42 KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM PENGEMBANGAN DESA MELALUI SISTEM SAEMAUL UNDONG (Studi Kasus Kerjasama Lintas Batas Daerah Istimewa Yogyakara- Gyeongsangbuk-Do)

  

KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM

PENGEMBANGAN DESA MELALUI SISTEM SAEMAUL UNDONG

(Studi Kasus Kerjasama Lintas Batas Daerah Istimewa Yogyakara-

Gyeongsangbuk-Do)

  1 Firstyarinda Valentina Indraswari

Abstract

  The role of sub-state is getting wider and strategic in achieving the national interest of the state. The scholars sees this entity could works beyond it’s state in

implementing their foreign policy. This capability could bring a positive and a negative

impact within the state and toward international system. The specific role of this sub-

state, such as province, districs, and village or rural area, has been studied in various

sector including in the concept of sister city and cross border cooperation. The studies

also covers various issues that needs multiactor participation to resolve it. The issues are

such as environment, rural development, healthy, conflict rehabilitation, etc.

  This research tend to analyze the cooperation between Special Region of

Yogyakarta and Gyeongsangbuk-Do in the scope of rural development issue. These

provinces already cooperate for 10 years under various programmes cover by Saemaul

Undong system. This is the Korean system in developing rural area and has been adopted

in 14 states until today.

  By using cross border cooperation concept, this qualitative research found that

these provinces has reached the third phase of cooperation process. The last phase, the

fourth one, still face a difficult path because of the limitation authority of the local

government. Various factors such as economic, culture, historical experience also

booster the cooperation.

  Keywords: Cross Border Cooperation, Saemaul Undong, Special Region of Yogyakarta, Gyeongsangbuk-Do Pendahuluan

  Peran sub-negara dalam pencapaian politik luar negeri suatu negara sudah semakin meluas dan strategis pada abad ke 21. Negara tidak lagi bergerak sendiri melalui kementerian luar negeri dan diplomatnya. Melainkan terdapat aktor-aktor 1 lain seperti organisasi, individu, termasuk pemerintah daerah. Pemerintah daerah

  

Penulis adalah Staf Pengajar pada Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Fokus kajian pada keamanan internasional, khususnya

  Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

  ini yang dalam istilah dibeberapa negara diwakilkan dengan nama negara bagian, kota, dan distrik. Pemerintah daerah diberi kewenangan tertentu untuk mencapai kepentingan nasional daerahnya dengan membangun kerjasama dengan aktor sub- negara lain di negara lain. Istilah kerjasama ini yang dikemudian hari dikenal dengan paradiplomasi.

  Pemerintah daerah melalui kota, kabupaten, bahkan hingga tingkat desa sebenarnya, menjadi aktor penopang dalam aktivitas paradiplomasi ini. Sayangnya yang masih lebih banyak dibahas adalah sisi pemerintah daerahnya dalam mengaplikasi, mengembangkan, maupun mengevaluasi aktivitas tersebut. Padahal, pada satu titik tertentu, aktor sub-daerah, yaitu desa juga sedikit banyak berperan karena pada umumnya di wilayah merekalah titik budaya, sumber daya alam, dan kearifan lokal secara teknis bertemu dan bersinergis satu sama lain.

  Secara khusus, perhatian negara maupun komunitas internasional terhadap pengembangan desa telah banyak dilakukan. Pola pengembangan yang dilakukan pun beragam. Kerjasama sister city dan sister province merupakan skema yang melibatkan kerjasama antara pemerintah daerah. Kerjasama antar pemerintah dan

INGO’s (International Non-Governmental Organizations) juga telah banyak dilakukan melalui berbagai proyek. Dan diantara skema-skema tersebut, skema

  yang melibatkan keterlibatan masyarakat desa setempat menjadi perhatian khusus dan terbukti berpengaruh signifikan pada perubahan kondisi desa. Hal ini disebabkan masyarakat desa sendiri yang mengetahui kebutuhan desanya sehingga pembangunan yang dilakukan lebih tepat sasaran.

  Salah satu skema yang pengembangan desa yang melibatkan masyarakat desa dan berkembang menjadi gerakan global adalah sistem Saemaul Undong. Sistem ini merupakan sistem pengembangan desa yang dilaksanakan oleh pemerintah Korea Selatan di era 70-an. Sistem ini berbasis pengembangan mandiri oleh masyarakat setempat, berdasarkan kebutuhannya, dan berfokus pada pembangunan infrastruktur. Melalui kegiatan ini diharapkan masyarakat mampu membangun desanya sesuai dengan kapasistas dan sumber daya masing-masing wilayah. Di negaranya, sistem ini telah terbukti menyumbangkan penurunan

  44 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2 semenjak itu, sistem ini secara intensif dikaji, diformulasi secara terpadu, dan telah diadopsi oleh 70 negara di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin (Douglass, 2013). Pemerintah Korea Selatan melalui Pusat Saemaul Undong di beberapa negara tersebut memberikan pendampingan dalam bentuk berbagai proyek dan pelatihan.

  Mengglobalnya adopsi sistem ini melalui kerjasama pemerintah Korea Selatan menarik perhatian pemerintah Republik Indonesia. Di tingkat pemerintah pusat kerjasama ini baru diinisiasi pada akhir tahun 2014. Prosesnya baru sampai tahap penandatangan MoU dan belum sampai pada kerjasama teknis. Sedangkan pada tingkat pemerintah daerah, terdapat satu provinsi yang telah lama mengadakan kerjasama dengan provinsi lain di Korea Selatan. Kerjasama sister -

  

province telah terjalin antara Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan

  Provinsi Gyeongsangbuk-Do sejak tahun 2005 (Biro Kerjasama Setda Propinsi DIY, 2006) . Kerjasama pengembangan desa melalui Sistem Saemaul Undong ini bahkan berlanjut hingga tahun 2015 ini (Giyanto, 2015).

