KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSI INDONESIA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS HUKUM
Kampus Sekaran Gunungpati Gedung K3 Telp. (024) 8507891-Semarang

RANCANGAN SKRIPSI
NAMA

: PRI DANIEL SINAGA

NIM

: 8111412144

JURUSAN

: ILMU HUKUM

FAKULTAS

: HUKUM


1. Judul Skripsi
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBERIAN GRASI TERHADAP
TERPIDANA DI INDONESIA

2. Latar Belakang
Hukum adalah keseluruhan norma-norma yang hidup, berkembang, dan
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berisi mengenai perintah-perintah
dan larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat. Hukum dibuat dengan
tujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan tertentu orang-orang dan untuk
menciptakan ketertiban, rasa aman dan nyaman dalam kehidupan bermasyarakat.
Hukum harus diperundangkan oleh negara dan pengaturannya harus jelas dan
tegas sehingga dalam pelaksanaannya dapat tercapai kepastian hukum.
Negara sebagai organisasi sosial yang terkuat dan tertinggi, maka hanya
negara saja yang memegang hak penegakan hukum pidana baik dalam hak untuk
menuntut pidana terhadap barang siapa yang telah diduga melanggar aturan

1

2


pidana yang telah dibentuk oleh badan pembentuk Undang-Undang maupun hak
untuk menjalankan pidana terhadap barangsiapa yang oleh negara telah
dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana atas kesalahannya itu. Penegakan hukum
pada dasarnya bertujuan untuk mengamankan hasil-hasil pembangunan serta
meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat yang
berkeadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 sehingga
rakyat merasa diayomi dan dilindungi hak-haknya.
Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan dalam Pasal 28 D bahwa setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Perwujudan dari Pasal 28 D
UUD 1945 ini memungkinkan setiap orang tidak terkecuali para pelaku pidana
untuk bisa mendapatkan perlakuan yang baik, adil, dan kepastian hukum dalam
proses hukum yang mereka jalani. Mulai dari para tersangka memiliki hak-hak
asasinya tersendiri hingga sampai berubah status menjadi terdakwa dan terpidana
tetap memiliki hak-hak sesuai peraturan yang berlaku.
Setiap orang yang terlibat dalam suatu kasus hukum memiliki hak-haknya
dalam menjalani proses pencarian kebenaran materil. Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah mengatur hak-hak seseorang baik
kedudukan statusnya sebagai tersangka maupun sebagai terdakwa/terpidana. Hak

untuk segera diperiksa, hak untuk melakukan pembelaan, hak untuk mendapatkan
bantuan hukum adalah beberapa hak yang disebutkan dalam KUHAP.
Proses dimuka pengadilan berguna untuk memperoleh suatu putusan
hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi, setiap putusan yang dijatuhkan
oleh hakim belum tentu dapat menjamin kebenaran secara yuridis, karena putusan
itu tidak lepas dari kekeliruan dan kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat
memihak. Agar kekeliruan dan kekhilafan itu dapat diperbaiki, maka demi
tegaknya kebenaran dan keadilan, terhadap putusan Hakim dimungkinkan untuk
diperiksa ulang. Cara yang tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan
itu adalah dengan melaksanakan upaya hukum. Jadi, upaya hukum merupakan
upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu
keputusan.

3

Setiap terdakwa diberikan hak untuk mengajukan upaya hukum, baik yang
berupa upaya hukum biasa, upaya hukum luar biasa yang diatur dalam KUHAP
maupun upaya hukum diluar KUHAP. Upaya hukum adalah hak yang diberikan
hakim kepada para pihak dalam suatu perkara untuk dapat tidak setuju dengan
suatu putusan pengadilan.Upaya hukum biasa yaitu berupa pengajuan banding

ke Pengadilan Tinggi dan pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung, adalah upaya
yang ditempuh terdakwa ketika putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Apabila putusan sudah berkekuatan hukum tetap, terpidana masih mempunyai
kesempatan mengajukan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum luar biasa
merupakan pengecualian dari upaya hukum biasa. Upaya ini diajukan terhadap
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap, dimana
upaya hukum biasa tidak dimungkinkan lagi. Upaya hukum luar biasa terdiri dari
kasasi demi kepentingan hukum dan Peninjauan Kembali (PK). Upaya hukum
biasa dan upaya hukum luar biasa diatur tegas dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Perdata.
Tidak hanya itu, upaya yang dapat dilakukan terdakwa ada juga yang
diatur di luar KUHAP antara lain grasi, amnesti, dan abolisi. Dasar hukum grasi,
amnesti, dan abolisi termuat dalam konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 yaitu
pasal 14 UUD 1945 yang berbunyi:
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung.
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Grasi, amnesti, dan abolisi merupakan hak prerogatif Presiden sebagai
kepala negara dalam bidang yudikatif. Grasi, amnesti dan abolisi juga dapat

dimasukkan sebagai dasar penghapus penuntutan maupun dasar penghapus
pemidanaan.
Grasi sangat dibutuhkan dalam pemerintahan suatu Negara karena dapat
meminimalisasi beberapa resiko yang dikhawatirkan sebagai akibat dari vonis
yang dijatuhkan oleh hakim, khususnya untuk pidana maksimal seperti pidana
mati, yaitu adanya kemungkinan terjadi eksekusi terhadap innocent people.

