COMPETENCY ASSESSMENT LANG KAH STRATEGIS
COMPETENCY ASSESSMENT : LANGKAH STRATEGIS DALAM
PENINGKATAN KUALITAS SDM PELAYANAN PUBLIK
Oleh: Marsono *)
ABSTRAK
Pengukuran kompetensi (competency assessment) merupakan bagian
dari strategi implementasi manajemen sumber daya manusia berbasis
kompetensi, sehingga manajemen
dapat menjamin perolehan informasi
progresif yang akurat, andal, dan komprehensif mengenai taraf kemampuankemampuan kritis sumber daya manusia yang dimiliki organisasi/unit
pelayanan publik. Adapun faktor penting pengukuran kompetensi tersebut,
adalah dalam rangka memperoleh SDM pelayanan publik yang memiliki
kompetensi di bidang pelayanan publik, yang antara lain meliputi: (a)
komitmen; (b) integritas; (c) tanggung jawab; (d) kecakapan dan keramahan; (e)
mengerti kebutuhan pelanggan; (f) daya tanggap dan empati; (g) serta
mempunyai etika dan moralitas yang tinggi. Selanjutnya peningkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan dan memberikan kemanfaatan
terhadap masyarakat pelanggannya apabila SDM penyelenggara pelayanan
sungguh-sungguh memperhatikan beberapa dimensi atau atribut perbaikan
kualitas pelayanan yang antara lain meliputi: (a) ketepatan waktu pelayanan; (b)
akurasi pelayanan; (c) kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;
(d) tanggung jawab; (e) kelengkapan; (f) kemudahan mendapatkan pelayanan;
(g) variasi model pelayanan; dan (h) kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.
Keywords: Competency assessment, kompetensi SDM pelayanan, kualitas
pelayanan publik
Pendahuluan
Perkembangan manajemen sumber daya manusia termasuk MSDM
dalam konteks aparatur pemerintah, telah mengarah kepada manajemen sumber
daya manusia berbasis kompetensi (Competency Based Human Resource
Management – CB-HRM). Walaupun pada awalnya konsep CB-HRM berkembang
di sektor bisnis, namun sudah banyak negara telah mengadopsi konsep ini
untuk diaplikasikan di sektor pemerintahan. Aplikasi CB-HRM di sektor
pemerintahan diyakini akan dapat meningkatkan profesionalisme dan kinerja
aparatur pemerintah yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan publik.
___________________
*) Peneliti Madya pada Pusat Kajian Manajemen Pelayanan LAN
1
Pengelolaan manajemen sumber daya manusia aparatur atau yang lebih
dikenal dengan manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia, pada
dasarnya telah mengarah kepada implementasi CB-HRM tersebut. Dimana
dalam Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang PokokPokok Kepegawaian disebutkan bahwa “untuk mewujudkan penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan pembangunan, diperlukan PNS yang professional,
bertanggungjawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan
berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada
sistem prestasi kerja. Selanjutnya Pasal 17 Ayat (2) menyatakan bahwa
“pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan
berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja,
dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif
lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.
Berkaitan dengan amanat Undang-undang 43 tahun 1999 tersebut di
atas,
dalam konteks training & development bagi Pegawai Negeri Sipil,
pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang
semangatnya juga untuk mengisi dan mengembangkan kompetensi calon
pemangku jabatan struktural melalui Diklat.
Selanjutnya terkait dengan prinsip profesionalisme sesuai dengan
kompetensi tersebut di atas, Badan Kepegawaian Negara telah mengeluarkan
Keputusan Kepala BKN No. 46A tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan
Standar Kompetensi Struktural PNS. Standar kompetensi tersebut dimaksudkan
dalam rangka menjamin obyektivitas dan kualitas pengangkatan PNS dalam
jabatan struktural. Sebagai tindak lanjut keputusan Kepala BKN Nomor 46A
tahun 2003 tersebut, BKN juga telah mulai mengembangkan sistem operasional
assessment centre bagi Pegawai Negeri Sipil.
Pada kenyataannya,
implementasi dari kebijakan tersebut belum
optimal, hal ini disebabkan antara lain: (1) belum adanya persepsi dan
pemahaman yang sama terhadap konsep dan konstruksi standar kompetensi,
termasuk yang telah disusun oleh BKN; (2) masih rendahnya komitmen
pimpinan instansi untuk mengembangkan standar kompetensi yang benar dan
sesuai dengan kaidah-kaidah teoritis dan universal; (3) belum dipahami
sepenuhnya konsep manajemen sumber daya manusia aparatur berbasis
kompetensi (CB-HRM); serta (4) belum terlaksananya pengukuran kompetensi
(competency assessment) dalam pengisian jabatan serta penempatan pegawai
termasuk pada unit-unit pelayanan publik.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dalam tulisan ini penulis ingin
menyampaikan konsep manajemen sumber daya manusia aparatur berbasis
2
kompetensi, tingkat kompetensi SDM pelayanan publik saat ini
serta
pentingnya peningkatan kompetensi SDM pelayanan publik melalui
pengukuran kompetensi (competency assessment).
Manajemen SDM Berbasis Kompetensi (Competency Based Human Resources
Management –CBHRM).
Manajemen Sumber Daya Manusia dapat didefinisikan suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian aktivitas tenaga
kerja mulai dari rekruitmen sampai dengan pensiun. Dalam proses MSDM
tersebut hal yang penting yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi adalah
penempatan individu dalam suatu posisi atau jabatan tertentu. Ini dapat
dimaklumi mengingat berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai suatu
tujuan tertentu sangatlah tergantung pada kemampuan masing-masing individu
yang ditempatkan dalam menunjang kinerja organisasi, sehingga “the right man
on the right job” selalu menjadi jargon dalam pengelolaan SDM tidak terkecuali
SDM aparatur pemerintah. Sehingga muncul konsep Manajemen Sumber Daya
Manusia Berbasis Kompetensi (Competency Based Human Resource Management –
CBHRM).
Manajemen Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi
adalah
pengelolaan SDM dimana penempatan individu pada jabatan atau posisi
tertentu didasarkan pada informasi kebutuhan kompetensi suatu jabatan, yang
sebelumnya telah dianalisis dan diukur aspek-aspek yang kemungkinan akan
sangat mempengaruhi keberhasilan atau keefektifan penyelesaian tugas
pekerjaan yang dibebankan dalam jabatan tersebut.
