PKM GT Mini Wet Land
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
MINI WETLAND SKALA RUMAH TANGGA UNTUK MENURUNKAN
KANDUNGAN ORGANIK AIR LIMBAH
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GAGASAN ILMIAH
DIUSULKAN OLEH:
SUCI WULANDARI
1210941001
DIAN PARAMITA
1210942005
ANNISA MARYAM
1210942013
WIDIA DETIARI RUKMANA
1210942023
HASNURETA
1210942037
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
Pengesahan PKM Gagasan Tertulis
1
Judul Kegiatan
:
2
3
Bidang Kegiatan
Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap
b. NIM
c. Jurusan
d. Universitas
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP
:
f. Alamat email
Anggota pelaksana Kegiatan
/Penulis
Dosen pendamping
Nama Lengkap dan Gelar
NIDN
Alamat Rumah dan No. Tel/HP
:
:
4
5
6
7
Biaya kegiatan total:
a. Dikti
b. Sumber lain
Jangka waktu pelaksanaan
:
:
:
:
:
Mini Wetland Skala Rumah Tangga
untuk Menurunkan Kandungan
Organik Air Limbah
PKM-GT
Suci Wulandari
1210941001
Teknik Lingkungan
Andalas
Jl. Moh. Hatta, Kampung Periuk/
085274775288
[email protected]
4 Orang
:
:
:
Dewi Fitria, Ph. D
0004097905
Perumahan Kemilau Permata Kuranji
Blok B No. 14 Kuranji/ 082284513246
:
:
:
Rp. 10.000.000,Bulan
Padang, Maret 2015
i
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan..................................................................................................
i
Daftar Isi.....................................................................................................................
ii
Bagian Inti
1. Pendahuluan ..................................................................................................
1
2. Tinjauan Pustaka............................................................................................
3
3. Gagasan..........................................................................................................
10
4. Daftar Pustaka.....................................................................................................
14
Lampiran-Lampiran
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas
Lampiran 3. Surat Pernyataan Ketua Peneliti
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah cair domestik yang tidak terolah merupakan permasalahan lingkungan karena secara
kualitas maupun kuantitas dapat mengganggu kesehatan manusia, mencemari badan air
penerima dan menjadi sarang dari vektor-vektor penyakit masyarakat sekitar. Peningkatan
jumlah limbah cair domestik mengakibatkan jumlah limbah dalam badan air penerima
melebihi daya tampung maupun daya dukung lingkungannya. Menurut data yang didapatkan,
angka kesakitan diare pada balita di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada
tahun 2006 jumlah kasus diare sebanyak 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 orang.
Secara keseluruhan diperkirakan angka kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta
setahun dengan kematian sebanyak 200.000 sampai dengan 400.000 balita. Kurangnya
kesadaran masyarakat mengenai sanitasi seperti belum adanya sistem PAB mengakibatkan
kasus ini akan meningkat setiap tahunnya.
Indonesia memiliki sistem drainase yang masih jauh di bawah standar sistem drainase yang
seharusnya. Di Indonesia, air buangan langsung di salurkan ke saluran drainase.
Bercampurnya air hujan dan air buangan di suatu saluran, menyebabkan selokan menjadi
sangat kotor. Seringkali saluran tersebut menjadi tersumbat, berbau bahkan tak jarang pula
menyebabkan banjir. Sistem Pengolahan Air Buangan (PAB) di Indonesia masih belum
merata di setiap wilayah. Bisa di katakan sistem PAB di Indonesia belum ada.
Untuk mengatasi masalah ini diperlukan sistem pengolahan air buangan yang tepat dengan
skala rumah tangga yang mudah, murah dan efektif untuk dilakukan seperti constructed
wetland. Constructed Wetland adalah proses pengolahan limbah yang merupakan aplikasi dari
proses penjernihan air yang terjadi dilahan basah/rawa, dimana tumbuhan air yang tumbuh
didaerah tersebut memegang peranan penting dalam proses pemulihan kualitas air limbah
secara alamiah.
Oleh karena itu, penulis merencanakan sebuah teknologi menyerupai wetland untuk
mengurangi pencemaran air buangan domestik yang sangat mencemari badan air, khususnya
selokan. Teknologi ini penulis namakan “Mini Wetland”. Mini wetland ini dibuat dengan
menggunakan bahan-bahan yang mudah didapatkan dan konstruksinya sangat sederhana.
Sehingga pengaplikasian sistem ini akan mudah dilakukan dalam skala rumah tangga.
1
1.2 Tujuan
Tujuan dari pencetusan gagasan ini adalah:
1. Mengurangi pencemaran lingkungan akibat belum adanya sistem PAB yang layak;
2. Menawarkan sistem PAB yang mudah, murah dan efektif;
3. Menjadikan mini wetland sebagai acuan yang mudah digunakan untuk pengolahan limbah
rumah tangga;
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Limbah Domestik
2.1.1 Karakteristik Air Limbah Domestik
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, pada ayat 14 disebutkan bahwa air limbah adalah sisa dari
suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah domestik, menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik disebutkan pada Pasal 1 ayat 1, bahwa air limbah domestik adalah air limbah yang
berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant),
perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Secara prinsip air limbah domestik terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu air limbah yang berasal
dari toilet (black water) dan air limbah yang berasal dari buangan dapur dan kamar mandi
(grey water), yang sebagian besar merupakan bahan organik (Veenstra, 1995).
2.1.2 Sumber Air Limbah Domestik
Limbah rumah tangga merupakan limbah yang dihasilkan oleh satu rumah atau beberapa
rumah. Sumber limbah rumah tangga adalah sebagai berikut:
a. Limbah Organik, berdasarkan pengertian secara kimiawi limbah organik merupakan segala
limbah yang mengandung unsur Karbon (C), sehingga meliputi limbah dari mahluk hidup,
air seni (umumnya mengandung nitrogen dan posfor), dan sisa makanan. Limbah tersebut
ada yang mempunyai daya racun yang tinggi, misalnya: sisa obat, baterai bekas, dan air
aki. Limbah tersebut tergolong B3 yaitu bahan berbahaya dan beracun, sedangkan limbah
air cucian, limbah kamar mandi, dapat mengandung bibit-bibit penyakit atau pencemar
biologis seperti bakteri, jamur, virus, dan sebagainya. Namun secara teknis sebagian orang
mendefinisikan limbah organik sebagai limbah yang hanya berasal dari mahluk hidup
(alami) dan sifatnya mudah busuk. Artinya bahan-bahan organik alami namun sulit
membusuk/atau terurai, seperti kertas, dan bahan organik sintetik (buatan) yang sulit
membusuk atau terurai.
b. Limbah Anorganik, berdasarkan pengertian secara kimawi limbah yang tidak mengandung
unsur karbon, seperti logam (misalnya besi dari mobil bekas atau perkakas dan almunium
dari kaleng bekas atau peralatan rumah tangga), kaca dan pupuk anorganik (misalnya yang
mengandung unsur nitrogen dan posfor). Limbah-limbah ini tidak memiliki unsur karbon
3
sehingga tidak dapat di urai oleh mikroorganisme. Seperti halnya limbah organik,
pengertian limbah organik yang sering diterapkan dilapangan umumnya limbah anorganik
dalam bentuk padat (sampah) agak sedikit berbeda dengan pengertian diatas secara teknis
limbah anorganik didefinisikan sebagai limbah yang tidak dapat atau sulit terurai atau
busuk secara alami oleh mikroorganisme pengurai. Bahan organik seperti plastik, karet,
kertas, juga dikelompokan sebagai limbah anorganik. Bahan-bahan tersebut sulit terurai
oleh mikroorganisme sebab unsur karbonnya membentuk rantai kimia yang kompleks dan
panjang.
2.2 Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)
Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) merupakan proses pengolahan limbah
yang meniru/ aplikasi dari proses penjernihan air yang terjadi dilahan basah/ rawa (Wetland),
dimana tumbuhan air yang tumbuh didaerah tersebut memegang peranan penting dalam
proses pemulihan kualitas air limbah secara alamiah.
