BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2011-2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah didefenisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah yang menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun aggaran serta menggambarkan juga perkiraan penerimaan tertentu dan sumber-sumber penerimaan daerah yang menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.

  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah juga diartikan sebagai sarana atau alat untuk menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab serta memberi isi dan arti tanggung jawab Pemerintah Daerah karena APBD itu menggambarkan seluruh

  APBD merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Peranan APBD sebagai pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri.

  Menurut Halim (2004: 73) APBD adalah rencana pekerjaan keuangan (financial

  

workplan ) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu. Dalam waktu mana badan legislatif

  (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar penetapan anggaran dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutupi pengeluaran tadi.

  Menurut Bastian (2000) APBD merupakan rencana kerja Pemerintah Daerah (Pemda) dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahun dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik.

  Dan menurut Saragih (2003) APBD adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu umumnya satu tahun.

  Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan manfaat pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas agenda- agenda pembangunan tahunan. Di bidang pengelolaan pendapatan daerah, akan terus diarahkan pada peningkatan PAD. Untuk merealisasikan hal tersebut akan dilakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan yang telah ada maupun menggali sumber-sumber baru.

  Bentuk dan Susunan APBD berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri pembiayaan. APBD sebagai bagian dari siklus anggaran merupakan tahapan yang paling strategis. Dikatakan strategis karena pada tahapan ini akan terlihat besarnya realisasi penerimaan dan pengeluaran yang telah dicantumkan dalam APBD tahunan anggaran berjalan, sehingga dari sisi keuangan daerah dapat dilihat apakah kegiatan yang telah direncanakan dengan anggaran yang telah ditetapkan.

  Pemerintah daerah harus mampu menjawab tuntutan masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan APBD dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan jasa publik, seperti pendidikan, kesehatan, kebersihan, ketertiban, dan lain sebagainya.

  Kebijakan penyusunan APBD tidak saja bertujuan untuk mengembalikan pertumbuhan ekonimi dengan cepat, tetapi perlu dilakukan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan dimasa lalu, baik pada tingkah laku individual para penyelenggara kebijakan maupun mekanisme institusional.

  Transfer pemerintah pusat tidak lain adalah dana perimbangan. Dana ini dibentuk untuk mendukung pendanaan program otonomi. Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

  Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang profesional, demokratis, adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah, maka diundangkan UU No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Undang-undang tersebut antara lain mengatur tentang dana perimbangan yang merupakan aspek penting dalam

  Undang – undang No.25 tahun 1999 mengatur hal – hal yang berkenaan dengan keuangan negara dan daerah utamanya bagi hasil penerimaan Negara dan transfer dana dari pemerintah pusat (APBN) kepada pemerintah daerah (APBD). Transfer pemerintah pusat berupa dana perimbangan terdiri dari :

  1. Dana Alokasi Umum (DAU)

  2. Dana Alokasi khusus (DAK)

  3. Dana Bagi Hasil

2.1.1 Belanja Modal

  Belanja Modal merupakan Belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum (Halim, 2004).

  Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan,2006). Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur,dan harta tetap lainnya.

  Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP 2005: 24), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

  1. Klasifikasi belanja modal Belanja Modal dibagi didalam 5 bagian yang terdiri dari :

  a) Belanja Modal Tanah Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, pembelian, pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, peralatan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. b) Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  c) Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  d) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksudkan dalam kondisi siap pakai.

  e) Belanja Modal Fisik lainnya Belanja Modal Fisik lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk Pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat dikatagorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralata dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang peurbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

2.1.2 Dana Alokasi Umum

  Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

  Dari definisi ini dapat disimpulkan baha DAU merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan disisi lain juga sebagai sumber pembiayaan daerah. Hal ini berarti pemberian DAU lebih diperioritaskan pada daerah yang mempunyai kapasitas fiskal rendah. Daerah yang mempunyai kapasitas fiskal dapat mengurangi disparitas fiskal antar daerah dalam memasuki era otonomi. Alokasi DAU untuk daerah dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :

  DAU = CF + AD Dimana : DAU = Dana alokasi umum AD = Alokasi dasar Proporsi DAU antar daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.

  DAU antar daerah celah fiskal DAU provinsi =

  Rp ∑ Dimana : CF Provinsi = Celah fiskal suatu daerah provinsi ∑ CF Provinsi = Total celah fiskal seluruh provinsi DAU atas daerah celah fiskal untuk daerah kabupaten/kota DAU kab/kota = bobot kab/kota x DAU kab/kota

  /

  Bobot DAU kab/kota =

  ∑ /

  Adapun cara menghitung dana alokasi umum menurut ketentuan UU No 33 tahun 2004 adalah sebagai berikut : a.

  Dana alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang – kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang dietapkan dalam APBN.

  b.

