A. PERBEDAAN JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Intervensi Negara dalam Ranah Hukum Privat: Studi Komparasi Antara Lembaga Jaminan Fidusia dan Gadai

BAB III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan diuraikan tentang hasil penelitian dan sekaligus pembahasan

  (analisis) yang mengacu pada permasalahan yang menjadi pokok bahasan dan tujuan dari penelitian ini. Penelitian ini hendak menjawab permasalahan: pertama, apakah perbedaan jaminan fidusia dan gadai?. Kedua, Bagaimanakah intervensi Negara pada jaminan fidusia dan gadai?

A. PERBEDAAN JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI Hukum Jaminan memiliki kaitan yang erat dengan bidang hukum benda.

  Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif adalah jaminan fidusia dan gadai. Jaminan fidusia, sebagai lembaga jaminan atas benda bergerak, jaminan fidusia banyak dipergunakan oleh masyarakat bisnis.

  Fidusia memiliki arti penting dalam memenuhi kebutuhan kredit bagi masyarakat, khususnya perusahaan kecil dan menengah sangat membantu usaha debitur. Oleh karena itu, kehadirannya dapat memberikan manfaat ganda.

  Debitur masih dapat menguasai barang jaminan untuk keperluan usaha sehari-hari, pihak perbankan lebih praktis mempergunakan prosedur pengikatan fidusia.

  “Bank tidak perlu menyediakan tempat khusus barang jaminan seperti pada lembaga gadai (pand )”. Dalam perjanjian gadai, barang jaminan harus diserahkan atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya …”.

  Dengan syarat gadai tersebut barang jaminan tidak dapat lagi menunjang usaha debitur. Dan “Bagi bank dapat menimbulkan masalah mengenai tempat penyimpanan, khususnya bank-bank di kota besar, karena tidak adanya gudang- gudang yang cukup luas yang mereka miliki”. Akibat pengaturan gadai yang terlalu sempit, fidusia lahir untuk mengisi kekosongan hukum jaminan melalui putusan pengadilan atas desakan kebutuhan masyarakat. Berikut adalah tabel perbedaan jaminan fidusia dan gadai.

  Tabel. 1. Tabel Perbedaan Jaminan Fidusia Dan Gadai

  No Uraian Gadai Fidusia

  1 Sumber Hukum

  Pasal 1150 s.d Pasal 1160 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Undang-undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF)

  2 Pengertian

Pasal 1150 KUHPerdata Gadai adalah suatu hak yang

  diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang), atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor.

  Pasal 1 angka 1 UUJF Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

3 Unsur-unsur

  Pasal 1152 KUH Perdata 1. gadai diberikan hanya atas benda bergerak;

  2. objek jaminan gadai ditangan kreditur.

  Pasal 1 angka 2 UUJF 1. fidusia diberikan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek; 2. ojek jaminan fidusia tetap di tangan debitur.

4 Obyek

  Pasal 1152-1153 KUHPerdata Benda bergerak baik bertubuh maupun tidak bertubuh. Pasal 1 angka 4 UUJF Benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek (Pasal 1 angka 4 UUJF)

  6 Kedudukan benda jaminan

  Pasal 1152 KUH Perdata Objek jaminan diserahkan pada penerima gadai. Pasal 1 angka 2 UUJF Benda jaminan tetap berada ditangan pemberi Fidusia.

  7 Kewajiban/ Tanggung Jawab

Pasal 1157 KUH Perdata 1. Penerima Gadai: a.

  bertanggung jawab untuk

hilangnya atau

kemerosotan barangnya

sekedar itu telah terjadi

karena kelalaiannya; b. harus memberitahukan

Pemberi Gadai, jika

benda gadai dijual; c. bertanggungjawab

terhadap penjualan benda

gadai.

  2. Pemberi Gadai diwajibkan mengganti kepada kreditur segala biaya yang berguna dan perlu, yang telah dikeluarkan oleh pihak yang tersebut belakangan guna keselamatan barang gadainya. (Pasal 1157 KUHper)

  Pasal3, Pasal 19 ,Pasal 30 UUJF 1.

