BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Buatan - Analisis Dan Perancangan Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis Penyakit Tanaman Karet Menggunakan Metode Faktor Kepastian (Certainty Factor) Pada Smartphone

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kecerdasan Buatan

  Kecerdasan buatan (Artificial Inteligent) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan komputer yang khusus ditujukan dalam perancangan otomatisasi tingkah laku cerdas dalam sistem kecerdasan komputer. Sistem memperlihatkan sifat-sifat khas yang dihubungkan dengan kecerdasan dalam kelakuan atau tindak-tanduk yang sepenuhnya bisa menirukan beberapa fungsi otak manusia, seperti pengertian bahasa, pengetahuan, pemikiran, pemecahan masalah dan lain sebagainya (Andri Kristanto, 2004).

  Lingkup utama dari kecerdasan buatan (Sri Kusumadewi, 2003) adalah sebagai berikut:

  1. Sistem Pakar (Expert System). Disisni komputer digunakan untuk menyimpan pengetahuan para pakar.

  2. Pengelolaan Bahasa Alami (Natural Language Processing). Dengan pengolahan bahasa alami ini diharapkan user dapat berkomunikasi dengan komputer dengan menggunakan bahasa sehari-hari.

  3. Pengenalan Ucapan (Speech Recognition). Melalui pengenalan ucapan diharapkan manusia dapat berkomunikasi dengan komputer dengan menggunakan suara.

  4. Robotika dan Sistem Sensor (Robotics and Sensory System).

  5. Computer Visio, mencoba untuk dapat menginterpretasikan gambar atau obyek-obyek tampak melalui komputer.

  6. Intelligent Compter-aided Instruction. Komputer dapat digunakan sebagai tutor dalam melatih dan mengajar.

  7. Game Playing. Ada beberapa konsep yang harus dipahami dalam kecerdasan buatan, diantaranya (Kusrini, 2006): 1.

  Turing Test Merupakan metode pengujian kecerdasan yang dibuat oleh Alan Turing.

  Proses uji ini melibatkan seseorang penanya (manusia) dan dua obyek yang ditanyai. Jika penanya tidak dapat membedakan mana jawaban mesin dan mana jawaban manusia maka Turing berpendapat bahwa mesin yang diuji tersebut dapat diasumsikan cerdas.

  2. Pemrosesan Sibolik Sifat penting dari AI adalah bahwa AI merupakan bagian ilmu komputer yang melakukan proses secara simbolik dan non-algoritmik dalam penyelesaian masalah.

  3. Heuristic Merupakan suatu strategi untuk melakukan proses pencarian (search) ruang problem secara selektif, yang memandu proses pencarian yang dilakukan sepanjang jalur yang memiliki kemungkinan sukses paling besar.

  4. Penarikan Kesimpulan (Inferencing) AI mencoba membuat mesin memiliki kemampuan berpikir atau mempertimbangkan (reasoning). Kemampuan berpikir (inferencing) berdasarkan fakta-fakta dan aturan dengan menggunakan metode heuristik atau metode pencarian lainnya.

  5. Pencocokan Pola (Pattern Matching) AI bekerja dengan metode pencocokan pola (pattern matching) yang berusaha untuk menjelaskan obyek, kejadian (events) atau proses, dalam hubungan logik atau komputasional.

2.1.1 Sistem Pakar

  Sistem Pakar (Expert System) adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti biasa yang dilakukan para ahli (Kusumadewi, 2003).

  Pada dasarnya sistem pakar diterapkan untuk mendukung aktivitas pemecahan masalah. Beberapa aktivitas pemecahan yang dimaksud antara lain: pembuatan keputusan (decision making), pemanduan pengetahuan (knowledge fusing), pembuatan desain (desingning), perencanaan (planning), prakiraan (forecasting), pengaturan (regulating), pengendalian (controlling), diagnosis ( diagnosing), perumusan (prescribing), penjelasan (explaining), pemberian nasihat (advising), dan pelatihan (tutoring). Selain itu sistem pakar juga dapat berfungsi sebagai asisten yang pandai dari seorang pakar. (Kusrini, 2006).

  Sistem pakar dibuat pada wilayah pengetahuan tertentu untuk suatu kepakaran tertentu yang mendekati kemampuan manusia di salah satu bidang. Sistem pakar mencoba mencari suatu solusi yang memuaskan sebagaimana yang dilakukan seorang pakar. Berikut beberapa ciri sistem pakar: (Kusrini, 2008)

  1. Terbatas pada bidang yang spesifik/khusus.

  2. Dapat memberikan penalaran untuk data-data yang tidak lengkap atau tidak pasti.

  3. Dapat mengemukakan rangkaian alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat dipahami.

  4. Berdasarkan pada rule atau kaidah tertentu.

  5. Dirancang utnuk dapat dikembangkan secara bertahap.

  6. Outputnya bersifat nasihat atau anjuran.

  7. Output tergantung dari dialog dengan pengguna.

  8. Knowledge base dan inference engine terpisah.

  Ada beberapa hal yang membuat sistem pakar berbeda dengan seorang pakar. Berikut ini adalah tabel perbandingan antara kemampuan seorang pakar dengan sebuah sistem pakar dilihat dari berbagai sudut pandang:

Tabel 2.1. Perbandingan Seorang Pakar dengan Sistem Pakar

  

Faktor Seorang Pakar Sistem Pakar

  Ketersediaan waktu Hari kerja Setiap saat Lokasi Tertentu Di mana saja

  Secara umum banyak manfaat yang dapat diambil dengan adanya sistem pakar, antara lain sebagai berikut (Kusumadewi, 2003):

  1. Memungkinkan orang yang awam bisa mengerjakan pekerjaan ahli.

  2. Bisa melakukan proses secara berulang dan otomatis.

  3. Dapat menyimpan pengetahuan dan keahlian seorang pakar.

  4. Dapat melestarikan pengetahuan pakar terutama keahlian pakar yang langka.

  5. Menghemat waktu dalam pengambilan keputusan.

  6. Menyederhanakan pekerjaan.

  7. Merupakan arsip terpercaya dari sebuah keahlian, sehingga bagi pemakai sistem pakar seolah-olah berkonsultasi langsung dengan sang pakar, meskipun mungkin sang pakar telah tiada.

