Sejarah Perkembangan falsafah sejarah Islam

PERIODE MAKKAH
Makkah adalah lembah yang sangat tandus kondisi geografis seperti inilah berpengaruh
besar dalam membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk makkah
bertempramen buruk dan tidak mampu berpikir secara mendalam. Ditambah dengan sistem
politik di Makkah, yang dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum qurays untuk mempertahankan
jabatan, kedudukan atau kekuasaan mereka. Sehingga hal itu juga berpengaruh pada watak dan
perilaku mereka yang cenderung lebih agresif, egois, keras kepala serta tidak mudah bagi mereka
untuk dapat menerima pendapat atau keyakinan orang lain.
BIOGRAFI Nabi Muhammad menerima wahyu pertamanya menjelang usianya yang
keempat puluh tahun, tanggal 17 ramadhan tahun 611 M saat melakukan tahannus di gua hira
dan pada saat itulah muncul malaikat jibril dan menyampaikan wahyu Allah yang pertama surat
Al-Alaq:1-5. Dengan turunnya wahyu pertama itu juga sekaligus menunjukan bahwa
Muhammad telah dipilih atau lebih tepatnya diangkat oleh Allah sebagai nabi.
Sebelum masa masuknya islam kebanyakan kaum arab beribadat dengan cara melakukan
penyembahan berhala dan mereka menjadikan ka’bah sebagai pusat peribadatan mereka, hal
tersebut bisa dikatakan sudah cukup lama berlangsung dan telah mengakar serta menjadi
keyakinan mereka sejak zaman nenek moyang, sampai akhirnya nabi Muhammad datang dan
membawa keyakinan lain yaitu ketauhidan. Tentunya hal tersebut tidak semerta-merta dapat
dengan mudah diterima bahkan ditolak habis-habisan oleh kaum kafir quraysi. Kemudian kaum
Qurasy juga tidak setuju dengan seruan Nabi Muhammad tentang persamaan hak antara hamba
sahaya dan bangsawan. Karena reaksi keras dari kaum quraysi itulah yang tentunya

menghambat dakwah nabi Muhammad serta keselamatannya, pada akhirnya nabi harus
melakukan sistem dakwah yag lain. Dakwah Nabi Muhammad dilakukan dengan dua cara cara
pertama yaitu dengan cara sembunyi-sembunyi dan terbatas.
Awalnya Rasulullah berdakwah secara diam-diam di lingkungan sekitarnya sendiri dan
dikalangan rekan-rekanya sendiri, orang yang pertama kali manerima serta mengikuti
dakwahnya, mula mula istri rasul sayyidatina khadijah kemudian disusul imam Ali yang
sekaligus juga menjadi pemeluk agama islam termuda, imam Ali memeluk agama islam pada
usianya yang ke sepuluh tahu. Kemudian disusul Abu Bakar , Zaid, Ummu Aiman dan lain-lain.
Dengan dakwah secara diam-diam ini belasan orang telah menyatakan diri memeluk agama
islam. Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah perintah
agar nabi melakukan dakwah secara terang-terangan.
Setelah beberapa lama melakukan secara sembunyi-sembunyi turunlah perintah atau
firman untuk melakukan dakwah secara terbuka dan terang-terangan:“Dan berilah peringatan
kepada kaum kerabatmu yang terdekat.”(asy syu’araa). Dengan datang atau turunnya perintah
itu nabi mulai berdakwah secara terang-terangan mula-mulanya nabi mengundang dan menyeru
pada kerabat karibnya dari bani Abdul Muthalib, tapi mereka semua menolak kecuali Ali.
Langkah berikutnya yang ditempuh Nabi adalah mulai menyeru pada masyarakat umum. Maka
Rasulullah naik ke bukit Shafa dan memanggil orang makkah kemudian berpidato dihadapan
mereka tentang Islam.
Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin qurays mulai berusaha menghalangi dakwah