  Menarik kemudian melihat bagaimana proses kerjasama antara pemerintah DIY dengan Gyeongsangbuk-Do dalam pengembangan desa melalui sistem Saemaul Undong ini. Hal ini disebabkan kerjasama ini adalah yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia. Selain itu, sejauh ini masih sedikit yang membahas mengenai kerjasama pengembangan desa di tingkat daerah dengan aktor pelaku yang melintasi batas-batas negara. Pengkaji paradiplomasi seperti Mukti lebih melihat peran pemerintah daerah dalam berbagai aspek kerjasama (Mukti,2013). Sedangkan Yuana lebih melihat pada evaluasi pelaksanan paradiplomasi antara DIY dan Gyeongsangbuk-Do (Yuana,2014). Dalam salah satu skripsi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), kajian yang dibahas adalah kerjasama antara kedua provinsi namun menggunakan konsep kerjasama internasional dan kerjasama sister-province (thesis.umy.ac.id,). Penelitian ini bermaksud melihat proses kerjasama dalam konteks tingkatan kerjasama yang telah tercapai dalam 10 tahun ini melalui konsep kerjasama lintas batas (cross-border cooperation). Proses ini secara spesifik melihat tahapan- tahapan dalam proses kerjasama. Dari proses identifikasi dan analisa dari

  Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

  kerjasama ini diharapkan dapat membantu pemerintah di tingkat pusat untuk mempersiapkan skema kerjasama yang komprehensif.

  Pengkajian proses kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Korea Selatan perlu dilihat berdasarkan konsep maupun teori yang sesuai dengan ruang lingkup kerjasama itu sendiri. Teori kerjasama yang tepat dibutuhkan untuk memberikan sudut pandang yang komperhensif dalam proses adopsi sistem

  

Saemaul Undong yang meliputi banyak aspek. Selain itu pemahaman mendasar

  mengenai sistem Saemaul Undong ini sendiri menjadi hal yang vital diperlukan mengingat terdapat sejumlah strategi, proses, dan tahapan yang khas yang memerlukan dasar pengetahuan dan penyesuaian kebijakan secara terpadu. Oleh karena itu, beberapa tulisan berikut disajikan dalam upaya memberikan pemahaman menyeluruh terhadap proses kerjasama yang terjalin antara kedua negara.

  Metode Penelitian

  Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan sumber data tekstual. Data yang akan dipergunakan terdiri dari data sekunder yang terdiri dari sejumlah jurnal dan hasil penelitian terkait aplikasi sistem Saemaul Undong. Adapun sumber referensi primer seperti wawancara dengan pihak-pihak terkait sayangnya tidak bisa terpenuhi karena lambatnya respon atas pengajuan permohonan penelitian dan tidak tersedianya data kerjasama. Secara khusus, metode analisis data yang digunakan adalah dengan melalui pemahaman akan studi kasus (www.sagepub.com). Kerjasama Provinsi DIY dengan Provinsi Gyeongsangbuk-Do menjadi contoh studi kasus dari penelitian ini. Analisa data dilaksanakan secara deskripsi analitik.

  Konsep Cross border cooperation (kerjasama lintas batas) menjadi instrumen yang dipergunakan untuk melihat proses kerjasama tersebut. Untuk memahami konsep ini, dipergunakan kajian pustaka dari Luis De Sousa yang berjudul

  ‘Understanding Europe Cross-Border Cooperation: A Framework for Analysis

  ” (De Sousa, 2012). Dengan melihat fenomena integrasi Eropa, De Sousa melihat bahwa integrasi membawa konsekuensi kerjasama antar negara-negara

  46 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2 anggota yang lebih intens dan idealnya membawa harmonisasi yang lebih baik. Tetapi hal tersebut disadari tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat mengingat berbagai elemen yang terhubung antara negara yang satu dengan negara yang lain. Elemen tersebut antara lain ketakutan historis, identitas, dan hambatan perdagangan yang tidak terlihat (Van Houtum, 2002, dalam De Sousa, 2012). Upaya Uni Eropa dalam mengharmonisasikan kerjasama antar negara ini kemudian diformulasikan dalam program-program INTERREG dan pembentukan kelompok kerjasama teritorial (Grouping of Territorial Cooperation (EGTC)).

  Melalui program dan kelompok yang dibentuk tersebut, terdapat kerangka konseptual yang diberikan untuk memahami pertumbuhan dan keragaman regionalisme lintas batas di dalam konteks Uni Eropa. Kerangka tersebut meliputi kerangka pendorong dan kerangka tingkat kerjasama. Kerangka pendorong tersebut antara lain adalah empati historis dan kultural, pola-pola kerjasama lintas wilayah yang sudah ada sebelumnya, kelengkapan sektor-sektor ekonomi, kapasitas institusi dan kesiapan otoritas regional ataupun lokal dalam merespon tantangan.(De Sousa, 2012). Kerangka pendorong ini dirangkum dalam tiga aspek besar yaitu pendorong ekonomi, pendorong kepemimpinan politik, dan pendorong geografis. (De Sousa, 2012).

  Dari kerangka tingkat kerjasama, beragam kerangka pendorong di atas dapat membawa kerjasama antar negara tersebut pada tingkat komitmen yang meliputi empat tingkatan. Yang pertama yaitu peningkatan kesadaran kerjasama. Ini adalah tingkat terendah dari komitmen poliitk yang mensyaratkan minimal terjadinya kunjungan bilateral secara reguler dan adanya pengaturan kerjasama dalam mempromosikan budaya dan ikatan komersial. Yang kedua, kerjasama bantuan mutual. Kerjasama ini merupakan kesepakatan antara kedua pihak dalam memberikan pendampingan lintas batas juridiksi. Kerjasama ini menanggapi respon darurat yang melibatkan sumber-sumber lokal seperti bencana-bencana alam dan manusia. Kerjasama tersebut dapat berbasis ad hoc ataupun dapat berupa kesepakatan formal. Bentuk lainnya dapat berupa manajemen darurat yang secara mendasar diterapkan secara kontinu antara petugas-petugas publik di perbatasan.

  Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

  Kerjasama fungsional merupakan tingkat ketiga dari komitmen antara kedua negara. Kerjasama ini lebih permanen. Ia mensyaratkan pemberdayaan sumber-sumber yang lebih besar. Selain itu juga membutuhkan komitmen yang lebih besar dari pejabat-pejabat publik administratif dan politik di tingkat lokal ataupun regional. Kerjasama di tingkat ini bertujuan untuk menyelesaikan sejumlah masalah, menciptakan kesempatan bisnis serta mempromosikan pertukaran budaya dan mengurangi hambatan tak terlihat pada mobilitas buruh.