  8. Dapat diperbanyak dengan kemampuan pakar yang sama.

  Namun di samping memiliki beberapa manfaat, sistem pakar juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain sebagai berikut:

  1. Biaya yang diperlukan untuk membuat dan memelihara sistem pakar sangat mahal.

  2. Sulit dikembangkan. Hal ini tentu saja erat kaitannya denga ketersediaan pakar di bidangnya.

  3. Sistem pakar tidak 100% bernilai benar.

  Banyak permasalahan yang dapat diangkat menjadi sebuah aplikasi sistem pakar. Secara garis besar aplikasi-aplikasi sistem pakar dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yakni sebagai berikut (Hertati et al, 2008): 1.

  Diagnosis Keamanan Tidak tergantikan Dapat diganti Dapat habis Ya Tidak Performa Berubah-ubah Konsisten Kecepatan Berubah-ubah Konsisten Biaya Mahal Relatif murah/terjangkau

  Menentukan dugaan/hipotesa berdasarkan gejala-gejala yang di dapat dari pengamatan.

  2. Desain Menentukan konfigurasi komponen-komponen sistem berdasarkan kendala- kendala yang ada.

  3. Debugging Menentukan cara penyelesaian untuk mengatasi suatu kesalahan.

  4. Interpretasi Membuat deskripsi atau kesimpulan berdasarkan data yang didapat dari hasil pengamatan.

  5. Instruksi Pengajaran yang cerdas, menjawab pertanyaan mengapa, bagaimana dan what- if sebagaimana yang dilakukan oleh seorang guru.

  6. Kontrol Mengatur pengendalian suatu sistem (lingkungan).

  7. Monitoring Membandingkan hasil pengamatan dengan kondisi yang direncanakan.

  8. Perencanaan Pembuatan rencana untuk mencapai tujuan/sasaran yang telah ditetapkan.

  9. Prediksi Memperkirakan/memproyeksikan akibat yang terjadi dari situasi tertentu.

  10. Reparasi Melakukan perbaikan atas kesalahan yang terjadi pada fungsi atau system.

2.1.2 Komponen Sistem Pakar

  Untuk membangun sebuah sistem pakar ada beberapa komponen yang harus dimiliki, diantaranya adalah sebagai berikut (Hertati et al 2008):

1. User Interface (Antarmuka Pengguna)

  Antarmuka pengguna merupakan perangkat lunak yang menyediakan media komunikasi antara pengguna dengan sistem. Antarmuka menerima informasi dari pemakai dan mengubahnya kedalam bentuk yang dapat diterima oleh sistem. Pada bagian ini terjadi dialog antar program dan pemakai, yang memungkinkan sistem pakar menerima instruksi dan informasi (input) dari pemakai, juga memberikan informasi (output) kepada pemakai.

  2. Knowledge Base (Basis Pengetahuan) Basis pengetahuan mengandung pengetahuan untuk pemahaman, formulasi, dan penyelesaian masalah yang dapat berasal dari pakar, jurnal, majalah, dan sumber pengetahuan lain. Yang terdiri dari 2 elemen dasar yaitu fakta yang merupakan situasi masalah dan teori yang terkait dan heuristik khusus atau rules, yang langsung menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah khusus.

  3. Inference Machine (Mesin Inferensi) Mesin inferensi merupakan perangkat lunak yang melakukan penalaran dengan menggunakan pengetahuan yang ada untuk menghasilkan suatu kesimpulan atau hasil akhir. Dalam komponen ini dilakukan permodelan proses berfikir manusia.

  4. Working Memory (Memori Kerja) Merupakan area dari sekumpulan memori kerja yang digunakan untuk merekam hasil-hasil dan kesimpulan yang dicapai. Memori kerja dalam arsitektur sistem pakar merupakan bagian dari sistem pakar yang berisi fakta- fakta masalah yang ditemukan dalam suatu sesi, berisi fakta-fakta tentang suatu masalah yang ditemukan dalam proses konsultasi.

  Sedangkan untuk menjadikan sistem pakar menjadi lebih menyerupai seorang pakar yang berinteraksi dengan pengguna, maka harus dilengkapi dengan fasilitas- fasilitas berikut (kusrini,2008): 1.

  Fasilitas Penjelasan (Explanation Facility) Fasilitas penjelasan adalah komponen tambahan yang akan meningkatkan kemampuan sistem pakar. Komponen ini menggambarkan penalaran sistem kepada pemakai dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan.

  2. Fasilitas Akuisisi Pengetahuan (Knowledge Acquisition Facility) Pakar memiliki kemampuan untuk menganalisis dan meningkatkan kinerjanya serta kemampuan untuk belajar.

  Arsitektur dasar dari sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Kusrini, 2006).

  MESIN BASIS MEMORI PENGETAHUAN

  KERJA AGENDA (ATURAN)

  (FAKTA) FASILITAS FASILITAS

  AKUISISI PENJELASAN PENGETAHUAN

ANTAR MUKA

PENGGUNA

Gambar 2.1 Arsitektur Sistem Pakar

  Sebuah sistem pakar dapat dilihat dari dua sudut pandang lingkungan (environment) yaitu lingkungan konsultasi dan lingkungan pengembangan (Kusumadewi, 2003).

  Lingkungan konsultasi digunakan bagi pengguna yang bukan pakar untuk melakukan konsultasi dengan sistem yang tujuannya adalah mendapat saran/nasihat dari seorang pakar. Sedangkan lingkungan pengembangan digunakan bagi pembangun sistem pakar untuk memasukkan pengetahuan hasil akuisisi pengetahuan dari seorang pakar/ahli ke dalam basis pengetahuan.

  Untuk lebih jelasnya, struktur sistem pakar yang menekankan pada lingkungan yang ada di dalam sistem dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

  LI N GK U N GAN K ON SU LT ASI LI N GK U N GAN PEN GEM BAN GAN Pe m a k a i Fa k t a t e nt a ng K e ja dia n t e rt e nt u Ba sis Pe nge t a hua n: Fa k t a da n a t ura n Fa silit a s Pe n je la sa n Ant a r M uk a K now le dge Enginne r Ak uisisi Pe nge t a hua n M e sin I nfe re nsi dire k om e nda sik a n Ak si ya ng

  Pa k a r Bla c k boa rd Pe rba ik a n Solusi, Re nc a na Pe nge t a hua n

Gambar 2.2 Struktur Sistem Pakar

  Hasil pemrosesan yang dilakukan oleh mesin inferensi dari sudut pandang pengguna bukan pakar berupa aksi yang direkomendasikan oleh sistem pakar disertasi memori kerja yang digunakan untuk menyimpan kondisi/keadaan yang dialami oleh pengguna dan juga hipotesa serta keputusan sementara.

