Urgensi BMT sebagai Instrument penggerak

URGENSI BAITUL WA TAMWIL SEBAGAI INTRUMEN KEMAJUAN
USAHA MIKRO KECIL MASYARAKAT DESA

PAPER
Diajukan untuk Mengikuti seleksi lomba Paper
sebagai rangkaian acara Section
HMPS Ekonomi Syaria’ah

Disusun oleh:
Ratih Budiaryati 2013114364

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2016

1

I.


Pendahuluan
Ekonomi, sebagai urat nadi kehidupan dan bermasyarakat, saat ini telah
berkembang sangat pesat seiring dengan berkembangnya teknologi dan
kompleknya permasalahan umat manusia. Di Indonesia sendiri ekonomi
berkembang cukup cepat. Sebagai negara yang mayoritas masyarakatnya
beragama islam, ekonomi di Indonesia pun kini banyak menggunakan sistem
syariah yang dianggap paling aman dari segi religius maupun resiko inflasi.
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) adalah salah satu produk dari
geliat pertumbuhan sistem perekonomian berbasis islam. LKMS tidak berbeda
jauh dengan bank besar baik yang konvensional maupun syariah. Kelebihan dari
LKMS ini, mereka mampu menjangkau langsung dengan masyarakat. Terutama
masyarakat pedesaan.
Kegiatan perekonomian di pedesaan masih didominasi oleh usaha-usaha
skala mikro dan kecil dengan pelaku utama para petani , buruh tani, pedagang
sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian, serta industri rumah
tangga. Namun demikian, para pelaku usaha ini pada umumnya masih dihadapkan
pada permasalahan klasik yaitu terbatasnya ketersediaan modal. Sebagai unsur
esenssial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat
pedesaan, keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas sektor
pertanian dan pedesaan (Hamid, 1986).

Lemahnya permodalan pelaku ekonomi di pedesaan telah disadari oleh
pemerintah yang selanjutnya mengupayakan berbagai kredit sejak Repelita I.
Seperti Kredit Usaha Tani, Kredit Ketahanan Pangan, dan lain-lain. Walaupun
pemerintah telah mengimplementasikan bermacam kredit, namun capaian
hasilnya dipandang masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Memang, beberapa program telah dapat mencapai tujuannya dalam
meningkatkan produksi (misalnya pada komoditas padi), tetapi ada indikasi

2

bahwa kinerjanya tidak memuaskan terutama pada lembaga keuangan sebagai
pelaksana. Menurut Martowijoyo (2002), lemahnya kinerja lembaga keuangan
dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: (1) rendahnya tingkat pelunasan kredit; (2)
Rendahnya moralitas aparat dan (3) Rendahnya mobilisasi dana masyarakat.
Kelemahan

tersebut

membawa


konsekuensi

pada

tidak

berlanjutnya

(Unsustainable) lembaga keuangan yang terbentuk setelah program selesai.
Akibatnya, peserta program umumnya akan kembali mengalami kekurangan
modal usaha.
Untuk menjawab permasalahan keterbatasan modal, kemampuan fiskal
pemerintah yang semakin berkurang, dan akses yang sulit. maka perlu lebih
mengoptimalkan potensi Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang
ditampilkan dengan konsep Baitul Maal wa Tamwil (BMT) sejak Desember 1995,
sebagai gerakan. Gerakan nasional menggali potensi ekonomi di kalangan umat
islam. Tahun 2006, sebanyak 3200 BMT telah tersebar di seluruh provinsi di
Indonesia, dengan sekitar tiga juta orang telah mendapat layanan dari BMT.
Sebagian besarnya adalah masyarakat yang bergerak di bidang usaha kecil mikro
atau usaha sangat kecil. Lingkup bidang usaha dan profesi yang didanai oleh

BMT sangat luas, mulai dari pedagang sayur, penarik becak,pedagang asongan,
pedagang kelontongan, penjahit rumahan, pengrajin kecil, tukang batu, petani,
peternak, sampai dengan kontraktor dan usaha jasa yang relatif modern.
Tulisan ini ditujukan guna mengkaji tentang keberadaan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (LKMS), peran yang telah dilakukan, potensi dan
permasalahan, dalam upaya mendorong perekonomian pedesaan, serta kebijakan
pengembangannya di masa mendatang.
II.

