1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsistensi Pengaturan Hak Guna Usaha dalam Hukum Tanah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang

  • – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) (selanjutnya disebut UUD 1945), yaitu mengandung perintah kepada Negara agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, yang diletakan dalam penguasaan Negara itu digunakan untuk mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Dengan demikian, tujuan dari penguasaan oleh Negara atas bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk mewujudkan sebesar
  • –besarnya kemakmuran rakyat

1 Indonesia.

  Berdasarkan Hak Menguasai Negara mempunyai kewenangan sebagai mana diatur dalam Pasal 2 (2) Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang : Peraturan

1 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana

  Prenada Media Group, Jakarta, 2012 h. 32

  Dasar Pokok - pokok Agraria, (Selanjutnya disebut UUPA) :

  (1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi

kekuasaan seluruh rakyat.

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberi wewenang untuk : a. dan mengatur menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

  (3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) Pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka

berdaulat, adil dan makmur.

  (4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan- ketentuan Peraturan Pemerintah.

  Menurut Pasal 4 ayat (1) UUPA yang dimaksud dengan “tanah” adalah permukaan bumi, sedangkan hak tanah adalah hak atas permukaan bumi, bagian tertentu dari permukaan bumi yang merupakan satuan yang

  2 terbatas dan berdimensi dua yaitu: Sebidang tanah dikuasai dan dipunyai dengan tujuan untuk dipergunakan tidak mungkin untuk digunakan apapun jika yang dipergunakan hanya permukaan bumi itu saja, oleh Pasal 4 ayat (2) UUPA, ruang penggunaannya diperluas adalah kewenangan untuk menggunakannya. Hal ini terbatas yaitu sekedar dipergunakan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah (permukaan bumi) yang bersangkutan. Ruang udara dan tubuh bumi 2 Jhon Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1993,h.16.

  yang dipergunakan itu bukan hak pemegang hak tanah dan karenanya ia tidak berhak untuk menyerahkan penggunaannya kepada pihak lain, apabila tidak

mengelola, berikut penggunaan permukaan buminya.

  Negara dalam hal-hal tertentu memerlukan tanah untuk kepentingan penyelenggaraan fungsi pemerintahan Negara, sedangkan ketersediaan tanah Negara sudah semakin terbatas . Banyak pendapat khususnya mereka yang terlalu dipengaruhi oleh hak individualistis bahwa hanya orang yang mempunyai hak dan disebutnya dengan hak asasi manusia, yang kemudian dengan seketika menafikan hak Negara. Adalah kekeliruan, apabila Negara tidak mempunyai hak, karena pada dasarnya Negara adalah pemegang hak (hak publik) apabila meminjam pendapatnya Rosseou Jean Jacques sebagai

  3

  berikut: Dapat dikatakan bahwa ketika individu satu 3 bergabung dengan individu yang lain. Maka jadilah

  Rosseou Jean Jacques dalam bukunya, Gunanegara, Rakyat dan

NegaraDalam Pegadaan Tanah untuk Pembangunan, PT Tatanusa, Jakarta, 2008, h.18. mereka masyarakat dan ketika masyarakat yang satu bergabung dengan masyarakat yang lain jadilah mereka suatu bangsa dan ketika individu dan masyarakat membentuk suatu Negara, maka secara konseptual mereka telah menyerahkan hak individunya kepada Negara untuk diatur guna memberikan harmoni diantara mereka dalam hal Negara memerlukan tanah untuk kepentingan umum.

  Pasal 28 UUPA Jo Pasal 14 (1) Peraturan Pemerintah No 4o Tahun 1996 Tentang Hak Guna usaha, Hak Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah (Selanjutnya disebut PP No 40 Tahun 1996) menyatakan bahwa yang dimaksud Hak Guna Usaha (selanjutnya disebut HGU ) adalah Hak untuk memanfaatkan Tanah yang digunakan untuk usaha dalam bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.

  HGU mempunyai ciri

  4

  • – ciri sebagai berikut:

  a. Hak Yang harus didaftarkan

  b. Dapat beralih karena pewarisan c.