  Pada tingkat yang terakhir, keempat, De Souse melihat dari asumsi ketiga tingkat sebelumnya yang dapat memicu terbentuknya kapasitas institusional antara kedua negara. Tingkat ini ditandai dengan adanya layanan publik maupun sumber-sumber publik yang memiliki pengelolaan yang sama atau umum antara kedua wilayah. Kerjasama di tingkat ini yang memang cenderung masih lemah dan mengurangi keharmonisan hubungan karena perbedaan desain layanan.

  Keempat tingkatan di atas menjadi salah satu acuan dalam melihat dan mengidentifikasikan dalamnya hubungan kerjasama lintas batas antar negara. Diharapkan melalui proses yang bertahap masing-masing negara dapat mencapai harmonisasi hubungan dengan negara yang lintas batas dengannya.

  Konsep kerjasama lintas batas ini kemudian perlu disinergikan dengan sistem Saemaul Undong yang menjadi potensi adopsi dari kerjasama kedua negara. Sistem ini merupakan sistem yang dikembangkan oleh President Park Chung Hee di era 70-an. Sistem ini oleh Edward P.Reed dianggap sebagai upaya menarik wilayah pedesaan agar dapat mengikuti laju pertumbuhan perekonomian negara yang meningkat melalui industrialisasi di perkotaan (Reed, 2010). Sedangkan oleh Park Sooyoung, sistem ini dianggap sebagai strategi untuk mengurangi angka kemiskinan nasional (Sooyong, 2009). Sistem ini berhasil mengangkat derajat taraf hidup masyarakat di daerah pedesaan di Korea Selatan sehingga menarik negara lain di Asia dan Afrika untuk mengadopsi sistem ini.

  Sistem ini melibatkan elemen masyarakat desa, pemerintah lokal dan pemerintah pusat sebagai satu kesatuan perangkat yang prosesnya terbagi dalam tiga tahap. Tahap pertama diprioritaskan pada tingkat pedesaan dimana dilakukan

  48 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2 peningkatan pada infrastruktur fisik desa. Pemerintah memberikan sejumlah contoh proyek yang dapat dijadikan panduan oleh masyarakat desa untuk mengembangkan ide-ide original sesuai dengan apa yang mereka mampu lakukan. Pada tahap ini kepercayaan diri masyarakat desa dibangun sebagai langkah awal yang sangat vital. Kepercayaan diri terhadap kemampuan yang dimiliki dan infrastruktur dasar yang ada penting untuk meningkatkan produktifitas pertanian mereka. Pada tahap selanjutnya, setelah masyarakat desa cukup percaya diri, sistem ini mengalihkan fokusnya pada proyek peningkatan pendapatan masyarakat desa. Pada tahap terakhir, fokus sistem ini ditujukan pembanguna kapasitas dan perubahan sikap dengan cakupan berbagai proyek yang telah diiniasi dari tahap awal, semakin dikembangkan lebih luas (Sooyoung, 2009).

  Baik Sooyoung maupun Reed melihat berbagai kesamaan dari aplikasi sistem ini bagi aktor-aktor eksternal yang ingin mengadopsinya. Kedua melihat bahwa apa yang terjadi di Korea Selatan, melalui sistem ini, tidak serta merta dapat membawa hasil yang sama di negara lain. Keduanya melihat bahwa masing- masing negara pengadopsi harus dengan cermat melihat kondisi sosial, politik, masyarakat di dalam negara mereka sebelum mengadopsi penuh sistem ini. Berbagai penyesuaian dari sistem dasar Saemaul Undong ini mutlak dilakukan mengingat sumber daya, pola hidup masyarakat, kebijakan pemerintah lokal dan pemerintah pusat berbeda di masing-masing negara. Selain itu, kedua pengkaji ini juga melihat bahwa sistem ini bukanlah sistem instan yang akan membawa perubahan signifikan bagi masyarakat desa dalam waktu singkat. Jika dipandang dalam konteks mengurangi angka kemiskinan di wilayah pedesaan saja, maka sistem ini dapat dikatakan gagal oleh Sooyoung. Proses menyeluruh yang perlu dikawal dari sistem ini yaitu sinergisitas dari tingkat masyarakat desa itu sendiri hingga pemerintah pusat yang memiliki satu pola yang sama, desain besar yang sama dan kokoh dalam upaya mengembangkan pedesaan sebagai salah satu pilar yang berkontribusi terhadap pertumbuhan negara. Faktor lain yang tidak kalah penting yaitu pola kepemimpinan kepala negara yang secara intensif dan kontinu mengawal pelaksanaan sistem ini, bahkan tidak jarang turun tangan langsung di lapangan untuk melihat perkembangan pelaksanaan sistem ini.

  Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

  Hasil Gambaran Umum Kerjasama Indonesia-Korea Selatan

  Tidak bisa dipungkiri masa Perang Dingin membawa sejumlah perubahan signifikan bagi aktivitas dan interaksi negara-negara dalam sistem internasional. Bagi negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS) dan Rusia kala itu, aktivitas dan interaksi difokuskan pada perluasan pengaruh melalui ideologi yang dibawa. Sedangkan bagi negara-negara berkembang atau kecil, momen tersebut menjadi titik awal dari kemandirian mereka dalam memutuskan akan berinteraksi dengan negara mana saja untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Aktivitas interaksi yang ditargetkan tidak lagi hanya berfokus dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dengannya, tetapi juga sudah melampaui sub kawasan dan kawasan.

  Begitupun yang terjadi antara Indonesia dan Korea Selatan. Kedua negara ini memulai hubungannya di tahun 1966 pada tingkat konsuler dan disempurnakan dengan hubungan diplomatik pada tahun 1973 ( Yoon, 2007). Semenjak itu berbagai sektor menjadi pintu masuk beragam skema kerjasama. Penanaman modal asing Korea Selatan di Indonesia hingga tahun 2007 tercatat menempati posisi ke empat (Yoon, 2007). Keseriusan kedua negara dalam membangun hubungan semakin diperkuat dengan penandatangan Joint Declaration pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhono dan Presiden Roh Moo Hyun pada tahun 2006. Penandatangan ini membawa kedua negara kepada babak baru hubungan yang lebih strategis dalam kerangka strategic partnership (Indonesian Embassy Seoul,2014).

