MANFAAT DAUN KATUK BAGI KESEHATAN MANUSI

MANFAAT DAUN KATUK BAGI KESEHATAN MANUSIA DAN
PRODUKTIVITAS TERNAK
Oleh: Prof. Urip santoso
Setelah manusia mengarungi samudra dunia modern dengan segala kemudahan
sebagai hasil perkembangan teknologi, manusia mulai menyadari bahwa segala sesuatu
yang tidak seimbang, tidak fitrah atau tidak alami dapat membawa akibat kurang baik
bagi kesehatannya. Perubahan pola makan manusia modern ternyata mengakibatkan
berbagai penyakit yang dahulunya kurang dominan sebagai penyebab kematian, sekarang
menduduki peringkat atas. Semakin hari semakin banyak manusia yang terkena kanker,
stroke, penyakit penyempitan pembuluh darah, penyakit jantung, kencing manis, dan
berbagai penyakit degeneratif lainnya, sebagai akibat salah makan atau makan yang
berlebihan.
Hal ini kemudian memicu masyarakat untuk kembali ke alam. Diyakini bahwa
sesuatu yang alami baik pada pola pangan, ataupun penggunaan bahan alami sebagai obat
akan membawa efek negatif yang lebih sedikit. Dengan demikian, umur fisiologis dari sel
dapat diperpanjang. Di Eropa dan Amerika Serikat misalnya, penggunaan tumbuhan obat
sebagai alternatif obat kimia telah banyak di teliti dan diproduksi. Tumbuhan obat juga
telah banyak diteliti untuk meningkatkan kesehatan dan produktivitas ternak.
Indonesia dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya, mempunyai potensi yang
sangat besar untuk menyediakan obat alami, mengingat banyak tumbuhan obat yang
tumbuh dengan baik. Sejak jaman dulu bangsa Indonesia telah mengenal tumbuhan obat

dan memanfaatkannya untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit. Pemanfaatan
tumbuhan obat tersebut diperoleh berdasarkan empirik dan pengalaman yang diturunkan
dari nenek moyang kita. Pengobatan dengan bahan asal tumbuhan disebut fitoterapi yang
dalam penerapannya pada waktu ini dikenal dalam bentuk jamu dan fitofarma.
Sampai dengan pertengahan abad XX fitoterapi memegang peranan penting untuk
upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit. Setelah mengalami masa surut akibat
desakan bahan aktif hasil sintesis kimia, pada 20 tahun terakhir ini bahan obat asal
tumbuh-tumbuhan semakin mendapat perhatian kembali, baik sebagai obat tradisional
jamu, fitofarma maupun sumber senyawa murni. Kecenderungan ini banyak didorong
oleh berbagai kejadian buruk akibat obat yang berasal dari senyawa kimia hasil sintesis
dan juga tidak lepas dari kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terkait, seperti
botani, kimia, farmasi dan farmakologi yang memungkinkan konsep metode berdasar dan
lebih pasti atas khasiat sediaannya. Oleh karena itu, khasiatnya tidak usah diragukan lagi.
Sediaan asal tumbuhan yang sudah jelas khasiat, keamanan dan stabilitasnya
disebut fitofarmaka. Jadi, industri fitofarmaka adalah industri farmasi yang bersumber
pada tumbuh-tumbuhan dan merupakan produk IPTEK tumbuhan obat. Pengembangan
industri fitofarmaka akan mendorong usaha pelestarian tumbuhan obat dan industri
budidaya tanaman obat, simplisia, sediaan galenik, fraksi atau kelompok senyawa
bioaktif yang mempunyai mutu standar dan lebih jauh ke arah kemoterapi.


Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi besar namun belum banyak dilirik dan
dikembangkan sebagai komoditas unggulan adalah “katuk” (Sauropus androgynus).