   Mempunyai jangka waktu terbatas d.Dapat dijadikan Jaminan Hutang e.

   Dapat dialihkan kepada pihak lain f.

Dapat dilepaskan menjadi tanah Negara di akses tanggal 4 April 2017 Untuk jangka waktu HGU diatur sebagai mana tersebut dalam Pasal 29 ayat (1) UUPA yang menyatakan: a.

   Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.

  b.

   Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna- usaha untuk waktu paling lama 35 tahun .

  Dengan mengacu pada Pasal 29 (1) UUPA tersebut, maka pemberian jangka waktu HGU maximum 35 tahun akan tetapi maximal hanya 25 tahun. Dalam perkembangannya nampak ada perbedaan pengaturan jangka waktu HGU sebagai mana diatur Pasal 8 ayat (1) PP No 40 Tahun 1996 yang menyatakan:

  Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam

  Pasal 6 diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun .

  Dengan mengacu Pasal 8 ayat (1) PP No 40 1996, seorang Pemohon HGU dapat diberikan HGU dengan maximum jangka waktu 35 tahun tanpa adanya syarat tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 29 (1) UUPA. Untuk menarik pada investor menanamkan modalnya ke Indonesia Pemerintah mengambil kebijakan mengatur jangka waktu HGU dalam Pasal 22 (a) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UU No 25 2007) yang menyatakan:

  Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 35 (tiga puluh lima) tahun.

  Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21- 22/PUU-V/2007 Melalui undang-undang No 25 Tahun 2007, Pasal 22 Ayat (1) sepanjang menyangkut kata- kata “di muka sekaligus beragam kemewahan disediakan demi mengundang investasi. Pertama, Undang-Undang Penanaman Modal menyebutkan HGU dapat diberikan dengan cara diperpanjang di muka sekaligus selama 60 tahun, dan dapat diperbarui selama 35 tahun. Sehingga, jika dijumlah dapat mencapai 95 tahun sekaligus. Hak Guna Bangunan dapat diberikan untuk jangka waktu 80 tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 tahun, dan dapat diperbarui selama 30 tahun. Hak Pakai dapat diberikan untuk jangka waktu 70 tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 tahun, dan dapat diperbarui selama 25 tahun. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, ketika ada permasalahan dikembalikan ke UUPA dan PP No 40 tahun 1996.

  Jangka waktu yang sangat lama akan mengakibatkan masyarakat terjauhkan dari peluang untuk mengakses tanah guna pertanian atas tanah negara, sementara pertumbuhan dan tingkat populasi masyarakat terus bertambah. Di sisi lain, pemerintah seharusnya dapat belajar dari sejarah maraknya konflik, baik bersifat laten maupun terbuka sebagai akibat dari sengketa Agraria. Akibat kebutuhan akan penyediaan tanah tersebut dan ditunjang oleh kemajuan teknologi, maka semakin memacu untuk memanfaatkan ruang yang ada baik diatas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Fakta menunjukkan bahwa di beberapa kota besar di dunia, ruang di dalam tubuh bumi dan ruang udara di atas permukaan bumi sudah dimanfaatkan untuk menampung kegiatan penduduk antara lain dapat berupa usaha pertokoan, restoran, stasiun,

  5 jalan kereta api bawah tanah dan lain-lain.

  Dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang diundangkan sebagai upaya, pada dasarnya tujuan perundang-undangan tersebut sesuai dengan perencanaan dalam pembangunan. hanya saja, yang senantiasa lemah adalah soal penegakan hukum (law enforcement) yang lemah serta terjadi ketidak sinkronisasi conflik of norm (Perseteruan Norma) karakteristik Hak Guna Usaha baik

5 Noer Fauzi, Petani Dan Pengusaha Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia, Pustaka Pelajar,Yogyakarta,1999.h,8.

  UUPA, PP No 40 Tahun 1996 dan UU No 25 Tahun

  6 2007.