  Dan hubungan baik ini terus dijaga hingga pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Preiden baru Republik Indonesia yang resmi dilantik pada

  20 Oktober 2014 ini ingin membawa Indonesia ke arah kemandirian yang kuat dan berkelanjutan.Transformasi Kementerian transmigrasi menjadi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KPDT) merupakan salah satu upaya strategis untuk mempercepat pemulihan wajah pedesaan di Indonesia ke arah yang lebih baik.

  50 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2 KPDT resmi dibentuk pada tahun 2014 dengan fokus kerja pada sektor pengembangan desa, pengembangan wilayah transmigrasi dan daerah tertinggal. Pada perencanaan dan pelaksanaan fungsi-fungsi kerja tersebut, KPDT tidak hanya berkoordinasi dan bekerja sama dengan kementerian terkait lainnya, tetapi juga dengan aktor-aktor lain termasuk negara lain dan sejumlah LSM. Luasnya cakupan aktor kerjasama ini diharapkan lebih mengoptimalkan peran KPDT dalam membangun desa di Indonesia. Tercatat 17 kementerian lain akan bersinergi dengan KPDT dalam menjalankan program kerjanya 2014). KPDT juga tidak menutup diri dari upaya membangun desa dengan negara lain. Adapun negara-negara yang tertarik untuk bekerjasama dengan KPDT adalah Korea Selatan. Sedangkan untuk negara yang ditargetkan oleh KPDT untuk melakukan kerjasama antara lain dengan Jepang, Australia, AS, dan beberapa negara lain .

  Ketertarikan Korea Selatan terhadap KPDT ditunjukkan dengan kunjungan Duta Besar Korea Selatan untuk Republik Indonesia, Taiyoung Cho, dua bulan setelah kementerian ini terbentuk 2014). Hal ini tentunya membawa pesan tersendiri dimana Korea Selatan melihat institusi ini menjadi titik yang cukup strategis dalam meningkatkan hubungan kerjasama antara kedua negara. Dari kunjungan pertama tersebut, inisiasi kerjasama sudah tersampaikan dari kedua belah pihak.

  

Proses Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam Membangun Desa melalui

sistem Saemaul Undong Proses Kerjasama di tingkat Pusat (Negara-Negara)

  Inisiasi yang dilakukan duta besar Korsel untuk Indonesia membawa angin segar dalam strategi pembangunan desa di Indonesia. Pasalnya negara ini telah

  Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

  kesejahteraan masyarakat desa dan memberikan kontribusi pada pertumbuhan perekonomian negara. Sistem tersebut disebut juga dengan Sistem Saemaul Undong. Sistem ini berfokus pada pemberdayaan masyarakat sebagai jantung pembangunan desa. Hal ini sesuai dengan prinsip pembangunan desa yang sebelumnya pun sebenarnya sudah dimiliiki oleh masyarakat indonesia, yang kita kenal dengan istilah gotong royong.

  Pada kunjungan perdana duta besar Korsel untuk Indonesia, inisiasi secara spesifik dalam bentuk kerjasama pembangunan desa melalui sistem Saemaul Undong telah terwacanakan. Menteri KPDT, Marwan Jafar pun sudah membayangkan dalam aspek apa saja Indonesia mampu membangun kerjasama melalui sistem ini

  . “Secara lebih mendalam, usulan kerja sama akan mengangkat peluang penerapan pembangunan. Mungkin dimulai dari sisi teknologi, mengangkat potensi ekonomi serta perbaikan infrastruktur di perdesaan tersebut,” Sementara itu, duta besar Korsel menyampaikan aspek kerjasama yang dibangun dapat melalui pemberdayaan masyarakat desa melalui sektor usaha kecil menengah (UKM) yang berkoordinasi dengan berbagai perusahaan asal Korea Selatan. (www.kemendesa.go.id, 2014).

  Inisiasi kerjasama ini ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU pada bulan Agustus 2015. Penandatangan MoU dilakukan oleh Menteri KPDT Republik Indonesia dengan Menteri Administrasi Pemerintahan dan Dalam Negeri Republik Korea di Jakarta. Kerjasama konkrit akan disepakati dalam kunjungan KPDT ke Korea Selatan pada bulan November 2015 (www.kemendesa.go.id, 2015).

  Proses Kerjasama di tingkat Provinsi (Provinsi-Provinsi)

  Jika pada level pusat, atau kementerian kerjasama Indonesia-Korea Selatan terkait pembangunan desa baru terinisiasi pada tahun 2014, maka pada level provinsi, ternyata kerjasama ini sudah terbentuk dari tahun 2008. Provinsi DIY menjadi pelopor dalam kerjasama ini dengan Provinsi di Korea Selatan, yaitu

  52 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2 Kerjasama ini dirintis sejak tahun 2001 dimana utusan Provinsi Gyeongsangbuk- Do yang mengawali inisiasi kerjasama. Proses selanjutnya dtandai dengan serangkaian pertemuan dan penandatangan berbagai kesepakatan. Pada tahun 2003, delegasi DIY berkunjung ke Provinsi Gyeongsangbuk-Do, Korea Selatan untuk penandatanganan Leter of Intent (LoI). Dua tahun berikutnya, pada tahun 2005, Gubernur kedua Provinsi sepakat menandatangi Memorandum of

  

Understanding (MoU) di Yogyakarta.(Biro Kerjasama Setda Propinsi DIY,

  2006). Berbagai keuntungan yang dirasakan kedua belah pihak ternyata sampai membawa keduanya pada keputusan keberlanjutan LoI pada bulan September 2015 yang lalu. Sri Sultan HB X menyatakan bahwa keberlanjutan ini disepakati karena melihat karakteritik khusus dari Saemaul Undong yang mampu diadopsi dengan oleh masyarakat desa Yogyakarta dan terbukti meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.(Giyanto, 2015).