Pembahasan
Usaha kecil mikro telah berkembang sejak lama di Indonesia dan menjadi
pelaku utama dalam kegiatan ekonomi secara domestik. Hal ini terutama karena
usaha kecil mikro dan menengah diakui telah menjadi penyedia terbesar
kesempatan kerja bagi penduduk Indonesia. Dengan demikian, sektor usaha ini
menjadi sumber utama pendapatan alternatif selain sektor pertanian bagi banyak

3

rumah tangga di Indonesia. Selain itu, sektor ini menjadi motor penggerak penting
dalam pengembangan ekonomi lokal dan komunitas masyarakat

Usaha kecil mikro dan menengah ini semakin menjadi sektor penting di
Indonesia terutama karena memiliki beberapa karakteristik.
a. Pertama, adalah usaha ini dimiliki oleh pribumi dan dengan lebih dari 90
persen dari total perusahaan yang ada di Indonesia. Karakteristik ini
menjadikannya

sebagai

sumber

terbesar

lapangan

pekerjaan

yang

menyediakan kehidupan bagi lebih dari 90 persen tenaga kerja Indonesia.
b. Kedua, usaha ini tersebar di seluruh pelosok pedesaan dan terutama usaha

berlatar belakang kegiatan pertanian. Jadi, usaha mikro kecil menengah ini
menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi pedesaan.
c. Ketiga, usaha ini adalah industri padat karya (labor intensive) terutama kaum
wanita dan tenaga muda yang kurang berpendidikan.
d. Keempat, sebagian besar dari sektor usaha ini, terutama usaha kecil mikro,
pembiayaannya berasal dari dana pribadi pemilik usaha.
e. Kelima, usaha ini tidak tergantung pada barang impor dan terutama
memproduksi barang konsumsi yang sederhana untuk pasar domestik dengan
pangsa pasar konsumen berpendapatan rendah. Karakteristik terakhir usaha
kecil mikro dan menengah di Indonesia yang membuatnya berbeda dengan
UKM di negara maju adalah baik pemilik maupun karyawannya memiliki
tingkat pendidikan yang rendah.
Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Tulus Tambunan yang menemukan
bahwa banyak masyarakat mendirikan usaha, terutama usaha kecil mikro lebih
didorong oleh motivasi mengentaskan kemiskinan dibanding karena dorongan
jiwa kewirausahaan.
Secara umum kondisi masyarakat di perdesaan memang tergolong miskin
berada dalam kondisi dengan pendapatan yang rendah akibatnya tidak ada sisa
uang yang dapat ditabung. Karena tidak punya tabungan, tidak ada uang untuk
diinvestasikan. Dengan tidak ada investasi ini menyebabkan produktivitas

masyarakat miskin rendah. Hal ini terjadi karena masyarakat miskin umumnya
berada dalam suatu siklus kemiskinan yang mempengaruhi satu dengan lainnya
dan berulang terus-menerus. Siklus kemiskinan masyarakat ini perlu mendapatkan

4

a
n
k
s
i
m
e
K
perhatian sehingga masyarakat dapat keluar dari siklus yang mereka hadapi
dengan cara memutus mata rantai dari siklus kemiskinan tersebut melalui
pemberdayaan LKM sebagai sumber permodalan bagi masyarakat miskin
tersebut.

K

e
m
i
s
k
i
n
a
n
Gambar1. Siklus kemiskinan di Pedesaan

Pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui banyak sarana dan

program baik yang bersifat langsung maupun tak langsung. Usaha ini dapat

berupa transfer payment dari pemerintah misalnya, program pangan, kesehatan,
pemukiman, pendidikan, keluarga berencana, maupun usaha yang bersifat
produktif misalnya melalui pinjaman dalam bentuk micro credit.