  Penerima Fidusia : a. wajib mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia; b. wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan dalam Sertifikat Jaminan Fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia; c. wajib mengembalikan kepada Pemberi Fidusia dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan; d. wajib memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia. (Pasal 13 UUJF)

  2. Pemberi Fidusia : a. dalam hal pengalihan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, wajib menggantinya dengan obyek yang setara; (Pasal

  19 UUJF) b. wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi; (Pasal 30 UUJF)

8 Hak

Pasal 1156 KUH Perdata 1. Penerima Gadai mempunyai

  hak: a. penguasaan benda gadai,

namun tidak mempunyai

hak untuk memiliki

benda gadai; b. dalam hal debitur

wanprestasi, untuk

menjual dengan

kekuasaan sendiri

(parate eksekusi),

  2. Pemberi Gadai tetap mempunyai hak milik atas Benda Gadai.

  Pasal 1 angka 2, Pasal 29 UUJF 1. Penerima Fidusia mempunyai hak: a. kepemilikan atas benda yang dijadikan obyek fidusia, namun secara fisik benda tersebut tidak di bawah penguasaannya b. dalam hal debitur wanprestasi, untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dengan melakukan lelang dan didahului dengan titel eksekutorial.

  2. Pemberi Fidusia mempunyai b. dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur atau mengalihkan benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, atau melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas utang apabila Penerima Fidusia menyetujui.

9 Eksekusi

  Pasal 1156 KUHPerdata Apabila debitur atau Pemberi Gadai cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Gadai dapat dilakukan Kreditur untuk menyuruh jual benda gadai.

  Pasal 29 UUJF Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan pelaksanaan title eksekutorial oleh Penerima Fidusia.

10 Lahirnya

  Pasal 1150 KUHPerdata Pada saat penerima gadai menerima benda jaminan yang diserahkan pemberi gadai.

  Pasal 14 angka 3 UUJF Jaminan fidusia lahir ketika kantor pendaftaran mencatat dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran. 11. pendaftaran

   Tidak ada pasal yang menjelaskan tentang pendaftaran gadai

  Pasal 11 UUJF Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Sumber : Diolah dari KUH Perdata dan Undang-undang Fidusia Dari penjelasan tabel diatas dapat kita lihat secara jelas perbedaan antara

  gadai dan fidusia. Hal pertama yang akan disoroti penulis dalam perbedaan antara gadai dan fidusia adalah dari sumber hukum dan pengertiannya. Sumber hukum gadai sendiri terdapat pada pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan pada Fidusia dapat ditemukan pada Undang-Undang No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Pada gadai, pengertian gadai secara terang dan jelas di jelaskan pada Pasal 1150 KUHPerdata, sedangkan untuk pengertian fidusia sendiri terletak pada Pasal 1 angka 1 UUJF.

  Namun lebih lanjut terkait perbedaan fidusia dan gadai, dimana fidusia harus didaftarkan namun gadai tidak perlu didaftarkan.

  Pada tabel 1 nomor 3 terdapat perbedaan unsur-unsur antara gadai dan fidusia. Pada pasal 1152 KUHPerdata dijelaskan bahwa gadai diberikan hanya atas benda bergerak saja, sedangkan dalam fidusia agak berbeda karena fidusia menjelaskan pada pasal 1 angka 2 UUJF bahwa fidusia dapat diberikan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek. Berikutnya unsur lain yang membedakan ada pada objek jaminan, pada objek jaminan gadai diserahkan kepada penerima gadai atau kreditur, berbeda halnya dengan fidusia objek jaminan fidusia tetap ditangan debitur.

