BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan - Pengaruh Kecemasan dan Dukungan Sosial terhadap Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Kecemasan
Kecemasan adalah gangguan yang disebabkan oleh konflik yang tidak di

sadari mengenai keyakinan, nilai, krisis situasional, maturasi, ancaman pada diri
sendiri dan kehidupan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi (Lumongga, 2010).
Pendapat lain mendefiniskan kecemasan sebagai perasaan was-was, kuatir atau tidak
nyaman, dan tidak menyenangkan, yang di ikuti oleh reaksi fisiologis seperti
perubahan detak jantung dan pernapasan (Marlindawani, 2008). Menurut Dalami
(2009) kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian individu yang
subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus
penyebabnya.
Kecemasan yang di alami bisa mengarah pada objek tertentu. Yang dimaksud
dengan objek bisa berupa situasi. Ini biasanya mengarah pada phobia. Kecemasan
juga bisa dialami meskipun objeknya tidak jelas atau tidak bisa dikenali. Jika individu
tiba-tiba merasa cemas tidak begitu memahami apa yang dicemaskannya. Gejala
kecemasan juga bisa beralih dari satu objek lainnya, ini yang menjadi tanda bahwa

sebenarnya kecemasan terjadi karena adanya konflik dalam diri individu yang
bersangkutan, bukan karena situasi riilnya (Siswanto, 2007).

9

Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Tanda-tanda Umum Kecemasan
Keluhan atau tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukan atau dikemukakan
oleh seseorang sangat bervariasi, tergantung dari beratnya kecemasan yang dirasakan
oleh individu tersebut, keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang
mengalami gangguan kecemasan antara lain yakni; cemas, khawatir, firasat buruk,
takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang,
gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang,
gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan kosentrasi dan
daya ingat, keluhan-keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-berdebar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya (Hawari, 2004)
2.1.2. Hal-hal yang Menimbulkan Kecemasan
Kecemasan tidak dapat dihindari dari kehidupan individu dalam memelihara

keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama beberapa situasi dan
hubungan interpersonal. Ancaman integritas biologi meliputi gangguan terhadap
kebutuhan dasar makan, minum dan kehangatan. Ancaman terhadap keselamatan diri,
tidak menemukan integritas diri, tidak menemukan status dari prestise, tidak
memperoleh pengakuan dari orang lain, ketidak sesuaian pandangan diri dengan
lingkungan nyata (Suliswati, 2009).
Gangguan atau rasa takut terhadap lingkungan penuh ancaman terhadap
adanya tindakan-tindakan darurat dan komplikasi penyakit diabetes melitus yang
menambah besar kecemasan (Wiramihardja, 2007). Gangguan cemas adalah

Universitas Sumatera Utara

kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom
somatik, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau
pekerjaan pada penderita atau stres yang nyata. Gangguan cemas lebih banyak terjadi
pada perempuan, sekitar dua kali lebih banyak daripada laki-laki, gangguan ini
biasanya timbul pada masa dewasa muda yang merupakan usia cukup matang dalam
pengalaman hidup dan kematangan jiwa, meskipun dapat pula muncul pada usia yang
lebih tua atau bahkan lebih muda (Widuri, 2008).
2.1.3. Tingkat Kecemasan

Suliswati (2009) mengatakan cemas sangat berkaitan dengan perasaan yang
tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan cemas ini tidak memiliki objek spesifik dan
merupakan

pengalaman

subjektif

serta

dikomunikasikan

dalam

hubungan

interpersonal. Tingkat kecemasan mempunyai karakteristik atau manifestasi yang
berbeda satu sama lain, manifestasi yang terjadi tergantung pada kematangan pribadi,
pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri dan mekanisme yang
digunakannya (Asmadi, 2008). Peplou dalam suliswati (2009) menggolongkan

kecemasan dalam empat tingkat, yaitu :
1.

Cemas Ringan
Kecemasan ringan, pada kecemasan ringan ini ketegangan yang dialami

sehari-hari dan menyebabkan pasien menjadi waspada dan lapangan persepsi
meningkat. Pada tingkat kecemasan ringan ini dapat motivasi dan menghasilkan
kreativitas. Manifestasi fisiologisnya yaitu sesekali nafas pendek, berdebar-debar,
nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung dan muka berkerut serta

Universitas Sumatera Utara

tangan gemetar. Manifestasi kognitifnya berupa mampu menerima rangsangan yang
kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif,
sedangkan manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah tidak dapat duduk
tenang, gerakan halus pada tangan, suara kadang meninggi dan menggunakan
mekanisme koping yang minimal.
Menurut Lumongga (2010) gejala kecemasan ringan secara fisik yang timbul
berupa sesak napas, nadi dan tekanan darah naik, gangguan ringan pada lambung,

mulut berkerut, bibir gemetar dan sedangkan gejala secara psikologis berupa persepsi
meluas, masih dapat menerima stimulus yang komplek, mampu berkonsentrasi,
mampu menyelesaikan masalah, gelisah, tremor dan suara terkadang tinggi. Cemas
ringan atau cemas yang normal yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan waspada pada dan meningkatkan persepsinya terhadap penyakit gagal
ginjal kronik dangan komplikasi dan lama perawatanya.
2.