Menurut Hammer (1986) pengolahan limbah Sistem Wetland didefinisikan sebagai sistem
pengolahan yang memasukkan faktor utama, yaitu:
a. Area yang tergenangi air dan mendukung kehidupan tumbuhan air sejenis hydrophyta;
b. Media tempat tumbuh berupa tanah yang selalu digenangi air (basah);
c. Media bisa juga bukan tanah, tetapi media yang jenuh dengan air.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan penelitian, maka definisi tersebut disempurnakan
oleh Metcalf & Eddy (1993), menjadi “Sistem yang termasuk pengolahan alami, dimana
terjadi aktivitas pengolahan sedimentasi, filtrasi, transfer
gas, adsorpsi, pengolahan kimiawi dan biologis, karena aktivitas mikroorganisme dalam tanah
dan aktivitas tanaman”. Prinsipnya Sistem Lahan Basah dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
kategori dan secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Prinsip Sistem Lahan Basah
4
a. Lahan Basah Alamiah (Natural Wetland)
Sistem ini umumnya merupakan suatu sistem pengolahan limbah dalam area yang sudah
ada secara alami, contohnya daerah rawa. Kehidupan biota dalam Lahan Basah Alamiah
sangat beragam. Debit air limbah yang masuk, jenis tanaman dan jarak tumbuh pada
masing–masing tanaman tidak direncanakan serta terjadi secara alamiah.
b. Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)
Sistem pengolahan yang direncanakan seperti untuk debit limbah, beban organik,
kedalaman media, jenis tanaman, dan lain-lain sehingga kualitas air limbah yang keluar
dari sistem tersebut dapat dikontrol/ diatur sesuai dengan yang dikehendaki oleh
pembuatnya.
Secara umum sistem pengolahan limbah dengan Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)
ada dua tipe, yaitu sistem aliran permukaan (Surface Flow Constructed Wetland) atau FWS
(Free Water System) dan sistem aliran bawah permukaan (Sub-Surface Flow Constructed
Wetland) atau sering dikenal dengan sistem SSF-Wetland (Leady, 1997). Perbedaan sistem
aliran dari kedua sistem Lahan Basah tersebut dapat dilihat secara rinci pada gambar 2.2
berikut ini:
Gambar 2.2 Tipe Aliran Lahan Basah Buatan
Sedangkan klasifikasi Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) berdasarkan jenis tanaman
yang digunakan terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Sistem yang menggunakan tanaman air mengambang atau sering disebut dengan Lahan
Basah Sistem Tanaman Air Mengambang (Floating Aquatic Plant System);
2. Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta dalam air (Submerged) dan umumnya
digunakan pada sistem Lahan Basah Buatan tipe Aliran Permukaan (Surface Flow
Wetland);
5
3. Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya tenggelam atau sering
disebut juga amphibiuos plants dan biasanya digunakan untuk Lahan Basah Buatan tipe
Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow Wetland) SSF-Wetland (Suriawiria, 1993).
Pada gambar berikut ini dapat dilihat secara rinci perbedaan penggunaan tanaman dari ketiga
jenis sistem Lahan Basah tersebut.
Gambar 2.3 Perbedaan Penggunaan Tanaman Sistem Lahan Basah
2.3 Tanaman
Jenis tanaman yang sering digunakan untuk Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan
adalah jenis tanaman air atau tanaman yang tahan hidup di air tergenang (Submerged plants
atau amphibiuos plants).
Pada umumnya tanaman air tersebut dapat dibedakan menjadi 3 tipe/ kelompok, berdasarkan
area pertumbuhannya didalam air. Adapun ketiga tipe tanaman air tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Tanaman yang muncul ke permukaan air, merupakan tanaman air yang memiliki sistem
perakaran pada tanah di dasar perairan dan daun berada jauh diatas permukaan air;
b. Tanaman yang mengambang dalam air, merupakan tanaman air yang seluruh tanaman
(akar, batang, daun) berada didalam air;
c. Tanaman yang mengapung di permukaan air, merupakan tanaman air yang akar dan
batangnya berada dalam air, sedangkan daun diatas permukaan air.
Berdasarkan fungsi umumnya, tanaman Hydrophyta dapat digunakan pada pengolahan
pertama karena jenis yang mengapung sehingga berkemampuan langsung menyerap hara.
Akar tanaman yang berfungsi sebagai filter, mampu mengadsorpsi padatan tersuspensi, dan
sebagai habitat mikroorganisme penghilang unsur hara (Reddy, 1985 dalam Syafrani,
6
2007). Pengolahan kedua dapat berupa jenis yang muncul di permukaan air maupun yang
mengambang dalam air. Tanaman jenis ini mampu menurunkan kadar BOD, COD, TDS dan
TSS hasil pengolahan dari pengolahan pertama. Tanaman yang bisa digunakan setelah proses
filter sampai pengolahan kedua, antara lain (Kusumawardani dan Rony, 2013):
1.
Eichornia crassipes;
Akar Eichornia crassipes merupakan akar serabut yang bercabang-cabang halus,
permukaan akarnya digunakan oleh mikroorganisme sebagai tempat pertumbuhan dan
eceng gondok dapat digunakan untuk menghilangkan polutan karena fungsinya sebagai
sistem filtrasi biologis, menghilangkan nutrien mineral, untuk menghilangkan logam
berat seperti cuprum, aurum, kobalt, strontium, merkuri, timah, kadmium, dan nikel
(Hidayati, 2004).
2.
Echinodorus paleafolius;
Melati air (Echinodorus palaefolius) merupakan tanaman hias yang dapat hidup dalam
berbagai musim dan selalu membutuhkan air pada media tanamnya. Melati air dalam
pemanfaatannya sebagai pereduktor/ filter kontaminan sangat efektif dalam memperluas
area tempat mikroorganisme melengket dan akarnya mengeluarkan oksigen sehingga
akan membentuk zona rizosfer yang kaya oksigen. Hasil penelitian sebelumnya,
diketahui bahwa tanaman melati air sangat efektif dalam menurunkan kadar zat
pencemar.
3.
Typha angustifolia;
Tumbuhan air jenis Cattail (Typha Angustifolia) memiliki sistem perakaran yang banyak
yang dapat menyerap zat organik di bagan air. Tanaman ini memiliki kinerja yang cukup
baik dalam pengolahan air limbah domestik dengan sistem lahan basah buatan
(Constructed Wetland) dengan didapat penyisihan COD pada sebuah penelitian terbaik
sebesar 91.8% pada jarak tanaman 10 cm dan waktu tinggal 15 hari, didapat penyisihan
BOD terbaik sebesar 91.6% pada jarak tanaman 15 cm dan waktu tinggal 15 hari, didapat
penyisihan TSS terbaik sebesar 83.3% pada saat waktu tinggal 15 hari.
4.
Cyperus alternifolius;
Tanaman Cyperus alternifolius dapat digunakan untuk pengolahan air limbah domestik
dengan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetland) dan
memiliki efisiensi yang relatif sama dengan jenis tanaman lain yang umum digunakan
untuk sistem Lahan Basah Buatan (seperti Thypa angustifilia, Scirpus actutus, dan
Phragmites australis). Tanaman ini selain untuk pengolahan limbah juga dapat
7
dimanfaatkan sebagai taman atau sering disebut sebagai Taman Pengolah Limbah (Waste
water Garden).
5.
Equisetum hyemale.
Tumbuhan bambu air (Equisetum hyemale) termasuk anggota genus Equisetum. Pada
dasarnya sistem pengolahan limbah dengan wetland adalah pada proses respirasi
tumbuhan air. Tumbuhan air ini mampu menghisap oksigen dari udara melalui daun,
batang, akar dan rhizomanya yang kemudian dilepaskan kembali pada daerah sekitar
perakaran.
