BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Risiko 2.1.1. Pengertian Manajemen Risiko - Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Bagian Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) di PTPN IV Kebun Sosa Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Risiko

  Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Manajemen risiko K3 berkaitan dengan bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja yang dapat menimbulkan kerugian bagi peusahaan (Ramli, 2010).

  Tujuan dari manajemen risiko adalah minimisasi kerugian dan meningkatkan kesempatan ataupun peluang. Bila dilihat terjadinya kerugian dengan teori accident model dari ILCI, maka manajemen risiko dapat memotong mata rantai kejadian kerugian tersebut, sehingga efek dominonya tidak akan terjadi. Pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun „accident’.

  Menurut AS/NZS 4360 Risk Management Standard, manajemen risiko adalah “the culture, process, and structures that are directed towards the effective ”. Menurut standar

  management of potential opportunities and adserve effects

  AS/NZS 4360 tentang standar manajemen risiko ( Ramli, 2010) Menurut Smith (1990 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran,dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut.

  Menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam Anonim 2009), Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian. risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi.

  Dorfman (1998 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian.

  Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/ organisasi. Proses manajemen risiko Ini merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Proses manajemen risiko juga sering dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.

  Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan: penetapan konteks, identifikasi, analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko.

  Proses ini dapat diterapkan di semua tingkatan kegiatan, jabatan, proyek, produk ataupun asset. Manajemen risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan sejak awal kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko seringkali dilakukan pada tahap pelaksanaan ataupun operasional kegiatan.

  Sesuai persyaratan OHSAS 18001, organisai harus menetapkan prosedur mengenai identifikasi bahaya (Hazards identification), penilaian risiko (Risk

  Assessment) , dan menentukan pengendaliannya (Risk Control) atau disingkat HIRARC.

2.1.2. Manfaat manajemen risiko

  kegiatan yang mengandung bahaya

  b. Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak diinginkan

  c. Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenai kelangsungan dan keamanan investasinya d. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi setiap unsur dalam organisasi/ perusahaan e. Memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku (Ramli, Soehatman, 2010).

2.2. Kecelakaan Kerja

2.2.1. Pengertian Kecelakaan Kerja

  Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. (Tarwaka, 2008).

  Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.

  Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda (Suma‟mur, 2009).

  Secara umum kecelakaan selalu diartikan sebagai “kejadian yang ataudiduga dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak memenuhi persyaratan.

  Olehkarena itu, kewajiban berbuat secara selamat dan mengatur peralatan sertaperlengkapan produksi sesuai dengan standar kewajiban oleh UU ini (Bennet,Silalahi N.B 1984).

  Menurut Silalahi (1991) kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Foressman (1973) mendefinisikan bahwa kecelakaan kerja adalah terjadinya suatu kejadian akibat kontak antara ernegi yang berlebihan (agent) secara akut dengan tubuh yang menyebabkan kerusakan jaringan/organ atau fungsi faali.

  Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting, yaitu : a. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan, atau

  b. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan

  Word Health Organization (WHO) mendefinisikan kecelakaan kerja

  sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan sebelumnya, sehingga menghasilkan cidera yang riil.

  2.2.2. Penyebab Kecelakaan Kerja

  Menurut Ramli (2010) kecelakaan kerja merupakan salah satu masalah yang besar di perusahaan dan banyak menimbulkan kerugian. Menurut statistik disebabkan oleh kondisi yang berbahaya (unsafe condition). Secara garis besar sebab-sebab kecelakaan adalah :

  Kondisi yang berbahaya (unsafe condition) yaitu faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan seperti mesin tanpa pengaman, penerangan yang kurang baik, Alat Pelindung Diri (APD) tidak efektif, lantai yang berminyak, dan lain-lain.

  Tindakan yang berbahaya (unsafe act) yaitu perilaku atau kesalahan- kesalahan yang dapat menimbulkan kecelakaan seperti cerobah, tidak memakai alat pelindung diri, dan lain-lain, hal ini disebabkan oleh gangguan kesehatan, gangguan penglihatan, penyakit, cemas serta kurangnya pengetahuan dalam proses kerja, cara kerja, dan lain-lain.

  Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab kecelakaan kerja. Ada faktor yang merupakan unsur tersendiri dan beberapa diantaranya adalah faktor yang menjadi unsur penyebab bersama-sama.

  2.2.3. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja

  Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakaya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:

  1. Teori Heinrich ( Teori Domino) Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian . Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu kecelakaan, dan cedera atau kerugian ( Ridley, 2004).

  2. Teori Domino terbaru Setelah tahun 1969 sampai sekarang, telah berkembang suatu teori yang mengatakan bahwa penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja adalah ketimpangan manajemen. Widnerdan Bird dan Loftus mengembangkan teori Domino Heinrich untuk memperlihatkan pengaruh manajemen dalam mengakibatkan terjadinya kecelakaan.