  Dari dana alokasi umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/kota yang ditetapkan APBN dengan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

  c.

  Dana alokasi umum (DAU) untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing – masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas.

  d.

  Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi daerah kabupaten/kota diseluruh indonesia.

  Dana alokasi umum (DAU) dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum dapat berkembang dapat diperkecil.

2.1.3 Dana Alokasi Khusus

  Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu (UU No.33 Tahun 2004). Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementerian negara, yang digunakan untuk melaksanakan urusan daerah, secara bertahap dialihkan menjadi dana alokasi khusus.

  Dana alokasi khusus digunakan untuk menutup kesenjangan pelayanan publik antar daerah dengan memberi prioritas pada bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah, dan lingkungan hidup.

  Dalam Tahun 2008 kebijakan alokasi DAK akan diperioritaskan, antara lain, seperti berikut : Nasional.

  2.Menunjang percepatan pembangunan sarana dan Prasarana didaerah Pesisir pulau - pulau kecil, daerah perbatasan darat dengan Negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir dan longsor, serta daerah yang berkatagori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata.

  3.Mendorong penyediaan lapangan kerja, mengurangi jumlah penduduk miskin, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.

  4.Menghindari tumpang tindih kegiatan yang di danai dari DAK dengan kegiatan lain yang didanai dari anggaran kementrian/lembaga.

  5.Mengalihkan kegiatan yang didanai dengan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, yang telah menjadi urusan daerah secara bertahap ke dana alokasi khusus (DAK).

  Menurut Poesoro (2008), penetapan jumlah DAK dan alokasinya kepada daerah merupakan hasil keputusan antara panitia anggaran DPR dengan Pemerintah yang terdiri dari unsur Depkeu, Depdagri, Bappenas, dan departemen teknis yang bidang tugasnya menerima. Meskipun mekanisme penetapan DAK melibatkan beberapa lembaga, keputusan akhir mengenai total jumlah DAK dan alokasinya menjadi wewenang Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan DPR.

  Dana alokasi khusus adalah dana yang disediakan kepada daerah untuk memenuhi kebutuhan khusus. Tiga kriteria khusus yang ditetapkan dalam undang – undang yang berlaku : umum (DAU).

  2.Kebutuhan merupakan komitmen atau prioritas nasional.

  3.Kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dalam penghijauan oleh daerah penghasil.

2.1.4 Dana Bagi Hasil

  Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 dana bagi hasil adalah “dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Dana bagi hasil ini ditinjau dari potensi daerah penghasil. Daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah tentunya akan mendapat persentase yang lebih besar dari pada daerah yang memiliki sedikit sumber daya alamnya.

  Penerimaan dana bagi hasil pajak diprioritaskan untuk mendanai perbaikan lingkungan pemukiman perkotaan dan dipedesaan, pembangunan irigasi, jaringan jalan dan jembatan sedangkan penerimaan dana bagi hasil sumber daya alam diutamakan pengalokasiannya untuk mendanai pelestarian lingkungan areal pertambangan, perbaikan dan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk tercapainya standar pelayanan minimal yang ditetapkan peraturan perundang-undangan (Sumarsono, 2010 :119).

  1. Penerimaan Pajak

  a. Pajak bumi dan bangunan (PBB) Penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dibagi dengan bagi hasil PBB untuk daerah sebesar 90% sebagaimana dimaksud diatas dibagi dengan rincian sebagai berikut

  1) 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan 2) 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan 3) 9% untuk biaya pemungutan

  Selanjutnya 10% penerimaan pajak bumi dan bangunan bagian pemerintah pusat sebagaimana pembagian diatas dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota dengan rincian sebagai berikut:

  1) 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota .

  2) 3,5% dibagikan secara intensif kepada kabupaten dan/atau kota yang realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan sektor pedesaan dan perkotaan sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.

  b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% dibagi untuk daerah dengan rincian

  1) 16% untuk provinsi yang bersangkutan 2) 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan.

  Selanjutnya bagian pemerintah sebesar 20% dialokasikan dengan

  c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21 Dana bagi hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 yang merupakan bagian dari daerah adalah sebesar 20% dengan rincian

  1) 60% untuk kabupaten/kota 2) 40% untuk provinsi

  2. Penerimaan Bukan Pajak (Sumber Daya Alam)

  A. Sektor kehutanan Penerimaan kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan

  (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah. Penerimaan kehutanan yang berasal dari dana reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk pemerintah dan 40% (empat puluh persen) untuk daerah.

  B. Sektor Pertambangan Umum Penerimaan pertambangan umum yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.

  C. Sektor Pertambangan Minyak Bumi daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk pemerintah dan 15,5% ( lima belas setengah persen) untuk daerah.