Rasul. Karena mereka juga melihat semakin bertambahnya jumlah pengikut Nabi, maka mereka
pun semakin keras melancarkan serangan-serangan, baik pada nabi ataupun pada para pengikut
nabi. Berbagai cara dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum Qurays agar Nabi menghentikan
dakwahnya, saat itu mereka tidak berani melukai nabi karena perlindungan dari pamanya abi

thalib yang sangat disegani dikalangan masyarakat saat itu. Tida lama setelah itu Nabi
Muhammad brhijrah ke madinah.
Secara tentatif bahwa masyarakat Islam pada kurun Mekkah belum lagi tercipta sebagai
sebuah komunitas yang mandiri dan bebas dari urusan klan.Negara Islam juga belum terbentuk
pada kurun Mekkah. Ajaran Islam pada kurun Mekkah bercirikan tauhid dan dalam titik tertentu
terjadi radikalisasi makna dalam weltanschaung Arab jahiliyyah yang berimplikasi mengguncang
tataran sosio-religius penduduk Mekkah.
PERIODE MADINAH
Jibril datang menemui Rasulullah dan mengabarkan kepadanya tentang kesepakatan
kaumnya. Dia menyuruh Rasulullah untuk segera hijrah. Orang-orang kafir berkumpul di
sekeliling rumah rasulullah. Kemudian Rasulullah keluar sanmbil menebarkan debu di atas
kepala mereka yang membuat mereka pingsan.[2] Peristiwa pengepunan itulah yang menandai
awal pergerakan (hijrah) Nabi menuju Madinah. Di kala kaumnya sudah benar-benar menentang
dan ingin mebunuh Nabi, sebagi bukti tanda penolakan kan kebenaran yang dibawah oleh Nabi.
Maka dimulailah hidup baru oleh umat Islam dengan harus hijrah.

Berbeda dengan Makkah, madinah senantiasa mengalami perubahan sosial yang meninggalkan
bemtuk keamsyarakatan absolut model badui. Kehidupan sosial Madinah secara berangsurangsur diwarnai oleh unsur kedekatan ruang daripada oleh sistem kekerabatan. Madinah juga
memimiliki sejumlah warga Yahudi, yang mana sebagian besarnya lebih simpatik terhadap
monotheisme.[3] Penduduk Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin, Anshar, dan nonmuslim
tersebut, merupakan sebuah keberagaman yang ada pada masa lalu dan sudah menjadi suatu hal
yang tidak bisa lagi dipungkuri eksistensinya.
Adapun sistem pemerintahan yang digunakan Nabi yaitu sistem musyawarah dan
demokrasi dan yang terpenting adalah perkara diputuskan dengan seadil-adilnya. Sehingga
Golongan yang berbeda merasa tenang karena tidak ada diskriminasi. Mereka bisa hidup
berdampingan tanpa ada permusushan dengan yang lain. Keberagaman yang yang ada tidak
menjadi persoalan, justru mengokohkan solidaritas di antara mereka.
Meman pada kebijakan politik yang pertama oleh Nabi adalah bagaimana menghapus perinsip
kesukuan dan mempererat persatuan. Nabi benar-benar mencurahkan perhatiannya untuk
masyarakat, sehingga berhasil mendamaikan antar suku Auz dan Khazraj.
Adapun strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan masjid
2. Ukhuwah islamiyah, persaudaraan sesama Muslim.
3. Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam
Proses penyebaran agama Islam di Madinah tentunya memiliki perbedaan dengan system
yang telah diterapkan oleh nabi sebelumnya. Pada periode Madinah Nabi memiliki sedikit

kemudahan dalam mengenalkan Islam. Itu dikarenakan masih banyak penduduk Madinah yang
menganut agama samawi. Dapat kita lihat ketika Nabi memasuki Madinah, beliau mendapat
penyambutan yang luar biasa dari masyarakat.
Ada beberapa strategi dakwah yang dilakukan oleh Nabi, yaitu sebagai berikut:

Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajirin
dengan kaum Anshar

Memellihara dan mempertahankan masyarakat Islam

Meletakkan dasar-daar politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat Islam

Dengan diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan Islam dapat
mewujudkan nagari “ Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur “ dan Madinah disebut “
Madinatul Munawwarah”.[6]
Dari sistem yang telah diterapkan Nabi tersebut, hampir tidak mendapat penolakan dari
masyarakat Madinah, karena nilai-nilai yang diletakkan Nabi bersifat universal, walau pada
hakikatnya nilai-nilai tersebut termaktub dalam Islam. Contohnya berbuat adil, saling menolong,
larangan curang dalam berdagang, dan lai-lain.
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA ABU BAKAR

