya pajak untuk membiayai pembangunan.

Menurut Dominicus Doli dan M. Khoiru Rusydi (2009:5), Kenyataanya tidak banyak orang yang secara sadar akan kewajiban perpajakannya dan mengerti essensi dari pajak itu sendiri melainkan hampir sebagian besar orang melaksanakan kewajiban perpajakannya hanya memenuhi ketentuan yang sudah ada. Hal ini mengindikasikan bahwa budaya kurangnya kesadaran (lack of awareness) sangat berpotensi mengurangi tingkat kepatuhan.

Menurut Irianto (2005) dalam Tatian Ratung dan Priyo Hari Adi (2009:11), menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak. Terdapat tiga bentuk kesadaran utama terkait pembayaran pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, Wajib Pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib Pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak


(59)

berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan Undang-Undang dan dapat dipaksakan. Wajib Pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.

F. Sunset Policy

Menurut Wawan Hermansyah dan Tarjo (2009:5), Sunset Policy merupakan kebijakan pemberian fasilitas perpajakan yang berlaku hanya tahun 2008 dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007) dan Surat Edaran Ditjen Pajak No. SE-34/PJ/2008.

Menurut Waluyo (2008:334), sebagai implementasi kebijakan perpajakan yaitu sunset policy dengan diterbitkan aturan pelaksaan yang terutang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2008 tanggal 29 April 2008 yang pemberlakuannya sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2008. Aturan Menteri Keuangan dimaksud untuk dipedomani bagi Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Sunset Policy hanya untuk tahun 2008, dan selanjutnya diterbitkan Surat Edaran Nomor SE 34/PJ/2008 tentang Penegasan Pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umur dan Tata Cara Perpajakan.


(60)

Menurut Direktorat Jenderal Pajak (2007), sunset policy adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Adapun pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 37A

Ayat 1 Ayat 2

Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.

Sumber: (Dirjen Pajak, 2007).

Menurut Tatiana Ratung dan Priyo Hari Adi (2009:5), berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penghapusan sanksi administrasi dalam program sunset policy adalah (1) penghapusan sanksi administrasi terhadap Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP, (2) penyampaian dan pembetulan SPT yang salah, dan (3) penghapusan sanksi administrasi atas kurang bayar pajak.


(61)

Program sunset policy memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar melalui pembetulan SPT Tahunan PPh. sunset policy diberlakukan dalam jangka waktu terbatas dan merupakan bagian dari program pengampunan pajak yang diterapkan dalam perpajakan Indonesia.

Menurut Devano dan Rahayu (2006) dalam Tatiana Ratung dan Priyo Hari Adi (2009:6), pengampunan pajak (tax amnesty) merupakan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan yang memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan membayar tebusan dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan tambahan penerimaan pajak dan kesempatan bagi Wajib Pajak yang tidak patuh menjadi Wajib Pajak patuh. Dan pengampunan pajak bermacam-macam. Adapun jenis-jenis pengampunan pajak diuraikan dalam tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5

Jenis-jenis Pengampunan Pajak

No. Jenis Pengampunan Pajak

1. Amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak, termasuk bunga dan dendanya, dan hanya mengampuni sanksi pidana perpajakan. Tujuannya adalah untuk memungut pajak tahun-tahun sebelumnya, sekaligus menambah jumlah wajib pajak terdaftar.

2. Amnesti yang mewajibkan pembayaran pokok pajak masa lalu yang terutang berikut bunganya, namun mengampuni sanksi denda dan sanksi pidana pajaknya.

3. Amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak yang lama, namun mengampuni sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana pajaknya.


(62)

Tabel 2.5 (lanjutan)

No. Jenis Pengampunan Pajak

4. Amnesti yang mengampuni pokok pajak di masa lalu, termasuk sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidananya. Tujuannya adalah untuk menambah jumlah wajib pajak terdaftar, agar ke depan dan seterusnya mulai membayar pajak.

Sumber: Devano dan Rahayu (2006).

Menurut Bako (2004), pengampunan pajak memiliki beberapa manfaat. Pertama, bagi negara, pengampunan pajak dapat meningkatkan tax ratio (penerimaan pajak). Kedua, bagi wajib pajak yang belum memiliki NPWP, pengampunan pajak dapat menghindarkan sanksi perpajakan. Ketiga, bagi aparat perpajakan, pengampunan pajak dapat meningkatkan jumlah wajib pajak dan menertibkan administrasi perpajakan sehingga upaya meningkatkan penerimaan pajak bisa lebih optimal.