  D. Sektor Pertambangan Gas Bumi Penerimaan pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen) untuk pemerintah dan 30, 5% (tiga puluh setengah persen) untuk daerah.

  E. Sektor Perikanan Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan perimbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.

  F. Sektor Pertambangan Panas Bumi Pertambangan panas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan yang merupakan penerimaan negara bukan pajak, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.

  Hidayati (2011) meneliti tentang Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap realisasi Belanja Modal Pemerintah Kabupaten atau Kota di Jawa Timur. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan, Transfer Pemerintah Pusat (dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak,dana bagi hasil sumber daya alam) memiliki pengaruh signifikan tehadap Belanja Modal. Secara parsial, Dana Alokasi Umum (DAU), mempunyai nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) yaitu sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis nol ditolak, artinya variabel Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (BM), Dana Bagi Hasil Pajak mempunyai nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) yaitu sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis nol ditolak, artinya variabel Dana Bagi Hasil Pajak (DBH PJK) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (BM), sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) mempunyai nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yaitu sebesar 0,0745. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis nol diterima, artinya variabel Dana Alokasi Khusus tidak mempunyai pengaruh terhadap Belanja modal (BM), dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) mempunyai nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yaitu sebesar 0,499. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis nol diterima, artinya variabel Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal (BM).

  Simanjuntak (2009) meneliti tentang Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap realisasi Belanja Modal Pemerintah Kabupaten atau Kota di berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, dana bagi hasil pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal dan dana bagi hasil sumber daya alam tidak berpengatruh signifikan terhadap belanja modal. Secara simultan dana alokasi umum, dana bagi hasil dan dana bagi hasil sumber daya alam berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Dimana 74% variasi dari belanja modal dapat dijelaskan oleh ketiga variasi variabel in dependen tersebut sedangkan sisanya sebesar 26% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini.

  Harahap (2009) meneliti Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa kedua variabel independent berpengaruh positif terhadap belanja modal secara bersama- sama dan secara parsial Dana Bagi Hasil Pajak berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal sedangakan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

  Lukha (2013) meneliti Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

  Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel dana bagi hasil pajak lebih berpengaruh terhadap belanja modal daripada dana bagi hasil sumber daya alam apabila dilihat dari nilai korelasi dan signifikansinya. Dari hasil adjust R square menunjukkan bahwa pengaruh yang diberikan oleh variabel dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil sumber daya alam terhadap belanja modal sebesar 19% sedangkan sisanya (81%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar variabel penelitian.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel yang Digunakan Hasil Penelitian

  1. Hidayati (2000)

  Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap realisasi Belanja Modal Pemerintah Kabupaten atau Kota di Jawa Timur.

  Independent

  • Dana Alokasi Umum • Dana Alokasi Khusus • Dana Bagi Hasil Pajak • Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Dependent • Belanja Modal Secara simultan, Transfer Pemerintah Pusat (dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak,dana bagi hasil sumber daya alam) memiliki pengaruh signifikan tehadap Belanja Modal. Secara parsial, Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (BM), variabel Dana Bagi Hasil Pajak (DBH PJK) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (BM),
sedangkan variabel Dana Alokasi Khusus tidak mempunyai pengaruh terhadap Belanja modal (BM), dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal (BM).

  Simanjuntak Pengaruh Transfer Independent secara parsial dana (2009) Pemerintah Pusat alokasi umum

  • Dana Alokasi yang terdiri dari berpengaruh signifikan

  Umum Dana Alokasi terhadap belanja modal,

  • Dana Alokasi Umum, Dana Bagi dana bagi hasil pajak

  Khusus Hasil Pajak, dan tidak berpengaruh

  • Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil signifikan terhadap

  Pajak Sumber Daya Alam belanja modal dan dana

  • Dana Bagi Hasil terhadap realisasi bagi hasil sumber daya

  Sumber Daya Belanja Modal alam tidak berpengatruh

  Alam Pemerintah signifikan terhadap

  Dependent Kabupaten atau Belanja Modal belanja modal. Secara Kota di Sumatera simultan dana alokasi Utara. umum, dana bagi hasil dan dana bagi hasil sumber daya alam berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Dimana 74% variasi dari belanja modal dapat dijelaskan oleh ketiga variasi variabel in dependen tersebut sedangkan sisanya sebesar 26% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini.