Abu Bakar As Siddiq lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia
merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa'ur Rasyidin , sahabat Nabi Muhammad SAW
yang terdekat dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqun alawwalun). Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamini. Pada masa
kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka'bah. Nama ini diberikan kepadanya sebagai realisasi
nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar oleh Nabi Muhammad
SAW menjadi Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar Abu Bakar diberikan Rasulullah SAW
karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedang gelar as-Siddiq yang berarti 'amat
membenarkan' adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia amat segera memberiarkan
Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa "Isra Mikraj". Ayahnya
bernama Usman (juga disebut Abi Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Saad bin Taim bin Murra
bin Kaab bin Luayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama Ummu Khair
Salma binti Sakhr. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada neneknya bernama Kaab
bin Sa'd bin Taim bin Muarra. Kedua orang tuanya berasal dari suku Taim, suku yang
melahirkan banyak tokoh terhormat. Dalam usia muda itu ia menikah dengan Qutailah binti
Abdul Uzza. Dan perkawinannya ini lahir dua orang putra bernama Abdur Rahman dan
Aisyah. Kemudian setelah di Madinah ia menikah dengan Habibah binti Kharijah, setelah itu
menikah dengan Asma' binti Umais yang melahirkan Muhammad.
Setelah Rasulullah SAW wafat pada 632 M, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah
pertama pengganti Rasulullah SAW dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu
daerah kekuasaan hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai

suku Arab. Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama di Saqifa Bani
Saidah yang dikenal dengan Bai 'at Khassah dan kedua di Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di
Madinah yang dikenal dengan Bai’at A 'mmah.
Kesulitan di awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang mengaku
diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya
orang-orang yang ingkar membayar zakat merupakan tantangan dari negara yang baru
berdiri. Dengan tegas Abu Bakar menyatakan akan memerangi semua golongan yang telah
menyeleweng dari kebenaran, baik yang murtad, yang mengaku Nabi palsu, maupun yang
enggan membayar zakat, sehingga semuanya kembali kepada kebenaran.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia.
Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan
yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada
pemerintahan Madinah. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat
membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan

apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak
berjasa dalam perang tersebut adalah Khalid bin Walid.
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang
lebih dua tahun, antara lain:

1. Perbaikan sosial (masyarakat)
2. Perluasan dan pengembangan wilayah Islam
3. Pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an
4. Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam
5. Meningkatkan kesejahteraan umat.
PERKEMBANGAN MASA UMAR BIN KHATTAB
Umar Ibn Kattab lahir dari keturunan yang mulia, Ia berasal dari suku Quraisy.
Nasabnya bertemu dengan Rasul Saw pada leluhur mereka yang kesembilan. Pohon keturuan
Umar Ibn Khattab dapat ditelusuri sebagai berikut: Umar adalah putra Khattab, putra Nufail,
putra Abd al-‘Uzza, putra Riya, putra Abdullah, putra Qarth, putra Razah, putra ‘Adiy, putra
Ka’ab, putra Lu’ay, putra Ghalib al-‘Adawi al-Quraisyi. Nasab Umar Ibn Khattab bertemu
dengan nasab Rasul Saw pada Ka’ab. Sementara itu, ibunda Umar Ibn Khattab adalah
Hantamah putri Hasyim, putra al-Mughirah al-Makhzumiyah. Ath-Thabari meriwayatkan
bahwa Umar Ibn Khattab lahir tiga belas tahun sesudah kelahiran Rasul Saw. Umar bin
Khattab memeluk agama Islam pada tahun kelima dari kenabian. Beliau di beri gelari oleh
Rasul Saw dengan al-Faruq, artinya pembeda/pemisah. Umar Ibn Khattab juga dicatat
sebagai orang yang pertama kali digelari Amir al-Mu’minin (pemimpin orang beriman).
Pada tahun 634 M, Umar Ibn Khattab menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Pribadi Umar Ibn Khattab mempunyai lukisan yang tertentu di dalam
kepustakaan Islam. Pengangkatan Umar Ibn Khattab menjadi khalifah dilakukan melalui