Menurut Tatiana Ratung dan Priyo Hari Adi (2009:7), baik bagi Wajib Pajak lama maupun Wajib Pajak baru, program sunset policy memberikan manfaat berupa keringanan utang pajak. Akan tetapi, Wajib Pajak baru mendapat manfaat tambahan yaitu, tidak dikenakannya sanksi atas ketidak pemilikan NPWP sebelumnya. Oleh karena program sunset policy diperuntukkan bagi Wajib Pajak lama dan Wajib Pajak baru.

Menurut Silitonga (2008), bahwa salah satu cara inovatif untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban pajak baru kepada masyarakat, dunia usaha, dan para pekerja adalah melalui program pengampunan pajak. Pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum dibayar dan meningkatkan kepatuhan


(63)

serta efektivitas pembayaran karena daftar kekayaan Wajib Pajak makin akurat. Menurut James Alm (1998), menyatakan bahwa pengampunan pajak harus memiliki beberapa spesifikasi penting yaitu, (1) spesifikasi jumlah pajak yang belum dibayar, bunga, dan denda-denda lainnya terhadap pajak yang akan diampuni, (2) spesifikasi pembayar pajak yang memenuhi syarat untuk memperoleh pengampunan, dan (3) spesifikasi jenis pajak yang dilibatkan dalam pengampunan pajak. Berdasarkan isi dan syarat-syarat pemanfaatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan spesifikasi dari program sunset policy. Adapun spesifikasi sunset policy diringkas dalam tabel 2.6 berikut ini.

Tabel 2.6

Spesifikasi Program Sunset Policy

No. Jenis Spesifikasi Hasil Spesifikasi

1. Jumlah pajak yang diampuni. Sebesar sanksi administrasi (bunga) atas pokok pajak yang belum dibayar.

2. Pembayar pajak yang dapat diampuni.

Wajib pajak lama dan wajib pajak baru.

3. Jenis Pajak (yang diberikan pengampunan).

Pajak Penghasilan.

Menurut Tatiana Ratung dan Priyo Hari Adi (2009:8), program sunset policy memberikan kelonggaran kepada Wajib Pajak. kelonggaran ini selanjutnya akan diikuti dengan penerapan sanksi perpajakan. Wajib Pajak yang belum memenuhi kewajiban perpajakan secara benar sebelum masa pelaksanaan program sunset policy diharuskan untuk memanfaatkan program tersebut guna menghindari sanksi perpajakan, mengingat Undang-Undang


(64)

Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 35A memberikan wewenang kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk mengakses data dan informasi berkaitan dengan perpajakan.

Sanksi perpajakan ditetapkan dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Sanksi perpajakan yang dapat dikenakan kepada Wajib Pajak yang belum memenuhi kewajiban perpajakan secara benar melalui program sunset policy diuraikan dalam tabel 2.7 berikut ini.

Tabel 2.7

Sanksi Perpajakan Terkait Program Sunset Policy

No. Bentuk Pelanggaran Sanksi

1. Tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP (tidak memiliki NPWP).

(Pasal 39)

a. Sanksi Administrasi

Denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

b. Sanksi pidana

Pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun. 2. Penyampaian SPT

melewati jangka waktu yang ditentukan.

(Pasal 7)

a. Denda sebesar Rp 1.000.000untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

b. Denda sebesar Rp 100.000 untuk SPT Tahunan Pajak PenghasilaN Wajib Pajak Orang Pribadi.

3. Sudah menyampaikan SPT tepat waktu, namun ada kesalahan, dan membetulkan sendiri SPT

Tahunan yang

mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar.

(Pasal 8)

a. Bunga 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran.


(65)

Tabel 2.7 (lanjutan)

No. Bentuk Pelanggaran Sanksi

4. Salah mengisi SPT, namun dengan kesadaran sendiri mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT (Sudah dilakukan pemeriksaan namun belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak).

(Pasal 8)

a. Kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar.

5. Melakukan suatu ketidakbenaran pajak, namun dengan kesadaran sendiri mengungkapan ketidakbenaran tersebut dan melunasi kurang bayar pajak (Sudah dilakukan pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan)

(Pasal 8)

a.Denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

6. Kurang bayar pajak (Pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan)

(Pasal 9)

a. Bunga sebesar 2% per bulan dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sampai dengan pembayaran dilakukan.

Sumber: (www.pajak.go.id).

Setelah masa pengampunan pajak berakhir, pemerintah akan melakukan penegakan hukum pajak (law tax enforcement) secara intensif. Sebagai bagian dari penegakan hukum pajak, sanksi-sanksi yang diuraikan pada Tabel 6 akan secara tegas dilaksanakan.