Beberapa perbedaan antara MSDM konvensional yang pada umumnya
masih berlaku saat ini dengan MSDM berbasis kompetensi antara lain bahwa
selama ini, secara teoritis, spesifikasi jabatan didasarkan pada: (1) pendidikan
formal; (2) pengalaman pelatihan; dan (3) pengalaman menduduki posisi
jabatan. Selanjutnya spesifikasi jabatan tersebut digunakan untuk penempatan,
rotasi, promosi, kebutuhan diklat, dan lain-lain. Sedangkan dalam MSDM
berbasis kompetensi, spesifikasi jabatan tidak hanya terdiri dari tiga hal
tersebut di atas, tetapi juga kompetensi yang dibutuhkan, dalam jabatan dan
yang dimiliki oleh setiap individu. Kompetensi-kompetensi yang ada pada
individu manusia pada dasarnya dikelompokkan ke dalam 6 kelompok, yaitu:
(1) potensi individu; (2) bekerja dengan pihak lain; (3) bekerja tim; (4) focus pada
hasil kerja; (5) pengetahuan dan keterampilan; dan (6) motivasi.
Aspek yang tercakup dalam CBHRM sangat luas mencakup
keseluruhan aspek HRM, mulai dari rekruitmen,
penilaian kinerja,
3
pengembangan karier, training & development, compensation & benefit hingga
pensiun. Titik sentral dari CBHRM adalah pengembangan standar kompetensi
yang dalam implementasinya mencakup 8 aspek sebagaimana dapat dilihat
pada gambar sebagai berikut:
GAMBAR 1
Kedudukan Standar Kompetensi dan Aplikasinya Dalam CBHRM
Sumber: Hay Group, “Competency-based HRM,” 1992.
HR
PLANNING
RECRUIT &
SELECTION
PERFORMANCE
MANAGEMENT
TRAINING &
DEVELOPMENT
COMPETENCY
REWARD &
RECOGNITION
SUCCESSION
PLANNING
ORGANIZATIO
N CLIMATE
CAREER
DEVELOPMEN
T
Dalam konteks manajemen sumber daya manusia aparatur,
implementasi sumber daya manusia berbasis kompetensi (CB-HRM) di
lingkungan instansi pemerintah di Indonesia masih dalam tataran wacana dan
konsep ideal. Dalam prektiknya aplikasi kompetensi dari delapan (8) aspek
dalam CB-HRM baru satu aspek yang sudah dilaksanakan, yaitu assessment
dalam pengisian jabatan pada tingkatan eselon I dan II. Itupun masih
menggunakan metode dan instrument assessment yang pada umumnya belum
terstandar di lingkungan instansi pemerintah. Pada kenyataannya faktor-faktor
di luar kompetensi yang justru lebih mendominasi dari pada tingkat kompetensi
yang dimiliki sebagai hasil dari proses assessment centre tersebut. Sedangkan
untuk mengisi jabatan tingkat eselon III dan IV pada umumnya tidak dilakukan
assessment sama sekali. Padahal level eselon III dan IV itulah ujung tombak
implementasi dari kebijakan dan program serta penanggungjawab pelaksanaan
pelayanan publik secara langsung. Dari sistem rekruitmen seperti inilah maka
tidak perlu heran jika sering kali muncul
keluhan dan tunduhan
ketidaksinkronan antara idealisme pada tataran kebijakan dan program dengan
4
praktiknya di lapangan termasuk berbagai keluhan masyarakat terkait dengan
kualitas pelayanan yang mereka rasakan. Hal ini mengindikasikan bahwa
kompetensi yang dipersyaratkan oleh sebuah jabatan di lingkungan PNS belum
terpenuhi dengan baik.
Kompetensi SDM Pelayanan Publik
Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka
dipandang perlu untuk meningkatkan kompetensi SDM pelayanan, mengingat
bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur pelayanan memiliki peran
strategis sebagai pendorong (key leverage) dari reformasi birokrasi. Arah
kebijakan pembangunan di bidang aparatur negara pada RPJMN 2010-2014
adalah Meningkatkan profesionalisme, netralitas dan kesejahteraan SDM
aparatur. Peningkatan kualitas SDM aparatur diarahkan untuk mewujudkan
SDM aparatur yang profesional, netral, dan sejahtera. Hal tersebut
mengindikasikan semakin pentingnya upaya pengembangan kompetensi
aparatur pelayanan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Terkait dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, maka perlu
didukung dengan sumber daya manusia (SDM) pelayanan yang handal, serta
ketersediaan sarana dan prasarana termasuk dukungan Teknologi Informasi
(IT). Oleh karena itu, SDM pelayanan sebagai kunci keberhasilan kinerja
organisasi pelayanan publik harus mendapatkan perhatian utama dalam
perbaikan kualitas pelayanan. Untuk itu, pemilihan dan penempatan pegawai
sesuai dengan kompetensi yang dimilki merupakan salah satu penentu
keberhasilan pelayanan publik. Dalam hubungan ini organisasi pelayanan
publik harus berupaya melakukan pencarian dan penempatan pegawai dan
menerapkan konsep penempatan the right man on the right place, yaitu
menentukan orang yang tepat pada setiap bentuk dan jenis pelayanan.
Organisasi dituntut untuk secara terbuka melakukan proses pemilihan dan
penempatan SDM, yaitu dengan menyusun kebijakan serta aturan yang jelas
mengenai semua persyaratan bagi posisi-posisi pekerjaan yang akan diisi, serta
menerapkan sistem yang baku sebagai pedoman kegiatan tersebut di atas.
Beberapa kriteria SDM aparatur yang dapat mendukung peningkatan
kualitas pelayanan adalah SDM yang memiliki kompetensi di bidang pelayanan
publik yang antara lain mencakup: (a) komitmen; (b) integritas; (c) tanggung
jawab; (d) kecakapan dan keramahan; (e) mengerti kebutuhan pelanggan; (f)
daya tanggap dan empati; (g) serta mempunyai etika dan moralitas yang tinggi.
Selanjutnya peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan
dan memberikan kemanfaatan terhadap masyarakat pelanggannya apabila SDM
penyelenggara pelayanan sungguh-sungguh memperhatikan beberapa dimensi
atau atribut perbaikan kualitas pelayanan yang antara lain meliputi: (a)
5
ketepatan waktu pelayanan; (b) akurasi pelayanan; (c) kesopanan dan
keramahan dalam memberikan pelayanan; (d) tanggung jawab; (e) kelengkapan;
(f) kemudahan mendapatkan pelayanan; (g) variasi model pelayanan; dan (h)
kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.