  Berdasarkan konsep kerjasama lintas-batas (cross border cooperation) De Sousa, kerangka tingkatan kerjasama antara provinsi DIY dengan Gyeongsangbuk-Do dapat dilihat dari proses awal tahun 2001 hingga 2015.

  Terhitung semenjak tahun 2003 hingga 2005 kedua belah pihak rutin melakukan kunjungan bilateral. Kunjungan tersebut dalam rangka penandatangan MoU dan LoI. Program-program yang disepakati dalam MoU dan LoI meliputi bidang budaya, pendidikan, ekonomi, seni, pertanian, perdagangan, industri dan investasi serta pariwisata(Biro Kerjasama Setda Propinsi DIY, 2006).

  Secara spesifik proses kerjasama yang terjalin dalam kurun waktu 2001 hingga 2005 tersebut dijelaskan secara detail oleh Takdir Ali Mukti dalam salah satu bukunya yang berjudul ‘Paradiplomasi : Kerjasama Luar Negeri oleh

PEMDA di Indonesia’(Mukti, 2013). Inisiasi kerjasama dilakukan oleh pihak

  Gyeongsangbuk-Do dengan mengirimkan surat kepada pihak pemerintah DIY yang dalam hal ini adalah BAPPEDA. Surat tersebut berisi undangan yang ditindaklanjuti dengan kedatangan delegasi DIY ke Provinsi tersebut dua tahun kemudian, yaitu pada September 2003. Di sana kedua pihak sepakat untuk bekerjasama. Dan pada awal tahun 2005, kesepakatan penandatangan MoU dilakukan di DIY. Secara eksplisit kerjasama sama tersebut difokuskan pada

  Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

  pembangunan desa. Aktivitas ini menurut De Sousa dapat dikategorikan pada tingkat pertama dari kerjasama, yaitu peningkatan kesadaran kerjasama.

  Pada tingkatan selanjutnya, yaitu kerjasama bantuan mutual, kedua belah pihak juga teridentifikasi melaksanakan berbagai aktivitas tersebut. De Sousa mensyaratkan adanya aktivitas yang terkait dengan kesepakatan pendampingan lintas batas dalam aspek kemanusiaan dan bencana alam. Dalam hal ini, Pihak Provinsi Gyengsangbuk-do telah memiliki program rutin berupa pengiriman relawan muda semenjak tahun 2009-2011 di beberapa wilayah desa di DIY seperti Desa Karangtalun(Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Prov.DIY, 2011). Tidak hanya para relawan muda, tetapi para tenaga pengajar, serta staf medis dari Korea Selatan juga secara rutin melaksanakan sejumlah aktivas bersama mahasiswa UGM 2010).Secara detail, De Sousa menyatakan bentuk kerjasama pada tingkat ini sebaiknya tercermin dalam bentuk ad hoc atau kesepakatan formal, maupun sistem manajemen darurat yang dapat diterapkan secara kontinu antara kedua belah pihak. Hal ini yang sejauh ini belum ditemukan dalam proses kerjasama antara DIY dan Gyeongsangbuk-do.

  Pada tingkatan ketiga, kerjasama fungsional yang lebih permanen diharapkan dapat terbentuk. Pada tingkat ini adanya pemberdayaan sumber- sumber yang lebih besar dan komitmen dari pejabat-pejabat publik dibutuhkan. Secara khusus, komitmen ini ditujukan untuk menyingkapi sejumlah permasalahan yang akan dihadapi kedepan; menciptakan kesempatan bisnis;mempromosikan pertukaran budaya; serta mengurangi hambatan tak lihat pada mobilitas buruh. Pada tingkatan ini, pemberdayaan sumber-sumber yang lebih besar dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu dengan menetapkan lokasi baru pelaksanaan sistem Saemaul Undong pada tahun 2010. Lokasi tersebut terletak di Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Perluasan lokasi ini menindaklanjuti dari kesuksesan desa pilot project sebelumnya yiatu Desa Kampung di Kabupaten Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul. Di wilayah tersebut, sistem yang dijalankan sejak tahun 2007-2009 berhasil mendirikan Balai Pertemuan Desa, membudidayakan penggemukkan 15 sapi,

  54 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2 membangun lima sumur bor, dan membangun infrastruktur jalan sepanjang 1000 mete

  Komitmen dari pejabat publik sendiri dapat teridentifikasi pada momen peresmian Pusat Studi Tri Sakti dan Saemaul Undong awal september 2015. Pusat Studi ini didirikan atas kerjasama Fakultas Filsafat, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Pertanian, Fakultas Kehutanan UGM dengan pemerintah Korea Selatan. Pusat studi ini diharapkan mampu berkontribusi pada pengembangan kapasitas masyarakat pedesaan. Gubernur DIY yang hadir pada peresmian itu menyatakan harapannya untuk mampu berpartisipasi dalam kontribusi pusat studi ini yang akan membawa manfaat tidak hanya bagi masyarakat Yogyakarta, tetapi juga rakyat Indonesia Penandatanganan LoI lanjutan pada bulan yang sama juga menunjukkan komitmen dari kedua belah pihak untuk menguatkan keberlangsungan kerjasama ini (Giyanto, 2015).

  Terkait dengan tingkatan keempat, yaitu terbentuknya institusional antara dua negara. Sejauh ini, dari level pusat, belum sampai pada tahap tersebut. Hal dikarenakan negara yang diwakili oleh KPDT baru menyepakati MoU pada bulan Agustus 2015 yang lalu.

  Pembahasan

  Di tingkat provinsi, keberhasilan adopsi sistem Saemaul Undong antara DIY dan Gyeongsangbuk-do ini tidak terlepas dari sejumlah faktor pendorong. De Sousa melihatnya dari empat faktor seperti historis dan kultural; pola kerjasama yang sudah terjalin sebelumnya; kelengkapan sektor ekonomi;kapasistas institusi; dan kesiapan otoritas regional ataupun lokal dalam merespon tantangan(De Sousa, 2012). Secara kultural sistem Saemaul Undong Korea Selatan ini memliki kemiripan dengan sistem gotong royong dalam masyarakat Indonesia. Ada nilai yang sama dari keduanya yaitu keinginan untuk membangun dengan partisipasi masyarakat secara mandiri. Hanya saja, menurut wakil rektor bidang sumber daya manusia UGM, Bapak Prof.Dr.Ir.Budi Santoso Wignyosukarto, Dip.HE, nilai ini di Indonesia semakin tergerus dengan orientasi pembangunan ekonomi yang

  Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

  mengeksploitasi wilayah-wilayah tanpa mempertimbangkan asas nilai tambaSelain itu kesamaan pengalaman sejarah, berupa sama-sama negara bekas jajahan juga mempengaruhi solidaritas diantara kedua negara( Yuana, 2014).