Menurut Tatiana Ratung dan Priyo Hari Adi (2009:10), berdasarkan keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sunset policy memiliki dua substansi penting, yaitu penghapusan sanksi administrasi dalam masa berlakunya program dan penegasan sanksi-sanksi perpajakan setelah


(1)

177

Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

SM1 28.18 12.897 .444 .778

SM2 28.29 12.006 .524 .766

SM3 28.19 11.448 .401 .798

SM4 28.05 12.210 .510 .768

SM5 28.26 11.831 .502 .769

SM6 28.17 12.122 .601 .756

SM7 27.92 11.509 .709 .738

SM8 27.92 13.064 .411 .782

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(2)

178

Kemauan Wajib Pajak

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

KWP1 26.74 10.861 .741 .819

KWP2 26.73 10.846 .580 .833

KWP3 26.84 10.378 .676 .821

KWP4 27.03 10.999 .420 .855

KWP5 26.66 10.691 .676 .823

KWP6 26.93 10.349 .649 .824

KWP7 26.90 10.253 .619 .828

KWP8 27.00 11.152 .442 .850

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(3)

179

LAMPIRAN 5

HASIL ANALISIS FAKTOR


(4)

180

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .677 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 372.002

df 21

Sig. .000

Anti-image Matrices

TPWP SDP KDPP TKDWP SP PBAESP SM Anti-image

Covariance

TPWP .279 -.135 -.006 .005 -.002 -.211 -.072 SDP -.135 .420 -.131 .093 -.013 -.046 -.080 KDPP -.006 -.131 .278 -.122 -.137 .065 -.067 TKDWP .005 .093 -.122 .370 -.148 -.059 .062 SP -.002 -.013 -.137 -.148 .313 .016 .025 PBAESP -.211 -.046 .065 -.059 .016 .334 .108 SM -.072 -.080 -.067 .062 .025 .108 .856 Anti-image

Correlation

TPWP .627a -.395 -.022 .017 -.005 -.691 -.147 SDP -.395 .717a -.383 .236 -.036 -.123 -.133 KDPP -.022 -.383 .696a -.381 -.464 .215 -.137 TKDWP .017 .236 -.381 .711a -.433 -.169 .110 SP -.005 -.036 -.464 -.433 .751a .049 .049 PBAESP -.691 -.123 .215 -.169 .049 .584a .202 SM -.147 -.133 -.137 .110 .049 .202 .533a a. Measures of SamplingAdequacy(MSA)


(5)

181

Uji Communalities

Initial Extraction

TPWP 1.000 .886

SDP 1.000 .751

KDPP 1.000 .863

TKDWP 1.000 .815

SP 1.000 .857

PBAESP 1.000 .860

SM 1.000 .923

Extraction Method: Principal Component Anal

Total Variance Explained

Component

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings

Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative %

1 2.808 40.110 40.110 2.808 40.110 40.110 2.534 36.196 36.196

2 2.081 29.731 69.841 2.081 29.731 69.841 2.280 32.572 68.768

3 1.067 15.239 85.079 1.067 15.239 85.079 1.142 16.311 85.079

4 .462 6.604 91.683

5 .226 3.225 94.908

6 .187 2.666 97.574

7 .170 2.426 100.000


(6)

182

Component Matrix

a

Component

1 2 3

TPWP .575 .741 -.081

SDP .703 .476 .171

KDPP .820 -.427 .089

TKDWP .703 -.510 -.246

SP .767 -.511 -.087

PBAESP .412 .770 -.314

SM .240 .096 .925

Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 3 components extracted.

Rotated Component Matrix

a Component

1 2 3

TPWP .040 .937 .086

SDP .266 .751 .341

KDPP .896 .098 .223

TKDWP .893 .024 -.133

SP .925 .032 .035

PBAESP -.079 .908 -.172

SM .021 .054 .959

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations.


Dokumen yang terkait

Dampak Pelaksanaan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota)

11 125 176

Analisis Data Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

3 68 66

Pelaksanaan Pengawasan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

1 56 66

Analisis Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Atas Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Secara E-Filing Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

3 123 80

Pengawasan Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

1 79 71

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi : studi kasus pada kpp pratama kebayoran lama

8 28 114

Analisis persepsi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan terhadap sunset policy : studi kasus pada KPP pratama Jakarta Kebayoran Lama

0 9 94

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surakarta).

0 5 16

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN UNTUK MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KPP Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Badan Yang Terdaftar Di KPP Pratama Boyolali.

1 8 18

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN UNTUK MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KPP Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Badan Yang Terdaftar Di KPP Pratama Boyolali.

0 3 17