penunjukan (tidak melalui musyawarah yang menggambarkan prestise para pembesar
Muhajirin dan Anshar), agar umat Islam terhindar dari perpecahan seperti yang terjadi di
Saqifah Bani Sa’idah.
Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu Bakar. Pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab islam mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dibawah
kepemimpinannya islam berhasil memperluas wilayah kekuasaannya mulai dari
Mesopotamia, Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara, Armenia, serta sebagian wilayah Persia.
Penakhlukan wilayah-wilayah tersebut selalu diikuti persebaran agama islam. Seringkali
kaum islam dalam perang penakhlukan wilayah-wilayah tersebut mengalami ketidak
seimbangan angkatan perang. Misalnya pada pertempuran Yarmuk (636 M) pasukan muslim
dengan jumlah pasukan 20 ribu orang berhasil menang melawan pasukan Romawi yang
berjumlah 70 ribu orang.
Perkembangan islam pada masa Umar bin Khattab tidak hanya itu. Secara fisik, Umar
adalah orang pertama yang memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil
Haram di Mekkah serta Masjid Nabawi di Madinah. Khalifah Umar juga gencar melakukan
pembangunan masjid disetiap desa-desa di wilayah kekuasaan Islam serta membangun

banyak madrasah sebagai sarana pendidikan formal. Kota-kota yang mengalami
perkembangan pesat antara lain bashrah dan kufah.
Pada masa khalifah Umar juga berhasil membangun banyak fasilitas umum mulai

dari kantor-kantor pemerintahan, markas-markas militer, perumahan sipil, jalan, jembatan
dan yang paling vital adalah sistem irigasi untuk pertanian, air minum, dan juga transportasi
alternatif. Pada 17 H, umar memerintahkan langsung untuk memperbaiki jalan-jalan yang
rusak di Madinah demi perbaikan penunjang ibadah haji, membangun tempat-tempat
berteduh antara Mekkah dan Madinah, membersihkan sumur yang tersumbat serta
penggalian sumur baru sebagai sumber air. Beliau juga yang menetapkan tahun hijriyah
sebagai tahun umat Islam.
Di bidang kesehatan, umar melakukan pembangunan banyak rumah sakit serta klinikklinik, bahkan juga sarana kesehatan hewan. Dalam bidang administrasi kenegaraan,
Khalifah Umar berhasil meletakkan dasar undang-undang. Ia adalah khalifah pertama yang
memisahkan kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif.. Khalifah umar juga melakukan
perbaikan sistem hukum dengan membuat peraturan-peraturan baru serta membangun
beberapa penjara. Meski demikian, Umar tetap menegakkan hukum dengan bijaksana, penuh
hikmah dan kelembutan hati.
UTSMAN BIN AFFAN : KEBIJAKAN POLITIK
Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abil ‘Ash bin Umayyah bin Abdusy
Syam bin Abdu Manaf bin Qusyai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwa’i bin Gholib bin
Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar
bin Nizar bin Ma’addu bin ‘Adnan. (Ibnu Katsir, 2006:319) Beliau masuk Islam melalui dakwah
Abu Bakar Shiddiq. Beliau adalah orang pertama yang hijrah ke negeri Ethiopia, kemudian
kembali ke Makkah dan hijrah ke Madinah. Ketika istri beliau Ruqoyyah binti Rosulullah SAW

meninggal, Rosulullah menikahkannya dengan adik istrinya, Ummu Kaltsum. Itulah sebabnya,
beliau mendapat gelar “Dzin Nurroini”.
Umar memerintah selama 10 tahun. Masa jabatannya berakhir dengan kematian, karena
dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Untuk menentukan
penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia sebelum wafat
menunjuk 6 orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya
menjadi kholifah. (A. Syalabi, 1987:267). 6 orang tersebut adalah Utsman, Ali, Thalhah, Zubair,
Sa’ad bin Abi Waqqas dan Abdurrahman bin ‘Anf. Kelompok tersebut diketuai Abdurrohman
dan ditambah satu lagi yaitu Abdullah bin Umar, namun ia tidak memiliki hal untuk dipilih
menjadi kholifah. (Abdul Karim, 2007:88). Setelah mendapatkan suara mayoritas, yang
sebelumnya melalui persaingan yang ketat antara Utsman dan Ali, akhirnya Utsman dipilih
sebagai kholifah.
Utsman menjabat sebagai kholifah selama 12 tahun. Selama pemerintahannya itu, keadaan bisa
dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode kemajuan dan periode kemunduran (Abdul Karim,
2007:90). Periode I pemerintahannya membawa kemajuan luar biasa, sedang periode II
kekuasaannya identik dengan kemunduran dan huru-hara yang luar biasa sampai akhirnya beliau
tewas di tangan pemberontak.

Ada beberapa kebijakan politik Utsman yang cukup menonjol, antara lain:
1.