  Keterangan gambar:

  • : Pemisahan antara lingkungan konsultasi dengan lingkungan pengembangan. : Komunikasi dua arah : Langsung ---------------------------------- : Tidak langsung

2.1.3 Mesin Inferensi (Inference Machine)

  Mesin inferensi adalah program komputer yang memberikan metodologi untuk penalaran tentang informasi yang ada dalam basis pengetahuan dan dalam memori kerja (working memory) dan untuk memformulasikan kesimpulan (Durkin, 1994).

  Kebanyakan sistem pakar berbasis aturan menggunakan strategi inferensi yang dinamakan modus ponen. Berdasarakan strategi ini, jika terdapat aturan ”IF A THEN B” dan jika diketahui bahwa A bernilai benar, maka dapat disimpulkan bahwa B juga benar. Strategi inferensi modus ponen ini dinyatakan dalam berntuk:

  [A AND (A  B)]  B Dengan A dan A  B adalah proposisi-proposisi dalam basis pengetahuan.

  Terdapat dua pendekatan untuk mengontrol inferensi dalam sistem pakar berbasis aturan, yaitu runut maju (forward chaining) dan runut balik (backward chaining).

2.1.3.1 Runut Maju (Forward Chaining)

  Runut maju merupakan proses perunutan yang dimulai dengan menampilkan kumpulan data atau fakta yang meyakinkan untuk menuju kesimpulan akhir. Runut maju biasa juga disebut forwar chaining atau pencarian yang dimotori oleh data (data driven search ).

  Runut maju dimulai dari premis-premis atau informasi masukan (if) dahulu kemudian menuju kesimpulan atau derived information (then) atau dapat dimodelkan sebagai berikut:

  IF (informasi masukan) THEN (kesimpulan)

  Informasi masukan dapat berupa data, bukti, temuan, atau gejala. Sedangkan kesimpulan dapat berupa tujuan, hipotesa, penjelasan atau diagnosis. Sehingga arah pencarian runut maju dimulai dari data menuju tujuan, dari bukti menuju hipotesa, atau dari gejala menuju diagnosa. Berbagai struktur kaidah if-then yang menghubungkan obyek atau atribut sebagai berikut:

  IF premis THEN konklusi

  IF masukan THEN keluaran

  IF kondisi THEN tindakan

  IF antesenden THEN konsekuen

  IF data THEN hasil

  IF tindakan THEN tujuan

  IF aksi THEN reaksi

  IF sebab THEN akibat

  IF gejala THEN diagnosa Sebagai contoh, suatu penyakit urticaria memiliki gejala-gejala yakni suhu badan normal, terdapat satu atau lebih bintik merah di kulit serta kulit terasa gatal dan si anak menggaruk-garuk. Jika dilakukan pencarian dalam bentuk runut maju, maka kasus di atas dapat diformulasikan sebagai berikut:

  IF Suhu badan normal

  AND Terdapat satu atau lebih bintik merah di kulit AND Kulit terasa gatal dan si anak menggaruk-garuk THEN Urticaria Secara sederhana sunut maju pada kasus di atas dapat diterangkan sebagai berikut, agar sistem pakar dapat mencapai kesimpulan yakni pernyakit urticaria maka harus memenuhi terlebih dahulu fakta-fakta suhu badan normal, terdapat satu atau lebih bintik merah di kulit dan kulit terasa gatal dan si anak menggaruk-garuk baru setelah semua fakta terpenuhi sistem akan mengeluarkan kesimpulan bahwa penyakit tersebut adalah urticaria.

2.1.3.2 Runut Balik (Backward Chaining) Runut balik merupakan proses perunutan yang arahnya kebalikan dari runut maju.

  Proses penalaran runut balik dimulai dengan tujuan/goal kemudian merunut balik ke jalur yang akan mengarahkan ke tujuan tersebut, mencari bukti bahwa kondisi-kondisi terpenuhi. Sehingga secara umum, runut balik itu diaplikasikan ketika tujuan atau hipotesis yang dipilih itu sebagai titik awal penyelesaian masalah. Pencarian dengan metose runut balik ini juga dikenal sebagai goal-driven reasoning karena pencarian dimulai dari pemilihan tujuannya kemudian mencari data-data yang menjadi alasan tujuan tersebut tercapai. Metode inferensi runut balik sangat cocok digunakan untuk memecahkan masalah diagnosis. Pencarian runut balik dapat dimodelkan sebagai berikut:

  Tujuan,

  IF

  (konsisi) Sebagai contoh, kita ambil kasus penyakit urticaria di atas. Seseorang dapat didiagnosa menderita urticaria jika memiliki geala-gejala seperti suhu badan normal, terdapat satu atau lebih bintik merah di kulit serta kulit terasa gatal dan si anak menggaruk-garuk. Jika dilakukan pencarian dalam bentuk runut balik, maka kasus di atas dapat diformulasikan sebagai berikut:

  Urticaria,

  IF

  Suhu badan normal AND Terdapat satu atau lebih bintik merah di kulit AND Kulit terasa gatal dan si anak menggaruk-garuk Secara sederhana proses pencarian runut balik pada model di atas dapat diterangkan sebagai berikut, pada tahap awal sistem akan menduga terlebih dahulu bahwa penyakit yang di diagnosa adalah urticaria. Dan untuk memastikan kebenaran pradiagnosa ini, maka sistem akan menanyakan apakah suhu badan normal, apakah terdapat satu atau lebih bintik merah di kulit dan apakah kulit teras gatal dan si anak menggaruk-garuk. Bila kesemua pertanyaan tersebut bernilai benar maka dengan kata alain pradiagnosa yang dilakukan sistem adalah benar, dan sistem akan mengeluarkan kesimpulan bahwa penyakit adalah urticaria. Dari sisi pengguna (user), mesin inferensi baik dengan menggunakan metode runut balik maupun runut maju tidak kelihatan perbedaannya, namun hal tersebut akan berbeda jika dilihat dari sisi pengenbang sistem pakar. Kedua metode tersebut memiliki proses internal yang berbeda. Pada metode runut balik, proses internal di dalam sistem selalu mengecek kesimpulan terlebih dahulu sebagai praduga awal, baru kemudian mengecek apakah gejala-gejala yang ada dipenuhi pengguna atau tidak. Bila keseluruhan gejala tersebut terpenuhi, maka praduga sistem bernilai benar dan akan dikeluarkan sebagai output sistem pakar, namun bila ada gejala yang tidak terpenuhi berarti praduga sistem salah, dan selanjutnya sistem akan mengecek kesimpulan berikutnya.