SDM yang bekerja di unit/organisasi pelayanan publik tidak hanya dituntut
keahlian dan ketrampilan secara tehnis dan penguasaan terhadap peraturan
perundangan yang mendasarinya, akan tetapi yang lebih penting lagi
diperlukan sikap mental dan perilaku yang baik, ramah dalam melayani, jujur,
cekatan dan bertanggung jawab. Mengingat masyarakat yang dilayani tidak
akan peduli terhadap apa yang menjadi kendala dan hambatan dalam bekerja,
tidak akan peduli terhadap permasalahan-permasalahan pribadi pegawai, akan
tetapi mereka hanya peduli terhadap apa yang mereka butuhkan untuk dapat
dilayani secara baik, mudah, cepat, murah.
Beberapa permasalahan SDM pelayanan publik yang dapat menjadi
penghambat (constraints) pencapaian keberhasilan organisasi antara lain: (a) etos
kerja yang cenderung mempertahankan status quo dan tidak mau menerima
adanya perubahan (resistance to change); (b) adanya budaya risk aversion (tidak
menyukai resiko); (c) rutinitas tugas dan penekanan yang berlebihan pada
pertanggung-jawaban formal sehingga mengakibatkan adanya prosedur yang
kaku/lamban; (d) belum adanya sistem insentif dan disinsentif bagi petugas
pelayanan yang menunjukkan kinerja tinggi atau sebaliknya; serta (e) kurangnya
kemampuan SDM pelayanan untuk melakukan analisa dalam pembuatan
standar pelayanan yang akurat.
Kelemahan utama SDM pelayanan publik adalah profesionalisme,
kompetensi, empathy dan etika. Kondisi aparatur pelayanan publik tersebut,
pada hakekatnya tidak terlepas dari permasalahan yang menyangkut: (1)
permasalahan instrumental, yaitu masih adanya berbagai peraturan perundangundangan di bidang kepegawaian yang tumpang tindih (overlapping), saling
bertentangan satu sama lain antara peraturan yang lebih rendah dengan yang
lebih tinggi, banyak peraturan perundang-undangan yang sudah obsolete, serta
berbagai kondisi yang belum ada peraturan perundang-undangannya (vakum);
(2) permasalahan environ-mental; yaitu masih adanya beberapa daerah khususnya
daerah yang kemampuannya masih tertinggal dari daerah lainnya,
masyarakatnya masih sangat menggantungkan lapangan pekerjaan di sektor
pemerintah, dan bahkan menjadi satu-satunya lapangan lapangan pekerjaan
yang tersedia dan menjanjikan, karena sektor lain tidak tersedia; (3) permasalahan
potensial, berupa adanya berbagai konflik antar elit politik (Pilkada), antar
kelompok masyarakat,
tarik-menarik kepentingan antara eksekutif dan
legislatif, antara pemerintah pusat dan daerah; (4) permasalahan sejarah yaitu
pasang surut yang terjadi dalam sistem manajemen kepegawaian sejak mulai
6
dari zaman kerajaan, zaman pemerintahan kolonial, zaman kemerdekaan, era
orde baru, sampai era reformasi; dan (5) permasalahan faktual berupa kondisi dan
kemampuan aparatur pelayanan, sulitnya mengubah mindset serta masih
tingginya ego-sektoral dan konflik kepentingan yang masih mewarnai berbagai
institusi penyelenggara pemerintahan.
Berkenaan dengan permasalahan SDM aparatur pelayanan sebagaimana
tersebut di atas, Sofian Effendi (2010) mengidentifikasi rendahnya kapasitas
SDM pelayanan publik di daerah. Dari pelayanan investasi, kesehatan dan
pendidikan dapat dilihat bahwa kapasitas SDM pelayanan publik masih rendah.
Kapasitas SDM pelayanan yang terendah ada dalam pelayanan investasi
sebanyak 55,04%, kemudian yang kedua adalah pelayanan kesehatan 36,77% dan
pelayanan pendidikan 36,5%.
Selanjutnya tingkat kompetensi SDM pelayanan publik hasil kajian LAN
(2010) menyatakan bahwa dari keseluruhan aspek kompetensi yang harus
dimiliki SDM pelayanan publik secara umum menunjukkan tingkat yang cukup
tinggi. Namun demikian, dari keseluruhan aspek kompetensi yang harus
dimiliki tersebut, teridentifikasi bahwa terdapat empat aspek kompetensi
yang secara umum memperoleh penilaian yang relatif rendah, yaitu: (a)
menyangkut kemampuan dalam penggunaan ICT; (b) kemampuan dalam
penyusunan standar-standar; (c) komitmen dalam pemberian reward dan
punishment; serta (d) pemahaman terhadap kebijakan dan visi pelayanan.
Lebih lanjut
disebutkan bahwa pengembangan kebijakan dan strategi
peningkatan kompetensi SDM pelayanan di masing-masing daerah berbedabeda, namun secara umum beberapa strategi yang dilakukan adalah diklatdiklat teknis dan dilakukan magang di beberapa daerah yang pelayanannya
cukup maju. Bahkan di beberapa daerah telah melakukan studi banding untuk
melihat bagaimana cara kerja SDM pelayanan pada unit pelayanan publik di
negara tertentu. Penggunaan seragam khusus agar memberikan kesan
keramahtamahan seperti pada PTSP dan adanya unit pelayanan unggulan
merupakan strategi lain dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Dari segi
pengembangan perilaku, beberapa daerah juga telah melakukan pelatihanpelatihan kepribadian dan tata cara pelayanan bekerja sama dengan beberapa
lembaga konsultan bidang pelayanan publik.
Competency Assessment SDM Pelayanan Publik
Dari perspektif organisasi,
pengukuran kompetensi (competency
assessment) merupakan bagian dari strategi implementasi manajemen sumber
7
daya manusia berbasis kompetensi, sehingga manajemen dapat menjamin
perolehan informasi progresif yang akurat, andal, dan komprehensif mengenai
taraf kemampuan-kemampuan kritis sumber daya manusia yang dimiliki
organisasi. Disamping itu, organisasi juga dapat memastikan keberhasilan
mendapatkan pegawai-pegawai yang berkompeten sebagaimana yang
disyaratkan dalam jabatan-jabatan yang akan diembannya. Oleh karena itu,
untuk memperoleh pegawai yang handal dan kompeten tersebut, perlu
dilakukan proses pengukuran kompetensi yang obyektif dan transparan bagi
setiap organisasi. Dengan dilakukannya pengukuran kompetensi diharapkan
akan dapat menjamin obyektifitas dalam pengelolaan SDM mulai dari
perencanaan, rekrutmen dan seleksi, penempatan (the right man on the right place),
pelatihan dan pengembangan, rotasi, promosi, serta suksesi kepemimpinan. Di
samping itu, akan dapat dipastikan terisinya setiap posisi jabatan secara tepat
dan pemegang jabatan dapat berperan secara optimal, serta terciptanya sistem
pengelolaan kinerja yang mendorong setiap individu termotivasi untuk
mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk berkontribusi secara optimal dalam
pencapaian target kinerja organisasi.