Komposisi Gizi Daun Katuk
Daun katuk kaya akan besi, provitamin A dalam bentuk β-carotene, vitamin C,
minyak sayur, protein dan mineral lainnya.
Dalam 100 gram daun katuk mengandung 72 kalori, 70 gram air, 4,8 gram
protein, 2 gram lemak, 11 gram karbohidrat, 2,2 gram mineral, 24 mg kalsium, 83 mg
fosfor, 2,7 mg besi, 31,11 µg vitamin D, 0,10 mg vitamin B6 dan 200 mg vitamin C.
Depkes melaporkan bahwa pada daun katuk segar mengandung energi 59 kalori,
protein 6,4 gram, lemak 1,6 gram, karbohidrat 9,9 gram, serat 1,5 gram, abu 1,7 gram,
kalsium 233 mg, fosfor 98 mg, besi 3,5 mg, β-carotene 10020 µg, vitamin C 164 mg dan
air 81 gram. Pada daun rebus kalori 53 kalori, protein 5,3 gram, lemak 0,9 gram, serat 1,2
gram, karbohidrat 9,1 gram, abu 1,4 gram, kalsium 185 mg, fosfor 102 mg, besi 3,1 mg,
β-carotene 9000 µg, vitamin C 66 mg, dan air 83,3 gram.
Daun katuk tua terkandung air 10,8%, lemak 20,8%, protein kasar, 15.0%, serat
kasar 31,2%, abu 12,7%, dan BETN 10.2%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tepung daun katuk mengandung air
12%, abu 8,91%, lemak 26,32%, protein 23,13%, karbohidrat 29,64%, β-carotene
(mg/100 g) 165,05 dan energi (kal) 134,10.

Selain zat-zat gizi tersebut di atas, daun katuk juga mengandung senyawa
metabolik sekunder yaitu monomrthyl succinate dan cis-2-methyl cyclopentanol asetat
(ester), asam benzoat dan asam fenil malonat (asam karboksilat), 2-pyrolodinon dan
methyl pyroglutamate (alkaloid), saponin, flavonoid dan tanin. Senyawa-senyawa
tersebut sangat penting dalam metabolisme lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh.
Dari uraian tersebut, maka daun katuk sangat baik untuk dikonsumsi sebagai
sayuran.

Daun Katuk sebagai Antikuman
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun katuk juga mempunyai sifat antikuman
dan antiprotozoa. Daun dan akar katuk sering digunakan sebagai obat luar untuk
mengobati borok, bisul, koreng, demam, darah kotor dan frambusia. Zat yang berfungsi
sebagai antikuman pada daun katuk diduga adalah tanin dan flavonoid. Tanin bersifat
toksis terhadap fungi berfilamen, bakteri maupun ragi. Mekanisme kerjanya adalah

sebagai berikut, yaitu berdasarkan sifat astrigensinya dapat menghambat enzim tertentu;
berdasarkan aksi terhadap membran; dan berdasarkan pembentukan kompleks tanin
dengan ion logam. Selain itu, dalam daun katuk juga terdapat senyawa alkaloid yang juga
bersifat antiprotozoa dan antikuman. Ekstrak metanol, ekstrak eter dan ekstrak n-butanol
daun katuk mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan

Salmonella typhosa.
Daun katuk diekstrak dengan air panas mampu menurunkan jumlah Salmonella
sp., Escherichia coli dan Streptococcus sp, tetapi tidak menurunkan jumlah Bacillus
subtilis dan Lactobacillus sp. pada kotoran ayam broiler. Bahkan pada level pemberian
1,5 g/l air ekstrak tersebut mampu meningkatkan jumlah Lactobacillus sp dan Bacillus
subtilis. Lactobacillus sp merupakan salah satu mikrobia efektif, yang mempunyai
peranan penting dalam kesehatan baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan.
Kotoran ternak yang banyak mengandung Lactobacillus sp. ini merupakan bahan
pupuk organik yang sangat baik serta dapat memperbaiki struktur tanah. Mereka juga
dapat memperbaiki produktivitas tanaman. Selain itu, mereka mempunyai peranan
penting dalam menurunkan logam berat pada suatu bahan.
Pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum juga menurunkan jumlah
Salmonella sp dan Escherichia coli pada daging broiler. Penurunan Salmonella sp. baik
pada daging dan kotoran merupakan indikasi bahwa tingkat kontaminasi produk ternak
dapat ditekan dengan pemberian ekstrak daun katuk. Dengan demikian, kemungkinan
konsumen terkena penyakit akibat mengkonsumsi daging menjadi berkurang. Pemberian
ekstrak daun katuk pada ayam petelur juga mampu menekan jumlah Salmonella sp.,
Staphylococcus sp., Escherichia coli pada kotoran ayam petelur.
Dari uraian tersebut di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa daun katuk
dapat dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti

Salmonella sp dan Escherichia coli baik pada manusia maupun pada hewan seperti
penyakit mencret, obat bisul, borok, dan kemungkinan obat tipus. Ini merupakan
tantangan bagi para peneliti dibidang farmasi dan kedokteran untuk mengembangkan
obat untuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri tersebut di atas.
Hasil penelitian juga membuktikan ekstrak daun katuk mampu menekan jumlah
Salmonella sp dan Escherichia coli pada daging broiler. Ekstrak daun katuk juga terbukti
mampu menekan jumlah Salmonella sp dan Staphylococcus sp pada kerabang telur.