  Hal ini berbeda dengan proses internal dalam pencarian runut maju. Pada metode runut maju, sistem tidak akan melakukan dugaan awal apapun, melainkan sistem akan menerima semua masukan data dari pengguna dan kemudian mengecek data-data tersebut memenuhi kesimpulan yang mana. Jika sudah ditemukan, maka kesimpulan tersebut akan dikeluarkan sebagai output sistem pakar.

2.1.4 Faktor Kepastian (Certainty Factor)

  Dalam menghadapi suatu masalah sering ditemukan jawaban yang tidak memiliki kepastian penuh. Ketidakpastian ini bisa berupa probabilitas atau kebolehjadian yang tergantung dari hasil suatu kejadian. Hasil yang tidak pasti disebabkan oleh dua faktor yaitu aturan yang tidak pasti dan jawaban pengguna yang tidak pasti atas suatu pertanyaan yang diajukan oleh sistem.

  Ada tiga penyebab ketidakpastian aturan yaitu aturan tunggal, penyelesaian konflik dan ketidakcocokan (incompatibility) antar konskuen dalam aturan. Aturan tunggal yang dapat menyebabkan ketidakpastian dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu kesalahan, probabilitas dan kombinasi gejala (evidence). Kesalahan dapat terjadi karena adalah sebagai berikut (Kusrini, 2006): 1.

  Ambiguitas, sesuatu didefinisikan dengan lebih dari suatu cara.

2. Ketidaklengkapan data 3.

  Kesalahan informasi 4. Ketidakpercayaan terhadap suatu alat 5. Adanya bias

  Probabilitas disebabkan ketidakmampuan seorang pakar merumuskan suatu aturan secara pasti. Misalnya jika seorang mengalami sakit kepala, demam dan bersin- bersin ada kemungkinan orang tersebut terserang penyakit flu, tetapi bukan berarti apabila seseorang mengalami gejala tersebut pasti terserang penyakit flu.

  Faktor kepastian (Certainty Faktor) menunjukkan ukuran kepastian terhadap suatu fakta atau aturan. Notasi Faktor Kepastian adalah sebagai berikut (Sri Kusumadewi, 2003):

  CF[h,e] = MB[h,e] – MD[h,e] dengan CF[h,e] : Faktor Kepastian MB[h,e] : ukuran kepercayaan terhadap hipotesis h, jika diberikan evidence e (antara 0 dan 1) MD[h,e] : ukuran ketidakpercayaan terhadap evidence h, jika diberikan

   evidence e (antara 0 dan 1)

  CF Gabungan merupakan CF akhir dari sebuah calon konklusi. CF ini dipengaruhi oleh semua CF dari aturan yang menghasilkan konklusi tersebut. CF Gabungan diperlukan jika suatu konklusi diperoleh dari beberapa aturan sekaligus. CF akhir dari suatu aturan dengan aturan yang lain digabungkan untuk mendapatkan nilai CF akhir bagi calon konklusi tersebut. Adapun rumus untuk perhitungan CF adalah sebgai berikut:

  CF (x) + CF(y) - (CF(x)*(CF(y)) )

  CF[x,y] =

  CF (x) + CF(y) * (1+CF(y)) ) Dalam diagnosis suatu penyakit, hubungan antara gejala dengan hipotesis sering tidak pasti. Sangat dimungkinkan beberapa aturan menghasilkan satu hipotesis dan suatu hipotesis menjadi evidence bagi aturan lain. Kondisi tersebut dapat digambarkn sebagai berikut: A

  0.8

  0.7

  0.9 C D F

  • 0.3

  0.5 B E

Gambar 2.3 Jaringan Penalaran Certainty FactorGambar 2.3 di atas menunjukkan bahwa certainty factor dapat digunakan untuk menghitung perubahan derajat kepercayaan dari hipotesis F ketika A dan B

  bernilai benar. Hal ini dapat dilakukan dengan mengkombinasikan semua certainty

  

factor pada A dan B menuju F menjadi sebuah aturan hipotesis certainty factor seperti

  di bawah ini: JIKA (A DAN B) MAKA F

  Kondisi ini juga digambarkan sebagai berikut: AB F

Gambar 2.4 Jaringan Penalaran Certainty Factor

  Kombinasi seperti ini disebut kombinasi paralel, sebagaimana yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini: E

  1 CF(H,E )

  1 H

  CF(H,E

  2 )

  E

  2 Gambar 2.5 Kombinasi Paralel Certainty Factor Pada kondisi ini evidence E

  1 dan E 2 mempengaruhi hipotesis yang sama, yaitu H.

  Kedua certainty factor CF(H, E

  

1 ) dan CF(H, E

2 ) dikombinasikan, menghasilkan certainty factor CF(H, E E ). 1,

2 Fungsi kombinasi tersebut didefinisikan sebagai berikut:

  x + y – xy x, y >= 0 x + y ________________

  Z = x, y berlawanan tanda 1 – min ( |x|, |y|) x + y + xy x, y < 0

  Dimana: x = CF(H,E

  1 ), y = CF(H, E 2 ), dan z = CF(H, E 1, E 2 ).

  Gambar di bawah ini menunjukkan adanya kombinasi sequensial. Kombinasi ini terjadi ketika suatu hipotesis menjadi evidence bagi hipotesis yang lain.