Pelaksanaan pengukuran kompetensi pada instansi pemerintahan, akan
sangat berguna dalam meningkatkan obyektivitas dan transparansi dalam
proses rekrutmen, penempatan pegawai, pengangkatan dalam jabatan baik
struktural maupun fungsional, perencanaan dan pelaksanaan serta pelaksanaan
diklat, pengembangan karier, maupun dalam mengkaji sistem remunerasi yang
layak dan berkeadilan.
Secara umum terdapat
2 (dua) tujuan pengukuran kompetensi
(competency assessment), yaitu: (1) untuk menunjukkan profil kompetensi saat
ini (current competency Level/CCL) seorang pegawai; (2) untuk menganalisis
kesenjangan (gap) antara level kompetensi yang dibutuhkan (Required
Competency Level/RCL) dengan level kompetensi saat ini (Current Competency
Level/CCL) dan menggunakan hasilnya untuk aplikasi manajemen SDM seperti,
seleksi, penempatan atau pengembangan..
Sebelum melakukan pengukuran kompetensi, kita harus memastikan
bahwa organisasi akan melakukan pengkuran kompetensi
dengan
menggunakan pihak lain (lembaga/konsultan) yang berkompeten atau
melakukan pengukuran sendiri. Jika pilihannya yang pertama (menggunakan
pihak lain),
maka organisasi
tinggal memilih
dan menetapkan
lembaga/konsultan
yang mana yang akan diminta untuk melakukan
pengukuran, dan selanjutnya tentu saja organisasi harus menyiapkan segala
sesuatunya termasuk data-data pegawai (asesse) dan dukungan pendanaanya.
8
Akan tetapi jika organisasi akan melakukan pengukuran sendiri, maka beberapa
hal berikut ini harus dipersiapkan, antara lain: (1) Parameter atau Ukuran; (2)
Teknik atau Metode Pengukuran; (3) Pengukur atau Asesor; dan (4) Mekanisme
atau Prosedur Pengukuran.
Secara umum pengukuran kompetensi adalah proses menentukan apakah
seseorang kompeten atau tidak untuk menduduki jabatan tertentu, dengan cara
membandingkan antara level kompetensi saat ini (Current Competency
Level/CCL) dengan standar yang ditetap atau level kompetensi yang
dibutuhkan (Required Competency Level/RCL) dengan menggunakan berbagai
alat atau instrument dan metode.
Beberapa metode
dan teknik yang dapat dipakai dalam melakukan
pengukuran kompetensi (competency assessment) antara lain yaitu: (1) Ability
test; (2) wawancara (BEI); (3) In-tray/in-basket exercise; (4) Group Exercise; (5)
Presentation Simulations; (6) Role play simulations; (7) Observasi; (8)
Assessment Centra; (9) Penilaian 360; dan (8) biodata (verifikasi terhadap
dokumen-dokumen tertulis berupa sertifikat atau bukti kompetensi lainnya).
Penutup
Fungsi esensial manajemen sumber daya manusia aparatur seyogyanya
diarahkan untuk dapat memastikan agar organisasi di lingkungan instansi
pemerintah dapat mencapai tujuan-tujuan strategisnya dengan memiliki sumber
daya manusia yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan organisasi
secara kuantitas maupun kualitas, kompeten, dan menghasilkan kinerja yang
efektif hingga superior pada jabatan dan peranan masing-masing serta
berkontribusi optimal dalam meningkatkan kinerja organisasi.
Untuk dapat memenuhi fungsi vital tersebut, maka tidak bisa lain
manajemen sumber daya manusia aparatur (manajemen PNS di Indonesia) harus
mengacu kepada implementasi CB-HRM dengan berbagai aspeknya mulai dari
rekruitmen, seleksi, penempatan, pelatihan dan pengembangan, rotasi, promosi,
dan suksesi untuk memastikan terisinya setiap posisi, jabatan, dan peranan
dengan orang-orang yang tepat disatu sisi, sementara disisi lain harus pula
diciptakan sistem pengelolaan untuk memastikan orang-orang tersebut
termotivasi untuk mengerahkan kemampuan terbaik mereka untuk
berkontribusi secara optimal, antara lain dengan seefektif mungkin menjalankan
sistem kompensasi, fasilitas, jalur karier, dan sebagainya.
Terkait dengan pelayanan publik, kepuasan masyarakat dapat dicapai
apabila SDM yang terlibat langsung dalam pelayanan dapat mengerti dan
menghayati serta berkeinginan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.
Agar SDM pelayanan benar-benar dapat mendukung peningkatan kualitas
9
pelayanan, maka perlu dilakukan pengelolaan SDM pelayanan secara baik
termasuk dalam hal identifikasi kebutuhan SDM yang diperlukan dalam rangka
pemberian pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan,
terutama berkaitan dengan kompetensi dan kualifikasi untuk setiap peran yang
akan dimainkan dalam setiap proses pelayanan. Disamping itu juga perlu
dilakukan identifikasi kebutuhan pengembangan SDM serta perencanaannya,
pengembangan etika pelayanan yang diperlukan agar pegawai tetap berada
dalam batasan-batasan yang telah ditentukan dalam memberikan pelayanan.
Untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur pelayanan
diperlukan perencanaan yang konsisten bagi pengembangan dan peningkatan
kompetensi SDM pelayanan, baik melalui diklat-diklat teknis maupun
fungsional. Oleh karena itu, pengukuran kompetensi (competency assessment)
bagi SDM pelayanan publik
menjadi
suatu keharusan dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A tahun 2003 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Struktural PNS.
Badan Kepegawaian Negara, Sistem Operasional Assessment Centre Bagi Pegawai
Negeri Sipil, Jakarta, 2003.
Lembaga Administrasi Negara, Kajian Pengembangan Kebijakan dan Strategi
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Jakarta, 2010.
Asuransi Jasindo, Penerapan CBHRM Secara Komprehensif Pada Perusahaan
Asuransi Jasindo, www.jasindo.co.id @ 22/06/2005.
Hay Group, Competency-based Human Resource Management, 1992.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 –
2014.
Sofyan Effendi, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Aspek SDM, Makalah
FGD LAN, 2010.
Spencer Jr., Lyle M., and Spencer , S.m., Competence At Work, Toronto, John
Wiley and Sons Inc., 1993.
Syaiful F. Prihadi, Assessment Centre: Identifikasi, Pengukuran, Pengukuran
dan Pengembangan Kompetensi, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2004.