  Pola kerjasama yang terjalin sejak tahun 1966 hingga 2015 sejauh ini menunjukkan trend yang positif. Deklarasi bersama terkait kerjasama strategis pada tahun 2006 semakin memantapkan pentingnya hubungan kedua belah pihak dalam aspek politik keamanan; ekonomi perdagangan dan investasi; serta sosial budaya. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, upaya menghidupkan kembali Joint Commission Meeting (JCM) pada tingkat Menteri Luar Negeri kedua Negara disepakati Presiden Park Geu-Hen pada 11 Desember 2014. Dampak yang dirasakan dari kedua rangkaian kerjasama ini bahkan menempatkan Korea Selatan sebagai investor terbesar ke-4 bagi Indonesia, setelah Jepang, Singapura, da.

  Dari aspek kapasitas institusi, keberadaan Pemerintah Provinsi DIY yang didukung oleh institusi pendidikan UGM dapat dikatakan memberi pondasi dan penopang dalam suksesnya realisasi sistem ini di lapangan. Pemerintah Provinsi DIY melalui Badan koordinasi Pelayanan Modal (BKPM) menjadi pintu masuk bagi kerjasama dengan provinsi Gyeongsangbuk-Do. Sedangkan UGM sebagai institusi pendidikan menopang metode dan aplikasi lapangan yang tepat dengan didukung oleh para akademisi dan mahasiswa yang berpengalaman.

  Dalam melihat aspek kelengkapan sektor ekonomi, sejauh ini data yang tersedia menunjukkan kesiapan dari pihak Gyeongsangbuk-Do dalam menyiapkan sejumlah dana bantuan. Tercatat terdapat dana sebesar 1,5 milyar yang disalurkan untuk pembangunan gedung Saemaul Undong pada masa kerjasama antara kedua pihak (Mukti, 2013). Sedangkan pihak DIY lebih kepada pengelolaan dan pengembangan dana tersebut dari aktivitas sistem Saemaul

  

Undong . Hal tersebut dapat dilihat dari dialokasikannya dana untuk pembangunan

  Balai Pertemuan Desa, penggemukan sapi, pembuatan sumur bor, dan pembangunan infrastruktur jalan di Desa Kampung pada tahun 2009.

  56 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2 Kemampuan provinsi DIY dalam merintis dan mengembangkan pembangunan desa di atas dapat menjadi contoh bagi pemerintah pusat dalam menyusun skema kerjasama yang lebih optimal dan komprehensif. Secara khusus, kerjasama melalui sistem Saemaul Undong ini menjadi cocok diadopsi oleh provinsi DIY karena terdapat sejumlah faktor pendorong yang cukup membantu. Selain itu tidak adanya resistensi mayor dari masyarakat desa tempat proyek Saemaul Undong dijalankan, juga mencerminkan bagaimana kearifan lokal akan penerimaan budaya asing menjadi aspek penting yang tidak bisa dilepaskan.

  Namun disisi lain, terdapat beberapa evaluasi yang juga perlu menjadi pertimbangan dalam mengadopsi proses kerjasama di tingkat daerah ini. Mukti menyatakan bahwa MoU yang disepakati belum ditindaklanjuti secara optimal di lapangan. Tidak ada program kerja lanjutan yang konkrit. Tidak siapnya birokrasi mengelola kerjasama lintas batas negara ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah dalam menghadapi tantangan global (Mukti,2013). Sisi pandang lain diungkapkan Suci Lestari Yuana yang melihat kompleksnya mekanisme pengambilan kebijakan di pemerintah daerah menyebabkan kerjsama yang sudah diinisiasi tidak dapat berjalan secara berkelanjutan. Ketidakpastian kerangka hukum dan kewenangan yang terbatas di daerah juga cukup menghambat langkah daerah untuk bergerak dalam skala internasional. Sebagaimana diketahui, perumusan kebijakan luar negeri di daerah membutuhkan persetujuan DPR, berbeda dengan di tingkat pusat yang tidak memerlukan persetujuan DPR. (Yuana, 2014).

  Penggunaan sistem Saemaul Undong ini telah terbukti mampu menopang konsep sister-city(province) jika dilihat dari studi kasus antara Provinsi DIY dengan Provinsi Gyeongsangbuk-Do. Sistem ini pada tahap pertama memprioritaskan peningkatan infrastruktur fisik desa. Desa Kampung yang menjadi lokasi pilot project sistem ini memperoleh akses 1.000 m. Hal tersebut tentunya menjadi awal kemudahan mobilitas aktivitas masyarakat desa setempat. Dampak positifnya dirasakan dengan terbantunya aktivitas perekonomian dan perdagangan. Selain itu pembangunan instalasi air seperti sumur bor juga membantu masyarakat setempat yang memang membutuhkan air bersih. Seluruh

  Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

  pembangunan tersebut tentunya dilaksanakan oleh masyarakat desa secara mandiri dengan bantuan pendampingan dari relawan Korea Selatan dan mahasiswa UGM.

  Pada tahap selanjutnya, fokus kegiatan diarahkan pada peningkatan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini, program penggemukan sapi yang dilaksanakan di Desa Kampung tentunya menciptakan pendapatan alternatif bagi masyarakat setempat.

  Dan di tahap terakhir, fokus sistem ini ditujukan pada pembangunan kapasitas dan perubahan sikap dengan cakupan berbagai proyek yang telah diiniasi dari tahap awal, semakin dikembangkan lebih luas. Dalam hal ini, langkah yang diambil oleh kedua provinsi adalah memperluas wilayah proyek ke Desa Salamrejo, kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2010.