  CF(E,E’) CF(H,E) E’ E H

Gambar 2.6 Kombinasi Sequensial Certainty Factor

  Untuk menentukan nilai CF akhir suatu diagnosa maka digunakan rumus CF paralel sebagai berikut:

  1

  2

  1

  2

  1 CF[h,e ^e ] = CF [h, e ] + CF [h, e ] * (1 – CF[h,e ])

  Dengan:

  1

  2 CF[h,e ^e ] = Faktor kepastian paralel

  1 CF [h, e ] = ukuran kepercayaan terhadap hipotesis h, jika diberikan

  evidence e pertama (antara 0 dan 1)

  2 CF [h, e ] = ukuran kepercayaan terhadap hipotesis h, jika diberikan

  evidence e kedua (antara 0 dan 1) Dalam diagnosa suatu penyakit, sangat dimungkinkan beberapa aturan yang menghasilkan satu hipotesis dan suatu hipotesis menjaid evidence bagi aturan lain. No Gejala Penyakit CF

  1 Daun pucat kuning dengan tepi terlipat ke dalam Penyakit Jamur Akar Putih 0.7

  2 Daun-daun gugur Penyakit Jamur Akar Putih 0.7

  3 Ujung rantingnya mati Penyakit Jamur Akar Putih 0.5

  4 Pada akar terdapat benang-benang jamur putih dan agak tebal Penyakit Jamur Akar Putih 0.5

  5 Akar tanaman membusuk, lunak, dan berwarna cokelat Penyakit Jamur Akar Putih 0.2

  CF(A) = CF(1) + CF(2) * [1 – CF(1)] = 0.7 + 0.7 * (1 – 0.7) = 0.91 CF(B) = CF(3) + CF(A) * [1 – CF(3)] = 0.5 + 0.91* (1 – 0.5) = 0.955 CF(C) = CF(4) + CF(B) * [1 – CF(4)] = 0.5 + 0.955* (1 - 0.5 ) = 0.9775 CF(D) = CF(5) + CF(C) * [1 – CF(5)] = 0.2 + 0.977 * (1 – 0.2) = 0.98 Dari perhitungan secara manual di atas, didapatkan nilai faktor kepastian dari masukkan gejala yang mengarah ke penyakit jamur akar putih adalah 0.98

2.2 Telepon Cerdas (Smartphone)

  Telepon cercas (smartphone) adalah telepon genggam yang memiliki sistem operasi untuk masyarakt luas, dimana pengguna dapat dengan bebas menambahkan aplikasi, menambah fungsi-fungsi atau mengubah sesuai keinginan pengguna. Dengan kata lain, telepon cerdas merupakan komputer mini yang mempunyai kapabilitas telepon.

  

Smartphone telah memiliki kemampuan komputasi yang lebih canggih dan

konektifitas melebihi kemampuan ponsel biasa (Nazruddin, 2012).

2.3 Penggunaan Certainty Factor dalam Sistem Pakar untuk Melakukan Diagnosis dan Memberikan Terapi Penyakit Epilepsi dan Keluarganya

  Pada penelitian Kusrini (2006), penggunaan metode Faktor Kepastiandalam sistem komplit dan tidak pasti. Kompleksnya permasalahan yang timbul dalam diagnosis penyakit epilepsi, bisa ditangani dengan sistem pakar dengan metode Faktor Kepastian. Pengetahuan untuk melakukan diagnosis dan memberikan terapi terhadap penderita penyakit epilepsi dan keluarganya dipresentasikan dalam bentuk kaidah produksi.

  Pengetahun dipresentasikan dalam empat jenis aturan, yaitu: 1. Aturan yang menentukan sawan berdasarkan gejala yang diketahui. Secara umum aturan berbentuk:

  Sawan , CF : x JIKA kumpulan gejala 2. Aturan yang menentukan jenis penyakit epilepsi berdasarkan sawan dan syarat- syarat klinis lain yang diketahui. Secara umum aturan ini berbentuk :

  Jenis penyakit epilepsi , CF : x JIKA Kumpulan Sawan OPERATOR LOGIKA Kumpulan Syarat 3. Aturan yang menentukan obat berdasarkan jenis penyakit yang selain epilepsi berdasarkan gejala dan syarat-syarat klinis lain yang diketahui. Secara umum aturan ini berbentuk: Jenis Penyakit Non Epilepsi , CF : x JIKA Kumpulan Gejala OPERATOR LOGIKA Kumpulan Syarat 4. Aturan yang menentukan obat berdasarkan jenis penyakit yang diketahui.

  Secara umum aturan ini berbentuk: Kumpulan Obat JIKA Jenis penyakit epilepsi CF : antara x s/d y

2.4 Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis Penyakit Pada Tanaman Karet dan Cara Penanggulangannya.

  Pada penelitian Fi Lie dan Meriyana Kusuma (2010), aplikasi sistem pakar yang dibuat menggunakan metode inferensi forward chainning mampu menganalisis jenis gangguan perkembangan yang dialami berdasarkan gejala-gejala yang dimasukkan oleh user. Kaidah produksi pada aplikasi ini ditulis dalam bentuk pernyataan IF-THEN. Pada perancangan basis pengetahuan sistem pakar ini premis adalah gejala-gejala yang terlihat pada tanaman karet dan konklusi adalah jenis gangguan pada tanaman karet, sehingga bentuk pernyataannya adalah JIKA [gejala] MAKA [gangguan]. Bagian premis dalam aturan produksi dapat memiliki dari satu proposisi yaitu berarti pada sistem pakar ini dalam satu kaidah dapat memiliki lebih dari satu gejala. Gejala-gejala tersebut dihubungkan dengan menggunakan operator logika DAN (). Bentuk pernyataannya adalah:

  JIKA [gejala1] DAN [gejala2] DAN [gejala3] MAKA [gangguan]

2.5 Tanaman Karet Sesuai dengan nama latinnya tanaman karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil.

  Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet alam di dunia. Padahal jauh sebelum tanaman karet dibudidayakan, penduduk asli di berbagai tempat, seperti Amerika Selatan, Afrika, dan Asia menggunakan pohon-pohon lain yang juga menghasilkan getah (Semangun, 2000). Getah yang mirip lateks dapat diperoleh juga dari tanaman Castilla elastica (famili Moraceae) yang banyak hidup di rimba Bolivia hingga meksiko. Pohon guayale banyak terdapat di daerah utara Meksiko. Di luar Benua Amerika ada juga tanaman yang diambil getahnya oleh para penduduk asli, misalnya Funtumia elastica (famili Apocinaceae) di Afrika, Ficus elastica (famili Moraceae) di India, dan Taraxacum kokbsaghyz (famili Compositae) di Rusia.