10
PENINGKATAN KUALITAS SDM PELAYANAN PUBLIK
Oleh: Marsono *)
ABSTRAK
Pengukuran kompetensi (competency assessment) merupakan bagian
dari strategi implementasi manajemen sumber daya manusia berbasis
kompetensi, sehingga manajemen
dapat menjamin perolehan informasi
progresif yang akurat, andal, dan komprehensif mengenai taraf kemampuankemampuan kritis sumber daya manusia yang dimiliki organisasi/unit
pelayanan publik. Adapun faktor penting pengukuran kompetensi tersebut,
adalah dalam rangka memperoleh SDM pelayanan publik yang memiliki
kompetensi di bidang pelayanan publik, yang antara lain meliputi: (a)
komitmen; (b) integritas; (c) tanggung jawab; (d) kecakapan dan keramahan; (e)
mengerti kebutuhan pelanggan; (f) daya tanggap dan empati; (g) serta
mempunyai etika dan moralitas yang tinggi. Selanjutnya peningkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan dan memberikan kemanfaatan
terhadap masyarakat pelanggannya apabila SDM penyelenggara pelayanan
sungguh-sungguh memperhatikan beberapa dimensi atau atribut perbaikan
kualitas pelayanan yang antara lain meliputi: (a) ketepatan waktu pelayanan; (b)
akurasi pelayanan; (c) kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;
(d) tanggung jawab; (e) kelengkapan; (f) kemudahan mendapatkan pelayanan;
(g) variasi model pelayanan; dan (h) kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.
Keywords: Competency assessment, kompetensi SDM pelayanan, kualitas
pelayanan publik
Pendahuluan
Perkembangan manajemen sumber daya manusia termasuk MSDM
dalam konteks aparatur pemerintah, telah mengarah kepada manajemen sumber
daya manusia berbasis kompetensi (Competency Based Human Resource
Management – CB-HRM). Walaupun pada awalnya konsep CB-HRM berkembang
di sektor bisnis, namun sudah banyak negara telah mengadopsi konsep ini
untuk diaplikasikan di sektor pemerintahan. Aplikasi CB-HRM di sektor
pemerintahan diyakini akan dapat meningkatkan profesionalisme dan kinerja
aparatur pemerintah yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan publik.
___________________
*) Peneliti Madya pada Pusat Kajian Manajemen Pelayanan LAN
1
Pengelolaan manajemen sumber daya manusia aparatur atau yang lebih
dikenal dengan manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia, pada
dasarnya telah mengarah kepada implementasi CB-HRM tersebut. Dimana
dalam Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang PokokPokok Kepegawaian disebutkan bahwa “untuk mewujudkan penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan pembangunan, diperlukan PNS yang professional,
bertanggungjawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan
berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada
sistem prestasi kerja. Selanjutnya Pasal 17 Ayat (2) menyatakan bahwa
“pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan
berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja,
dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif
lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.
Berkaitan dengan amanat Undang-undang 43 tahun 1999 tersebut di
atas,
dalam konteks training & development bagi Pegawai Negeri Sipil,
pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang
semangatnya juga untuk mengisi dan mengembangkan kompetensi calon
pemangku jabatan struktural melalui Diklat.
Selanjutnya terkait dengan prinsip profesionalisme sesuai dengan
kompetensi tersebut di atas, Badan Kepegawaian Negara telah mengeluarkan
Keputusan Kepala BKN No. 46A tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan
Standar Kompetensi Struktural PNS. Standar kompetensi tersebut dimaksudkan
dalam rangka menjamin obyektivitas dan kualitas pengangkatan PNS dalam
jabatan struktural. Sebagai tindak lanjut keputusan Kepala BKN Nomor 46A
tahun 2003 tersebut, BKN juga telah mulai mengembangkan sistem operasional
assessment centre bagi Pegawai Negeri Sipil.
Pada kenyataannya,
implementasi dari kebijakan tersebut belum
optimal, hal ini disebabkan antara lain: (1) belum adanya persepsi dan
pemahaman yang sama terhadap konsep dan konstruksi standar kompetensi,
termasuk yang telah disusun oleh BKN; (2) masih rendahnya komitmen
pimpinan instansi untuk mengembangkan standar kompetensi yang benar dan
sesuai dengan kaidah-kaidah teoritis dan universal; (3) belum dipahami
sepenuhnya konsep manajemen sumber daya manusia aparatur berbasis
kompetensi (CB-HRM); serta (4) belum terlaksananya pengukuran kompetensi
(competency assessment) dalam pengisian jabatan serta penempatan pegawai
termasuk pada unit-unit pelayanan publik.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dalam tulisan ini penulis ingin
menyampaikan konsep manajemen sumber daya manusia aparatur berbasis
2
kompetensi, tingkat kompetensi SDM pelayanan publik saat ini
serta
pentingnya peningkatan kompetensi SDM pelayanan publik melalui
pengukuran kompetensi (competency assessment).
Manajemen SDM Berbasis Kompetensi (Competency Based Human Resources
Management –CBHRM).
Manajemen Sumber Daya Manusia dapat didefinisikan suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian aktivitas tenaga
kerja mulai dari rekruitmen sampai dengan pensiun. Dalam proses MSDM
tersebut hal yang penting yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi adalah
penempatan individu dalam suatu posisi atau jabatan tertentu. Ini dapat
dimaklumi mengingat berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai suatu
tujuan tertentu sangatlah tergantung pada kemampuan masing-masing individu
yang ditempatkan dalam menunjang kinerja organisasi, sehingga “the right man
on the right job” selalu menjadi jargon dalam pengelolaan SDM tidak terkecuali
SDM aparatur pemerintah. Sehingga muncul konsep Manajemen Sumber Daya
Manusia Berbasis Kompetensi (Competency Based Human Resource Management –
CBHRM).
Manajemen Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi
adalah
pengelolaan SDM dimana penempatan individu pada jabatan atau posisi
tertentu didasarkan pada informasi kebutuhan kompetensi suatu jabatan, yang
sebelumnya telah dianalisis dan diukur aspek-aspek yang kemungkinan akan
sangat mempengaruhi keberhasilan atau keefektifan penyelesaian tugas
pekerjaan yang dibebankan dalam jabatan tersebut.