Melanjutkan Ekspansi Wilayah Islam
Pada masa pemerintahannya, berkat jasa para panglima yang ahli dan berkualitas, di mana peta
Islam sangat luas dan bendera Islam berkibar dari perbatasan Aljazair (Barqah dan Tripoli,
Syprus di front al-Maghrib bahkan ada sumber menyatakan sampai ke Tunisia) di al-Maghrib, di
Utara sampai ke Aleppo dan sebagian Asia Kecil, di Timur Laut sampai ke Ma Wara al-Nahar –
Transoxiana – dan di Timur seluruh Persia, bahkan sampai di perbatasan Balucistan (wilayah
Pakistan sekarang), serta Kabul dan Ghazni. (Abdul Karim, 2007:91)
2.
Membentuk Armada Laut yang Kuat
Pada masa pemerintahannya, Utsman berhasil membentuk armada laut dengan kapalnya yang
kokoh sehingga berhasil menghalau serangan-serangan di Laut Tengah yang dilancarkan oleh
tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali di laut dalam sejarah Islam. (Abdul Karim,
2007:91)
3.
Menggiatkan Pembangunan
Utsman berjasa membangun banyak bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan
mengatur pembagian air ke kota-kota. Beliau juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan,
masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah. (Badri Yatim, 2003:39)
4.

Menulis Kembali Penulisan Mushaf Al-Qur’an

Diantara jasa Utsman yang besar adalah telah menyatukan kaum muslimin pada satu qiro’ah dan
dituliskannya bacaan Al-Qur’an terakhir yang diajarkan oleh Jibril kepada Rosulullah SAW
yakni ketika Jibril mendiktekan Al-Qur’an kepada Rosulullah pada tahun terakhir masa hidup
beliau. (Ibnu Katsir, 2006:349)
Utsman meminta mushaf yang disimpan oleh Hafshah yang merupakan hasil pengumpulan pada
masa Abu Bakar, untuk ditulis kembali. Maka ditulislah satu mushaf Al-Qur’an untuk penduduk
Syam, satu mushaf untuk penduduk Mesir, satu mushaf untuk penduduk Basrah, satu mushaf
dikirim ke Kufah, begitu juga ke Makah dan Yaman, serta satu mushaf untuk Madinah. (Ibnu
Katsir, 2006:350).
Pada paroh terakhir masa kekholifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di
kalangan umat Islam terhadapnya. Pada tanggal 17 Juni 656 M Usman dibunuh dengan cara
ditikam oleh gerombolan pemberontak yang tiba-tiba datang mengepung rumah khalifah Usman
pada saat ketiak beliau sedang membaca Alquran. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak
rakyat kecewa dan terjadi pemberontakan terhadap kepemimpinan Utsman adalah
kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi (nepotisme).
Sebab-sebab terjadinya pemberontakan yang berakhir dengan terbunuhnya Khalifah
Usman dapat diteliti dari beberapa segi.
Pertama, bahwa di tengah-tengah masyarakat terdapat sejumlah kelompok yang memeluk Islam
tidak dengan sepenuh kesadaran tetapi melainkan untuk kepentingan tertentu,