Cemas Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan individu lebih memusatkan pada hal yang

penting pada saat itu dan mengesampingkan yang lain sehingga individu mengalami
perhatian yang selektif yang lebih terarah. Manifestasi fisiologisnya berupa : nafas
pendek, berdebar-debar, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare
atau konstipasi, gelisah dan muka berkerut serta tangan gemetar. Manifestasi kognitif
yang muncul adalah lapangan persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu
diterima dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya, sedangkan manifestasi
perilaku dan emosi yang muncul adalah gerakan tersentak, bicara mudah lelah, susah

Universitas Sumatera Utara


tidur, perasaan tidak aman, mudah tersinggung, banyak pertimbangan dan mudah
lupa.
Gejala fisik yang timbul pada kecemasan sedang berupa sering nafas pendek,
nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi, dan
gejala psikologis yang timbul seperti persepsi menyempit, tidak mampu menerima
rangsangan, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya, gerakan tersentak,
meremasi tangan, bicara banyak dan cepat, insomnia, perasaan tak aman dan gelisah
(Pieter, 2010).
3.

Cemas Berat
Kecemasan berat, lapangan persepsi menjadi sangat sempit. Individu tidak

mampu berfikir berat lagi, sehingga membutuhkan banyak pengarahan, cenderung
memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan yang lain. Manifestasi fisiologis yang
muncul antara lain nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit
kepala, penglihatan kabur, tegang, rasa tertekan, nyeri dada, tidak mampu
menyelesaikan masalah, perlu pengarahan yang berulang, tidak mampu membuat
keputusan dan butuh bantuan. Manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah:

konsep diri terancam, disorientasi, bingung dan kemungkinan halusinasi.
Menurut Lumongga (2010) gejala cemas berat yang timbul berupa nafas
pendek, tekanan darah dan nadi naik, berkeringat, sakit kepala, penglihatan kabur,
dan ketegangan, sedangan gejala psikologis yang timbul lapangan persepsi sangat
sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, perasaan terancam, verbalisasi cepat.

Universitas Sumatera Utara

Penyakit diabetes mellitus dipersepsikan sebagai ancaman dalam kehidupan karena
kebutuhan untuk bertahan yang tidak terpenuhi.
4.

Panik
Panik pada tahap ini lapangan persepsi sudah terganggu, sehingga individu

tidak mampu mengendalikan diri dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah
diberi tuntunan. Manifestasi fisiologis yang muncul berupa : nafas pendek, rasa
tercekik, palpitasi dan sakit dada, pucat, hipertensi dan kordinasi motorik rendah.
Manifestasi kognitif berupa lapangan pandang persepsi menyempit dan tidak berfikir
logis, sedangkan manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah mengamuk,

marah, ketakutan, berteriak, dan kehilangan kendali.
Menurut Lumongga (2010) gejala fisik yang timbul seperti nafas pendek,
tekanan darah dan nadi naik, aktivitas motorik meningkat, ketegangan, sedangkan
gejala psikologis yang timbul lapangan persepsi sangat menyempit, hilangnya
rasional, tidak dapat melakukan aktivitas, perasaan tidak enak dan terancam
semangkin meningkat, menurunnya hubungan dengan orang lain dan tidak dapat
kendalikan diri.
2.1.4. Respon Kecemasan
Kecemasan menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram
dan disertai berbagai keluhan fisik yang dapat terjadi dalam kondisi situasi kehidupan
dan berbagai gangguan kesehatan (Dalami, 2009). Kecemasan atau ketakutan adalah
bahagian dari kehidupan manusia, kecemasan ini terjadi karena individu tidak mampu

Universitas Sumatera Utara

mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri didalam lingkungan pada
umumnya (Sundari dalam Lumongga, 2010).
Beberapa respon individu yaitu dalam tingkatan rentang respon kecemasan
respon adaptif, dan respon maladaptif yaitu respon adaptif respon yang wajar
sedangkan respon maladaptif respon yang tidak wajar. Respon tingkat kecemasan

terbagi atas antisipasi, ringan, sedang, Berat dan Panik ( Suliswati, 2009).

2.2.

Dukungan Sosial
Menurut Sarwono (2007), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan

kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam
melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan perilaku
ada 3, yaitu : (1) dukungan material adalah menyediakan fasilitas latihan, (2)
dukungan informasi adalah untuk memberikan contoh nyata keberhasilan seseorang
dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat
adalah memberi pujian atas keberhasilan proses latihan.
Menurut Friedman dalam Sarwono (2007), dukungan sosial adalah sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dampak positif dari dukungan sosial
keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian
dalam kehidupan.


Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Dimensi Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada
memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya.
Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun
materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa
diperhatikan, bernilai, dan dicintai.
Bentuk dukungan sosial menurut Sarafino (2006) yaitu :
a.

Dukungan Informasional
Dukungan informasional didefinisikan sebagai suatu bentuk bantuan dalam
wujud pemberian informasi tertentu. Informasi yang disampaikan tergantung dari
kebutuhan seseorang. Dukungan informasional dapat bermanfaat untuk
menanggulangi persoalan yang dihadapi keluarga, meliputi pemberian nasehat,
ide-ide dan informasi yang dibutuhkan. Keluarga berfungsi sebagai sebuah
kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan
tentang


pemberian

saran,

sugesti,

informasi

yang

dapat

digunakan

mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat
menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat
menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam
dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
b.

Dukungan Penilaian
Dukungan penilaian merupakan bentuk penghargaan yang diberikan seseorang
kepada orang lain sesuai dengan kondisinya. Peran keluarga ketika memberikan

Universitas Sumatera Utara

dukungan penilaian adalah keluarga bertindak sistem pembimbing umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator
indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan,
perhatian.
c.

Dukungan Instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,
diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,
istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. Tujuan bantuan instrumental
adalah mempermudah seseorang menjalankan aktifitasnya. Aktifitas yang
dimaksud adalah aktifitas yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang
dihadapi atau menolong secara langsung masalah yang dihadapi sehingga bentuk
dukungan istrumental ini dapat langsung dirasakan oleh pihak yang ditolong.

d.

Dukungan Emosional
Dukungan emosional berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan
dan penghargaan. Dengan dukungan ini mendorong keluarganya untuk
mengkomunikasikan segala kesulitan pribadi Keluarga sebagai tempat yang
aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan
terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang
diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan
dan didengarkan.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Sumber-sumber Dukungan Sosial
Sumber-sumber dukungan sosial menurut Kahn & Antonoucci dalam Minkler
(2002) terbagi menjadi 3 kategori, yaitu :
a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada sepanjang
hidupnya, yang selalu bersama dan mendukungnya. Misalnya keluarga dekat,
pasangan (suami/istri) atau teman-teman dekat.
b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan
dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai dengan waktu. Sumber ini
meliputi teman kerja, tetangga, sanak keluarga dan sepergaulan.
c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang
memberi dukungan sosial dan memiliki peran yang sangat cepat berubah.
Sumber dukungan yang dimaksud meliuputi supervisor, tenaga ahli/profesional
dan keluarga jauh.
2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial
Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi apakah seseorang akan menerima Dukungan sosial keluarga atau
tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
a.

Faktor dari penerima dukungan (recipient)
Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka
bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa
ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk
memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau

Universitas Sumatera Utara

merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau
merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa
dia harus meminta pertolongan.
b.

Faktor dari pemberi dukungan (providers)
Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika
ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah
menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap
sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan
darinya.
Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi
disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat
pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih
demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah,
hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas
sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, efeksi dan keterlibatan yang
lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah.

2.3.

Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan

fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversible. Hal ini
terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal

Universitas Sumatera Utara

kronik sesuai dengan tahapannya dapat berkurang, ringan, sedang atau berat. Gagal
ginjal tahap akhir (end stage renal failure) adalah stadium gagal ginjal yang dapat
mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Suhardjono, 2003).
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika
tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika
nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2 (National Kidney
Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative, 2009).
2.3.1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahap akhir
(Suhardjono, 2003). Ada beberapa klasifikasi dari gagal ginjal kronik yang
dipublikasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (K/DOQI). Klasifikasi tersebut diantaranya adalah :
a.

Tahap pertama (stage 1)
Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG
(>90 mL/min/1.73 m2 ) atau LFG normal.

b.

Tahap kedua (stage 2)
Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73
m2.

c.

Tahap ketiga (stage 3)

Universitas Sumatera Utara

Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59
mL/min/1.73.
d.

Tahap keempat (stage 4)
Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73.

e.

Tahap kelima (stage 5)
Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu 6 mEq/L

3.

Ureum darah > 200 mg

4.

pH darah < 7,1

5.

Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )

6.

Fluid overloaded (Suhardjono, 2003).
Menurut Clarkson (2006), walaupun hemodialisa sangat penting untuk

menggantikan fungsi ginjal yang rusak tetapi hemodialisa juga dapat menyebabkan
komplikasi umum berupa hipertensi (20-30% dari dialisis), kram otot (5-20% dari
dialisis), mual dan muntah (5-15% dari dialisis), sakit kepala (5% dari dialisis), nyeri
dada (2-5% dialisis), sakit tulang belakang (2- 5% dari dialisis), rasa gatal (5% dari
dialisis) dan demam pada anak-anak (

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24