Beberapa perbedaan antara MSDM konvensional yang pada umumnya
masih berlaku saat ini dengan MSDM berbasis kompetensi antara lain bahwa
selama ini, secara teoritis, spesifikasi jabatan didasarkan pada: (1) pendidikan
formal; (2) pengalaman pelatihan; dan (3) pengalaman menduduki posisi
jabatan. Selanjutnya spesifikasi jabatan tersebut digunakan untuk penempatan,
rotasi, promosi, kebutuhan diklat, dan lain-lain. Sedangkan dalam MSDM
berbasis kompetensi, spesifikasi jabatan tidak hanya terdiri dari tiga hal
tersebut di atas, tetapi juga kompetensi yang dibutuhkan, dalam jabatan dan
yang dimiliki oleh setiap individu. Kompetensi-kompetensi yang ada pada
individu manusia pada dasarnya dikelompokkan ke dalam 6 kelompok, yaitu:
(1) potensi individu; (2) bekerja dengan pihak lain; (3) bekerja tim; (4) focus pada
hasil kerja; (5) pengetahuan dan keterampilan; dan (6) motivasi.
Aspek yang tercakup dalam CBHRM sangat luas mencakup
keseluruhan aspek HRM, mulai dari rekruitmen,
penilaian kinerja,
3
pengembangan karier, training & development, compensation & benefit hingga
pensiun. Titik sentral dari CBHRM adalah pengembangan standar kompetensi
yang dalam implementasinya mencakup 8 aspek sebagaimana dapat dilihat
pada gambar sebagai berikut:
GAMBAR 1
Kedudukan Standar Kompetensi dan Aplikasinya Dalam CBHRM
Sumber: Hay Group, “Competency-based HRM,” 1992.
HR
PLANNING
RECRUIT &
SELECTION
PERFORMANCE
MANAGEMENT
TRAINING &
DEVELOPMENT
COMPETENCY
REWARD &
RECOGNITION
SUCCESSION
PLANNING
ORGANIZATIO
N CLIMATE
CAREER
DEVELOPMEN
T
Dalam konteks manajemen sumber daya manusia aparatur,
implementasi sumber daya manusia berbasis kompetensi (CB-HRM) di
lingkungan instansi pemerintah di Indonesia masih dalam tataran wacana dan
konsep ideal. Dalam prektiknya aplikasi kompetensi dari delapan (8) aspek
dalam CB-HRM baru satu aspek yang sudah dilaksanakan, yaitu assessment
dalam pengisian jabatan pada tingkatan eselon I dan II. Itupun masih
menggunakan metode dan instrument assessment yang pada umumnya belum
terstandar di lingkungan instansi pemerintah. Pada kenyataannya faktor-faktor
di luar kompetensi yang justru lebih mendominasi dari pada tingkat kompetensi
yang dimiliki sebagai hasil dari proses assessment centre tersebut. Sedangkan
untuk mengisi jabatan tingkat eselon III dan IV pada umumnya tidak dilakukan
assessment sama sekali. Padahal level eselon III dan IV itulah ujung tombak
implementasi dari kebijakan dan program serta penanggungjawab pelaksanaan
pelayanan publik secara langsung. Dari sistem rekruitmen seperti inilah maka
tidak perlu heran jika sering kali muncul
keluhan dan tunduhan
ketidaksinkronan antara idealisme pada tataran kebijakan dan program dengan
4
praktiknya di lapangan termasuk berbagai keluhan masyarakat terkait dengan
kualitas pelayanan yang mereka rasakan. Hal ini mengindikasikan bahwa
kompetensi yang dipersyaratkan oleh sebuah jabatan di lingkungan PNS belum
terpenuhi dengan baik.
Kompetensi SDM Pelayanan Publik
Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka
dipandang perlu untuk meningkatkan kompetensi SDM pelayanan, mengingat
bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur pelayanan memiliki peran
strategis sebagai pendorong (key leverage) dari reformasi birokrasi. Arah
kebijakan pembangunan di bidang aparatur negara pada RPJMN 2010-2014
adalah Meningkatkan profesionalisme, netralitas dan kesejahteraan SDM
aparatur. Peningkatan kualitas SDM aparatur diarahkan untuk mewujudkan
SDM aparatur yang profesional, netral, dan sejahtera. Hal tersebut
mengindikasikan semakin pentingnya upaya pengembangan kompetensi
aparatur pelayanan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Terkait dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, maka perlu
didukung dengan sumber daya manusia (SDM) pelayanan yang handal, serta
ketersediaan sarana dan prasarana termasuk dukungan Teknologi Informasi
(IT). Oleh karena itu, SDM pelayanan sebagai kunci keberhasilan kinerja
organisasi pelayanan publik harus mendapatkan perhatian utama dalam
perbaikan kualitas pelayanan. Untuk itu, pemilihan dan penempatan pegawai
sesuai dengan kompetensi yang dimilki merupakan salah satu penentu
keberhasilan pelayanan publik. Dalam hubungan ini organisasi pelayanan
publik harus berupaya melakukan pencarian dan penempatan pegawai dan
menerapkan konsep penempatan the right man on the right place, yaitu
menentukan orang yang tepat pada setiap bentuk dan jenis pelayanan.
Organisasi dituntut untuk secara terbuka melakukan proses pemilihan dan
penempatan SDM, yaitu dengan menyusun kebijakan serta aturan yang jelas
mengenai semua persyaratan bagi posisi-posisi pekerjaan yang akan diisi, serta
menerapkan sistem yang baku sebagai pedoman kegiatan tersebut di atas.
Beberapa kriteria SDM aparatur yang dapat mendukung peningkatan
kualitas pelayanan adalah SDM yang memiliki kompetensi di bidang pelayanan
publik yang antara lain mencakup: (a) komitmen; (b) integritas; (c) tanggung
jawab; (d) kecakapan dan keramahan; (e) mengerti kebutuhan pelanggan; (f)
daya tanggap dan empati; (g) serta mempunyai etika dan moralitas yang tinggi.
Selanjutnya peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan
dan memberikan kemanfaatan terhadap masyarakat pelanggannya apabila SDM
penyelenggara pelayanan sungguh-sungguh memperhatikan beberapa dimensi
atau atribut perbaikan kualitas pelayanan yang antara lain meliputi: (a)
5
ketepatan waktu pelayanan; (b) akurasi pelayanan; (c) kesopanan dan
keramahan dalam memberikan pelayanan; (d) tanggung jawab; (e) kelengkapan;
(f) kemudahan mendapatkan pelayanan; (g) variasi model pelayanan; dan (h)
kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.