Komposisi tanaman tersebut akan menghasilkan air olahan dengan fisik yang baik, yaitu
bening dengan TDS dan TSS sangat rendah. Beberapa dari tanaman tersebut juga memiliki
bunga dan bentuk daun yang indah, sehingga dapat menambah nilai estetik dari sebuah taman.
Selain itu air olahan (output) dari TPL dimanfaatkan untuk menyiram tanaman, mencuci
kendaraan dan sebagai cadangan air rumah tangga.
3. Mikroorganisme
Mikroorganisme yang diharapkan tumbuh dan berkembang dalam media SSF-Wetland
tersebut adalah jenis heterotropik aerobik, karena pengolahan berlangsung lebih cepat
dibandingkan
dengan
mikroorganisme
anaerobik
(Vymazal
dalam
Tangahu
&
Warmadewanthi, 2001). Untuk menjamin kehidupan mikroorganisme tersebut dapat tumbuh
dengan baik, maka transfer oksigen dari akar tanaman harus dapat mencukupi kebutuhan
untuk kehidupan mikroorganisme. Kandungan oksigen dalam media akan disuplai oleh akar
tanaman, yang merupakan hasil samping dari proses fotosintesis tanaman dengan bantuan
sinar matahari, dengan demikian pada siang hari akan lebih banyak terjadi pelepasan oksigen.
Kondisi
aerob
pada
daerah
sistem
perakaran
(Rhizosphere)
dan
ketergantungan
mikroorganisme aerob terhadap pasokan oksigen dari sistem perakaran tanaman yang ada
dalam SSF-Wetland, akan menyebabkan jenis–jenis mikroorganisme yang dapat hidup pada
rhizosphere tersebut hanya jenis tertentu dan spesifik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bagwell C.E., et all (1998) terhadap
mikroorganisme rhizosphere pada akar rumput-rumputan yang terdapat pada daerah rawa
(Wetland) ditemukan 339 strains, yang termasuk dalam familia Enterobacteriaceae,
Vibrionaceae, Azotobacteraceae, Spirillaceae, Pseudomonadaceae, Rhizobiaceae.
8
4. Temperatur
Temperatur/ suhu air limbah akan berpengaruh pada akvititas mikroorganisme maupun
tanaman, sehingga akan mempengaruhi kinerja pengolahan air limbah yang masuk ke bak/
cell SSF-Wetland yang akan digunakan. Menurut Suriawiria, U., (1993) diketahui bahwa
temperatur/ suhu akan dapat mempengaruhi reaksi, dimana setiap kenaikan suhu 10 oC akan
meningkatkan reaksi 2–3 kali lebih cepat. Disamping itu, suhu juga merupakan salah satu
faktor pembatas bagi kehidupan mikroorganisme. Walaupun batas kematian mikroorganisme
pada daerah suhu yang cukup luas (0oC–90oC), namun kehidupan optimal untuk tiap–tiap
jenisnya mempunyai kisaran tertentu. Berdasarkan hal tersebut, maka ada 3 kelompok
mikroorganisme, yaitu:
a. Mikroorganisme Psikrofil (pertumbuhan optimal pada suhu 15oC);
b. Mikroorganisme Mesofil (pertumbuhan optimal pada suhu 25oC–37oC);
c. Mikroorganisme Termofil (pertumbuhan optimal pada suhu 55oC–60oC).
Mengingat kondisi iklim di Indonesia secara umum memiliki iklim tropis dengan kisaran
perbedaan suhu (amplitudo) harian yang relatif kecil, maka suhu bukan merupakan faktor
pembatas lagi, sehingga kehidupan mikrobia dapat optimal disepanjang tahun. Dengan
demikian, maka kinerja pengolahan limbah dengan sistem SSF-Wetland di Indonesia, dapat
berjalan secara optimal untuk sepanjang tahun.
9
BAB III
GAGASAN YANG DIAJUKAN
3.1 Umum
Sistem lahan basah atau sering merupakan proses pengolahan limbah yang meniru/ aplikasi
dari proses penjernihan air yang terjadi di lahan basah/ rawa, dimana tumbuhan air
(Hydrophita) yang tumbuh di daerah tersebut memegang peranan penting dalam proses
pemulihan kualitas air limbah secara alamiah (self purification).
3.2 Perletakan Mini Wetland
Mini wetland ini dapat diletakkan di pipa air buangan sebelum menuju selokan. Mini wetland
ditanam di dalam tanah di halaman rumah. Dari luar, hanya terlihat tanaman mini wetland
yang tumbuh. Pipa air buangan dari dapur maupun kamar mandi menuju selokan dipotong
sedikit untuk perletakan mini wetland. Kemudian, air yang keluar dari mini wetland dialirkan
ke selokan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar
3.1 Perletakan Mini Wetland
Sumber: http://beranda-miti.com
3.3 Detail Mini Wetland
3.3.1 Alat dan bahan
Alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan mini wetland ini yaitu ember bekas yang
agak besar, sebaiknya berbentuk persegi agar perletakannya lebih mudah. Kemudian media
tanam (tanah/ media lain yang jenuh air) dan tumbuhan air (contohnya Typha angustifolia L.,
Eceng Gondok dan Rumput Gajah).
10
Gambar 3.2 Box Plastik
Gambar 3.4 Rumput Gajah
Gambar 3.3 Typha angustifolia L
Gambar 3.5 Eceng Gondok
Gambar 3.6 Media penyaring air
3.3.2 Cara pembuatan
Pembuatan mini wetland ini sangat sederhana dan mudah untuk diterapkan. Langkah-langkah
pembuatannya adalah sebagai berikut:
a. Pada bagian sisi ember dibuat lobang untuk pipa masuk dan keluar mini wetland.
Ukurannya dapat disesuaikan dengan diameter pipa air buangan;
b. Media tanam yang jenuh air dimasukkan ke dalam ember tersebut dan ditanami dengan
tumbuhan Typha angustifolia L., eceng gondok, rumput gajah, atau tumbuhan air lainnya;
c. Media tanam ini dapat berupa susunan kerikil, pasir kasar dan pasir sedang (dengan
perbandingan kerikil : pasir kasar : pasir sedang = 1 : 1: 2). Diameter kerikil yang
digunakan kira-kira 8 mm, pasir kasar 2 mm dan pasir sedang 1 mm.
d. Gali tanah di halaman rumah untuk meletakkan mini wetland;
e. Potong pipa air buangan sepanjang mini wetland yang akan digunakan;
11
f. Hubungkan pipa air buangan tersebut ke mini wetland, sehingga pipa dari dapur/ kamar
mandi akan masuk ke mini wetland dan sebagian pipa lainnya akan menghubungkan mini
wetland dengan selokan;
g. Air buangan yang masuk ke mini wetland yang sudah diolah akan keluar menjadi air yang
lebih bersih dan lebih jernih.
h. Untuk menghindari tersumbatnya pipa karena kerikil masuk ke pipa, sebaiknya dipasang
kain kasa pada ujung pipa outlet.
Mini wetland ini harus dibongkar secara berkala, karena sisa-sisa air buangan yang masuk ke
mini wetland akan mengendap di media tanam. Pengendapan ini dapat menghambat
efektifitas kerja mini wetland. Dengan banyaknya endapan yang menumpuk di mini wetland,
penyaringan air akan menjadi semakin lama. Pembongkaran mini wetland ini bertujuan untuk
membersihkan media tanam mini wetland. Setelah dilakukan pembongkaran dan pembersihan
media, dilakukan penyusunan media tanam dan penanaman tumbuhan air kembali seperti
langkah sebelumnya.
3.3.3 Prinsip Kerja Mini Wetland
Air buangan dari pipa dialirkan ke mini wetland. Kotoran dari air buangan yang masuk ke
mini wetland akan diserap oleh tumbuhan sebagai nutrisi. Kekeruhan air buangan akan
diserap oleh media tanam, sehingga air yang keluar dari mini wetland akan menjadi lebih
bersih dan lebih jernih. Dengan menggunakan mini wetland ini, air yang masuk ke selokan
bisa langsung dibuang ke badan air tanpa mencemari badan air tersebut.