Katuk Pelancar ASI
Dari pengalaman empirik, daun katuk memiliki khasiat memperlancar produksi
susu baik pada manusia maupun pada hewan. Pada ibu-ibu yang mengalami gangguan
pengeluaran air susu, maka biasanya mereka memakan antara lain daun katuk ini.
Injeksikan ekstrak daun katuk kepada kelinci terbukti meningkatkan produksi air susu.

Injeksi ekstrak daun katuk juga mampu meningkatkan produksi air susu sebesar 20%
pada kambing perah. Injeksi ekstrak ini tidak mengubah kadar lemak, protein dan bahan
kering tanpa lemak air susu kambing. Pada aktivitas metabolisme glukosa terjadi
peningkatan sebesar lebih dari 50% yang berarti kelenjar ambing bekerja lebih ekstra
untuk mensintesis air susu.
Oleh karena daun katuk kaya akan β-carotene, maka konsumsi daun katuk dalam

jumlah tertentu diduga akan meningkatkan kadar vitamin A dalam susu. Selain itu dapat
memperkaya kadar vitamin C dan mineral terutama zat besi.
Penggunaan daun katuk dalam jamu berbungkus juga telah dilakukan oleh
pengusaha jamu, meskipun masih belum banyak. Jamu tersebut mempunyai fungsi untuk
memperlancar air susu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi daun katuk oleh ibu-ibu menyusui
akan meningkatkan waktu menyusui bayi perempuan. Sedangkan pada bayi laki-laki
tampak hanya kecenderungan peningkatan frekuensi dan lama menyusui jika
mengkonsumsi daun katuk. Hal ini menunjukkan bahwa memang mengkonsumsi daun
katuk dapat meningkatkan produksi air susu ibu.
Kemampuan menyuburkan air susu berhubungan dengan peranannya dalam
refleks prolaktin, yaitu refleks yang merangsang alveoli untuk memproduksi susu.
Refleks ini dihasilkan dari reaksi antara prolaktin dengan hormon adrenal steroid dan
tiroksin. Daun katuk mengandung polifenol dan steroid yang berperan dalam refleks
prolaktin.

Daun Katuk sebagai Antilemak
Pemberian tepung daun sebanyak 30 g/kg ransum memberikan akumulasi lemak
yang terendah. Turunnya akumulasi lemak oleh katuk diduga disebabkan oleh zat aktif
yang ada dalam daun katuk. Daun katuk mengandung flavonoid, saponin dan tanin. Telah

diketahui bahwa ketiga zat tersebut mempunyai khasiat untuk menurunkan akumulasi
lemak.
Penelitian dilanjutkan dengan pemberian ekstrak daun katuk ke dalam air minum,
dan ditemukan bahwa pemberian ekstrak daun katuk menurunkan akumulasi lemak perut,
hati dan lemak karkas. Pemberian ekstrak daun katuk sebesar 4,5 g/l air memberikan
akumulasi lemak yang paling rendah. Penelitian tersebut diperkuat dengan pemberian
ekstrak daun katuk ke dalam ransum broiler sebesar 18 g/kg ransum mampu menurunkan
akumulasi lemak pada perut.
Penelitian kemudian dilanjutkan untuk mengevaluasi pengaruh lama pemberian
ekstrak daun katuk terhadap akumulasi lemak. Diperoleh hasil bahwa pada broiler
pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 28 hari memberikan

akumulasi lemak yang paling rendah. Sementara Gusmawati (2000) menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 2 minggu sangat efektif
untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan meningkatkan keuntungan
peternak.
Pemberian ekstrak daun katuk pada ayam petelur menurunkan kandungan
kolesterol, trigliserida, dan LDL-kolesterol (kolesterol jahat) tetapi menaikkan HDLkolesterol (kolesterol baik) dalam serum. Selain itu juga ekstrak daun katuk menurunkan
kadar kolesterol telur sebesar 40%. Ekstrak etanol dari daun katuk selain mampu
menurunkan kolesterol telur juga mampu menurunkan kadar trigliserida pada telur.