Kedua, persaingan dan permusuhan antara keluarga Hasyim dan keluarga Umayyah turut
memperlemah kekuatan Usman.
Ketiga, lemahnya karakter kepemimpinan Usman turut pula menyokongnya, khususnya dalam
menghadapi gejolak pemberontakan. Bahwa Usman adalah pribadi yang yang sederhana dan
sikap lemah lembut sangat tidak sesuai dalam urusan politik dan pemerinthan, lebih-lebih lagi
dalam kondisi yang kritis.
ALI BIN ABI THALIB : IKHTILAFUL KHILAFAH
Saudara sepupu dan putra angkat nabi ini lahir di dalam Ka’bah pada 600 M., tahun 23
sebelum hijrah. Beliau tergolong generasi pertama yang memeluk islam setelah Khadijah binti
Khuwailid, sesaat setelah al-Qur’an memerintahkan nabi untuk memberi peringatan kepada
kerabat-kerabatnya. Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali ibn Abi Thalib ibn Abdul
Muththalib al-Hasyimi al-Qurasyi. Sewaktu lahir beliau bernama Haydar (al-Hayadarah) oleh
ibunya yang bernama Fatimah binti As’ad, namun kemudian diganti oleh ayahnya yang bernama
Abu Thalib ibn Abd Muththalib dengan nama Ali. Beliau juga gelar Abu Thurab (Si Bapak debutanah) oleh nabi karena pernah dijumpai tidur diatas tanah.
Sejak memeluk islam, beliau selalu bersama dengan rasulullah saw. Taat kepadanya dan
banyak menyaksikan proses turunnya wahyu. Sebagai anak asuh yang dibesarkan di rumah nabi.
Sejak kecilnya beliau sangat disayangi sehingga tatkala tiba usia dewasa, beliau dinikahkan
dengan putri nabi yang bernama Fatimah. Ali adalah sahabat yang sangat disegani karena
kepiawaiannya dalam banyak macam ilmu pengetahuan, baik soal hukum, rahasia ketuhanan
maupun segala persoalan keagamaan secara teoritis dan praktis. Rasulullah sendiri memujinya
sebagaimana sabdanya: Aku adalah gudangnya ilmu dan Ali adalah kuncinya. Disamping cerdas,
Ali juga dikenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa. Keberaniannya menggetarkan hati
lawan-lawannya. Beliau mempunyai sebilah pedang warisan dari rasululullah saw.bernama “Zul
Fiqar”[5]
Peristiwa pembai’atan ini terjadi pada hari Jum’at,13 Dzul Hijjah 35 H./23 Juni 656 M di
Mesjid Nabawi, seperti pembai’atan para khalifah sebelumnya. Segera setelah dibai’at, khalifah
Ali mengambil langkah-langkah politik, yaitu:
a.
Memecat para pejabat yang diangkat oleh Utsman, termasuk didalamnya beberapa
gubernur lalu menunjuk penggantinya.
b.

Mengambil tanah yang telah dibagikan Utsman kepada keluarga dan kaum kerabatnya.

c.
Memberikan kepada kaum muslimin tunjangan yang diambil dari bait al-mal, seperti yang
pernah dilakukan oleh Abu Bakar, pemberian dilakukan secara merata, tanpa membedakan
sahabat yang lebih dulu memeluk agama Islam atau yang belakangan.
d.

Meninggalkan kota Madinah dan menjadikan kota Kufah sebagai pusat pemerintahan.

Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib diwarnai dengan berbagai
pemberontakan. Tidak berselang lama setelah mengambil kebijakan-kebijakan, beliau
menghadapi tantangan dari berbagai pihak diantaranya Thalhah dan kawan-kawan melancarkan