  Kedudukan benda jaminan antara gadai dan fidusia memiliki perbedaan yang cukup signifikan, Dalam fidusia benda jaminan tidak diserahkan secara nyata oleh debitor kepada kreditor, yang diserahkan hanyalah sertifikat pendaftaran fidusia, namun pada prakteknya kreditor memegang surat kepemilikan benda jaminan juga, tindakan tersebut disinyalir merupakan tindakan preventif apabila debitor dikemudian hari melakukan wanprestasi. Benda jaminan masih tetap dikuasai oleh debitor dan debitor masih tetap dapat mempergunakan untuk keperluan sehari-hari. Jaminan fidusia dituangkan dalam bentuk perjanjian. Biasanya dalam memberikan pinjaman uang, kreditor mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitor harus menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan pelunasan utangnya. Lain halnya dengan gadai, benda jaminan secara fisik berada di bawah penguasaan Kreditur/Penerima Gadai atau pihak ketiga yang telah disetujui kedua belah pihak. Penerima Gadai/Kreditur bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemerosotan barangnya sekedar itu telah terjadi karena kelalaiannya dan harus memberitahukan Pemberi Gadai, jika benda gadai dijual serta bertanggungjawab terhadap penjualan

  Pembebanan benda jaminan dalam gadai tidak dapat dibebankan berkali-kali kepada kreditur yang berbeda. Dalam gadai tidak ada aturan untuk mendaftarkan benda jaminan yang menjadi obyek gadai. Sehingga apabila debitur atau Pemberi Gadai cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Gadai dapat dilakukan dengan cara, yang pertama, Kreditur diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai manakala debitur ingkar janji, sebelum kreditur menyuruh jual benda yang digadaikan maka ia harus memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau Pemberi Gadai. Yang kedua, Suatu penjualan benda gadai oleh kreditur berdasarkan perintah pengadilan, maka kreditur wajib segera memberitahukan kepada Pemberi Gadai. Sebaliknya dalam fidusia, ada aturan untuk mendaftarkan benda jaminan yang menjadi objek gadai. Benda jaminan fidusia pun dapat dibebankan berkali-kali kepada kreditur yang berbeda. Kreditur yang dimaksud disini dijelaskan dalam Pasal 8 UUJF yang mejelaskan bahwa jaminan fidusia bisa diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia (kreditur) atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia tersebut.

  Penerima Gadai mempunyai hak penguasaan benda gadai, namun tidak mempunyai hak untuk memiliki benda gadai. Dalam hal debitur wanprestasi, untuk menjual dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi), sehingga hak untuk penjualan benda gadai tidak diperlukan adanya title eksekutorial. Penerima Gadai/ Pemegang Gadai dapat melaksanakan penjualan tanpa adanya penetapan Pengadilan, tanpa perlu adanya juru sita ataupun mendahului dengan penyitaan. Menjual benda gadai dengan perantaraan hakim, dimana kreditur dapat memohon pada hakim untuk menentukan cara penjualan benda gadai. Mendapat ganti rugi berupa biaya yang dan ongkos-ongkos yang menjadi tanggungan belum dilunasi maka si berhutang/debitur maka debitur tidak berkuasa menuntut pengembalian benda gadai.

  Gadai didahulukan (kreditur preferen) pelunasan piutangnya terhadap kreditur lainnya, hal tersebut diwujudkan melalui parate eksekusi ataupun dengan permohonan kepada Hakim dalam cara bentuk penjualan barang gadai. Pemberi Gadai tetap mempunyai hak milik atas Benda Gadai. Fidusia memiliki kemudahan pelaksanaan eksekuasi dilakukan dengan mencantumkan irah- irah “Demi Keadilan

  Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” pada sertifikat jaminan fidusia. Dengan titel eksekutorial ini menimbulkan konsekuensi yuridis bahwa jaminan fidusia mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sehingga penjualan terhadap benda yang menjadi jaminan fidusia, selain melalui titel eksekutorial, dapat juga dilakukan dengan cara melelang secara umum dan di bawah tangan. Jadi dari penjelasan tersebut secara eksekusi ketika terjadi wanprestasi pada gadai, penerima gadai dapat langsung mejual benda jaminan sedangkan dalam fidusia penerima fidusia harus melakukan penyitaan terlebih dahulu karena benda jaminan ada pada pemberi fidusia.