4

Selain itu, adanya kekhilafan dalam proses hukum, meliputi proses
penuntutan, penangkapan yang salah, atau keterangan dari saksi yang tidak dapat
dipercaya bisa saja terjadi. Grasi dapat dikatakan merupakan salah satu lembaga
yang bisa mengkoreksi dan mengatasi resiko tersebut. Oleh sebab itu, dapat
penelitian ini dipilih judul: TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBERIAN
GRASI TERHADAP TERPIDANA DI INDONESIA
3.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas maka


perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah yang menjadi alasan pemberian grasi terhadap terpidana?
2. Bagaimanakah pengaturan hukum pemberian grasi terhadap terpidana
dalam hukum positif di Indonesia?
4.

Tujuan Penelitian
Pada umumnya tujuan penelitian digunakan sebagai sarana untuk

memperoleh data normatif

dan empiris tentang suatu peristiwa hukum yang

terjadi dalam masyarakat sehingga hasil penelitian dapat menjadi masukan yang
berguna demi penyempurnaan teori maupun tugas-tugas operasional. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menjelaskan apa yang melatar belakangi Presiden memberikan grasi
terḥadap terpidana di Indonesia.
2. Untuk menjelaskan Bagaimana pemberian grasi yang diberikan oleh Presiden
terḥadap terpidana di Indonesia.

5.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, antara lain :
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi
ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana dan tata negara tentang
pemberian grasi atau pengampunan.

5

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan lebih dalam
khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi masyarakat luas mengenai
pemberian grasi.
c. Sebagai input (masukan) yang berguna bagi para peneliti berikutnya,
dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dalam
bidang hukum, khususnya pranata tentang lembaga kepresidenan.
6.

Sistematika Penulisan
Guna mempermudah pemahaman dan agar pembaca dapat dengan segera


mengetahui

pokok-pokok

pembahasan

skripsi,

maka

penulis

akan

mendeskripsikan ke dalam bentuk kerangka skripsi. Sistematika penulisan yang
digunakan dalam skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan karya ilmiah
(skripsi) program S1 Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang. Skripsi ini terdiri
dari lima bab yang masing-masing bab memiliki keterkaitan antara satu bab
dengan bab yang lainnya. Adapun gambaran mengenai skripsi ini diuraikan dalam

sistematika berikut :
Sistematika penulisan ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal, bagian
isi dan bagian akhir.
a.

Bagian Awal Skripsi
Bagian awal skripsi mencakup halaman sampul depan, halaman judul,

abstrak, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi,
daftar lampiran dan daftar tabel.
b. Bagian Isi Skripsi
Bagian isi skripsi terdiri dari lima (5) bab yaitu, pendahuluan, landasan
teori, metode penelitian, hasil penelitian, pembahasan serta penutup.
Bab 1 : Bab ini adalah bab pertama dalam skripsi. Pada bagian pendahuluan
memuat uraian tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian yang

6

hendak dicapai penulis, manfaat penelitian dan sistematika penulisan

skripsi.
Bab 2 : Berisi landasan teori mengenai pemberian grasi oleh pemerintah kepada
terpidana dan juga alasan pemerintah dalam memberikan grasi kepada
terpidana di Indonesia.
Bab 3 : Bab tiga berisi tentang penjabaran dari metode penelitian yang
digunakan oleh penulis. Adapun metode penelitian memuat tentang
jenis dan desain penelitian, metode pendekatan yang dipakai penulis,
lokasi penelitian, jenis data yang digunakan, sumber data, fokus
penelitian, teknik pengumpulan data, keabsahan data dan juga metode
analisis data.
Bab 4 : Hasil penelitian dan Pembahasan. Pada bab ini akan diuraikan mengenai
hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam bab ini juga akan disajikan
menganai data-data yang diperoleh pada saat pelaksanaan penelitian
yang dilakukan baik melalui wawancara maupun studi pustaka
mengenai pemberian grasi oleh pemerintah terhadap terpidana di
Indonesia.
Bab 5 : Penutup, bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang
berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan juga
saran dari penulis yang bertujuan untuk memberikan masukan tentang
pemberian grasi oleh pemerintah kepada terpidana di Indonesia.

c.