Gambar 3.5 Detail Design Mini Wetland
12
Gambar 3.6 Design Mini Wetland
Gambar 3.7 Detail Design Mini Wetland
13
DAFTAR PUSTAKA
Haberl, R., and Langergraber, H., 2002, Constructed wetlands: a chance to solve wastewater
problems in developing countries. Wat. Sci. Technol. 40:11–17
Hammer, M.J., 1986, Water and Wastewater Technology SI Version, John Wiley & Sons,
Singapore
Hindarko, S., 2003, Mengolah Air Limbah : Supaya Tidak Mencemari Orang Lain, Penerbit
ESHA, Jakarta
Khiatuddin, M., 2003, Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa Buatan
Leady, B., 1997, Constructed Subsurface Flow Wetlands For Wastewater Treatment, Purdue
University
Metcalf & Eddy, 1993, Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse, McGraw- Hill
Comp
Suriawiria, U., 1993, Mikrobiologi Air, Penerbit Alumni, Bandung
Tangahu, B.V. dan Warmadewanthi, I.D.A.A., 2001, Pengelolaan Limbah Rumah Tangga
Dengan Memanfaatkan Tanaman Cattail (Typha angustifolia) dalam Sistem
Constructed Wetland, Purifikasi, Volume 2 Nomor 3, ITS – Surabaya
Veenstra, 1995, “Wastewater Treatment, IHE Delf” dalam
http://digilib.unipasby.ac.id/files/disk1/12/gdlhub--endrosason-574-1-penuruna-d.pdf
14
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
1. Biodata Ketua
A. Identitas Diri
1
2
3
4
5
6
7
Nama Lengkap (dengan gelar)
Jenis Kelamin
Program Studi
NIM
Tempat dan Tanggal Lahir
E-mail
Nomor Telepon / HP
: Suci Wulandari
: Perempuan
: Teknik Lingkungan
: 1210941001
: Solok, 04 Maret 1994
: [email protected]
: 085274775288
B. Riwayat Pendidikan
Nama Instansi
Jurusan
Tahun Masuk – Lulus
SD
SDN 17 Aro IV
Korong
SMP
SMPN 2 Kota
Solok
2000-2006
2006-2009
SMA
SMAN 2 Kota
Solok
IPA
2009-2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM Gagasan Tertulis
Padang, Maret 2015
Pengusul,
Suci Wulandari
2. Biodata Anggota 1
A. Identitas Diri
1
2
3
4
5
6
7
Nama Lengkap (dengan gelar)
Jenis Kelamin
Program Studi
NIM
Tempat dan Tanggal Lahir
E-mail
Nomor Telepon / HP
: Dian Paramita
: Perempuan
: Teknik Lingkungan
: 1210942005
: Pariaman, 06 Juli 1994
: [email protected]
: 083181415589
B. Riwayat Pendidikan
Nama Instansi
Jurusan
Tahun Masuk – Lulus
SD
SDN 09 Cubadak
Air
2000-2006
SMP
SMA
SMPN 1 Pariaman
SMAN 1 Pariaman
2006-2009
IPA
2009-2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM Gagasan Tertulis
Padang, Maret 2015
Pengusul,
Dian Paramita
3. Biodata Anggota 2
A. Identitas Diri
1
Nama Lengkap (dengan gelar)
: Annisa Maryam
2
Jenis Kelamin
: Perempuan
3
Program Studi
: Teknik Lingkungan
4
NIM
: 1210942013
5
Tempat dan Tanggal Lahir
: Lubuk Alung, 14 Maret 1995
6
E-mail
: [email protected]
7
Nomor Telepon / HP
: 081270709795
B. Riwayat Pendidikan
Nama Instansi
Jurusan
Tahun Masuk – Lulus
SD
SDN 26 Lubuk
Alung
SMP
SMPN 1 Lubuk
Alung
2000-2006
2006-2009
SMA
SMAN 1 Lubuk
Alung
IPA
2009-2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM Gagasan Tertulis
Padang, Maret 2015
Pengusul,
Annisa Maryam
4. Biodata Anggota 3
A. Identitas Diri
1
2
3
4
5
6
7
Nama Lengkap (dengan gelar)
Jenis Kelamin
Program Studi
NIM
Tempat dan Tanggal Lahir
E-mail
Nomor Telepon / HP
: Widia Detiari Rukmana
: Perempuan
: Teknik Lingkungan
: 1210942023
: Bukittinggi, 03 Januari 1995
: [email protected]
: 085263356877
B. Riwayat Pendidikan
SD
Nama Instansi
SDN 10 Sapiran
Jurusan
Tahun Masuk – Lulus
2000-2006
SMP
SMPN 2
Bukittinggi
2006-2009
SMA
SMAN 4
Bukittinggi
IPA
2009-2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM Gagasan Tertulis
Padang, Maret 2015
Pengusul,
W idia Detiari Rukmana
5. Biodata Anggota 4
A. Identitas Diri
1
2
3
4
5
6
7
Nama Lengkap (dengan gelar)
Jenis Kelamin
Program Studi
NIM
Tempat dan Tanggal Lahir
E-mail
Nomor Telepon / HP
: Hasnureta
: Perempuan
: Teknik Lingkungan
: 1210942037
: Bukittinggi, 31 Maret 1994
: [email protected]
: 085766340478
B. Riwayat Pendidikan
SD
Nama Instansi
SDN Islam Alfalah
Jurusan
Tahun Masuk – Lulus
2000-2006
SMP
SMPN 1
Bukittinggi
2006-2009
SMA
SMAN 1
Bukittinggi
IPA
2009-2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM Gagasan Tertulis
Padang, Maret 2015
Pengusul,
Hasnureta
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas
No
Nama / NIM
1.
2.
3.
4.
5.
Program
Studi
Bidang
Ilmu
Suci
Wulandari /
1210941001
Teknik
Lingkungan
Air
Buangan
Alokasi
Waktu
(jam/minggu)
5 jam
/minggu
Uraian Tugas
Dian
Paramita /
1210942005
Annisa
Maryam /
1210942013
Widia Detiari
Rukmana /
1210942023
Teknik
Lingkungan
Air
Buangan
5 jam
/minggu
Teknik
Lingkungan
Air
Buangan
5 jam
/minggu
1. Studi literatur
dan observasi
Teknik
Lingkungan
Air
Buangan
5 jam
/minggu
1. Studi literatur
dan observasi
Hasnureta /
1210942037
Teknik
Lingkungan
Air
Buangan
5 jam
/minggu
1. Koordinasi antar
anggota
2. Pendahuluan
dan fiksasi
1. Desain
1. Gagasan
Lampiran 3. Surat Pernyataan Ketua Peneliti
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS ANDALAS
GEDUNG REKTORAT LIMAU MANIS PADANG - 25163
Telp/PABX : 71181,71175,71086,71087,71699 Fax.71085
http : www.unand.ac.id
e-mail : [email protected]
SURAT PERNYATAAN KETUA PENELITI/PELAKSANA
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
NIM
Program Studi
Fakultas
:
:
:
:
Suci Wulandari
1210941001
Teknik Lingkungan
Teknik
Dengan ini menyatakan bahwa usulan PKM Gagasan Tertulis saya dengan judul:
Mini Wetland Skala Rumah Tangga untuk Menurunkan Kandungan Organik Air
Limbah
yang diusulkan untuk tahun anggaran 2015 bersifat original dan belum pernah dibiayai
oleh lembaga atau sumber dana lain.
Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka saya
bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengembalikan
seluruh biaya penelitian yang sudah diterima ke kas negara.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-benarnya.