  Sehingga masalah politik dan hukum Agraria yang dalam peraturannya bersifat luas dan kompleks itu sangat berdampak bagi kehidupan dalam masyarakat akan akibat dan manfaatnya. Oleh sebab itu, peraturan dalam UUPA saat ini harus mampu mengakomodasi permasalahan- permasalahan yang ditimbulkan didalam kehidupan masyarakat baik masa sekarang maupun yang akan

  7 datang.

  Dari uraian diatas nampak ada conflik of norm (perseteruan norma) tentang regulasi HGU oleh karena itu diperlukan harmonisasi pengaturan HGU, ini terjadi pula antara UUPA, PP No 40 Tahun 1996 dengan UU 25

  8 Tahun 2007 . Oleh sebab itu penulis ingin menuliskan

  6 Y.W.Sunindhia, Ninik Widiyanti, Pembaruan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran) Bina Aksara,Jakarta,1988.h.21. 7 Sudikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Universitas Terbuka Karunika, Jakarta, 1988,h.8. 8 Sudargo Gautama, Tafsir Undang

  • –Undang Pokok Agraria, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, h.19.
tesis ini dengan judul: Konsistensi Pengaturan Hak Guna Usaha Dalam Hukum Tanah Indonesia.

  B. RUMUSAN MASALAH :

  Pokok penelitian ini adalah kositensi pengaturan HGU atas tanah di Indonesia. Oleh karena itu pertanyaan yang akan menjadi isu hukum dalam penelitian ini;

  1. Adakah konflik Norma dalam pengaturan HGU ? 2.

  Bagaimana solusi penyelesain terhadap konflik norma tersebut ?

  C. TUJUAN PENELITIAN

  Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui konflik norma dalam peraturan HGU, dan Bagaimana penyelesaian terhadap konflik norma tersebut.

  D. MANFAAT PENELITIAN

  Setelah ada pemetaan mengenai tujuan penelitian diharapkan ada kegunanya. Penelitian ini diharapakan bisa memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun praktis.

  1. Dari sisi teoretis, Penelitian ini diharapakan berguna bagi pengembangan ilmu hukum tatanegara, khususnya konsitensi pengaturan pemberian jangka waktu HGU dalam Hukum Tanah Di Indonesia

  2. Dari sisi praksis-implementasi sangat bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai oleh siapapun yang ingin melakukan penelitian terk

E. KERANGKA TEORI

  Dalam penelitian konsistensi pengaturan Hak Guna Usaha dalam hukum tanah Indonesia, tentunya teori yang digunakan adalah Teori Konsep Negara Hukum dan Teori Hak serta Teori Stuffenbau oleh Hans Kelsen .

1. Konsep Negara Hukum

  9 Negara Indonesia adalah Negara hukum.

  Indonesia merupakan Negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Philipus Hadjon menyatakan 9 bahwa dengan adanya Negara hukum Pancasila,

  

Lihat Pasal 1 Ayat 3 Amandemen Ke-3 UUD 1945 Tahun 2001 maka terwujudlah perlindungan hak asasi manusia bagi setiap warga Negara, yang mana pengakuan yang berkaitan dengan perlindungan dalam hukum sebagai suatu pelaksanaan hak asasi manusia yang dapat dipertanggungjawabkan dan tidak diskriminatif dapat menjadi peluang munculnya suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan dapat melanggar hak-hak dari subjek hukum warga

10 Negara.

  Dalam Negara hukum kekuasan Negara dan politik tidaklah absolut, karena adanya pembatasan- pembatasan terhadap kewenangan dan kekuasaan

  11 Negara dan politik tersebut.

  Hal ini semata-mata bertujuan untuk menghindari timbulnya kesewenangan dari pihak penguasa. Oleh karena itu, dalam suatu Negara 10 hukum, hukum akan memainkan peranan yang

  Lili Rasjidi Dan Arief Sidharta,Filsfat Hukum Mazhab Dan Refleksinya,Remadja Karua Bandung,1989,h.11. 11 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechstaats), Refika Aditama Bandung,2009,h.2.

  penting serta berada diatas kekuasaan Negara dan politik yang menimbulkan munculnya istilah pemerintah dibawah hukum ( government under the

  12 law ) .