Peningkatan Performans Ayam Pedaging
Pemberian tepung daun katuk ternyata mampu meningkatkan performans broilers.
Pemberian tepung daun katuk cenderung menurunkan berat badan, mennurunkan
konsumsi pakan dan memperbaiki konversi pakan.
Pemberian tepung daun katuk menurunkan konsumsi pakan. Seperti yang
diketahui bahwa daun katuk mengandung alkaloid tertentu. Alkaloid tersebut jika
dikonsumsi akan dioksidasi dalam hati, yang kemudian menghasilkan metabolit seperti
“dehydrosparteine”. Pengaruh metabolik alkaloid dan metabolitnya adalah terutama
menghambat neural. Hal ini menyebabkan antipalatabilitas yang berarti menurunkan
konsumsi pakan. Pengaruh antipalatabilitas saponin juga disebabkan oleh pengaruh
penghambatan neurologik.
Selain itu, pemberian tepung daun katuk cenderung menurunkan pertumbuhan
broiler. Daun katuk mengandung tanin dan saponin. Secara umum, tanin menyebabkan
gangguan pada proses pencernaan dalam saluran pencernaan sehingga menurunkan
pertumbuhan. Selain itu, saponin meningkatkan permeabilitas sel mukosa usus halus,
yang berakibat penghambatan transport nutrisi aktif dan menyebabkan
pengambilan/penyerapan zat-zat gizi dalam saluran pencernaan menjadi terganggu.
Unggas lebih sensitif terhadap saponin daripada ternak monogastrik lainnya. Hal ini
menyebabkan turunnya pertambahan berat badan.

Untuk mengurangi pengaruh tanin dan saponin, maka kemudian dilakukan
ekstraksi dengan air panas. Air panas yang mengurangi kandungan saponin dan tanin
dalam suatu bahan pakan. Ternyata pemberian ekstrak daun katuk cenderung
meningkatkan pertambahan berat badan dan menurunkan konversi pakan. Penurunan
konversi pakan dan peningkatan pertambahan berat badan dapat dijelaskan oleh karena
diduga kandungan tanin dan saponin dalam ekstrak menurun dikarenakan proses
perebusan dalam air panas. Namun demikian, pada level pemberian tertentu konsumsi
pakan masih cenderung turun.

Pada penelitian selanjutnya ekstrak daun katuk ditambahkan ke dalam pakan
komersial sebanyak 0 g, 9 g, 13,5 g, atau 18 g/kg pakan. Pemberian ekstrak daun katuk
yang disuplementasi ke dalam pakan broiler sebesar 18 g/kg pakan memberikan
pertambahan berat badan tertinggi dengan konversi pakan terendah. Namun, pemberian
ekstrak tersebut menurunkan konsumsi pakan jika dibandingkan dengan kontrol. Belum
diketahui sebabnya mengapa pada tingkat pemberian 13,5 g/kg pakan menghasilkan
performans yang jelek.
Pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 2 minggu dari umur
28-42 hari cenderung meningkatkan pertambahan berat badan broiler dan menurunkan
konversi pakan atau meningkatkan efisiensi penggunaan pakan serta memberikan
keuntungan yang lebih besar sebanyak RP 278,-/ekor.

Pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 2 minggu tidak
memperbaiki kualitas karkas pada broiler. Perbaikan kualitas karkas baru terjadi jika
pemberian ekstrak daun katuk selama 1 bulan. Perbaikan kualitas karkas ditandai dengan
kecenderungan menurunnya persentase susut masak, meningkatnya lingkar drumstick,
menurunnya bau amis karkas, dan menurunnya lemak perut.
Secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa pemberian tepung daun katuk dan
ekstraknya pada tingkat pemberian tertentu dapat memperbaiki performans broiler
dengan cara meningkatkan pertambahan berat badan dan menurunkan konversi pakan.
Satu hal yang menjadi tanda tanya adalah mekanisme turunnya konsumsi pakan oleh
ekstak daun katuk tersebut. Ada beberapa asumsi yang dapat menjelaskan hal tersebut.
Pertama, perebusan daun katuk dalam suhu 90oC selama 20 menit belum mampu
sepenuhnya menghilangkan tanin dan saponin dalam ekstrak, sehingga hal ini menjadi
salah satu sebab turunnya konsumsi pakan. Kedua, adalah bahwa dalam daun katuk
tersebut masih terdapat zat-zat antinutrisi yang menyebabkan turunnya konsumsi pakan
yang tidak rusak hanya oleh perebusan. Ketiga, adalah kombinasi dari kedua asumsi
tersebut di atas. Oleh sebab itu, meningkatnya efisiensi penggunaan pakan oleh ekstrak
daun katuk mungkin lebih disebabkan oleh faktor lain daripada turunnya level level zat
antinutrisi dalam katuk. Penurunan efisiensi pakan mungkin lebih disebabkan oleh
membaiknya keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan dimana dengan
pemberian ekstrak katuk menekan pertumbuhan dimikrobi pathogen seperti Salmonella

sp., Escherichia coli tanpa menekan dan bahan meningkatkan pertumbuhan mikrobia
efektif seperti Lactobacillus sp dalam saluran pencernaan. Dengan semakin baiknya
keadaan flora-fauna dalam saluran pencernaan itu, pemecahan, asimilasi dan penyerapan
zat-zat gizi menjadi lebih baik.