Mengetahui
Pembantu Rektor /Ketua
Bidang Kemahasiswaan
Yang Menyatakan
Cap dan Tandatangan
Materai Rp 6.000
Tandatangan
Dr. Ir. H. Aprisal, MP
NIP. 19630421990021001
Suci Wulandari
NIM. 1210941001
MINI WETLAND SKALA RUMAH TANGGA UNTUK MENURUNKAN
KANDUNGAN ORGANIK AIR LIMBAH
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GAGASAN ILMIAH
DIUSULKAN OLEH:
SUCI WULANDARI
1210941001
DIAN PARAMITA
1210942005
ANNISA MARYAM
1210942013
WIDIA DETIARI RUKMANA
1210942023
HASNURETA
1210942037
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
Pengesahan PKM Gagasan Tertulis
1
Judul Kegiatan
:
2
3
Bidang Kegiatan
Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap
b. NIM
c. Jurusan
d. Universitas
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP
:
f. Alamat email
Anggota pelaksana Kegiatan
/Penulis
Dosen pendamping
Nama Lengkap dan Gelar
NIDN
Alamat Rumah dan No. Tel/HP
:
:
4
5
6
7
Biaya kegiatan total:
a. Dikti
b. Sumber lain
Jangka waktu pelaksanaan
:
:
:
:
:
Mini Wetland Skala Rumah Tangga
untuk Menurunkan Kandungan
Organik Air Limbah
PKM-GT
Suci Wulandari
1210941001
Teknik Lingkungan
Andalas
Jl. Moh. Hatta, Kampung Periuk/
085274775288
[email protected]
4 Orang
:
:
:
Dewi Fitria, Ph. D
0004097905
Perumahan Kemilau Permata Kuranji
Blok B No. 14 Kuranji/ 082284513246
:
:
:
Rp. 10.000.000,Bulan
Padang, Maret 2015
i
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan..................................................................................................
i
Daftar Isi.....................................................................................................................
ii
Bagian Inti
1. Pendahuluan ..................................................................................................
1
2. Tinjauan Pustaka............................................................................................
3
3. Gagasan..........................................................................................................
10
4. Daftar Pustaka.....................................................................................................
14
Lampiran-Lampiran
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas
Lampiran 3. Surat Pernyataan Ketua Peneliti
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah cair domestik yang tidak terolah merupakan permasalahan lingkungan karena secara
kualitas maupun kuantitas dapat mengganggu kesehatan manusia, mencemari badan air
penerima dan menjadi sarang dari vektor-vektor penyakit masyarakat sekitar. Peningkatan
jumlah limbah cair domestik mengakibatkan jumlah limbah dalam badan air penerima
melebihi daya tampung maupun daya dukung lingkungannya. Menurut data yang didapatkan,
angka kesakitan diare pada balita di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada
tahun 2006 jumlah kasus diare sebanyak 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 orang.
Secara keseluruhan diperkirakan angka kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta
setahun dengan kematian sebanyak 200.000 sampai dengan 400.000 balita. Kurangnya
kesadaran masyarakat mengenai sanitasi seperti belum adanya sistem PAB mengakibatkan
kasus ini akan meningkat setiap tahunnya.
Indonesia memiliki sistem drainase yang masih jauh di bawah standar sistem drainase yang
seharusnya. Di Indonesia, air buangan langsung di salurkan ke saluran drainase.
Bercampurnya air hujan dan air buangan di suatu saluran, menyebabkan selokan menjadi
sangat kotor. Seringkali saluran tersebut menjadi tersumbat, berbau bahkan tak jarang pula
menyebabkan banjir. Sistem Pengolahan Air Buangan (PAB) di Indonesia masih belum
merata di setiap wilayah. Bisa di katakan sistem PAB di Indonesia belum ada.
Untuk mengatasi masalah ini diperlukan sistem pengolahan air buangan yang tepat dengan
skala rumah tangga yang mudah, murah dan efektif untuk dilakukan seperti constructed
wetland. Constructed Wetland adalah proses pengolahan limbah yang merupakan aplikasi dari
proses penjernihan air yang terjadi dilahan basah/rawa, dimana tumbuhan air yang tumbuh
didaerah tersebut memegang peranan penting dalam proses pemulihan kualitas air limbah
secara alamiah.
Oleh karena itu, penulis merencanakan sebuah teknologi menyerupai wetland untuk
mengurangi pencemaran air buangan domestik yang sangat mencemari badan air, khususnya
selokan. Teknologi ini penulis namakan “Mini Wetland”. Mini wetland ini dibuat dengan
menggunakan bahan-bahan yang mudah didapatkan dan konstruksinya sangat sederhana.
Sehingga pengaplikasian sistem ini akan mudah dilakukan dalam skala rumah tangga.
1
1.2 Tujuan
Tujuan dari pencetusan gagasan ini adalah:
1. Mengurangi pencemaran lingkungan akibat belum adanya sistem PAB yang layak;
2. Menawarkan sistem PAB yang mudah, murah dan efektif;
3. Menjadikan mini wetland sebagai acuan yang mudah digunakan untuk pengolahan limbah
rumah tangga;
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Limbah Domestik
2.1.1 Karakteristik Air Limbah Domestik
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, pada ayat 14 disebutkan bahwa air limbah adalah sisa dari
suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah domestik, menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik disebutkan pada Pasal 1 ayat 1, bahwa air limbah domestik adalah air limbah yang
berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant),
perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Secara prinsip air limbah domestik terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu air limbah yang berasal
dari toilet (black water) dan air limbah yang berasal dari buangan dapur dan kamar mandi
(grey water), yang sebagian besar merupakan bahan organik (Veenstra, 1995).
2.1.2 Sumber Air Limbah Domestik
Limbah rumah tangga merupakan limbah yang dihasilkan oleh satu rumah atau beberapa
rumah. Sumber limbah rumah tangga adalah sebagai berikut:
a. Limbah Organik, berdasarkan pengertian secara kimiawi limbah organik merupakan segala
limbah yang mengandung unsur Karbon (C), sehingga meliputi limbah dari mahluk hidup,
air seni (umumnya mengandung nitrogen dan posfor), dan sisa makanan. Limbah tersebut
ada yang mempunyai daya racun yang tinggi, misalnya: sisa obat, baterai bekas, dan air
aki. Limbah tersebut tergolong B3 yaitu bahan berbahaya dan beracun, sedangkan limbah
air cucian, limbah kamar mandi, dapat mengandung bibit-bibit penyakit atau pencemar
biologis seperti bakteri, jamur, virus, dan sebagainya. Namun secara teknis sebagian orang
mendefinisikan limbah organik sebagai limbah yang hanya berasal dari mahluk hidup
(alami) dan sifatnya mudah busuk. Artinya bahan-bahan organik alami namun sulit
membusuk/atau terurai, seperti kertas, dan bahan organik sintetik (buatan) yang sulit
membusuk atau terurai.
b. Limbah Anorganik, berdasarkan pengertian secara kimawi limbah yang tidak mengandung
unsur karbon, seperti logam (misalnya besi dari mobil bekas atau perkakas dan almunium
dari kaleng bekas atau peralatan rumah tangga), kaca dan pupuk anorganik (misalnya yang
mengandung unsur nitrogen dan posfor). Limbah-limbah ini tidak memiliki unsur karbon
3
sehingga tidak dapat di urai oleh mikroorganisme. Seperti halnya limbah organik,
pengertian limbah organik yang sering diterapkan dilapangan umumnya limbah anorganik
dalam bentuk padat (sampah) agak sedikit berbeda dengan pengertian diatas secara teknis
limbah anorganik didefinisikan sebagai limbah yang tidak dapat atau sulit terurai atau
busuk secara alami oleh mikroorganisme pengurai. Bahan organik seperti plastik, karet,
kertas, juga dikelompokan sebagai limbah anorganik. Bahan-bahan tersebut sulit terurai
oleh mikroorganisme sebab unsur karbonnya membentuk rantai kimia yang kompleks dan
panjang.
2.2 Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)
Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) merupakan proses pengolahan limbah
yang meniru/ aplikasi dari proses penjernihan air yang terjadi dilahan basah/ rawa (Wetland),
dimana tumbuhan air yang tumbuh didaerah tersebut memegang peranan penting dalam
proses pemulihan kualitas air limbah secara alamiah.