  Sekarang tanaman-tanaman tersebut kurang dimanfaatkan lagi getahnya karena tanaman karet (Hevea brasiliansis) telah dikenal secara luas dan banyak dibudidayakan. Sebagai penghasil lateks, tanaman karet dapat dikatakan merupakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran. Di Indonesia, Malaysia dan Thailand tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876 (Semangun, 2006). Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor.

  Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut (Nazaruddin dkk, 1993): Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea Spesies : Hevea brasiliensis

2.5.1. Penyakit Tanaman Karet

  Penyakit sering menimbulkan kerugian yang cukup berarti pada tanaman karet. Setiap tahun kerugian yang ditimbulkannya bisa mencapai jutaan rupiah dari setiap hektar tanaman karet. Besarnya kerugian tersebut tidak hanya disebabkan oleh rusaknya tanaman karet saja, tetapi juga oleh biaya pengendalian penyakit yang sangat mahal. Penyebab penyakit yang sering dijumpai pada tanaman karet adalah jamur. Sedangkan bakteri atau virus jarang dijumpai dan tidak menimbulkan kerusakan yang berarti.

  Untuk mengatasi penyakit karet, cara-cara pengendalian harus dilakukan secara terpadu dengan strategi yang menguntungkan. Artinya, usaha pencegahan lebih diutamakan daripada pengobatan sehingga diperlukan pemeriksaan dan pengamatan sedini mungkin secara berkala dan terus menerus. Berikut ini beberapa penyakit tanaman karet (Semangun, 2006).

1. Penyakit Akar Putih

  Gejala: Daun-daun tanaman menjadi pucat kuning dengan tepi ujungnya terlipat ke dalam. Daun-daun ini kemudian gugur dan ujung rantingnya mati. Adakalanya tanaman yang sakit membentuk daun-daun muda atau bunga dan buah pada waktu yang lebih awal. Pada akar tanaman tampak benang-benang jamur putih dan agak tebal. Benang-benang tersebut menempel kuat pada akar sehingga sulit dilepas. Akar tanaman yang sakit akhirnya membusuk, lunak, dan berwarna cokelat. Penyebab:

  Penyebabnya adalah jamur Rigidoporus lignosus. Jamur ini membentuk badan buah mirip topi pada akar, pangkal batang, atau tunggul-tunggul tanaman. Badan buah berwarna jingga kekuning-kuningan. Permukaan bawah badan buat terdapat lubang- lubang kecil tempat spora. Badan buah yang tua akan mengering dan berwarna cokelat kelat.

  Penularan penyakit akar putih terjadi melalui persinggungan antara akar karet dengan sisa-sisa akar tanaman lama, tunggul-tunggul, atau pohon yang sakit. Selain persinggungan, penyebarannya bisa terjadi karena hembusan angin yang membawa spora penyakit ini. Spora yang jatuh di tunggul atau sisa kayu akan tumbuh dan membentuk koloni. Kemudian jamur akan merambat ke akar cabang tunggul dan pindah ke akar tanaman di dekatnya melalui pertautan akar. Stum atau bahan tanaman sebagai bibit juga dapat menjadi sebab tersebarnya penyakit di areal kebun karet.

2. Penyakit Akar Merah

  Gejala: Warna daun berubah menjadi hijau pucat suram kemudian menguning dan akhirnya berguguran. Perakarannya diliputi benang-benang jamur berwarna merah muda sampai tua. Dalam keadaan kering, benang-benang jamur berubah warna menjadi putih. Sedangkan bila dibasahi, benang-benang ini menempel erat pada akar dan mengikat butiran-butiran tanah sehingga terbentuk semacam kerak. Akar tanaman yang sakit akan membusuk dan berwarna jingga kehitaman. Bila ditekan, cairan akan keluar dari akar tersebut.

  Penyebab: Penyebabnya adalah jamur Ganoderma pseudoferrum. Bentuk badan buah jamur ini mirip topi dan tersusun pada pangkal batang tanaman. Permukaan atas badan buah berwarna merah cokelat dan permukaan atas badan buah berwarna merah cokelat dan permukaan bawahnya berwarna putih kelabu penuh lubang kecil tempat spora. Badan buah ini mengeras dan mengeriput. Jamur ini bisa berkembang dengan cepat pada berbagai jenis tanah.

  Penularan penyakit ini biasanya terjadi akibat persinggungan antara akar yang sehat dengan yang sakit atau akar yang mengandung spora jamur. Penularan bisa juga terjadi melalui angin yang membawa spora jamur.

  3. Jamur Upas

  Gejala: Pada pangkal atau bagian atas percabangan tampak benang-benang berwarna putih seperti sutera. Sekumpulan benang ini membentuk lapisan kerak berwarna merah yang akhirnya berubah menjadi lapisan tebal berwarna merah tua. Bagian tanaman yang terserang akan mengeluarkan cairan lateks berwarna cokelat kehitaman yang meleleh di permukaan batang tanaman. Lambat laun kulit tanaman yang terserang akan membusuk dan berubah menjadi hitam, mengering, dan terkelupas.

  Bagian kayu di bawah kulit menjadi rusak dan menghitam. Pada serangan lanjut, tajuk percabangan akan mati dan mudah patah oleh hembusan angin.

  Penyebab: Penyebabnya adalah jamur Corticium salmonicolor. Jamur ini memiliki empat tingkat perkenbangan. Mula-mula terbentuk lapisan jamur tipis dan berwarna putih pada permukaan kulit (tingkat sarang laba-laba). Kemudian jamur ini berkembang membentuk sekumpulan benang jamur (tingkat bongkol). Pada perkembangan selanjutnya terbentuk lapisan kerak berwarna merah muda (tingkat kortisium). Pada tingkat ini jamur telah masuk ke bagian kayu. Akhirnya, jamur membentuk lapisan tebal berwarna merah tua (tingkat nektor). Penularannya berlangsung melalui penyebaran spora oleh angin.

  4. Kanker Bercak

  Gejala: Gejala awal sulit dilihat karena serangannya dimulai dari bawah kulit. Bila kulit batang atau cabang dikerok, kulit syang sakit baru tampak: berwarna cokelat kemerahan dengan bercak-bercak besar yang meluas ke samping, kambium, dan bagian kayu. Pada bagian yang sakit biasanya keluar cairan lateks berwarna cokelat kemerahan dan berbau busuk. Terkadang lateks mengumpul di bawah kulit segingga mengakibatkan kulit batang pecah dan terbuka. Bagian yang terbuka ini sering dimasuki serangga penggerek batang.