  3. Harahap Pengaruh Dana Independent: Penelitian ini (2009) Bagi Hasil Pajak menunjukkan bahwa

  • Dana Bagi Hasil dan Dana Bagi kedua variabel

  Pajak Hasil Sumber Daya independent

  • Dana Bagi Hasil Alam Terhadap berpengaruh positif

  Sumber Daya Belanja Modal pada Alam terhadap belanja modal Kabupaten dan Dependent : secara bersama- sama Kota di Smatera dan secara parsial Dana • Belanja Modal. Utara. Bagi Hasil Pajak berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal sedangakan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

  Lukha (2013) Pengaruh Dana Independent: Penelitian ini Bagi Hasil Pajak menunjukkan bahwa

  • Dana Bagi Hasil dan Dana Bagi variabel dana bagi hasil

  Pajak Hasil Sumber Daya pajak lebih berpengaruh

  • Dana Bagi Hasil Alam Terhadap terhadap belanja modal

  Sumber Daya Belanja Modal pada daripada dana bagi hasil

  Alam Kabupaten/Kota di sumber daya alam

  Dependent : Sumatera Utara apabila dilihat dari nilai • Belanja Modal.. korelasi dan signifikansinya. Dari hasil adjust R square menunjukkan bahwa pengaruh yang diberikan oleh variabel dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil sumber daya alam terhadap belanja modal sebesar 19% sedangkan sisanya (81%) dijelaskan oleh sebab- sebab lain diluar variabel penelitian.

2.3 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan latar belakang dan landasarn teori dapat dibuat kerangka konseptual yang akan diteliti seperti yang terlihat dalam Gambar 2.1 H1

  Dana Alokasi Umum (X )

  1 Dana Alokasi Khusus

  (X ) H2

  2 Belanja Modal

  (Y) Dana Bagi Hasil

  (X

  3 )

  H3 H4

  

Gamabar 2.1

Kerangka Konseptual

  Dari gambar tersebut dapat dilihat pengaruh Dana Alokasi Umum,Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi HAsil secara parsial terhadap Belanja Modal. Dan pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus , dan Dana Bagi Hasil secara simultan terhadap Belanja Modal.

  Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan. Pelaksanaan desentralisasi dilakukan dengan pemerintah pusat menyerahkan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya. Wujud desentralisasi yaitu pemberian dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (UU No. 33/2004). DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan keuangan merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat menggunakan dana perimbangan keuangan (DAU) untuk memberikan pelayanan kepada publik yang direalisasikan melalui belanja modal (Solikin 2010 dalam Ardhani 2011) pemerintah pusat dengan daerah. Salah satu dana perimbangan adalah DAK, yaitu merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan prioritas nasional. Tujuan DAK untuk mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Pemanfaatan DAK diarahkan kepada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang, dengan diarahkannya pemanfaatan DAK untuk kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang direalisasikan dalam belanja modal (Ardhani 2011).

  DBH merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah). DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari 2 jenis, yaitu DBH pajak dan DBH bukan pajak (Sumber Daya Alam). Berdasarkan Undang-Undang PPh yang baru (UU Nomor 17 Tahun 2000), mulai tahun anggaran 2001 Daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (personal income tax), yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi. Ditetapkannya PPh Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara (APBN). Volume perolehan pajak di daerah berasosiasi kuat dengan besarnya tingkat pendapatan sebagai basis pajak, dengan demikian daerah dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi cenderung akan memperoleh DBH pajak daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Secara teoritis Pemerintah daerah akan mampu menetapkan belanja modal yang semakin besar jika anggaran DBH semakin besar pula, begitupun Sebaliknya semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran DBH semakin kecil. DBH berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

Dokumen yang terkait

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) - Sistem Pelaksanaan Perhitungan Pph Pasal 21 Pada Ppks ( Pusat Penelitian Kelapa Sawit ) Unit Usaha Marihat Pematang Siantar

0 2 15

BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah Ringkas PT. Pertamina (Persero) - Peranan Fasilitas Kerja Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan Pt. Pertamina (Persero) Bagian Retail Fuel Marketing Region I Rayon Kota Medan

1 3 15

BAB II PROFIL PERUSAHAAN - Peranan Gaya Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan Pada Pt. Asam Jawa Medan

0 0 16

BAB II PROFIL INSTANSI 2.1. Sejarah Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara 2.1.1. Sejarah Berdirinya Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara - Tugas Akhir dengan judul Peranan Sekretaris dalam Perjalanan Dinas Staf Ahli Gubernur pada Sekretariat Staf Ahl

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Tugas Akhir dengan judul Peranan Sekretaris dalam Perjalanan Dinas Staf Ahli Gubernur pada Sekretariat Staf Ahli Gubernur di Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara

0 1 9

BAB II PROFIL DINAS PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara - Etiket Kerja Sekretaris Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Tamu Di Dinas Pendapatan Provinsi Sumat

0 0 20

BAB III PEMBAHASAN A. Tempat dan Waktu Penelitian - Pelaksanaan Manajemen Perkantoran Pada Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara

0 0 13

Struktur Komunitas Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

0 0 13

Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber officinale var rubra) dengan Metode Pengolahan Berbeda terhadap Performans Ayam Broiler Yang Terinfeksi Eimeria tenella

0 0 11

Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2011-2013

0 0 11