  Tahapan adopsi sistem Saemaul Undong di tingkat provinsi ini kemudian bisa menjadi bahan bagi skema besar pelaksanaan Saemaul Undong di desa-desa lain di Indonesia. Negara melalui KPDT bisa menjadikan studi kasus di DIY ini sebagai acuan dasar pelaksanaan sistem ini secara nasional.

  Dari identifikasi proses kerjasasama serta proses adopsi sistem Saemaul Undong di atas, dapat dilihat bahwa masih diperlukan perjalanan panjang untuk sampai pada pembangunan desa yang optimal. Berdasarkan studi kasus, proses kerjasama antara Provinsi DIY dengan Gyeongsangbuk-Do, meskipun sudah berjalan kurang lebih 10 tahun, ternyata masih menghadapi permasalahan mendasar di aspek pengelolaan birokrasi. Padahal aspek tersebut yang menopang keseluruhan gerak kerjasama daerah dengan lingkungan nasional terlebih internasional. Reformasi kebijakan secara efektif dan efisien diperlukan dalam waktu yang mendesak mengingat DIY menjadi pelopor kerjasama sister-city di Indonesia dan telah memiliki jumlah kerjasama yang dengan provinsi lain selain Gyeongsangbuk-Do. Bahwa diperlukan pelatihan-pelatihan bagi staf pemerintah daerah untuk meningkatkan kapabilitas diplomasi dan negosiasi untuk menjawab tantangan globalisasi (Yuana, 2014).

  58 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2 Akan tetapi proses kerjasama yang telah terjalin 10 tahun antara kedua provinsi setidaknya sejauh ini menjadi referensi pionir dalam kajian kerjasama pembangunan desa di Indonesia. Kajian yang dimaksudkan khususnya dalam konteks kerjasama dengan aktor dari negara lain, baik negara maupun non-negara. Kwon menguatkan dengan menyatakan bahwa

  “Mentransfer pengalaman (Saemaul Undong) Korea ke komunitas lain tanpa memahami komunitas lain, akan menjadi hal yang sia-sia. Kolaborasi internasional menjadi penting untuk dilakukan misalnya seperti membentuk worksho para akademisi dan membuat berbagai proyek komunitas umum” (Kwon, 2010).

  Dalam upaya membangun desa, masyarakat internasional dapat bahu- membahu melaksanakannya secara bersama-sama, baik dengan sistem lokal maupun dengan adopsi dari sistem eksternal yang tetap menghargai kearifan lokal. Dengan kolaborasi yang luas dan komprehensif ini, desa diharapkan mampu memberikan peran yang tidak kalah strategis dan vital bagi negaranya maupun masyarakat internasional secara keseluruhan.

  Penutup

  Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam membangun desa melalui sistem Saemaul Undong ternyata telah lebih dahulu dilaksanakan di tingkat provinsi. Secara khusus, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi provinsi pertama di Indonesia yang berhasil melaksanakan sistem ini. Tiga dari empat tingkatan kerjasama telah berhasil dicapai dengan diawali dari kesadaran bekerja sama, dilanjutkan dengan kerjasama bantuan mutual dan kerjasama fungsional. Adapun pembangunan institusi antara dua negara menjadi ranah pemerintah pusat untuk melakukannya yang hingga saat ini belum dilaksanakan. Sistem ini sendiri masih dilanjutkan dengan adanya penandatanganan LoI oleh Gubernur DIY dan Gubernur Gyeongsangbuk-Do pada tahun 2015 ini. Oleh karenanya, negara yang diwakili institusi Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dapat melihat dan menjadikan contoh adopsi di DIY sebagai salah satu referensi skema pembangunan kerjasama yang lebih komprehensif dengan

  Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

  tentu saja harus disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing wilayah pedesaan. Selain itu juga perlu melihat hasi evaluasi dari para akademisi yang meneliti perjalanan kerjasama tersebut selama ini untuk hasil yang lebih optimal.

  Adapun beberapa saran untuk optimalnya kerjasama kedua belah pihak maupu untuk penelitian selanjutnya antara lain :

  1. Mengadakan penelitian lanjutan mengingat proses kerjasama antara kedua provinsi berlanjut. Dari cakupan proyek desa yang berbeda dan dari evaluasi pelaksanaan di desa pertama, akan dapat dilihat apakah terdapat perubahan yang lebh baik dalam peningkatan proses kerjasama tersebut. Hal tersebut dapat memberi kontribusi tambahan dalam pengembangan skema kerjasama pembangunan desa di tingkat pusat.

  2. Pihak KPDT mengajak pihak provinsi DIY beberapa pihak terkait dalam ranah birokrasi dan akademisi untuk duduk bersama membahas skema kerjasama yang tepat dalam membangun desa melalui sistem Saemaul Undong tersebut.

  3. Mengadakan penelitian perbandingan dengan melihat pelaksanaan kerjasama serupa di negara lain sebagai referensi untuk melengkapi skema kerjasama Indonesia-Korea Selatan.

  REFERENSI Buku, Jurnal, Dokumen Resmi Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Prov.DIY. 2011. Monitoring dan Evaluasi

Kerjasama Luar Negeri Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta . Yogyakarta.

Biro Kerjasama Setda Propinsi DIY.2006. Bunga Rampai Kerjasama Luar Negeri Propinsi DIY . Fotocopy:Yogyakarta.

  60 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

  Douglass, Mike.2013. The Saemaul Undong : South Korea’s Rural Development Miracle in Historical Perspective. Working Paper Series No.197. Asia Research

  Institute:Singapura. Kwon, Huck-ju.2010.

  Implications of Korea’s Saemaul Undong for International

Development Policy- A Structural Perspective . The Korean Journal of Policy

Studies .Vol.25, No.3, p.87-100.

  

Mukti, T. A.2013. Paradiplomacy : Kerjasama Luar Negeri oleh PEMDA di Indonesia.

  Yogyakarta : The Phinisi Press Yogyakarta

Reed, Edward P. 2010. Is Saemaul Undong a Model for Developing Countries Today?.