  Penyebab: Penyebabnya adalah jamur Phytphthora palmivora. Jamur ini memiliki benang-benang hifa berwarna putih yang tidak jelas bila dilihat dengan mata telanjang. Sebagian alat perkembangbiakannya adalah spora yang bisa bertahan hidup di dalam tanah. Penularan penyakit ini bisa terjadi karena angin dan hujan. Percikan air hujan di tanah yang dekat dengan tanaman sering menyebarkan benih atau spora jamur pembawa penyakit ke permukaan batang.

5. Kanker Garis

  Gejala: Awal serangan ditandai dengan adanya selaput tipis berwarna putih dan tidak begitu jelas menutupi alur sadap. Bila dikerok atau diiris, bi bawah kulit di atas irisan sadap akan tampak garis-garis tegak berwarna cokelat atau hitam. Garis-garis ini akan berkembang dan berpadu satu sama lain membentuk jalur hitam yang tampak seperti retakan membujur pada kulit pulihan.

  Penyebab: Penyakit ini di sebabkan oleh cendawan Phythophthora palmivora yang juga menyebabkan penyakit kanker bercak. Penyakit ini mengakibatkan kerusakan berupa benjolan-benjolan atau cekungan-cekungan pada berkas bidang sadap lama sehingga penyadapan berikutnya sulit dilakukan. Penularan penyakit ini terjadi melalui penyebaran spora oleh hujan dan angin. Percikan air hujan di permukaan tanah pada pohon yang disadap rendah dapat mempercepat penularan.

  6. Mouldy rot

  Gejala: Mula-mula tampak selaput tipis berwarna putih pada bidang sadap di dekat alur sadap. Selaput ini kemudian berkembang membentuk lapisan seperti beledu berwarna kelabu sejajar dengan alur sadap. Bila lapisan kelabu ini dikerok, akan tampak bintik-bintik berwarna cokelat atau hitam. Serang ini akan meluas hingga ke kambium dan bagian kayu. Jika bagian yang sakit tampak membusuk dan berwarna hitam kecokelatan, maka serangan ini sudah parah. Bekas serangan akan membentuk cekungan berwarna hitam seperti melilit sejajar alur sadap.

  Penyebab: Penyebabnya adalah cendawan Ceratocystis fimbriata. Jamur ini memiliki benang-benang hifa yang membentuk lapisan berwarna kelabu pada bagian yang terserang. Penularan penyakit ini melalui spora yang diterbangkan oleh angin , dapat mencapai jarak yang jauh. Selain itu, penularannya bisa terjadi melalui pisau sadap yang dipakai menyadap pohon yang sakit.

  7. Embun Tepung

  Gejala: Daun muda berwarna hitam, lemas, keriput, dan seperti berlendir. Di bawah permukaan daun terdapat bercak-bercak bundar berwarna putih seperti tepung halus yang terdiri dari benang-benang hifa dan spora jamur. Pada serangan lebih lanjut, daun dan tangkainya akan gugur sehingga dipermukaan tanah banyak dijumpai daun- daun yang berguguran.

  Penyebab: Penyebab penyakit embun tepung adalah jamur Oidium heveae sehingga penyakit ini juga disebut penyakit oidium. Jamur ini memiliki benang-benang hifa berwarna putih yang merupakan tempat menghasilkan spora. Penularan penyakit ini melalui spora yang diterbangkan oleh angin atau embun, dapat mencapai jarak yang jauh.

  8. Penyakit Daun Collectotrichum

  Gejala: Daun muda tampak lemas berwarna hitam, keriput, bagian ujungnya mati dan menggulung, dan akhirnya gugur. Daun tua tampak bercak cokelat atau hitam kemudian menjadi lubang, mengeriput, dan sebagian ujungnya mati. Pucuk, ranting, dan buah menampakkan gejala seperti pada daun.

  Penyebab: Penyebabnya adalah cendawan Colletorichum gloeosporoides. Sporanya banyak dihasilkan pada bercak-bercak daun dalam keadaan cuaca lembap atau hujan.

  Benang-benang hifa jamur kurang jelas terlihat dengan mata telanjang. Penularan penyakit ini terjadi melalui spora yang diterbangkan oleh angin atau akibat hujan. Penyebaran spora biasanya terjadi pada malam hari, pada saat cuaca lembap, atau pada saat hujan.

  `

  9. Penyakit Daun Phytophthora

  Gejala: Gejala awal tampak pada buah yang berwarna hitam dan membusuk. Dari buah, serangan akan menular hingga ke daun dan tangkainya sehingga dalam beberapa minggu kemudian daun dan tangkainya gugur. Daun yang gugur masih tetap berwarna hijau, sepanjang tangkainya terdapat bercak-bercak berwarna hitam dan gumpalan lateks. Penyebab:

  Penyebabnya adalah cendawan Phytophthora botriosa atau Phytophthora

palmivora . Cendawan ini membentuk banyak spora pada buah atau pucuk tanaman.

Spora dapat bertahan hidup pada daun yang gugur atau dalam tanah. Penularan penyakit ini melalui spora yang dibawa oleh air hujan atau angin dari buah atau bagian lain dari tanaman yang terserang.

  10. Penyakit Akar Cokelat

  Gejala: Jika akar tanaman yang sakit dibuka, terlihat permukaan akar-akar terutama akar tunggangnya sangat kasar karena diliputi oleh kerak yang terdiri atas butir-butir tanah yang melekat sangat erat. Kayu dari akar yang sakit mula-mula berwarna cokelat yang terdiri atas miselium jamur. Kayu busuk, kering, ringan, dan rapuh, sehingga dapat dihancurkan dengan jari. Di dalamnya terdapat selaput jamur yang membentuk struktur seperti sarang lebah madu. Pada tingkat penyakit yang telah lanjut jamur membentuk benang-benang berwarna cokelat pada permukaan kayu di bawah kulit akar.

  Penyebab: Penyebab akar cokelat disebabkan oleh jamur yang disebut jamur akar cokelat, dengan nama ilmiah Phellinus noxius (Corner) G.H Cunn., yang sampai sekarang masih banyak disebut sebagai Fomes noxius Corner.