perlawanan kepada khalifah Ali karena tuntutan mereka agar para pembunuh khalifah Utsman
segera dihukum namun hal ini tidak terpenuhi, demikian pula alasan pemberontakan Mu’awiyah,
disamping pembangkangannya yang enggan melepaskan jabatannya sebagai gubernur
Damaskus. Sementara Khawarij menentang khalifah Ali karena beliau menerima tawaran dari
Mu’awiyah untuk bertahkim. Dalam perjuangannya melawan para pemberontak dalam beberapa
peperangan yang terjadi, khalifah berhasil meraih kemenangan kecuali dengan Mu’awiyah.
Pihak khalifah kalah oleh kelicikan Amr bin Ash penasehat Mu’awiyah. Dan pada masa
pemerintahan Ali terdapat beberapa peperangan, dan yang terpenting adalah dua buah, yaitu
peperangan Jamal (unta) dan peperangan Shiffin.
Segera setelah menyelesaikan gerakan Thalhah dan kawan-kawan, pusat kekuasaan Islam
dipindahkan ke kota Kufah. Madinah Sejak saat itu berakhir menjadi ibu kota kedaulatan Islam,
dan tidak ada lagi khalifah yang berkuasa berdiam disana.
KISAH CINTA ALI BIN THALIB
“Ali adalah gentleman sejati. Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali! Inilah
jalan cinta para pejuang”
Inilah kisah cinta suci antara Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. Cinta mereka memang
luar biasa indah, cinta yang selalu terjaga kerahasiaannya dalam sikap, kata, maupun ekspresi.
Hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Ali sudah
menyukai Fatimah sejak lama, selain kecantikan fisik, Ali jatuh hati pada kecantikan ruhaniah
Fatimah yang melintasi batas hingga langit ke tujuh. Kendalanya adalah perasaan rendah hati;
mampukah Beliau membahagiakan Fatimah dengan keadaannya yang serba terbatas.
Dikisahkan, kala Ali Bin Abi Thalib ingin melamar putri tercinta Rasulullah Muhammad
SAW, beliau tak punya uang untuk membeli mahar. Maka Ia membatalkan niat itu. Ali segera
berhijrah untuk bekerja dan mengumpulkan uang.Sementara itu, Ali juga sempat patah hati tiga
kali, ketika dua sahabat Rasulullah, Abu Bakar dan Umar bin Khattab, mendahuluinya melamar
Fatimah, menyusul Abdurahman bin Auf melamar sang putri dengan membawa 100 unta
bermata biru dari mesir dan 10.000 dinnar (jika diuangkan dalam rupiah kira-kira 55 milyar).
Tidak dinyana tidak diduga, ternyata Rasulullah menolak lamaran mereka bertiga. Bahkan dalam
sebuah riwayat (Abas Azizi hal 162) diceritakan: Nabi saw menggenggam batu kerikil dan
kemudian membukanya, terlihat batu itu menjadi batu mulia dan beliau menunjukkannya sambil
berkata, “Apakah engkau hendak menakut nakutiku dengan hartamu?”
Tiga sahabat sudah memberanikan diri dan mereka telah di tolak oleh Rasulullah SAW.
Kini, giliran Ali bin Abi Thalib untuk memberanikan diri. Hingga suatu hari beliau
memberanikan diri datang. Awalnya beliau hanya duduk di samping Rasulullah. Beliau lama
tertunduk diam. Hingga Rasulullah pun bertanya, ”Wahai putra Abu Thalib, apa yang engkau
inginkan?”Sejenak Ali terdiam, dan dengan suara bergetar ia pun menjawab, ”Ya Rasulullah, aku
hendak meminang Fatimah.”Mendengar jawaban Ali ini, Rasulullah SAW menjawab, “Bagus,
wahai Ibnu Abi Thalib. Beberapa waktu terakhir ini banyak yang melamar putriku, tetapi Ia
(Fatimah) selalu menolaknya, oleh karena itu, tunggulah jawaban putriku.”Rasulullah SAW
kemudian meninggalkan Ali dan bertanya kepada putrinya. Ketika ditanya Fatimah hanya
terdiam. Rasulullah
SAW menyimpulkan bahwa diamnya Fatimah pertanda

persetujuannya.Rasulullah kemudian mendekati Ali dan berkata, “Apakah engkau memiliki
sesuatu yang akan engkau jadikan mahar wahai Ali?”Ali pun menjawab, ”orang tuaku yang
menjadi penebusnya untukmu ya Rasulullah, tak ada yang aku sembunyikan darimu, aku hanya
memiliki seekor unta untuk membantuku menyiram tanaman, sebuah pedang, dan sebuah baju
zirah dari besi.”Dengan tersenyum Rosululloh saw bersabda, “Wahai Ali, tidak mungkin engkau
terpisah dengan pedangmu, karena dengannya engkau membela diri dari musuh-musuh Allah
SWY ,dan tidak mungkin juga engkau berpisah dengan untamu karena ia engkau butuhkan untuk
membantumu mengairi tanamanmu. Aku terima mahar baju besimu, juallah dan jadikan sebagai
mahar untuk putriku

Dalam suatu riwayat dikisahkan, suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata
kepada Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan
jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya.”Ali pun bertanya
mengapa ia tak mau menikah dengannya (pemuda itu), dan apakah Fatimah menyesal menikah
dengannya (Ali bin Abi Thalib). Sambil tersenyum Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah
dirimu.
Inilah jalan cinta para pejuang.Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan
dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti Ali. Cinta
mempersilakan, atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua
adalah keberanian.
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
Daulat Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan bin Harb bin Umayyah
pada tahun 41 H. Berdirinya daulah ini, karena Muawiyah tidak mau meyakini kekhalifahan Ali
bin Abi Thalib. Sehingga pada waktu itu terjadi perang saudara dalam perang Siffin (37/657),
sehingga pada akhirnya Ali terpaksa menghentikan perang dan berjanji untuk menerima tahkim
serta mengadakan perundingan. Peristiwa tahkim yang justru merugikan Ali, mengakibatkan
banyaknya pengikut Ali telah ingkar yang dikemudian hari disebut kaum khawarij. Oleh karena
itu umat Islam pada saat itu terbagi menjadi 3 golongan:
1. Bani Umayah dipimpin oleh Mu’awiyah
2. Syi’ah atau pendukung Ali, yaitu golongan yang mendukung kekhalifahan Ali
3. Khawarij yang menjadi lawan dari kedua partai.
Dalam perundingan itu Ali mengutus Abu Musa Al-Asy’ari seorang ahli hukum, zakelyk
dan jujur. Sedang Muawiyah mengutus Amr bin Ash, seorang diplomat yang ulung, cerdik dan
pandai mengatur siasat. Sejak itulah Muawiyah menjadi khalifah kaum muslimin secara resmi,
meskipun diperoleh dengan tidak wajar dan sekaligus menyimpang dari ajaran Islam.
Bani Umayyah menjadi sangat kuat, sehingga berhasil menegakkan kekhalifahan Bani
Umayyah selama 90 tahun. Selama itu pula telah memerintah 14 orang khalifah, sebagai berikut:
1.

Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan (661-689 M)

2.

Khalifah Yazid I (680-683 M)

3.

Khalifah Muawiyah II (683-684 M)

4.

Khalifah Marwan I bin al-Hakam (684-685 M)

5.

Khalifah Abdul Malik (685-705 M)

6.

Khalifah Al-Walid (705-715 M)

7.

Khalifah Sulaiman (715-717 M)

8.

KhalifahUmar bin Abdul Aziz (717-720 M)

9.

Khalifah Yazid II (720-724 M)

10.

Khalifah Hisyam (724-743 M)

11.

Khalifah Al-Walid II (743-744 M)

12.

Khalifah Yazid III dan Ibrahim (744-744 M)

13.

Khalifah Marwan II bin Muhammad (744-750 M)[2]

Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib berdamai
dengannya pada tahun 41 H. Umat Islam sebagiannya membaiat Hasan setelah ayahnya itu
wafat. Namun Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan
kepemimpinan umat kepada Muawiyah sehingga tahun itu dinamakan ‘amul jama’ah, tahun
persatuan. Muawiyah menerima kekhalifahan di Kufah dengan syarat-syarat yang diajukan oleh
Hasan, yakni:
1.

Agar Muawiyah tiada menaruh dendam terhadap seorang pun penduduk Irak.

2.

Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka.

3.

Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya dan diberikan tiap

tahun.
4.

Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya, Husain, 2 juta dirham.

5.
Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada
Bani Abdis Syams.
Muawiyah dibaiat oleh umat Islam di Kufah sedangkan Hasan dan Husain dikembalikan
ke Madinah. Hasan wafat di kota Nabi itu tahun 50 H.
Perkembangan daerah umat Islam pada masa Bani Umayyah diikuti pula dengan
kemajuan diberbagai bidang, pembangunan berjalan pesat , baik dalam segi dakwah maupun
pembangunan material. Umat Islam memahami isi al-Quran yang merupakan pedoman hidup.
Dari al-Quran umat Islam menjabarkan berbagai cabang ilmu yang terknadung didalamnya.
Kemajuan umat Islam dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kemajuan dibidang dakwah
Umat Islam mampu menyebarkan agama Islam ke Tiongkok, India, Maroko dan
Spayol (Andalusia)
b. Kemajuan dalam bidang politik

pembentukan wasir dan perdana mentri, pembentukan kelembagaan Negara,
pembentukan tata usaha.
c. Kemajuan dalam bidang militer
Pasukan pengintai atau talaiah yang dibentuk pemerintah Bani Umayyah untuk
mengintai kekuatan musuh, Pasukan inilah yang kemudian menjadi ujung tombak
penyebaran kekuatan pasukan Islam Bani Umayyah, yang wilayah kekuasaannya
meliputi Asia, Afrika dan Eropa.
d. Kemajuan dalam bidang sosial budaya
Kemajuan dalam bidang bahasa dan sastra, kemajuan dalam bidang seni rupa, seni
bangunan atau arsitektur.
e. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
Ilmu Qiro’at, Ilmu tafsir, Ilmu hadits, Tata bahasa arab, Ilmu kimia, Ilmu kedokteran,
Ilmu sejarah, Ilmu seni arsitektur, Berdiri juga berbagai macam sekolah.
f. Kemajuan dibidang pemerintahan
menggali sumber pendapatan negara dari berbagai sektor, pertanian, perdagangan dan
industri.
Muawiyah wafat tahun 60 H. di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya,
Yazid yang telah ditetapkannya sebagai putra mahkota sebelumnya.