Menurut Marguiret Robinson (2000) dalam Wijono (2005), pinjaman dalam


bentuk micro credit merupakan salah satu upaya yang ampuh dalam menangani

kemiskinan. Hal tersebut didasarkan bahwa pada masyarakat miskin sebenarnya

terdapat perbedaan klasifikasi diantara mereka, yang mencakup: pertama,
masyarakat yang sangat miskin (the extreme poor) yakni mereka yang tidak

berpenghasilan dan tidak memiliki kegiatan produktif, kedua, masyarakat yang
dikategorikan miskin namun memiliki kegiatan ekonomi (economically active

working poor), dan ketiga, masyarakat yang berpenghasilan rendah (lower
income) yakni mereka yang memiliki penghasilan meskipun tidak banyak.

5

BMT merupakan salah satu bentuk respon pemerintah dalam menjawab
kebutuhan masyarakat terhadap pembiayaan mikro yang menawarkan produk dan
jasa keuangan yang inovatif. Dimensi dari pembiayaan mikro adalah untuk
menjawab realitas bahwa nasabah yang miskin tidak hanya membutuhkan

pinjaman, tetapi juga jasa tabungan, asuransi, serta pembayaran. Pembiayaan
mikro memiliki metodologi pembiayaan yang unik yang dapat diakses bagi
kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan dan rumah tangga
berpendapatan rendah. Kedua kelompok masyarakat ini umumnya tidak terlayani
oleh bank-bank komersial dan lembaga keuangan formal lainnya.
Baitul Maal wat-Tamwil atau Balai-usaha Mandiri Terpadu (BMT) adalah
lembaga yang didirikan dan dikembangkan atas swadaya masyarakat untuk
memberdayakan ekonomi rakyat. Umumnya, pendirian ini menggunakan
sumberdaya yang berasal dari masyarakat sendiri, termasuk modal pendiriannya.
BMT didirikan untuk mengembangkan usaha kecil mikro melalui bantuan
permodalan. Selain itu, BMT juga menghimpun dana dari masyarakat untuk
menunjang kegiatan pembiayaan usaha kecil mikro ini.
BMT memiliki potensi untuk lebih berkembang di masa yang akan datang,
seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk
memanfaatkan lembaga keuangan yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam
bisnisnya. Hal ini ditunjukkan dengan Total aset BMT yang mencapai Rp. 5
Trilyun pada akhir tahun 2010, dengan jumlah nasabah yang dilayani mencapai
3,5 juta orang dan sekitar 60.000 orang yang bekerja di BMT. Perkembangan
jumlah BMT di seluruh Indonesia juga menunjukkan tren peningkatan yang cukup
signifikan. Berdasarkan data PINBUK per 2001 total jumlah BMT yang terdaftar

adalah 2.938 BMT dengan 1.828 BMT yang melaporkan kegiatannya secara
berkala pada PINBUK.
Operasional

BMT

didasarkan

pada

prinsip-prinsip

syari’ah

dan

menyediakan jenis-jenis transaksi layaknya yang disediakan oleh bank-bank
syari’ah yang memerlukan suatu akad. Transaksi syari’ah tersebut antara lain:
wadi’ah, mudharabah,musyarakah, murabahah, salam, istishna’, ijarah, dan qardh.
Secara umum, jenis kegiatan BMT adalah kegiatan penyaluran dana dan
penghimpunan dana. Produk funding di BMT adalah produk yang ditujukan untuk