  Kewajiban dan tanggung jawab antara pemberi/penerima gadai dan pemberi/penerima fidusia sangat berbeda, aspek yang disebutkan dalam pasal dari masing-masing sumber hukum pun juga berbeda, pada gadai sendiri, sumber hukum lebih menyoroti tanggung jawab penerima/pemberi gadai pada benda jaminan itu sendiri, sehingga apabila terjadi kehilangan atau kemerosotan nilai pada benda, penerima gadai akan bertanggung jawab. Penerima gadai juga wajib untuk memberitahukan pemberi gadai apabila benda jaminan dijual, serta bersangkutan dengaan benda jaminan. Kemudian pada Pasal 13 UUJF, dijelaskan pula tentang tanggung jawab penerima fidusia. Pada pasal tersebut sekiranya lebih menekankan apa yang harus dilakukan penerima fidusia berkaian dengan pendaftaran fidusia, memberitahukan kepada Kantor Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia dan sisanya dapat dilihat pada tabel 1 diatas.

  Diatas sudah dipaparkan perbedaan fidusia dan gadai, namun fidusia dan gadai ada beberapa persamaan. Berikut adalah tabel perbedaan jaminan fidusia dan gadai.

  c.

  Dari tabel persamaan diatas terlihat persamaan gadai dan fidusia, dilihat dari sifatnya, keduanya merupakan perjanjian yang bersifat assesoir (tambahan) terhadap

  Sumber : Di olah dari KUHPerdata dan Undang-undang fidusia

  Pasal 25 UUJF Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia dan Adanya pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia Serta Musnahnya benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

  Pasal 1152 KUHPerdata Apabila benda gadai dikeluarkan dari kekuasaan Penerima Gadai dan kembali ke tangan Pemberi Gadai. Manakala perikatan pokok telah dilunasi atau jika utang pokok telah dilunasi semuanya atau telah hapus.

  Pasal 15 ayat (3) UUJF Fidusia memberikan kewenangan kepada kreditur untuk menjual benda jaminan atas kekuasaannya sendiri.

  Pasal 1155 KUHPerdata Gadai memberikan kewenangan kepada kreditur untuk menjual benda jaminan atas kekuasaannya sendiri.

  2 Pelunasan

  Bersifat mendahulu (droit de preference).

  Pembayaran sebagian piutang tidak menghapus fidusia..

  Tabel. 2. Tabel Persamaan Jaminan Fidusia Dan Gadai

  b.

  Pasal 4, Pasal 20, Pasal 27 UUJF a. Fiducia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok.

  Bersifat mendahulu (droit de preference).

  c.

  Gadai tidak bisa hapus

dengan pembayaran

sebagian dan tidak bisa

terbagi-bagi kepada

pewaris..

  b.

  Pasal 1151, Pasal 1160, Pasal 1156 KUHPerdata a. Bersifat assesoir atau tambahan.

  1 Sifat

  No Uraian Gadai Fidusia

3 Hapusnya

  perikatan pokok, yang tanpa adanya keberadaan uang pokok, tidak ada gadai ataupun fidusia.

  Gadai memiliki sifat individualiteit, sesuai pasal 1160 KUH Perdata, bahwa benda gadai melekat secara utuh pada utangnya meskipun karena meninggalnya debitur atau kreditur diwariskan secara terbaagi-bagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga seluruh utang telah dilunasi, setali tiga uang dengan fidusia, pada Pasal 20 UUJF yang menyebutkan Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun itu berada. Dengan demikian gadai dan fidusia memiliki kesamaan bahwa pembayaran sebagian piutang tidak bisa menghapus gadai atau fidusia karena objek jaminan melekat secara utuh pada utangnya.

  Pada Pasal 1156 KUH Perdata dan Pasal 27 UUJF, keduanya menjelaskan tentang sifat gadai dan fidusia yang bersifat mendahulu (droit de preference). Yang artinya penerima gadai/fidusia mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piuttangnya atas hasil eksekusi objek jaminan.