Menurut Hammer (1986) pengolahan limbah Sistem Wetland didefinisikan sebagai sistem
pengolahan yang memasukkan faktor utama, yaitu:
a. Area yang tergenangi air dan mendukung kehidupan tumbuhan air sejenis hydrophyta;
b. Media tempat tumbuh berupa tanah yang selalu digenangi air (basah);
c. Media bisa juga bukan tanah, tetapi media yang jenuh dengan air.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan penelitian, maka definisi tersebut disempurnakan
oleh Metcalf & Eddy (1993), menjadi “Sistem yang termasuk pengolahan alami, dimana
terjadi aktivitas pengolahan sedimentasi, filtrasi, transfer
gas, adsorpsi, pengolahan kimiawi dan biologis, karena aktivitas mikroorganisme dalam tanah
dan aktivitas tanaman”. Prinsipnya Sistem Lahan Basah dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
kategori dan secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Prinsip Sistem Lahan Basah
4
a. Lahan Basah Alamiah (Natural Wetland)
Sistem ini umumnya merupakan suatu sistem pengolahan limbah dalam area yang sudah
ada secara alami, contohnya daerah rawa. Kehidupan biota dalam Lahan Basah Alamiah
sangat beragam. Debit air limbah yang masuk, jenis tanaman dan jarak tumbuh pada
masing–masing tanaman tidak direncanakan serta terjadi secara alamiah.
b. Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)
Sistem pengolahan yang direncanakan seperti untuk debit limbah, beban organik,
kedalaman media, jenis tanaman, dan lain-lain sehingga kualitas air limbah yang keluar
dari sistem tersebut dapat dikontrol/ diatur sesuai dengan yang dikehendaki oleh
pembuatnya.
Secara umum sistem pengolahan limbah dengan Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)
ada dua tipe, yaitu sistem aliran permukaan (Surface Flow Constructed Wetland) atau FWS
(Free Water System) dan sistem aliran bawah permukaan (Sub-Surface Flow Constructed
Wetland) atau sering dikenal dengan sistem SSF-Wetland (Leady, 1997). Perbedaan sistem
aliran dari kedua sistem Lahan Basah tersebut dapat dilihat secara rinci pada gambar 2.2
berikut ini:
Gambar 2.2 Tipe Aliran Lahan Basah Buatan
Sedangkan klasifikasi Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) berdasarkan jenis tanaman
yang digunakan terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Sistem yang menggunakan tanaman air mengambang atau sering disebut dengan Lahan
Basah Sistem Tanaman Air Mengambang (Floating Aquatic Plant System);
2. Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta dalam air (Submerged) dan umumnya
digunakan pada sistem Lahan Basah Buatan tipe Aliran Permukaan (Surface Flow
Wetland);
5
3. Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya tenggelam atau sering
disebut juga amphibiuos plants dan biasanya digunakan untuk Lahan Basah Buatan tipe
Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow Wetland) SSF-Wetland (Suriawiria, 1993).
Pada gambar berikut ini dapat dilihat secara rinci perbedaan penggunaan tanaman dari ketiga
jenis sistem Lahan Basah tersebut.
Gambar 2.3 Perbedaan Penggunaan Tanaman Sistem Lahan Basah
2.3 Tanaman
Jenis tanaman yang sering digunakan untuk Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan
adalah jenis tanaman air atau tanaman yang tahan hidup di air tergenang (Submerged plants
atau amphibiuos plants).
Pada umumnya tanaman air tersebut dapat dibedakan menjadi 3 tipe/ kelompok, berdasarkan
area pertumbuhannya didalam air. Adapun ketiga tipe tanaman air tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Tanaman yang muncul ke permukaan air, merupakan tanaman air yang memiliki sistem
perakaran pada tanah di dasar perairan dan daun berada jauh diatas permukaan air;
b. Tanaman yang mengambang dalam air, merupakan tanaman air yang seluruh tanaman
(akar, batang, daun) berada didalam air;
c. Tanaman yang mengapung di permukaan air, merupakan tanaman air yang akar dan
batangnya berada dalam air, sedangkan daun diatas permukaan air.
Berdasarkan fungsi umumnya, tanaman Hydrophyta dapat digunakan pada pengolahan
pertama karena jenis yang mengapung sehingga berkemampuan langsung menyerap hara.
Akar tanaman yang berfungsi sebagai filter, mampu mengadsorpsi padatan tersuspensi, dan
sebagai habitat mikroorganisme penghilang unsur hara (Reddy, 1985 dalam Syafrani,
6
2007). Pengolahan kedua dapat berupa jenis yang muncul di permukaan air maupun yang
mengambang dalam air. Tanaman jenis ini mampu menurunkan kadar BOD, COD, TDS dan
TSS hasil pengolahan dari pengolahan pertama. Tanaman yang bisa digunakan setelah proses
filter sampai pengolahan kedua, antara lain (Kusumawardani dan Rony, 2013):
1.
Eichornia crassipes;
Akar Eichornia crassipes merupakan akar serabut yang bercabang-cabang halus,
permukaan akarnya digunakan oleh mikroorganisme sebagai tempat pertumbuhan dan
eceng gondok dapat digunakan untuk menghilangkan polutan karena fungsinya sebagai
sistem filtrasi biologis, menghilangkan nutrien mineral, untuk menghilangkan logam
berat seperti cuprum, aurum, kobalt, strontium, merkuri, timah, kadmium, dan nikel
(Hidayati, 2004).
2.
Echinodorus paleafolius;
Melati air (Echinodorus palaefolius) merupakan tanaman hias yang dapat hidup dalam
berbagai musim dan selalu membutuhkan air pada media tanamnya. Melati air dalam
pemanfaatannya sebagai pereduktor/ filter kontaminan sangat efektif dalam memperluas
area tempat mikroorganisme melengket dan akarnya mengeluarkan oksigen sehingga
akan membentuk zona rizosfer yang kaya oksigen. Hasil penelitian sebelumnya,
diketahui bahwa tanaman melati air sangat efektif dalam menurunkan kadar zat
pencemar.
3.
Typha angustifolia;
Tumbuhan air jenis Cattail (Typha Angustifolia) memiliki sistem perakaran yang banyak
yang dapat menyerap zat organik di bagan air. Tanaman ini memiliki kinerja yang cukup
baik dalam pengolahan air limbah domestik dengan sistem lahan basah buatan
(Constructed Wetland) dengan didapat penyisihan COD pada sebuah penelitian terbaik
sebesar 91.8% pada jarak tanaman 10 cm dan waktu tinggal 15 hari, didapat penyisihan
BOD terbaik sebesar 91.6% pada jarak tanaman 15 cm dan waktu tinggal 15 hari, didapat
penyisihan TSS terbaik sebesar 83.3% pada saat waktu tinggal 15 hari.
4.
Cyperus alternifolius;
Tanaman Cyperus alternifolius dapat digunakan untuk pengolahan air limbah domestik
dengan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetland) dan
memiliki efisiensi yang relatif sama dengan jenis tanaman lain yang umum digunakan
untuk sistem Lahan Basah Buatan (seperti Thypa angustifilia, Scirpus actutus, dan
Phragmites australis). Tanaman ini selain untuk pengolahan limbah juga dapat
7
dimanfaatkan sebagai taman atau sering disebut sebagai Taman Pengolah Limbah (Waste
water Garden).
5.
Equisetum hyemale.
Tumbuhan bambu air (Equisetum hyemale) termasuk anggota genus Equisetum. Pada
dasarnya sistem pengolahan limbah dengan wetland adalah pada proses respirasi
tumbuhan air. Tumbuhan air ini mampu menghisap oksigen dari udara melalui daun,
batang, akar dan rhizomanya yang kemudian dilepaskan kembali pada daerah sekitar
perakaran.