  Reformasi hukum itu sendiri adalah upaya- upaya perubahan secara radikal sistem hukum yang didalamnya terdapat: Pertama, cara berpikir terhadap hukum yang selama ini masih dipengaruhi oleh ajaran Austin dan aliran Kelsenian bahwa hukum atau secara positif dan tertulis disebut undang- undang adalah sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau

  13 penguasa). Kedua, proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang tidak melihat permasalahan

  • – yang harus dipecahkan melalui hukum
  • – secara komprehensif dan multisektor (lintas
  • 12 sektoral), sehingga menghasilkan peraturan

      Moh. Mahmud MD, Politik Hukum Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1998,h.15. 13 John Austin sebagaimana dikutip oleh : Shidarta, Karakteristik

    Penalaran Hukum Dalam Konteks Ke Indonesiaan, CV Utomo,

    Bandung, 2006, h. 252.

      perundang undangan yang tertatih-tatih mengikuti perkembangan masyarakat (henk in achter de feiten aan ). Menurut Kusumaatmadja

      , “hukum harus

      14

    berfungsi sebagai sarana pembaruan masyarakat

    ”.

    2. Teori Hak

      Hak memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam melaksanakannya, sedangkan kewajiban merupakan pembatasan dan beban, sehingga ialah segi aktif dalam hubungan hukum yaitu hak. Menurut Sudikno Mertokusumo hak

      absolute adalah : hubungan hukum antara subyek

      hukum dengan objek hukum yang menimbulkan kewajiban pada setiap orang lain untuk menghormati hubungan hukum itu. Hak absolute memberi wewenang bagi pemegangnya untuk berbuat atau tidak berbuat, yang dasarnya dapat dilaksanakan terhadap siapa saja dan melibatkan setiap orang. Isi 14 hak absolut ini ditentukan oleh kewenangan

      Kusumaatmadja M, Konsep-konsep Hukum dalam

    Pembangunan. Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan Bekerjasama dengan Alumni, Bandung, 2002, h. 14. pemegang hak. Hak absolut terdiri dari absolut yang bersifat kebendaan dan absolut yang tidak bersifat kebandaan. Absolut yang bersifat kebendaan meliputi kenikmatan seperti, HGU, Hak Guna bangunan, Hak

    15 Milik dll.

      Hukum itu sendiri bukanlah sekedar kumpulan atau penjumlahan peraturan

    • – peraturan yang masing
    • – masing berdiri sendiri – sendiri. Arti penting suatu peraturan hukum ialah karena hubungannya sistematis dengan perat
    • – peraturan hukum yang lainnya. Di dalam. Kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik, pertentangan atau kontradiksi antara bagian
    • – bagian, kalau sampai terjadi terjadi konflik maka akan segera diselesaikan oleh dan di dalam sistem itu sendiri dan tidak dibiarkan berlarut – larut.

      Jadi pada hakekatnya sistem, termasuk sistem hukum merupakan suatu kesatuan hakiki dan terbagi dalam bagian

    • –bagian, di dalam mana setiap masalah
    • 15 atau persoalan menemukan jawaban atau Sudikno Mertokusumo, …. Op.Cit ., h, 54.
    penyelesaiannya. Jawaban itu terdapat didalam sistem hukum itu sendiri. Maka dikatakan bahwa sistem adalah suatu kesatuan yang didalamnya telah tersedia jawaban atau pemecahan atas segala persoalan yang timbul dalam sistim.

    • – Apabila terjadi konflik antara Undang Undang dengan undang
    • – undang maka tersedialah asas Lex Posteriori degorat legi priori ( kalau terjadi konflik antara Undang – Undang yang lama dengan yang baru, dan Undang – Undang yang baru tidak mencabut Undang – Undang yang lama maka yang berlaku Undang – Undang yang baru) atau lex

      suprerior degorat legi inferiori ( kalau terjadi konflik

      antara peraturan perundang-undangan yang berbeda tingkatannya maka yang tingkatannya tertinggilah

      16 yang berlaku).