Paper pada International Symposium in Commemoration of the 40th Anniversary of Saemaul Undong. Sooyoung, Park.2009. Analysis of Saemaul Undong : A Korean Rural Development

  Programme in the 1970s dalam Asia-Pacific Development Journal, Vol.16 No 2 December 2009.

  Yoon, Yang Seung.2007. Perjalanan Studi Bahasa Indonesia di Korea : Dahulu, Sekarang, dan Mendatang. Terdapat dalam Humaniora Vol.19 No.2 Juni 2007, p.175-184. Yuana, Lestari Suci. 2014. Sister-Province Partnership between Indonesia and South Korea. Terdapat dalam Local Governments Newsletter UCLG ASPAC Volume

  21, May-October 2014.

_________________.2014. Kerjasama Sister City antara Indonesia dan Korea Selatan

: Peran Pemerintah Daerah dalam Kerjasama Internasional .Draft Paper.

  Unpublished.

  Situs Online Anymous, Penguatan Desa Bisa Meniru Program Saemuel Undong. kompas.com

dalamiakses pada 21 Oktober 2015

  

Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, RI.

  2013. Daftar Perjanjian Internasional (Tersimpan di Kementerian Luar Negeri, Republik Indonesia). Terdapat dalam Diakses pada 21 Oktober 2015.

  Giyanto, Arif. 2015. Saling Menguntungkan, Kerja Sama DIY dengan Provinsi Gyeongsangbuk-Do Berlanjut . Terdapat dalam

Diakses pada 21 Oktober 2015.

  Indonesia Embassy Seoul. 2014. Bilateral RI-Korsel. Terdapat dalam iakses pada 21 Oktober 2015

  Jafar, Marwan. Indonesia-Korsel Kolaborasikan Gerakan Bangun Desa. Terdapat dalam

  Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

  

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Seoul-Korea Selatan.2009.Korea.Terdapat dalam

09 , diakses

pada 21 Oktober 2015.

  

Kemendesa.2014. Demi Pengembangan Desa, Marwan Jafar Kerja Sama dengan Korea

Selatan. [ONLINE] tersedia pa {Diakses 7 Mei 2015]

Marwati.2010. From the International Symposium on Saemaul Undong:Movement for

Villages in Yogyakarta . Terdapat dalam iakses pada 21 Oktober 2015.

  ______.2014. UGM, Yogyakarta, and Gyeongsangbuk-do Establish Cooperation.

  Terdapat dalam Diakses pada 21 Oktober 2015.

  _______.2015. UGM-Gyeongsangbuk-do Provincial Government Instal Trisakti- Saemaul Undong Centre. Terdapat dalam iakses pada 21 Oktober 2015 nn.no date. Qualitative Data Analysis

  • – Sage Publications. Terdapat dalam

    iakses pada 21 Oktober 2015.

  nn.no date.The Process of Sister Province. Terdapat dalam thesis.umy.ac.id/datapublik/t51851.pdf. Diakses pada 22 Oktober 2015. Purnomo, Abdi. 2014. Kabupaten Malang Promosikan 13 Desa Wisata. [ONLINE] tersedia pada

  [Diakses 6 Mei 2015] Rok. Rp 1,4 M untuk Setiap Desa Sedang Disiapkan. inilah.com terdapat dalam

ovember 2014. Diakses pada 21 Oktober 2015.

Sihaloho, Markus Junianto /AF. 2015. Demi Pengembangan Desa, Marwan Jafar Kerja

  Sama dengan Korsel. beritasatu.com dalam

iakses pada 21 Oktober 2015

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI CONTENT ANALYSIS DALAM EKSPLORASI SENSORI LEXICON SUSU PASTEURISASI: KAJIAN PUSTAKA The Implementation of Content Analysis in Exploration Sensory Lexicon of Pasteurized Milk: A Review

0 0 6

OPTIMASI SUSU BUBUK DALAM MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) Optimization of Milk Powder on the Preparation of Babies Complementary Feeding

0 0 11

PENGARUH IRADIASI GAMMA TERHADAP KADAR PROTEIN DAN MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BROILER PASAR TRADISIONAL DAN PASAR MODERN JAKARTA SELATAN The influence of Gamma Irradiation Against levels of Protein and Microbiologists Broiler Chicken Meat Modern Market and

0 0 7

PENGARUH PROPORSI (NIRA : AIR) DAN PROSES PASTEURISASI TERHADAP KUALITAS MINUMAN LEGEN DALAM KEMASAN The Influence of Proportion (Palm Juice : Water) and Pasteurisation Prossesing on The Quality of Legen Drink in A Cup

0 0 8

PEMANFAATAN WHEY DALAM PEMBUATAN CASPIAN SEA YOGURT DENGAN MENGGUNAKAN ISOLAT Lactobacillus cremoris DAN Acetobacter orientalis Whey Utilization for Making of Caspian Sea Yogurt Using Isolate Lactobacillus cremoris and Acetobacter orientalis

0 1 10

PROSES PENYIAPAN MAHASISWA SEBAGAI PANELIS TERLATIH DALAM PENGEMBANGAN LEXICON (BAHASA SENSORI) SUSU SKIM UHT DAN SUSU KAYA LEMAK UHT Process of Students Preparatoin for beingTrain Panelist in Lexicon Development (Sensory Language) of UHT Skimmed Milk and

0 0 11

EVALUASI PERTUMBUHAN Lactobacillus casei DAN Lactobacillus plantarum DALAM MEDIUM FERMENTASI TEPUNG KULIT PISANG The Evaluation of Lactobacillus casei and Lactobacillus plantarum Growth in the Fermented Banana Peel Flour Medium

0 0 9

FORMULASI PENGEMBANGAN PRODUK MARGARIN BERBAHAN MINYAK IKAN TUNA (Thunnus sp) DAN STEARIN KELAPA SAWIT Product Development Formulation of Margarine From Tuna Oil (Thunnus sp) and Palm Stearin

0 1 11

Regionalisme Menjawab Human Security (Studi kasus ASEAN dalam permasalahan Human Security) Yustika Citra Mahendra

0 1 16

Pemilihan Kazakhstan Sebagai Mitra Kerjasama China Dalam Sektor Energi Minyak Tahun 2003-2010

0 0 24