SDM yang bekerja di unit/organisasi pelayanan publik tidak hanya dituntut
keahlian dan ketrampilan secara tehnis dan penguasaan terhadap peraturan
perundangan yang mendasarinya, akan tetapi yang lebih penting lagi
diperlukan sikap mental dan perilaku yang baik, ramah dalam melayani, jujur,
cekatan dan bertanggung jawab. Mengingat masyarakat yang dilayani tidak
akan peduli terhadap apa yang menjadi kendala dan hambatan dalam bekerja,
tidak akan peduli terhadap permasalahan-permasalahan pribadi pegawai, akan
tetapi mereka hanya peduli terhadap apa yang mereka butuhkan untuk dapat
dilayani secara baik, mudah, cepat, murah.
Beberapa permasalahan SDM pelayanan publik yang dapat menjadi
penghambat (constraints) pencapaian keberhasilan organisasi antara lain: (a) etos
kerja yang cenderung mempertahankan status quo dan tidak mau menerima
adanya perubahan (resistance to change); (b) adanya budaya risk aversion (tidak
menyukai resiko); (c) rutinitas tugas dan penekanan yang berlebihan pada
pertanggung-jawaban formal sehingga mengakibatkan adanya prosedur yang
kaku/lamban; (d) belum adanya sistem insentif dan disinsentif bagi petugas
pelayanan yang menunjukkan kinerja tinggi atau sebaliknya; serta (e) kurangnya
kemampuan SDM pelayanan untuk melakukan analisa dalam pembuatan
standar pelayanan yang akurat.
Kelemahan utama SDM pelayanan publik adalah profesionalisme,
kompetensi, empathy dan etika. Kondisi aparatur pelayanan publik tersebut,
pada hakekatnya tidak terlepas dari permasalahan yang menyangkut: (1)
permasalahan instrumental, yaitu masih adanya berbagai peraturan perundangundangan di bidang kepegawaian yang tumpang tindih (overlapping), saling
bertentangan satu sama lain antara peraturan yang lebih rendah dengan yang
lebih tinggi, banyak peraturan perundang-undangan yang sudah obsolete, serta
berbagai kondisi yang belum ada peraturan perundang-undangannya (vakum);
(2) permasalahan environ-mental; yaitu masih adanya beberapa daerah khususnya
daerah yang kemampuannya masih tertinggal dari daerah lainnya,
masyarakatnya masih sangat menggantungkan lapangan pekerjaan di sektor
pemerintah, dan bahkan menjadi satu-satunya lapangan lapangan pekerjaan
yang tersedia dan menjanjikan, karena sektor lain tidak tersedia; (3) permasalahan
potensial, berupa adanya berbagai konflik antar elit politik (Pilkada), antar
kelompok masyarakat,
tarik-menarik kepentingan antara eksekutif dan
legislatif, antara pemerintah pusat dan daerah; (4) permasalahan sejarah yaitu
pasang surut yang terjadi dalam sistem manajemen kepegawaian sejak mulai
6
dari zaman kerajaan, zaman pemerintahan kolonial, zaman kemerdekaan, era
orde baru, sampai era reformasi; dan (5) permasalahan faktual berupa kondisi dan
kemampuan aparatur pelayanan, sulitnya mengubah mindset serta masih
tingginya ego-sektoral dan konflik kepentingan yang masih mewarnai berbagai
institusi penyelenggara pemerintahan.
Berkenaan dengan permasalahan SDM aparatur pelayanan sebagaimana
tersebut di atas, Sofian Effendi (2010) mengidentifikasi rendahnya kapasitas
SDM pelayanan publik di daerah. Dari pelayanan investasi, kesehatan dan
pendidikan dapat dilihat bahwa kapasitas SDM pelayanan publik masih rendah.
Kapasitas SDM pelayanan yang terendah ada dalam pelayanan investasi
sebanyak 55,04%, kemudian yang kedua adalah pelayanan kesehatan 36,77% dan
pelayanan pendidikan 36,5%.
Selanjutnya tingkat kompetensi SDM pelayanan publik hasil kajian LAN
(2010) menyatakan bahwa dari keseluruhan aspek kompetensi yang harus
dimiliki SDM pelayanan publik secara umum menunjukkan tingkat yang cukup
tinggi. Namun demikian, dari keseluruhan aspek kompetensi yang harus
dimiliki tersebut, teridentifikasi bahwa terdapat empat aspek kompetensi
yang secara umum memperoleh penilaian yang relatif rendah, yaitu: (a)
menyangkut kemampuan dalam penggunaan ICT; (b) kemampuan dalam
penyusunan standar-standar; (c) komitmen dalam pemberian reward dan
punishment; serta (d) pemahaman terhadap kebijakan dan visi pelayanan.
Lebih lanjut
disebutkan bahwa pengembangan kebijakan dan strategi
peningkatan kompetensi SDM pelayanan di masing-masing daerah berbedabeda, namun secara umum beberapa strategi yang dilakukan adalah diklatdiklat teknis dan dilakukan magang di beberapa daerah yang pelayanannya
cukup maju. Bahkan di beberapa daerah telah melakukan studi banding untuk
melihat bagaimana cara kerja SDM pelayanan pada unit pelayanan publik di
negara tertentu. Penggunaan seragam khusus agar memberikan kesan
keramahtamahan seperti pada PTSP dan adanya unit pelayanan unggulan
merupakan strategi lain dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Dari segi
pengembangan perilaku, beberapa daerah juga telah melakukan pelatihanpelatihan kepribadian dan tata cara pelayanan bekerja sama dengan beberapa
lembaga konsultan bidang pelayanan publik.
Competency Assessment SDM Pelayanan Publik
Dari perspektif organisasi,
pengukuran kompetensi (competency
assessment) merupakan bagian dari strategi implementasi manajemen sumber
7
daya manusia berbasis kompetensi, sehingga manajemen dapat menjamin
perolehan informasi progresif yang akurat, andal, dan komprehensif mengenai
taraf kemampuan-kemampuan kritis sumber daya manusia yang dimiliki
organisasi. Disamping itu, organisasi juga dapat memastikan keberhasilan
mendapatkan pegawai-pegawai yang berkompeten sebagaimana yang
disyaratkan dalam jabatan-jabatan yang akan diembannya. Oleh karena itu,
untuk memperoleh pegawai yang handal dan kompeten tersebut, perlu
dilakukan proses pengukuran kompetensi yang obyektif dan transparan bagi
setiap organisasi. Dengan dilakukannya pengukuran kompetensi diharapkan
akan dapat menjamin obyektifitas dalam pengelolaan SDM mulai dari
perencanaan, rekrutmen dan seleksi, penempatan (the right man on the right place),
pelatihan dan pengembangan, rotasi, promosi, serta suksesi kepemimpinan. Di
samping itu, akan dapat dipastikan terisinya setiap posisi jabatan secara tepat
dan pemegang jabatan dapat berperan secara optimal, serta terciptanya sistem
pengelolaan kinerja yang mendorong setiap individu termotivasi untuk
mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk berkontribusi secara optimal dalam
pencapaian target kinerja organisasi.