  Hapusnya gadai dan fidusia memiliki kesamaan, yang ada pada Pasal 1152 KUH Perdata dan Pasal 25 UUJF, keduanya menyatakan bahwa perjanjin pokok telah dilunasi ata utang pokok telah dilunasi semuanya makan gadai dan fidusia telah hapu

  Dari paparan tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa diantara Pasal 1150-1160 KUH Perdata tentang Gadai daan UU No. 42 UUJF terdapat beberapa perrsamaan dalam beberapa pasal, meskipun tidak dituliskan sama persis, namun secara substansi keduanya memiliki persamaan. Antara lain ada didalam sifat gadai dan fidusia, pelunasan gadai dan fidusia, serta hapusnya fidusia.

  B.

INTERVENSI NEGARA PADA JAMINAN FIDUSIA.

  Fidusia dikenal dengan berbagai nama atau istilah. Di dalam bahasa Belanda disebut dengan fiducie, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut fiduciary

  transfer of ownership yang artinya kepercayaan. Asser Van Oven menyebutnya

  dengan “hak milik sebagai jaminan” (zekerheids-eigendom), Blon menyebutnya sebagai

  “hak jaminan tanpa penguasaan” (bezitsloos zekerheidsrecht), Kahrel memakai istilah “gadai yang diperluas” (verruimd pandbegrip), sedangkan Dr. A.

  Veenheren menyebutnya dengan istilah “penyerahan hak milik sebagai jaminan”(eigendom overdracht tot zekerheid).

  Fidusia lazim disebut dengan istilah Fiduciaire Eigendom Overdract (FEO). yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas kepercayaan. Di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dapat dilihat definisi dari fidusia. Yaitu fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

  Adapun cara penyerahan dan pemindahan kebendaan fidusia dilakukan secara constitutum possesorium, sebab kebendaan fidusia yang akan diserahkan dan dipindahtangankan tersebut tetap berada dalam penguasaan pemilik asal (pemberi fidusia). Jaminan fidusia dituangkan dalam bentuk perjanjian. Biasanya bahwa debitor harus menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan pelunasan utangnya.

  Menurut Dr. A Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan fidusia adalah suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur), berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan utang debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun

  

bezitter , melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur-

eigenaar .

  Definisi tersebut didasarkan pada konstruksi hukum adat, karena istilah yang digunakan adalah pengoperan. Pengoperan diartikan sebagai suatu proses atau cara mengalihkan hak milik kepada orang lain. Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi yang dikemukan oleh Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang adalah adanya pengoperan, dari pemiliknya kepada kreditur, adanya perjanjian pokok, penyerahan berdasarkan kepercayaan, bertindak sebagai detentor atau

  houder .

  Disamping istilah fidusia, dikenal juga istilah Jaminan Fidusia. Istilah Jaminan Fidusia ini dikenal dalam Pasal 1 angka 2 UUJF. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam terhadap kreditur lainnya. Unsur-unsur jaminan fidusia yang terkandung di dalam definisi tersebut yaitu: 1). Adanya hak jaminan; 2). Adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan; 3).

  Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia; 4). Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur.

  Dalam UUJF, pembentuk Undang-Undang tidak mencantumkan secara tegas asas-asas hukum jaminan fidusia yang menjadi fundamen dari pembentukan norma hukumnya. Oleh karena itu untuk menemukan asas-asas hukum jaminan fidusia dicari dengan jalan menelaah pasal demi pasal dari Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut.

  Adapun salah satu asas Jaminan Fidusia yang terdapat dalam UUJF, yaitu asas Assesoir. Menurut Pasal 4 UUJF, jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Perjanjian pokoknya adalah perjanjian utang. Sebagai suatu perjanjian accesoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok dan keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok, serta sebagai perjanjian bersyarat dimana hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang diisyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.