Peningkatan Kualitas Karkas Ayam Pedaging
Warna daging cenderung menurun pada daging yang diberikan ekstrak katuk yang
semakin meningkat. Penurunan warna daging diduga disebabkan oleh menurunnya
konsentrasi oksimyoglobin. Telah diketahui bahwa daun katuk banyak mengandung

tanin. Tanin dapat mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk membentuk oksimioglobin.
Dengan demikian ketersediaan zat besi bagi pembentukannya menjadi menurun. Sebagai
akibatnya, warna daging menurun. Meskipun selama pembuatan ekstrak kemungkinan
banyak zat tanin yang rusak, namun kemungkinan besar zat tannin yang terkandung di
dalam ekstrak masih cukup besar. Untuk mengurangi pengaruh zat tannin, maka
diperlukan perbaikan metode ekstraksi daun katuk, agar diperoleh ekstrak yang bebas
tanin.
Pemberian ekstrak daun katuk juga mampu meningkatkan warna kuning pada
kaki dan kulit karkas broiler. Hal ini sangat wajar karena ekstrak daun katuk ini kaya
akan β-carotene.
Angka yang semakin tinggi pada nilai bau menunjukkan bahwa bau amis dan bau
daging lainnya semakin menurun. Pemberian ekstrak katuk ternyata mampu menurunkan
bau amis daging. Bau daging dipengaruhi oleh perubahan ATP menjadi hipoksantin
setelah ternak dipotong. Semakin tinggi ATP yang diubah menjadi hiposaknin semakin
tinggi pula bau daging. Bau amis daging disebabkan oleh berbagai zat kimia, antara lain
adalah oleh asam lemak-asam lemak tertentu.
Pemberian ekstrak katuk ternyata mampu meningkatkan rasa daging. Peningkatan
rasa daging dipengaruhi oleh beberapa zat kimia. Pada daging ayam, inosinin monofosfat
(IMP), K+ dan asam glutamat sangat berperan dalam penentuan rasa daging ayam.
Perubahan ATP menjadi IMP sangat menentukan rasa daging. Ekstrak daun katuk kaya
akan mineral kalium dan metilpiroglutamat yang dalam tubuh dapat diubah menjadi asam
glutamat. Kalium dan asam glutamat merupakan senyawa utama penyebab rasa enak
pada daging broiler.
Selain itu, ekstrak daun katuk juga mampu menurunkan susut masak daging
ayam. Daging dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas daging yang lebih
baik, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Semakin rendahnya
susut masak oleh ekstrak daun katuk mungkin disebabkan oleh meningkatnya protein
daging. Semakin meningkatnya protein daging maka kemampuannya untuk mengikat air
akan meningkat sehingga cairan yang keluar selama pemasakan akan terhambat.
Peningkatan protein daging oleh pemberian ekstrak daun katuk sangat mungkin karena
ekstrak tersebut kaya akan protein.
Pemberian ekstrak daun katuk juga mampu menurunkan cacat pada paha dan
dada. Cacat dada dan paha yang tinggi dapat menurunkan mutu karkas yang berarti
harganya pun akan lebih rendah. Namun dalam hal ini juga menunjukkan bahwa ekstrak
daun katuk mampu meningkatkan kualitas daging ayam.
Pemberian ekstrak daun katuk juga mampu menurunkan persentase berat
punggung pada broiler. Hal ini sangat menguntungkan bagi produsen pemroses ayam
broiler, karena harga punggung broiler relatif rendah.

Penurunan Produksi Amonia
Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa ekstrak daun katuk mampu
menurunkan bau kandang/kotoran broiler yang disebabkan oleh gas amonia dan gas
lainnya. Berdasarkan hasil tersebut, maka diduga bahwa produksi gas amonia pada
broiler menurun. Kemungkinan penurunan gas amonia tersebut didukung oleh data
bahwa pemberian ekstrak daun katuk mampu meningkatkan Lactobacillus dan Bacillus
subtilis dalam kotoran ternak. Bacillus subtilis telah terbukti mampu menurunkan kadar
gas amonia pada kandang unggas. Lactobacillus juga diduga mampu menghambat
pertumbuhan mikrobia pemecah asam urat dan urea sehingga pembentukan gas ammonia
menjadi terhambat.