  11. Penyakit Leher Akar

  Gejala: Penyakit terutama timbul pada leher akar dan pangkal batang. Kulit bagian yang sakit (sepanjang 0,5-1 m) meneteskan lateks terus menerus, akhirnya mati dan mengelupas. Pada bagian yang sakit sering terbentuk banyak tubuh buah jamur. Kayu akar yang sakit busuk dan kering, berwarna cokelat muda, lunak, dan mudah dihancurkan dengan jari.

  Penyebab: Penyebab penyakit ini disebut jamur leher akar, atau Ustulina deusta (Hoffm, ex Fr.) Lind, yang dahulu disebut juga sebagai U. Vulgaris Tull., U. Zonata (Lev.)

  Sacc., dan Sphaeria deusta Hoffm.

  12. Penyakit Akar Berbau

  Gejala: Akar yang sakit berwarna lembayung (violet) tua dan berbau asam mentega. Bau yang tidak enak ini terjadi karena akar membusuk dalam lingkungan anaerob. Di antara kulit dan kayu terdapat rizomorf jamur seperti pita, mula-mula berwarna cokelat kemerahan, kelak berwarna lembayung tua sampai hitam, dengan ujung berwarna putih. Penyebab:

  Penyakit ini disebabkan oleh jamur akar berbau, dengan nama ilmiah

  Sphaerostilbe repens

  B. et Br. Seperti yang sudah diuraikan pada gejala penyakit, jamur membentuk rizomorf di antara kulit dan kayu.

  13. Penyakit Akar Hitam

  Gejala: Pada akar-akar yang sakit terdapat benang-benang tipis, agak datar, hitam suram, mengikuti arah panjang akar. Di sana-sini jamur mengadakan percabangan seperti jala. Jika telah lanjut, jamur membentuk selaput atau bercak-bercak hitam suram.

  Penyebab: Penyakit disebabkan oleh jamur Xylaria thwaitesii Cke. Jamur jarang membentuk tubuh buah. Kalau dibentuk, tubuh buah terdapat pada tunggul-tunggul mati atau pada leher akar pohon yang sakit.

  14. Busuk Helicobasidium

  Gejala: Kulit yang terinfeksi membusuk, berwarna cokelat tua. Pembusukan dapat menggelang pada pangkal batang. Jamur jarang masuk ke dalam kayu. Jamur penyebab penyakit ini mudah membentuk tubuh buah seperti bantal di sekeliling pangkal batang, berwarna cokelat kemerahan sampai cokelat ungu. Dalam keadaan yang lembab berwarnanya lebih tua, yaitu cokelat tua sampai hitam.

  Penyebab: Penyakit ini disebabkan oleh jamur Helicobasidium compactum Boedijn. Jika tubuh buah dipotong, tampak bahwa tubuh buah terdiri atas hifa yang teranyam agak kendor (lepas). Sering mempunyai lapisan tipis yang padat.

  15. Brown Bast (Kering Alur Sadap)

  Gejala: Gejala awal ditandai dengan tidak mengalirnya lateks dari sebagian alur sadap. Beberapa minggu kemudian, seluruh alur sadap menjadi kering dan tidak mengeluarkan lateks. Bagian yang kering berubah warna menjadi cokelat karena pada bagian ini terbentuk gum (blendok). Kulit tampak pecah-pecah, dan pada batang terjadi pembengkakan atau tonjolan. Kekeringan kulit ini akan meluas hingga ke kulit lain yang seumur. Penyebab:

  Penyakit ini disebabkan karena penyadapan yang terlalu sering, apalagi jika disertai dengan penggunaan bahan perangsang lateks ethephon (ethrel). Tanaman yang tumbuhnya terlalu subur, yang bersal dari biji, dan yang sedang membentuk daun baru sering terangsang penyakit ini.

  16. Nekrosis Kulit

  Gejala: Pada tingkat awal penyakit ini sukar dilihat, karena mulai berkembang di jaringan kulit dalam. Jika diperhatikan pada permukaan kulit bartang terlihat adanya bercak-bercak yang warnaya agak gelap. Jika bercak dikorek, terlihat bahwa kulit dalam mati setempat-setempat, dengan ukuran 2-5 cm.

  Penyebab: Penyakit ini disebabkan oleh jamur Fusarium sp. Infek oleh Fusaruim terjadi pada pohon-pohon yang lemah sebagai akibat interaksi antara sifat klon, sistem sadap, dan keadaan cuaca setempat.

17. Bercak Daun Dreschlera

  Gejala: Gejala yang tampak pada penyakit ini adalah bercak-bercak bulat, bergaris tengah 1-3 mm, dengan pusat yang tembus cahaya dan tepi cokelat sempit yang jelas.

  Pada daun muda tidak terjadi bercak daun dengan batas yang jelas. Tepi atau seluruh permukaan daun menjadi hitam dan keriput.

  Penyebab: Penyakit ini disebabkan oleh jamur Drechslera heveae (Petch) M.B.Ellis yang sampai sekarang masih banyak dikenal dengan nama Helminthosporium heveae Petch.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengawasan Izin Usaha Pariwisata Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan(Studi Pemko Medan)

0 1 21

CHAPTER II REVIEW OF LITERATURE

0 1 9

BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO 2.1 Domisili Orang Karo - Garamata : Sebuah Gerakan Nativistik Di Dataran Tinggi Karo

0 0 12

BAB II LANDASAN HUKUM MENGENAI REKSA DANA PERSEROAN A. Ketentuan Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal - Hubungan Hukum Para Pihak dalam Reksa Dana Perseroan terkait Transaksi Reksa Dana Saham

0 0 23

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan Hukum Para Pihak dalam Reksa Dana Perseroan terkait Transaksi Reksa Dana Saham

0 0 20

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA A. Tinjauan Umum Tentang Korporasi 1. Pengertian Korporasi - Asas Strict Liability dan Asas Vicarious Liability Dalam Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup (Analisis

0 0 62

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Asas Strict Liability dan Asas Vicarious Liability Dalam Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup (Analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 862 K/Pid.Sus./2010)

0 1 40

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan - Kolagen Untuk Aplikasi Gtr ( Guide Tissue Regeneration ) Sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus Musculus)Secara In Vivo

0 3 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan - Kolagen Untuk Aplikasi Gtr ( Guide Tissue Regeneration ) Sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus Musculus)Secara In Vivo

0 1 9

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( Guide Tissue Regeneration ) SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO SKRIPSI

0 0 13