  Jaminan Fidusia memiliki sifat accessoir (ada tidaknya fidusia bergantung dari ada tidaknya perjanjian pokok, misalnya perjanjian kredit). yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. Prestasi sebagaimana dalam Pasal 1234 KUHPerdata berupa berbuat sesuatu, memberikan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Sifat

  accesoir dari jaminan fidusia memberikan akibat hukum antara lain: 1.

  Jaminan fidusia menjadi hapus dengan sendirinya karena hukum, apabila perjanjian pokoknya itu berakhir atau karena sebab lainnya yang menyebabkan perjanjian pokoknya menjadi hapus; 2. Fidusia yang menjaminnya karena hukum beralih pula kepada penerima fidusia yang baru dengan dialihkannya perjanjian pokoknya kepada pihak lain; 3. Fidusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari atau selalu melekat pada perjanjian pokoknya, karena itu hapusnya fidusia tidak menyebabkan hapusnya perjanjian pokok. Sebagai suatu perjanjian yang bersifat accesoir, jaminan fidusia memiliki sifat antara lain:

1. Sifat perjanjian ikutan terhadap perjanjian pokok; 2.

  Keabsahannya ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok; 3. Sebagai perjanjian yang memiliki syarat, maka dapat dilaksanakan apabila ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah dipenuhi.

  Mengenai penyebutan sifat ini (turunan atau ikutan), ada pula yang menyebut dengan asas asesoritas. Asas ini mengandung arti bahwa keberadaan jaminan fidusia ditentukan oleh perjanjian lain yakni perjanjian adalah perjanjian hutang piutang yang melahirkan hutang yang dijamin dengan fidusia.

  Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, asas tersebut secara tegas dinyatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok. Sesuai dengan sifat asesor ini, berarti hapusnya jaminan fidusia juga ditentukan oleh hapusnya hutang atau karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh kreditur penerima jaminan fidusia.Dengan demikian, perjanjian jaminan fidusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian hutang-piutang.

  Asas assesoritas membawa konsekuensi hukum terhadap pengalihan hak atas piutang dari kreditur pemegang jaminan fidusia baru. Hal ini berarti terjadi pemindahan hak dan kewajiban dari kreditur pemegang jaminan fidusia lama kepada kreditur pemegang jaminan fidusia baru. Pihak yang menerima peralihan hak jaminan fidusia mendaftarkan perbuatan hukum (cessie) tersebut ke kantor pendaftaran fidusia.

  Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya pada Bab 1, bahwa sesuai dengan prinsip bahwa Negara Indonesia wajib melindungi tiap-tiap warga negaranya dengan hukumnya, maka dibuatlah Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia, jelas bahwa ini adalah bentuk intervensi dalam arti yang positif dari pemerintah kepada warga negaranya. Maka terlebih dahulu dilihat berkaitan dengan hukum secara umum, pada prinsipnya hukum dibagi dua, yaitu hukum publik (publickrecht) dan hukum privat (privatrecht).

  Hukum privat mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hal- lain misalnya kebebasan setiap individu, masalah keluarga, masalah waris, masalah perkawinan, masalah harta kekayaan, jaminan, hak milik, perikatan, perjanjian, dan lain-lain.Sebagaimana dalam KUHPerdata dibagi dalam empat buku, yaitu buku I tentang orang, buku II tentang benda, buku III tentang perikatan, dan buku IV tentang bukti dan kadaluarsa.

  Hukum publik mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum. Hukum publik memberikan jaminan bagi perlindungan hukum atas kenyamanan, keselamatan, keamanan warga negara dari pemerintah atau negara atau melindungi kepentingan umum. Sebagaimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) aspek tersebut diatur dalam tiga buku yaitu buku I tentang peraturan umum, buku II tentang kejahatan, dan buku III tentang pelanggaran. Hukum publik misalnya hukum pidana, hukum tata negara, hukum internasional publik, dan lain-lain.