Komposisi tanaman tersebut akan menghasilkan air olahan dengan fisik yang baik, yaitu
bening dengan TDS dan TSS sangat rendah. Beberapa dari tanaman tersebut juga memiliki
bunga dan bentuk daun yang indah, sehingga dapat menambah nilai estetik dari sebuah taman.
Selain itu air olahan (output) dari TPL dimanfaatkan untuk menyiram tanaman, mencuci
kendaraan dan sebagai cadangan air rumah tangga.
3. Mikroorganisme
Mikroorganisme yang diharapkan tumbuh dan berkembang dalam media SSF-Wetland
tersebut adalah jenis heterotropik aerobik, karena pengolahan berlangsung lebih cepat
dibandingkan
dengan
mikroorganisme
anaerobik
(Vymazal
dalam
Tangahu
&
Warmadewanthi, 2001). Untuk menjamin kehidupan mikroorganisme tersebut dapat tumbuh
dengan baik, maka transfer oksigen dari akar tanaman harus dapat mencukupi kebutuhan
untuk kehidupan mikroorganisme. Kandungan oksigen dalam media akan disuplai oleh akar
tanaman, yang merupakan hasil samping dari proses fotosintesis tanaman dengan bantuan
sinar matahari, dengan demikian pada siang hari akan lebih banyak terjadi pelepasan oksigen.
Kondisi
aerob
pada
daerah
sistem
perakaran
(Rhizosphere)
dan
ketergantungan
mikroorganisme aerob terhadap pasokan oksigen dari sistem perakaran tanaman yang ada
dalam SSF-Wetland, akan menyebabkan jenis–jenis mikroorganisme yang dapat hidup pada
rhizosphere tersebut hanya jenis tertentu dan spesifik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bagwell C.E., et all (1998) terhadap
mikroorganisme rhizosphere pada akar rumput-rumputan yang terdapat pada daerah rawa
(Wetland) ditemukan 339 strains, yang termasuk dalam familia Enterobacteriaceae,
Vibrionaceae, Azotobacteraceae, Spirillaceae, Pseudomonadaceae, Rhizobiaceae.
8
4. Temperatur
Temperatur/ suhu air limbah akan berpengaruh pada akvititas mikroorganisme maupun
tanaman, sehingga akan mempengaruhi kinerja pengolahan air limbah yang masuk ke bak/
cell SSF-Wetland yang akan digunakan. Menurut Suriawiria, U., (1993) diketahui bahwa
temperatur/ suhu akan dapat mempengaruhi reaksi, dimana setiap kenaikan suhu 10 oC akan
meningkatkan reaksi 2–3 kali lebih cepat. Disamping itu, suhu juga merupakan salah satu
faktor pembatas bagi kehidupan mikroorganisme. Walaupun batas kematian mikroorganisme
pada daerah suhu yang cukup luas (0oC–90oC), namun kehidupan optimal untuk tiap–tiap
jenisnya mempunyai kisaran tertentu. Berdasarkan hal tersebut, maka ada 3 kelompok
mikroorganisme, yaitu:
a. Mikroorganisme Psikrofil (pertumbuhan optimal pada suhu 15oC);
b. Mikroorganisme Mesofil (pertumbuhan optimal pada suhu 25oC–37oC);
c. Mikroorganisme Termofil (pertumbuhan optimal pada suhu 55oC–60oC).
Mengingat kondisi iklim di Indonesia secara umum memiliki iklim tropis dengan kisaran
perbedaan suhu (amplitudo) harian yang relatif kecil, maka suhu bukan merupakan faktor
pembatas lagi, sehingga kehidupan mikrobia dapat optimal disepanjang tahun. Dengan
demikian, maka kinerja pengolahan limbah dengan sistem SSF-Wetland di Indonesia, dapat
berjalan secara optimal untuk sepanjang tahun.
9
BAB III
GAGASAN YANG DIAJUKAN
3.1 Umum
Sistem lahan basah atau sering merupakan proses pengolahan limbah yang meniru/ aplikasi
dari proses penjernihan air yang terjadi di lahan basah/ rawa, dimana tumbuhan air
(Hydrophita) yang tumbuh di daerah tersebut memegang peranan penting dalam proses
pemulihan kualitas air limbah secara alamiah (self purification).
3.2 Perletakan Mini Wetland
Mini wetland ini dapat diletakkan di pipa air buangan sebelum menuju selokan. Mini wetland
ditanam di dalam tanah di halaman rumah. Dari luar, hanya terlihat tanaman mini wetland
yang tumbuh. Pipa air buangan dari dapur maupun kamar mandi menuju selokan dipotong
sedikit untuk perletakan mini wetland. Kemudian, air yang keluar dari mini wetland dialirkan
ke selokan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar
3.1 Perletakan Mini Wetland
Sumber: http://beranda-miti.com
3.3 Detail Mini Wetland
3.3.1 Alat dan bahan
Alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan mini wetland ini yaitu ember bekas yang
agak besar, sebaiknya berbentuk persegi agar perletakannya lebih mudah. Kemudian media
tanam (tanah/ media lain yang jenuh air) dan tumbuhan air (contohnya Typha angustifolia L.,
Eceng Gondok dan Rumput Gajah).
10
Gambar 3.2 Box Plastik
Gambar 3.4 Rumput Gajah
Gambar 3.3 Typha angustifolia L
Gambar 3.5 Eceng Gondok
Gambar 3.6 Media penyaring air
3.3.2 Cara pembuatan
Pembuatan mini wetland ini sangat sederhana dan mudah untuk diterapkan. Langkah-langkah
pembuatannya adalah sebagai berikut:
a. Pada bagian sisi ember dibuat lobang untuk pipa masuk dan keluar mini wetland.
Ukurannya dapat disesuaikan dengan diameter pipa air buangan;
b. Media tanam yang jenuh air dimasukkan ke dalam ember tersebut dan ditanami dengan
tumbuhan Typha angustifolia L., eceng gondok, rumput gajah, atau tumbuhan air lainnya;
c. Media tanam ini dapat berupa susunan kerikil, pasir kasar dan pasir sedang (dengan
perbandingan kerikil : pasir kasar : pasir sedang = 1 : 1: 2). Diameter kerikil yang
digunakan kira-kira 8 mm, pasir kasar 2 mm dan pasir sedang 1 mm.
d. Gali tanah di halaman rumah untuk meletakkan mini wetland;
e. Potong pipa air buangan sepanjang mini wetland yang akan digunakan;
11
f. Hubungkan pipa air buangan tersebut ke mini wetland, sehingga pipa dari dapur/ kamar
mandi akan masuk ke mini wetland dan sebagian pipa lainnya akan menghubungkan mini
wetland dengan selokan;
g. Air buangan yang masuk ke mini wetland yang sudah diolah akan keluar menjadi air yang
lebih bersih dan lebih jernih.
h. Untuk menghindari tersumbatnya pipa karena kerikil masuk ke pipa, sebaiknya dipasang
kain kasa pada ujung pipa outlet.
Mini wetland ini harus dibongkar secara berkala, karena sisa-sisa air buangan yang masuk ke
mini wetland akan mengendap di media tanam. Pengendapan ini dapat menghambat
efektifitas kerja mini wetland. Dengan banyaknya endapan yang menumpuk di mini wetland,
penyaringan air akan menjadi semakin lama. Pembongkaran mini wetland ini bertujuan untuk
membersihkan media tanam mini wetland. Setelah dilakukan pembongkaran dan pembersihan
media, dilakukan penyusunan media tanam dan penanaman tumbuhan air kembali seperti
langkah sebelumnya.
3.3.3 Prinsip Kerja Mini Wetland
Air buangan dari pipa dialirkan ke mini wetland. Kotoran dari air buangan yang masuk ke
mini wetland akan diserap oleh tumbuhan sebagai nutrisi. Kekeruhan air buangan akan
diserap oleh media tanam, sehingga air yang keluar dari mini wetland akan menjadi lebih
bersih dan lebih jernih. Dengan menggunakan mini wetland ini, air yang masuk ke selokan
bisa langsung dibuang ke badan air tanpa mencemari badan air tersebut.