Pelaksanaan pengukuran kompetensi pada instansi pemerintahan, akan
sangat berguna dalam meningkatkan obyektivitas dan transparansi dalam
proses rekrutmen, penempatan pegawai, pengangkatan dalam jabatan baik
struktural maupun fungsional, perencanaan dan pelaksanaan serta pelaksanaan
diklat, pengembangan karier, maupun dalam mengkaji sistem remunerasi yang
layak dan berkeadilan.
Secara umum terdapat
2 (dua) tujuan pengukuran kompetensi
(competency assessment), yaitu: (1) untuk menunjukkan profil kompetensi saat
ini (current competency Level/CCL) seorang pegawai; (2) untuk menganalisis
kesenjangan (gap) antara level kompetensi yang dibutuhkan (Required
Competency Level/RCL) dengan level kompetensi saat ini (Current Competency
Level/CCL) dan menggunakan hasilnya untuk aplikasi manajemen SDM seperti,
seleksi, penempatan atau pengembangan..
Sebelum melakukan pengukuran kompetensi, kita harus memastikan
bahwa organisasi akan melakukan pengkuran kompetensi
dengan
menggunakan pihak lain (lembaga/konsultan) yang berkompeten atau
melakukan pengukuran sendiri. Jika pilihannya yang pertama (menggunakan
pihak lain),
maka organisasi
tinggal memilih
dan menetapkan
lembaga/konsultan
yang mana yang akan diminta untuk melakukan
pengukuran, dan selanjutnya tentu saja organisasi harus menyiapkan segala
sesuatunya termasuk data-data pegawai (asesse) dan dukungan pendanaanya.
8
Akan tetapi jika organisasi akan melakukan pengukuran sendiri, maka beberapa
hal berikut ini harus dipersiapkan, antara lain: (1) Parameter atau Ukuran; (2)
Teknik atau Metode Pengukuran; (3) Pengukur atau Asesor; dan (4) Mekanisme
atau Prosedur Pengukuran.
Secara umum pengukuran kompetensi adalah proses menentukan apakah
seseorang kompeten atau tidak untuk menduduki jabatan tertentu, dengan cara
membandingkan antara level kompetensi saat ini (Current Competency
Level/CCL) dengan standar yang ditetap atau level kompetensi yang
dibutuhkan (Required Competency Level/RCL) dengan menggunakan berbagai
alat atau instrument dan metode.
Beberapa metode
dan teknik yang dapat dipakai dalam melakukan
pengukuran kompetensi (competency assessment) antara lain yaitu: (1) Ability
test; (2) wawancara (BEI); (3) In-tray/in-basket exercise; (4) Group Exercise; (5)
Presentation Simulations; (6) Role play simulations; (7) Observasi; (8)
Assessment Centra; (9) Penilaian 360; dan (8) biodata (verifikasi terhadap
dokumen-dokumen tertulis berupa sertifikat atau bukti kompetensi lainnya).
Penutup
Fungsi esensial manajemen sumber daya manusia aparatur seyogyanya
diarahkan untuk dapat memastikan agar organisasi di lingkungan instansi
pemerintah dapat mencapai tujuan-tujuan strategisnya dengan memiliki sumber
daya manusia yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan organisasi
secara kuantitas maupun kualitas, kompeten, dan menghasilkan kinerja yang
efektif hingga superior pada jabatan dan peranan masing-masing serta
berkontribusi optimal dalam meningkatkan kinerja organisasi.
Untuk dapat memenuhi fungsi vital tersebut, maka tidak bisa lain
manajemen sumber daya manusia aparatur (manajemen PNS di Indonesia) harus
mengacu kepada implementasi CB-HRM dengan berbagai aspeknya mulai dari
rekruitmen, seleksi, penempatan, pelatihan dan pengembangan, rotasi, promosi,
dan suksesi untuk memastikan terisinya setiap posisi, jabatan, dan peranan
dengan orang-orang yang tepat disatu sisi, sementara disisi lain harus pula
diciptakan sistem pengelolaan untuk memastikan orang-orang tersebut
termotivasi untuk mengerahkan kemampuan terbaik mereka untuk
berkontribusi secara optimal, antara lain dengan seefektif mungkin menjalankan
sistem kompensasi, fasilitas, jalur karier, dan sebagainya.
Terkait dengan pelayanan publik, kepuasan masyarakat dapat dicapai
apabila SDM yang terlibat langsung dalam pelayanan dapat mengerti dan
menghayati serta berkeinginan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.
Agar SDM pelayanan benar-benar dapat mendukung peningkatan kualitas
9
pelayanan, maka perlu dilakukan pengelolaan SDM pelayanan secara baik
termasuk dalam hal identifikasi kebutuhan SDM yang diperlukan dalam rangka
pemberian pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan,
terutama berkaitan dengan kompetensi dan kualifikasi untuk setiap peran yang
akan dimainkan dalam setiap proses pelayanan. Disamping itu juga perlu
dilakukan identifikasi kebutuhan pengembangan SDM serta perencanaannya,
pengembangan etika pelayanan yang diperlukan agar pegawai tetap berada
dalam batasan-batasan yang telah ditentukan dalam memberikan pelayanan.
Untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur pelayanan
diperlukan perencanaan yang konsisten bagi pengembangan dan peningkatan
kompetensi SDM pelayanan, baik melalui diklat-diklat teknis maupun
fungsional. Oleh karena itu, pengukuran kompetensi (competency assessment)
bagi SDM pelayanan publik
menjadi
suatu keharusan dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A tahun 2003 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Struktural PNS.
Badan Kepegawaian Negara, Sistem Operasional Assessment Centre Bagi Pegawai
Negeri Sipil, Jakarta, 2003.
Lembaga Administrasi Negara, Kajian Pengembangan Kebijakan dan Strategi
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Jakarta, 2010.
Asuransi Jasindo, Penerapan CBHRM Secara Komprehensif Pada Perusahaan
Asuransi Jasindo, www.jasindo.co.id @ 22/06/2005.
Hay Group, Competency-based Human Resource Management, 1992.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 –
2014.
Sofyan Effendi, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Aspek SDM, Makalah
FGD LAN, 2010.
Spencer Jr., Lyle M., and Spencer , S.m., Competence At Work, Toronto, John
Wiley and Sons Inc., 1993.
Syaiful F. Prihadi, Assessment Centre: Identifikasi, Pengukuran, Pengukuran
dan Pengembangan Kompetensi, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2004.
10