  Ditinjau dari sudut menegakkan atau mempertahankan hukum, maka dalam hukum perdata diserahkan kepada orang-perseorangan yang berkepentingan, apakah ia akan mempertahankan hak dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan hukum atau tidak. Maka terdapatlah asas, yaitu asas personalitas atau privity of contract yang berakar dari postulat yang bersifat universal bahwa manusia mengetahui apa terbaik bagi dirinya sendiri dalam mengadakan hubungan kontraktual. Negara tidak turut mencampurinya selama orang tersebut belum mengajukan gugatannya ke pengadilan.

  Misalnya apakah seseorang yang berpiutang (kreditur) akan menuntut peradilan perdata atau tidak, ataukah piutang itu dianggap saja sudah lunas atau dihibahkan, tentu penentuannya diserahkan kepada si kreditur.

  Sedangkan dalam hukum publik, penguasa wajib menegakkan hukum, walaupun mungkin orang yang dirugikan itu tidak menghendaki penuntutan terhadap subjek yang merugikannya. Namun dalam hal ini ada juga pengecualian antara lian apabila yang terjadi itu adalah kejahatan penghinaan, perzinahan, pencurian dalam keluarga, dan sebagainya.

  Jika ditinjau dari sudut teori yang umum dan teori khusus, maka hukum perdata berlaku secara umum (ius commune, gemeine recht) baik untuk pemerintah maupun untuk rakyat berkedudukan sebagai pribadi- pribadi atau perseorangan. Sedangkan hukum publik merupakan hukum khusus (ius speciale) karena memberikan kekuasaan khusus kepada pemerintah untuk melakukan suatu tindakan kepada pribadi-pribadi, misalnya mengambil (onteigenen) suatu milik perseorangan atau pribadi tersebut untuk kepentingan umum (ten algemene nutte).

  Jadi, jika dalam hukum publik, penguasa wajib menegakkan hukum, walaupun mungkin orang yang dirugikan itu tidak menghendaki penuntutan terhadap subjek yang merugikannya. Namun dalam hal ini ada juga pengecualian antara lain apabila yang terjadi itu adalah kejahatan penghinaan, perzinahan, pencurian dalam keluarga, dan sebagainya. Jika ditinjau dari sudut teori yang umum dan teori khusus, maka hukum perdata berlaku secara umum (ius commune, gemeine recht) baik untuk pemerintah maupun untuk rakyat berkedudukan sebagai pribadi-pribadi atau perseorangan. Sedangkan kepada pribadi-pribadi, misalnya mengambil (onteigenen) suatu milik perseorangan atau pribadi tersebut untuk kepentingan umum (ten algemene

  

nutte ). Maka pemerintah sebagai pemegang suatu sistem bernegara, sistem

  kepemerintahanan, pemerintah sebagai penguasa berhak pula menerapkannya dalam ranah hukum privat guna melindungi warga negaranya melalui perundang-undangan yang diciptakannya.

  Bentuk intervensi Negara pada jaminan fidusia ini dimaksudkan untuk melindungi warganya, sesuai dengan konsep perlindungan hukum.

  Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

  Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra berpendapat bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Dalam hal ini pemerintah telah melakukan perannya secara prediktif dan tepat telah mengeluarkan UU No. 42 Tahun 1999 tentang UUJF. Menilik 18 tahun kebelakang dari sekarang, disitu kita dapat melihat pemerintah yang begitu visioner dengan mengeluarkan Undang-undang tersebut, tidak dapa dipungkiri bahwa tahun-tahun setelah lahirnya UUJF, begitu menjamurnya tersebut bisa dikatakan pula sebagai tidakan antisipatif pemerintah dalam melindungi warga Negara nya.