    3. Teori Stuffenbau

      Bentuk peraturan ini berdasarkan jenis dan 16 hierarki peraturan perundang-undangan sesuai dengan Ibid ., h. 123.

      Stuffenbau Theory dari Hans Kelsen. Teori Stuffenbau menekankan bahwa setiap peraturan

      perundang-undangan adalah merupakan bagian keseluruhan dari sistem peraturan perundang- undangan itu sendiri atau hukum merupakan suatu sistem yang saling berhubungan dan mendukung satu

      17 sama lain.

      Teori Stufenbau adalah teori mengena

      yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi harus berpegangan pada norma hukum yang paling

      18 mendasar ( grundnorm ).

      Teori Stuffenbau semakin diperjelas dalam 17 hukum positif di Indonesia dalam bentuk undang- Hans Kelsen “Pengantar Teori Hukum(Introduction to the

      Problem of Legal Theory) , Nusa Media, Bandung, 2012, h 94 18 Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan 1: Jenis,

    Fungsi, dan Materi Muatan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2007, h. 41.

      undang tentang pembentukan peraturan perundang- undangan. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan- undangan mengatur mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan.

      Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundangan, Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia terdiri atas: a.

      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

      c. Pemerintah Undang-Undang/Peraturan

      Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e.

      Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g.

      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

      Teori Stufenbau mengenai sistem hukum oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar ( grundnorm ). Menurut Kelsen norma hukum yang paling dasar (grundnorm) bentuknya tidak kongkrit (abstrak). Contoh norma hukum paling dasar abstrak adalah Pancasila serta bentuk hukum di Indonesia tertulis misalnya: UUD 1945. UUPA,PP No 40 tahun 1996, UU No 25 Tahun

      19 2007 .

    19 Maria Farida Indrati S Op.Cit., h. 45.

    F. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

      Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka metode penelitian hukum normatif.

      Metode penelitian hukum yuridis normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara

      20 meneliti bahan pustaka yang ada.

      Dimana penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum.

      Ini lebih bersifat analisis pengaturan HGU dalam hukum atas tanah di Indonesia suatu tinjauan legal sistem dengan melihat norma dan asas-asas hukum.

      2. 20 Jenis Pendekatan Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum

      

    Normatif Suatu Tinjauan Singkat,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, h. 13 . a.

      Penelitian ini merupakan penelitian hukum normative untuk menjawab isu hukum tersebut diatas penulis menggunakan pendekatan Undang-undangan (Statute

      

    21

    Approach ).

      Pendekatan ini untuk menganalisis bagaimana pemberian jangka waktu hak guna usaha dalam pengaturan hukum atas tanah di Indonesia dengan mengacu pada UUPA, PP No 40/1996, UU No 25 Tahun 2007.

      b.

      Pendekatan perbandingan (Comparative

      

    22

    Approach.) Penelitian ini tidak hanya

      beranjak pada peraturan perundang- undangan (statute approach) melainkan yang menjadi dasar pijakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi 21 perbandingan hukum yang berkembang

      Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,Prenada Media Group, Jakarta , 2010, h. 35 . 22 Ibid ., h. 65.

      dalam HGU. Teori Negara Hukum dan Legal Sistem mencangkup regulasi, pengaturan HGU.

    3. Bahan Hukum a.

      Bahan hukum primer Legal substansi yaitu meliputi UUPA, PP No 40 Tahun 1996, UU No 25 Tahun 2007.

      b.

      Bahan hukum sekunder yaitu meliputi Penelitian kepustakaan (library research) buku, hasil

    • –hasil penelitian yang berkaitan dengan pokok penelitian tentang peratura HGU, hal yang berkaitan dengan pengaturan.

    4. Unit Analisa

      Yang akan di analisa dalam penelitian ini adalah perseteruan norma, pengaturan HGU.