6

memperoleh dana, untuk membiayai operasional rutin. Secara umum, produk
funding di BMT mengimplementasikan dua prinsip yaitu prinsip wadi’ah dan
mudharabah.
Jenis kegiatan kedua yang dilakukan oleh BMT yaitu pembiayaan atau
produk financing yang secara umum prinsipnya sama dengan prinsip pembiayaan
yang berlaku di bank syari’ah. Produk pembiayaan tersebut dibagi empat prinsip:
a) Bagi hasil (profit and loss sharing atau revenue sharing),
b) Jual beli (sale and purchase),
c) Sewa (operational lease and financial lease),
d) Prinsip jasa (fee based services).
Dari keempat prinsip tersebut, yang paling penting adalah prinsip bagi hasil.
Prinsip bagi hasil ini menjadi pembeda yang jelas antara BMT dengan koperasi
konvensional, karena BMT akan turut menanggung baik untung maupun rugi
terhadap usaha yang didanainya.
Selain itu, BMT juga menerapkan prinsip musyarakah-partnership (project
financing participation), dengan akad musyarakah, yaitu suatu akad kerjasama
antara BMT dengan pihak lain dalam suatu usaha tertentu. Masing – masing pihak
menyertakan modal atau tenaga, dimana keduanya akan menanggung keuntungan
dan kerugian berdasarkan kesepakatan bersama. Model musyarakah umumnya
dilaksanakan BMT untuk pembiayaan proyek.
Saat ini masih banyak masyarakat desa yang masih belum mengerti tentang
apa itu BMT dan apa produk-produknya. Pemahaman tentang produk-produk dari
BMT itu sendiri dapat dilakukan dengan sosialisasi, saat ada event kebudayaan,
bahkan juga dapat dengan metode jemput bola. Karena saat ini, masyarakat
pedesaan mulai terbuka untuk menerima informasi-informasi baru sangat penting
untuk LKMS mampu mengubah orientasi masyarakat desa yang condong kepada
bank konvesional untuk beralih ke basis syari’ah.

III.

Penutup
Seiring perkembangan BMT yang pesat, Pengembangan LKMS dapat
menjadi salah satu solusi efektif dalam pengentasan kemiskinan dengan bantuan

7

peran dan intervensi dari berbagai pihak baik pemerintah, non-pemerintah serta
masyarakat.
Keunggulan

LKMS

terletak

pada

komitmen

yang

kuat

dalam

memberdayakan usaha mikro/kecil, prosedur yang lebih fleksibel dan lokasinya
yang terjangkau di perdesaan dan di dasari oleh norma-norma agama sehingga
tujuan dari kegiatan keuangan ini tidak hanya bertujukan pada keuntungan, tetapi
juga maslakhah.

8

DAFTAR PUSTAKA
Awalil Rizki, Optimalisasi Keunggulan BMT bagi Pengembangan Ekonomi Rakyat, 12 April
2009, http://pemodalanbmt.com/>p=70 (1 Mei 2016).

Ridwan, Muhammad., Sistem dan Prosedur Pendirian Baitul Mal wat-Tamwil (BMT),
Yogyakarta: Penerbit Citra Media, 2006.
Sudarsono, Heri. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, Edisi 3,
Cetakan Pertama. Yogyakarta: Penerbit Ekonosia
Tambunan, Tulus. 2007, SME Development in Indonesia: Do Economic Growth and Goverment
Support Matter? Social Science Research Network. Bandung: Alfabeta.
Wijono, W. 2005. Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro sebagai Salah Satu Pilar Sistem
Keuangan Nasional: Upaya Konkrit Memutus Rantai Kemiskinan. Jakarta: Departemen
Keuangan.

9

CURICULUM VITAE

I. PERSONAL DETAIL
Name

: Ratih Budiaryati

Address

: Veteran Street, Pemalang, Central

Java 52311
Number Phone

: +6283862184788

Place & Date of Birth

: Pemalang, June 16 1997

Gender

: Female

Marital Status

: Single

Religion

: Islam

Nationality

: Indonesia

e-mail

: [email protected]

Majority

: Sharia Economic

College

: STAIN Pekalongan

Pekalongan, 2 Mei 2016

Ratih Budiaryati

10