  Kemudian apabila melihat dari sudut pandang Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemeerintah yang bersifat preventif dan represif seperti penjelasan sebelumnya yang menjelaskan tentang perlindungan hukum terhadap kreditur yang disebut sebagai tindakan antisipatif apabila terjadi wanprestasi, dapat dengan sederhana bahwa hal tersebut juga merupakan tindakan preventif. Tindakan preventif dimana pemerintah berusaha untuk melindungi warga Negara nya. Beralih pada tindakan represif pemerintah dalam perlindungan hukum, dalam hal ini kreditur berhak melakukan eksekusi pada benda jaminan apabila debitur melakukan wanprestasi, hal tersebut tercantum pada Pasal 29-34 Tahun 1999 tentang UUJF. Apabila ada pihak yang dengan sengaja melakukan tindakan pidana seperti yang tercantum pada Pasal 35-36 Tahun 1999 tentang UUJF akan dikenai sanksi seperti yang tertera dalam Pasal tersebut.

  Ketentuan dalam hukum privat adalah bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan diri sendiri. Lebih lanjut Pasal 1350 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya, namun ketentuan ini ada pengecualian sebagaimana diintrodusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata. Namun dalam perjanjian jaminan fidusia, asas Privity of

  

Contract ini patut untuk dipertanyakan eksistensinya, karena dalam Pasal 11 jaminan fidusia wajib untuk didaftarkan, baik jaminan yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri.

  Kewajiban atau suatu keharusan pihak yang melakukan perjanjian harus didaftarkan maka asas Privity of Contract tidak lagi menjadi asas yang pribadi karena intervensi dari UU No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. Maka nampak bahwa perjanjian yang sejatinya merupakan undang-undang bagi yang membuatnya dikalahkan dengan kebijakan pemerintah berupa pengundangan undang-undang a quo beserta peraturan pelaksanaannya.

  Bentuk intervensi Negara pada jaminan fidusia ini dimaksudkan untuk melindungi warganya, sesuai dengan konsep perlindungan hukum.

  Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

  Berkaitan dengan fidusia, perlindungan hukum oleh negara perlu diberikan karena terkait dengan penguasaan barang dalam fidusia yang dikuasai oleh debitur. Supaya kreditur tidak dirugikan dan merasa aman dan nyaman, maka negara memberikan sarana untuk melindungi warganya dengan ketentuan setiap perjanjian fidusia wajib untuk didaftarkan.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 12

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perubahan Sosial - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Desa Malinjak Bergerak: Studi Sosiologis tentang Persepsi dan Perubahan Perilaku Masyarakat Desa Malinjak dalam Praksis Tiga Gerakan Moral di Kabup

0 0 9

BAB IV GAMBARAN TIGA GERAKAN MORAL DALAM DESA MALINJAK 4.1 Munculnya Tiga Gerakan Moral di Kabupaten Sumba Tengah Kabupaten Sumba Tengah terletak di Pulau Sumba. Dalam era otonomi daerah, - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Des

0 3 15

BAB V PERSEPSI DAN PERUBAHAN PERILAKU MASYARAKAT DESA MALINJAK DALAM PRAKSIS TIGA GERAKAN MORAL 5.1. Realitas kehidupan kolektif yang malas, boros, dan tidak aman 5.1.1. Dari Rajin Berkebun ke Sifat Jenuh dan Malas - Institutional Repository | Satya Wacan

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Desa Malinjak Bergerak: Studi Sosiologis tentang Persepsi dan Perubahan Perilaku Masyarakat Desa Malinjak dalam Praksis Tiga Gerakan Moral di Kabupaten Sumba Tengah

0 0 13

BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Wisata Karaoke - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Aktor dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sarirejo, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga

0 1 9

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Aktor dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sarirejo, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga

0 1 10

BAB V PERAN AKTOR DALAM PEMANFAATAN RUANG SARIREJO KOTA SALATIGA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Aktor dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sarirejo, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Intervensi Negara dalam Ranah Hukum Privat: Studi Komparasi Antara Lembaga Jaminan Fidusia dan Gadai

0 0 27

A. LEMBAGA JAMINAN 1. Pengertian Jaminan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Intervensi Negara dalam Ranah Hukum Privat: Studi Komparasi Antara Lembaga Jaminan Fidusia dan Gadai

0 0 47