Peningkatan Produksi Susu Pada Ternak
Hasil uji coba pendahuluan pada kelinci diperoleh hasil bahwa daun katuk
mengandung zat aktif yang bekerja pada mioepithelium kelenjar ambing (oxytosin-like
substance). Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut di atas maka dilakukan
penelitian pada kambing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian larutan ekstrak
daun katuk 20% melalui abomasums pada kambing laktasi mampu meningkatkan
produksi susu sebesar 20% jika dibandingkan dengan kambing laktasi tanpa ekstrak daun
katuk. Hasil lainnya adalah bahwa susu dengan ekstrak ini tidak mengubah komposisi
susu terutama kadar lemak, protein dan tanpa kering lemak. Pada aktifitas metabolisme
glukosa terjadi peningkatan sebesar lebih dari 50%, yang berarti kelenjar ambing bekerja
lebih ekstra untuk mensintesa susu.
Hasil riset terakhir yang dilakukan Agik Suprayogi menunjukkan bahwa daun
katuk ternyata dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi air susu kambing laktasi
hingga 7,75%. Cara pemberian yang terbaik adalah dengan pemberian secara oral, dan
daun katuknya berbetuk kering giling (powder) sebanyak 7,44 g/hari. Peningkatan ini
lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian ekstrak daun katuk dosis 1,89 g/hari,
yang peningkatannya hanya 0.89%. peningkatan produksi air susu ini terjadi karena
senyawa aktif daun katuk mampu meningkatkan populasi sel-sel sekretorik di kelenjar
ambing yang dibarengi dengan peningkatan aktifitas sistesis sel-sel sekretorik tersebut.
Disamping itu, pada saat yang sama senyawa aktif daun katuk juga mampu meningkatkan
ketersediaan nutrisi dalam darah yang menuju ke kelenjar ambing.

Penggunaan Daun Katuk pada Ayam Petelur
Ekstrak daun katuk meningkatkan produksi telur, berat badan dan efisiensi produksi pada
ayam petelur. Namun, daun katuk tidak meningkatkan HU, warna kuning telur, tebal
kerabang telur, dan tidak menurunkan rongga udara pada telur. Ini berarti ekstrak daun
katuk tidak meningkatkan kualitas telur.

Kegunaan Katuk Lainnya
hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelinci, ekstrak daun katuk (infus)
mampu menurunkan suhu rektal. Oleh sebab itu ekstrak daun katuk kemungkinan dapat
digunakan sebagai obat demam. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
broiler ekstrak daun katuk tidak mempunyai efek pada suhu rektal.
Kegunaan lainnya adalah bahwa ekstrak daun katuk dapat menurunkan tekanan
darah, merendahkan frekuensi dan amplitudo denyut jantung, dan menurunkan suhu
badan. Selain itu untuk membersihkan darah yang kotor.
Daun dan akar katuk mempunyai fungsi sebagai pelancar air seni. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa infus akar katuk mempunyai efek antipiretik pada merpati, dan pada
pen gamatan fisik ada indikasi diuresis. Pemberian infus akar katuk meningkatkan
volume air kencing. Meskipun demikian, cara kerja infus katuk pada proses diuresis
belum dikatahui. Akarnya jika direbus juga dapat dijadikan obat demam, dan sebagai obat
luar terhadap frambusia.
Selain itu, daun katuk juga digunakan untuk pewarna makanan, menurunkan
demam. Jus daun katuk dapat digunakan untuk menyembuhan penyakit mata dan
pelangsing tubuh pada manusia.
Bila daunnya diremas-remas dengan tangan dapat memberikan warna hijau
kepada beberapa makanan seperti kelepon, tape dan ketan. Dapat dinyatakan bahwa daun
katuk merupakan sumber zat warna yang mempunyai fungsi ganda. Disamping sebagai
pewarna hijau pada bahan pangan, ia juga dapat sebagai sumber provitamin A. buahnya
yang kecil dan berwarna putuh kadang-kadang dibuat manisan.
Ekstrak daun katuk juga telah terbukti mampu menurunkan angka kelainan kaki
pada broiler. Penurunan kelainan kaki ini sangat bermanfaat bagi peningkatan
produktivitas broiler. Analisis regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian
EDK akan semakin menurunkan kelainan kaki pada broiler dengan mengikuti persamaan
Y=1,303 -0,0075 X (r=-0,97). Jika dihitung berdasarkan persentase, maka penurunan
kelainan kaki adalah berturut-turut 12,0%, 21,8%, 24,8%, untuk 1,5 g, 3,0 g, dan 4,5 g
EDK. Dalam skala komersial kelainan kaki kurang lebih 1-2% dari total populasi ayam
broiler. Jika kita memlihara broiler sebanyak 100.000 ekor maka kelainan kaki berkisar
antara 1000-2000 ekor. Dengan pemberian EDK sebesar 4,5 g/l air, maka jumlah ayam
yamg mempunyai kelainan kaki menurun menjadi 752-1502 ekor.