  3. Teori Frank E. Bird Petersen Penelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan. Bird mengadakan modifikasi dengan teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai berikut:

  a. Manajemen kurang kontrol

  b. Sumber penyebab utama

  c. Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar)

  d. Kontak peristiwa (kondisi di bawah standar)

  e. Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda) Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari mmperbaiki manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatukecelakaan dan merupakan gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen (Soekidjo, 2010).

2.2.4. Klasifikasi Kecelakaan Kerja

  kecelakaan akibat kerja ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:

  1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :

  a. Terjatuh

  b. Tertimpa benda

  c. Tertumbuk atau terkena benda-benda

  d. Terjepit oleh benda

  e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan

  f. Pengaruh suhu tinggi

  g. Terkena arus listrik

  h. Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi

  2. Klasifikasi menurut penyebab :

  a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik

  b. Alat angkut: alat angkut darat, udara, dan air

  c. Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya d. Bahan-bahan,zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak,gas,n sebagainya e. Lingkungan kerja ( diluar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah ) f. Penyebab lain yang belum masuk tersebut di atas

  3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan :

  a. Patah tulang

  c. Regang otot (urat)

  d. Memar dan luka dalam yang lain

  e. Amputasi

  f. Luka di permukaan

  g. Geger dan remuk

  h. Luka bakar i. Keracunan-keracunan mendadak j. Pengaruh radiasi k. Lain-lain

  4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh :

  a. Kepala

  b. Leher

  c. Badan

  d. Anggota atas

  e. Anggota bawah

  f. Banyak tempat g. Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.

2.2.5. Dampak Kecelakaan Kerja

  Berikut ini merupakan penggolongan dampak dari kecelakaan kerja :

  1. Meninggal dunia

  Dalam hal ini termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan penderita meninggal dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan perawatan sebelumnya.

  Merupakan cacat yang mengakibatkan penderita secara permanen tidak mampu lagi sepenuhnya melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh seperti: kedua mata, satu mata adan satu tangan atau satu lengan atau satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas tubuh.

  3. Cacat permanen sebagian Cacat yang mengakibatkan satu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi.

  4. Tidak mampu bekerja sementara Kondisi sementara ini dimaksudkan baik ketika dalam masa pengobatan maupun karena harus beristirahat menunggu kesembuhan, sehingga ada hari-hari kerja hilang dalam arti yang bersangkutan tidak melakukan kerja produktif.

2.2.6. Pencegahan Kecelakaan Kerja

  Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan :

  1. Perundang-undangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis dan pemeriksaan kesehatan.

  2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tidak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek

  3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.

  4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri, bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkatan dan peralatan pengangkat lainnya.

  5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan- keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.

  6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

  7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa dan apa sebab-sebabnya.

  8. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik, sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.

  9. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru dalam keselamatan kerja.

  10. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat.

  11. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.

2.3. Proses Manajemen Risiko

  Mengelola risiko harus dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan manajemen risiko sebagaimana terlihat dalam Risk Management Standard AS/NZS 4360, yang meliputi:

  a. Penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya b.

  Identifikasi risiko, c. Analisis risiko, d. Evaluasi risiko, e. Pengendalian risiko,

  f. Pemantauan dan telaah ulang, g. Koordinasi dan komunikasi.

a. Menentukan Konteks

  Dalam menentukan konteks dilakukan dengan cara melihat visi misi perusahaan, ruang lingkup bisnis perusahaan mulai dari proses kerja awal sampai akhir. Hal ini dilakukan karena konteks risiko disetiap perusahaan berbeda-beda sesuai dengan kegiatan bisnis yang dilakukan. Kemudian langkah selanjutnya adalah menetapkan kriteria risiko yang berlaku untuk perusahaan berdasarkan aspek nilai kerugian yang dapat ditanggulangi oleh perusahaan. Kriteria risiko didapat dari kombinasi kriteria tingkat kemungkinan dan keparahan

b. Identifikasi Risiko

  Identifikasi bahaya adalah salah satu tahapan dari manajemen risiko k3 yang bertujuan untuk mengetahui semua potensi bahaya yang ada pada suatu manfaat antara lain : a.Mengurangi peluang kecelakaan karena dengan melakukan identifikasi dapat diketahui faktor penyebab terjadinya keceakaan, b.Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi bahaya yang ada dari setiap aktivitas perusahaan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan karyawan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran akan safety saat bekerja, c.Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan penanganan yang tepat, selain itu perusahaan dapat memprioritaskan tindakan pengendalian berdasarkan potensi bahaya tertinggi. d.Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan.

  Cara melakukan identifikasi bahaya adalah :

  1. Tentukan pekerjaan yang akan diidentifikasi

  2. Urutkan langkah kerja mulai dari tahapan awal sampai pada tahap akhir pekerjaan.

  3. Kemudian tentukan jenis bahaya apa saja yang terkandung pada setiap tahapan tersebut, dilihat dari bahaya fisik, kimia, mekanik, biologi, ergonomic, psikologi, listrik dan kebakaran.

  4. Setelah potensi bahaya diketahui, maka tentukan dampak/kerugian yang dapat ditimbulkan dari potensi bahaya tersebut. Dapat menggunakan metode What-If.