Gambar 3.5 Detail Design Mini Wetland
12
Gambar 3.6 Design Mini Wetland
Gambar 3.7 Detail Design Mini Wetland
13
DAFTAR PUSTAKA
Haberl, R., and Langergraber, H., 2002, Constructed wetlands: a chance to solve wastewater
problems in developing countries. Wat. Sci. Technol. 40:11–17
Hammer, M.J., 1986, Water and Wastewater Technology SI Version, John Wiley & Sons,
Singapore
Hindarko, S., 2003, Mengolah Air Limbah : Supaya Tidak Mencemari Orang Lain, Penerbit
ESHA, Jakarta
Khiatuddin, M., 2003, Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa Buatan
Leady, B., 1997, Constructed Subsurface Flow Wetlands For Wastewater Treatment, Purdue
University
Metcalf & Eddy, 1993, Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse, McGraw- Hill
Comp
Suriawiria, U., 1993, Mikrobiologi Air, Penerbit Alumni, Bandung
Tangahu, B.V. dan Warmadewanthi, I.D.A.A., 2001, Pengelolaan Limbah Rumah Tangga
Dengan Memanfaatkan Tanaman Cattail (Typha angustifolia) dalam Sistem
Constructed Wetland, Purifikasi, Volume 2 Nomor 3, ITS – Surabaya
Veenstra, 1995, “Wastewater Treatment, IHE Delf” dalam
http://digilib.unipasby.ac.id/files/disk1/12/gdlhub--endrosason-574-1-penuruna-d.pdf
14
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
1. Biodata Ketua
A. Identitas Diri
1
2
3
4
5
6
7
Nama Lengkap (dengan gelar)
Jenis Kelamin
Program Studi
NIM
Tempat dan Tanggal Lahir
Nomor Telepon / HP
: Suci Wulandari
: Perempuan
: Teknik Lingkungan
: 1210941001
: Solok, 04 Maret 1994
: [email protected]
: 085274775288
B. Riwayat Pendidikan
Nama Instansi
Jurusan
Tahun Masuk – Lulus
SD
SDN 17 Aro IV
Korong
SMP
SMPN 2 Kota
Solok
2000-2006
2006-2009
SMA
SMAN 2 Kota
Solok
IPA
2009-2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM Gagasan Tertulis
Padang, Maret 2015
Pengusul,
Suci Wulandari
2. Biodata Anggota 1
A. Identitas Diri
1
2
3
4
5
6
7
Nama Lengkap (dengan gelar)
Jenis Kelamin
Program Studi
NIM
Tempat dan Tanggal Lahir
Nomor Telepon / HP
: Dian Paramita
: Perempuan
: Teknik Lingkungan
: 1210942005
: Pariaman, 06 Juli 1994
: [email protected]
: 083181415589
B. Riwayat Pendidikan
Nama Instansi
Jurusan
Tahun Masuk – Lulus
SD
SDN 09 Cubadak
Air
2000-2006
SMP
SMA
SMPN 1 Pariaman
SMAN 1 Pariaman
2006-2009
IPA
2009-2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM Gagasan Tertulis
Padang, Maret 2015
Pengusul,
Dian Paramita
3. Biodata Anggota 2
A. Identitas Diri
1
Nama Lengkap (dengan gelar)
: Annisa Maryam
2
Jenis Kelamin
: Perempuan
3
Program Studi
: Teknik Lingkungan
4
NIM
: 1210942013
5
Tempat dan Tanggal Lahir
: Lubuk Alung, 14 Maret 1995
6
: [email protected]
7
Nomor Telepon / HP
: 081270709795
B. Riwayat Pendidikan
Nama Instansi
Jurusan
Tahun Masuk – Lulus
SD
SDN 26 Lubuk
Alung
SMP
SMPN 1 Lubuk
Alung
2000-2006
2006-2009
SMA
SMAN 1 Lubuk
Alung
IPA
2009-2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM Gagasan Tertulis
Padang, Maret 2015
Pengusul,
Annisa Maryam
4. Biodata Anggota 3
A. Identitas Diri
1
2
3
4
5
6
7
Nama Lengkap (dengan gelar)
Jenis Kelamin
Program Studi
NIM
Tempat dan Tanggal Lahir
Nomor Telepon / HP
: Widia Detiari Rukmana
: Perempuan
: Teknik Lingkungan
: 1210942023
: Bukittinggi, 03 Januari 1995
: [email protected]
: 085263356877
B. Riwayat Pendidikan
SD
Nama Instansi
SDN 10 Sapiran
Jurusan
Tahun Masuk – Lulus
2000-2006
SMP
SMPN 2
Bukittinggi
2006-2009
SMA
SMAN 4
Bukittinggi
IPA
2009-2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM Gagasan Tertulis
Padang, Maret 2015
Pengusul,
W idia Detiari Rukmana
5. Biodata Anggota 4
A. Identitas Diri
1
2
3
4
5
6
7
Nama Lengkap (dengan gelar)
Jenis Kelamin
Program Studi
NIM
Tempat dan Tanggal Lahir
Nomor Telepon / HP
: Hasnureta
: Perempuan
: Teknik Lingkungan
: 1210942037
: Bukittinggi, 31 Maret 1994
: [email protected]
: 085766340478
B. Riwayat Pendidikan
SD
Nama Instansi
SDN Islam Alfalah
Jurusan
Tahun Masuk – Lulus
2000-2006
SMP
SMPN 1
Bukittinggi
2006-2009
SMA
SMAN 1
Bukittinggi
IPA
2009-2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM Gagasan Tertulis
Padang, Maret 2015
Pengusul,
Hasnureta
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas
No
Nama / NIM
1.
2.
3.
4.
5.
Program
Studi
Bidang
Ilmu
Suci
Wulandari /
1210941001
Teknik
Lingkungan
Air
Buangan
Alokasi
Waktu
(jam/minggu)
5 jam
/minggu
Uraian Tugas
Dian
Paramita /
1210942005
Annisa
Maryam /
1210942013
Widia Detiari
Rukmana /
1210942023
Teknik
Lingkungan
Air
Buangan
5 jam
/minggu
Teknik
Lingkungan
Air
Buangan
5 jam
/minggu
1. Studi literatur
dan observasi
Teknik
Lingkungan
Air
Buangan
5 jam
/minggu
1. Studi literatur
dan observasi
Hasnureta /
1210942037
Teknik
Lingkungan
Air
Buangan
5 jam
/minggu
1. Koordinasi antar
anggota
2. Pendahuluan
dan fiksasi
1. Desain
1. Gagasan
Lampiran 3. Surat Pernyataan Ketua Peneliti
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS ANDALAS
GEDUNG REKTORAT LIMAU MANIS PADANG - 25163
Telp/PABX : 71181,71175,71086,71087,71699 Fax.71085
http : www.unand.ac.id
e-mail : [email protected]
SURAT PERNYATAAN KETUA PENELITI/PELAKSANA
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
NIM
Program Studi
Fakultas
:
:
:
:
Suci Wulandari
1210941001
Teknik Lingkungan
Teknik
Dengan ini menyatakan bahwa usulan PKM Gagasan Tertulis saya dengan judul:
Mini Wetland Skala Rumah Tangga untuk Menurunkan Kandungan Organik Air
Limbah
yang diusulkan untuk tahun anggaran 2015 bersifat original dan belum pernah dibiayai
oleh lembaga atau sumber dana lain.
Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka saya
bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengembalikan
seluruh biaya penelitian yang sudah diterima ke kas negara.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-benarnya.
Mengetahui
Pembantu Rektor /Ketua
Bidang Kemahasiswaan
Yang Menyatakan
Cap dan Tandatangan
Materai Rp 6.000
Tandatangan
Dr. Ir. H. Aprisal, MP
NIP. 19630421990021001
Suci Wulandari
NIM. 1210941001