Pengaruh Negatif Daun Katuk

Selain pengaruh positif, penggunaan daun katuk juga menyebabkan pengaruh
negatif seperti dapat menyebabkan keguguran. Daun katuk mengandung alkaloid
papaverin yang dapat menimbulkan rasa pusing, mabuk dan konstipasi. Namun, senyawa
ini tidak selalu ada dalam daun katuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
EDK sebesar 18 g/kg ransum menghasilkan warna daging dada yang lebih pucat. Selain
itu, daun katuk mengandung banyak Kristal kalsium oksalat bentuk roset, sehingga bagi
penderita penyakit batu ginjal daun katuk berbahaya dikonsumsi sebagai sayuran.
Hasil penelitian di Taiwan mennunjukkan bahwa penggunaan jus daun katuk yang
dibuat dari daun segar selama 10 minggu dapat mengakibatkan gagal nafas pada manusia.
Untuk itu dianjurkan agar mengkonsumsi daun katuk yang telah dimasak, karena
pengaruh negatifnya hilang.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, maka daun katuk sangat berpotensi untuk
dikembangkan sebagai bahan obat alami untuk memperlancar ASI, menurunkan lemak,
pelangsing tubuh, obat mencret, bisul, borok, penyakit mata karena kekurangan vitamin A
pada manusia, dan mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pada ternak.

Daftar Pustaka
Agustal, A., M. Harapini dan Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrak daun
katuk (Sauropus androgynus (L) Merr dengan GCMS. Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 3133.
Anonimus. 1986. Medicinal herbs index in Indonesia. PT Eisal Indonesia. Hal. 134.
Anonimus. 1989. Vademekum bahan obat alam. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Hal. 53-54.
Astuti, N., B. Wahjoedi dan M. W. Winarno. 1997. Efek diuretik infus akar katuk
terhadap tikus putuh. Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 42-43.
Darise, M dan Sulaeman. 1997. Ekstraksi komponen kimia daun katuk asal Sulawesi
Selatan berbagai metode serta penelitian daya hambat terhadap bakteri uji. Warta
Tumbuhan Obat 3 (3): 37-38.
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar fisiologi tumbuhan. Cetakan ke I. Gramedia. Jakarta.
Hal. 13.

Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI
Press. Jakarta.
Gusmawati. 2000. Pengaruh lama pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus)
terhadap performans dan organ dalam serta Income Over Feed Cost broiler. Skripsi S 1.
Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Koperasi Karyawan Departemen
Kehutanan. Hal. 1144-1145.
Januwati, M. 1992. Beberapa tumb uhan penunjang program ASI di Jawa. Prosiding
Seminar Etnobotani 415-419.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Tekonologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta.
Robinson, T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung.
Santoso, U. 1997. Effect of early feed restriction-refeeding on growth, body composition
and lipid accumulation in mixed-sex broiler. Research Report. ITSF, Jakarta.
Santoso, U. 1998. Effect of early feed restriction on growth, body composition and lipid
accumulation in mixed-sex broiler. Research Report. Bengkulu University, Bengkulu.
Santoso, U. 2000. Mengenal daun katuk. sebagai feed additive pada broiler. Poultry
Indonesia, 242: 59 60.
Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgynus extract on the carcass quality of broiler
chicks. B I P P, 7: 22 28.
Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgynus extract on the performance of broiler. B
I P P, 7: 15 21.
Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgyrius extract on organ weight, toxicity and
number of Salmonella sp and Escherichia coli of broiler meat. B I P P, 7 (2): 162 169.
Santoso, U., Suharyanto dan E. Handayani. 2001. Effects of Sauropus androgyrius
(katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in broiler
chickens. J I T V, 6: 220 226.
Santoso, U., T. Suteky, Heryanto dan Sunarti. 2002b. Pengaruh cara pemberian ekstrak
daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap penampilan dan kualitas karkas ayam
pedaging. J I T V, 7: 143¬148.
Santoso, U and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chickens by
Sauropus androgynus (Katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14:
346-350.