  5. Kemudian catat dalam tabel, semua keterangan yang didapat. adalah dengan membuat Job Safety Analysis/Job Hazard Analysis. Selain JSA, ada beberapa teknik yang dapat dipakai seperti (Fault Tree Analysis) FTA, (Event

  Tree Analysis) ETA, (Failure Mode and Effect Analysis) FMEA, (Hazards and Operability Study ) Hazop, (Preliminary Hazards Analysis) PHA, dll.

  c. Analisis Risiko

  Setelah semua risiko dapat diidentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui analisa risiko dan evaluasi risiko. Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besarnya akibat yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakukan pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko ringan atau dapat diabaikan.

  d. Evaluasi Risiko

  Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian.

  e. Pengendalian Risiko

  Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan transfer risiko, dan

  f. Pemantauan dan telaah ulang

  Pemantauan dan telaah ulang terhadap hasil sistem manajemen risiko yang dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.

  g. Koordinasi dan komunikasi

  Koordinasi dan komunikasi dengan pengambil keputusan internal dan eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.

2.4. Penilaian Risiko

  Setelah semua tahapan kerja diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian risiko untuk menentukan besarnya tingkatan risiko yang ada.

  Penilaian risiko bertujuan untuk memberikan makna terhadap suatu bahaya yang terindentifikasi untuk memberikan gambaran seberapa besar risiko tersebut. Sehingga dapat diambil tindakan lanjutan terhadap bahaya yang teridentifikasi, apakah bahaya itu dapat diterima atau tidak.

  Dalam menilai suatu risiko berbagai standart dapat kita gunakan sebagai acuan, salah satu diantaranya adalah standart AS/NZS 4360 yang membuat matrik atau peringkat risiko sebagai berikut :

  1. E : Extreme Risk ( kegiatan tidak boleh dilaksanakan atau dilanjutkan dan pengendalian )

  2. H : High Risk ( kegiatan tidak boleh dilaksanakan atau dilanjutkan dan pengendalian )

  3. M : Moderat Risk ( perlu tindakan untuk mengurangi risiko)

  4. L : Low Risk ( risiko masih dapat ditoleransi oleh perusahaan ).

  Matrik atau peringkat risiko sebaiknya dikembangkan sendiri oleh perusahaan sesuai dengan kondisi masing-masing. Hal ini dikarenakan setiap sangat beragam (Ramli, 2010).

  Analisa ini dilakukan berdasarkan konteks yang telah ditentukan oleh perusahaan, seperti nilai tingkat kemungkinan, nilai tingkat keparahan, dan nilai tingkat risiko . Cara melakukan analisa adalah :

  1. Lakukan analisa dari setiap langkah kerja yang telah diidentifikasi pada tahapan identifikasi bahaya.

  2. Mengukur tingkat kemungkinan terjadinya incident dari setiap tahapan kegiatan yang dilakukan berdasarkan acuan konteks yang telah ditentukan pada tabel 1.

  3. Mengukur tingkat keparahan yang dapat ditimbulkan dari setiap potensi bahaya pada setiap tahapan kerja yang telah diidentifikasi. Ukuran tingkat keparahan ditentukan berdasarkan acuan konteks yang telah dibuat pada tabel 2.

  4. Setelah tingkatan kemungkinan dan keparahan diketahui, lakukan perhitungan menggunakan rumus berikut untuk mengetahui nilai risikonya :

  5. Membuat matriks risiko.

Tabel 2.1 Matriks Risiko

  6. Tentukan tingkatan risiko pada setiap tahapan kerjanya berdasarkan nilai risiko yang telah didapat dari perhitungan. Ukuran tingkat risiko dinilai berdasarkan acuan konteks yang telah dibuat pada tabel matriks risiko.

2.5.KERANGKA KONSEP

  PENILAIAN RISIKO

  1. Stasiun penerimaan TBS

  2. Stasiun Perebusan

  3. Stasiun Penebahan

  4. Stasiun Pengempaan

  5. Stasiun Pemurnian Minyak

  Tingkat Risiko

  1. Extreme Risk

  2. High Risk

  3. Moderat Risk

  4. Low Risk

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - Profil Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Serum Berdasarkan Karakteristik Penderita Psoriasis Vulgaris Di RSUP. H. Adam Malik Medan

0 0 12

Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Hubungan Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli

0 0 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga 1.1. Pengertian Keluarga - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli

0 0 29

Permendikbud Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Taman Budaya.pdf

0 0 12

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli

0 0 8

Permendikbud Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Juknis Penggunaan DAK Nonfisik BOP PAUD Tahun 2019.pdf

0 2 41

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli

0 0 12

Permendikbud Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Juknis Penggunaan DAK Nonfisik Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan Tahun 2019.pdf

2 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi - Perbandingan Kadar Kalium Darah Antara Penderita Preeklampsia Berat/Eklampsia Dengan Kehamilan Normal

0 1 34

Lampiran I Permendikbud Nomor 7 Tahun 2019 (Penggunaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan DAK Nonfisik BOP Kesetaraan).pdf

0 12 21