Santoso, U. J. Setianto and T. Suteky. 2005. Effect of Sauropus androgynus (katuk)
extract on egg production and lipid metabolism in layers. Asian-Australasian Journal of
Animal Science, 18 (3): 364-369.
Sidik. 1994a. pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai sumber genetic bagi
bioindustri (Pembahasan Makalah Boenyamin Setiawan). Lokakarya Nasional
Keanekaragaman Hayati Tropik Indonesia. Dewan Riset Nasional.
Sidik. 1994b. Pengembangan industry fitofarmaka di Indonesia. Lokakarya Nasional
Keanekaragaman Hayati Tropik Indonesia. Dewan Riset Nasional.
Siemonsma, J. S. and K. Piluek. 1994. Plant Resources of South-East. Prosea. Pages.
244-246.
Suprayogi, A. 1993. Meningkatkan produksi susu kambing melalui daun katuk (Sauropus
androgynus (L) Merr). Agrotek 1 (2): 61-62.
Sutedja, L., L. B. S. Kardono dan H. Agustina. 1997. Sifat Antiprotozoa daun katuk
(Sauropus androgynus Merr). Warta Tumbuhan Obat 3(3): 47-49.
Syamsuhidayat, S. S. dan J. R. Hutapea. 1985. Inventaris Tanaman Obat Indonesia.
Yahya, Y., A. Nasoetion dan F. Anwar. 1992. Pengaruh pengolahan dan kandungan
vitamin C terhadap penyerapan zat besi (Fe) dengan cara in vitro pada beberapa jenis
sayuran daun hijau. Media Gizi dan Keluarga 16 (1) : 11-17.
Yasil, H. 1997. Penelitian pengaruh daun katuk terhadapat frekuensi dan lama menyusui
bayi. Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 41-42.
Yulianis, S. dan T. Marwati. 1997. Tinjauan katuk sebagai bahan makanan tambahan yang
bergizi. Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 55-56.

Lampiran 1. Gambaran Teknologi yang Akan Diterapkan
a. Teknologi Ekstrak Daun Katuk untuk Ayam Petelur
Daun katuk segar dikeringkan selama 2-3 hari. Untuk menghindari kerusakan
daun katuk, maka setiap 6 jam daun katuk dibalik. Setelah kering daun katuk kemudian
digiling halus. Tepung daun katuk ini bisa langsung diberikan kepada ayam petelur.
Untuk meningkatkan daya gunanya, maka daun katuk di ekstraksi. Caranya tepung katuk
direbus dalam wadah yang terbuat dari tanah atau dari bahan yang inert (tidak bereaksi
dengan bahan obat) selama 20 menit pada suhu 90oC. perbandingan tepung katuk dengan
air adalah 1:5. Setelah itu air rebusan dan daunnya diperas dan disaring dengan kain kasa.
Ampasnya kemudian direbus kembali (diulang 3x). air perasan tersebut kemudian

dikeringkan pada suhu 50oC selama 36 jam. Gumpalan ekstrak yang diperoleh kemudian
digiling dan dibuat tepung. Tepung ekstrak disimpan dalam kantong plastik sebelum
digunakan.
b. Teknik Pencampuran ekstrak daun katuk dalam pakan ayam petelur
penggunaan ekstrak untuk ayam petelur adalah 9 g/kg pakan. Oleh karena
pencampuran ekstrak ke dalam pakan dalam jumlah yang kecil, maka dalam
pencampurannya harus dilakukan bertahap. Sebagai misal, kita akan mencampur ekstrak
tersebut ke dalam 20 kg pakan. Tahap pertama, kita hitung ekstrak yang diperlukan untuk
20 kg pakan yaitu 9 g x 20 = 180 g ekstrak . 180 g ekstrak dicampur dengan 360 g pakan
membentuk 540 g campuran. 540 g campuran tersebut kemudian dicampur dengan 540 g
pakan yang belum dicampur dengan ekstrak daun katuk dan kemudian dicampur merata.
Demikian seterusnya dengan perbandingan campuran ekstrak + pakan dengan pakan 1:1.
c. Pemberian pakan ke ayam petelur
Sistem pemberian pakannya tidak berbeda dengan sistem pemberian pakan pada
ayam petelur.