Bagian Akhir Skripsi
Bagian akhir dari skripsi ini berisi tentang daftar pustaka dan lampiran. Isi

daftar pustaka merupakan keterangan sumber literatur yang digunakan dalam
penyusunan skripsi. Lampiran dipakai untuk mendapatkan data dan keterangan
guna melengkapi uraian skripsi.
7.

Tinjauan Pustaka
Ditinjau dari sudut bahasa, istilah “grasi” berasal dari bahasa Latin, yaitu

gratia yang berarti pengampunan.
J.C.T Simorangkir berpendapat bahwa grasi adalah wewenang dari kepala
negara untuk memberi pengampunan terhadap hukuman yang telah dijatuhkan

7

oleh hakim untuk menghapuskan seluruhnya, sebagian, atau merobah sifat atau
bentuk hukuman itu.
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 Tentang Grasi
defenisi grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan
atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh
Presiden.
Sedangkan Satochid Kertanegara memberikan pendapat bahwa grasi atau
pengampunan adalah merupakan juga hal yang dapat menggugurkan hak untuk
melaksanakan hukuman.
Sama halnya dengan pendapat Utrecht yang menyatakan bahwa grasi
termasuk ke dalam alasan gugurnya melaksanakan hukuman di luar Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, grasi yaitu menggugurkan menjalani hukuman
atau sebagian hukuman.
Ketentuan

peraturan

perundang-undangan

mengenai

grasi

tidak

menyebutkan secara eksplisit alasan-alasan yang digunakan agar seseorang dapat
diberikan grasi. Dalam konsiderans huruf b dan huruf c Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002
Tentang Grasi menyebutkan bahwa grasi dapat diberikan oleh Presiden untuk
mendapatkan pengampunan dan/atau untuk menegakkan keadilan hakiki dan
penegakan hak asasi manusia terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, bahwa grasi yang diberikan kepada terpidana harus
mencerminkan keadilan, perlindungan hak asasi manusia, dan kepastian hukum
berdasarkan Pancasila dan UUD.
Secara tersirat ketentuan Pasal 6A UU No. 5 Tahun 2010 tentang grasi
menyebutkan alasan pemberian grasi adalah demi kepentingan kemanusiaan dan
keadilan.
Menurut Utrecht, ada 4 (empat) alasan pemberian grasi yaitu sebagai berikut:
a. Kepentingan keluarga dari terpidana
b. Terpidana pernah berjasa bagi masyarakat
c. Terpidana menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan
d. Terpidana berkelakuan baik selama berada di Lembaga Permasyarakatan

8

dan memperlihatkan keinsyafan atas kesalahannya
Utrecht mendasari alasan-alasan pemberian grasi berdasar faktor internal
yang terdapat dalam diri pribadi terpidana.
Menurut Satochid Kartanegara, alasan-alasan pemberian grasi yaitu :
a. Untuk memperbaiki akibat dari pelaksanaan undang-undang itu sendiri yang
dianggap

dalam

beberapa

hal

kurang

adil,

misalnya

apabila

dengan

dilaksanakannya hukuman terhadap orang itu, akan mengakibatkan akan terlantar,
atau apabila terhukum sedang mempunyai penyakit yang parah.
b. Demi untuk kepentingan Negara
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa alasan
yang dijadikan dasar pemberian grasi adalah karena faktor keadilan dan faktor
kemanusiaan. Faktor keadilan yaitu jika ternyata karena sebab-sebab tertentu
hakim pada lembaga peradilan telah menjatuhkan pidana yang dianggap
“kurang adil” maka grasi dapat diberikan sebagai penerobosan untuk
mewujudkan keadilan. Faktor kemanusiaan dilihat dari keadaan pribadi
terpidana, misalnya jika terpidana dalam keadaan sakit atau telah
membuktikan dirinya telah berubah menjadi lebih baik, maka grasi juga dapat
diberikan sebagai suatu penghargaan terhadap kemanusiaan itu sendiri.
Alasan pemberian grasi yang telah ditentukan secara normatif adalah
kemanusiaan dan keadilan tetapi untuk kasus korupsi, narkotika, atau tindak
pidana khusus lainnya sungguh sangat tidak wajar bila kepada mereka
diberikan grasi. Seperti dalam kasus Syaukani dan Corby, banyak pertanyaan
yang timbul dari pemberian grasi keduanya yang belum dapat terjawab karena
memang tidak ada diatur secara tertulis dalam undang-undang grasi. Dengan
alasan sakit, sebenarnya siapakah yang ditunjuk secara resmi untuk
menentukan sakit atau tidaknya terpidana, apakah dokter yang memeriksa
memang sudah ditentukan secara independen. Pertanyaan lainnya siapa pula
yang berhak menentukan alasan pengajuan permohonan grasi. Oleh karena
banyak kejanggalan dan ketidakwajaran dalam pemberian grasi kepada

9

terpidana extra ordinary crime hendaknya pengaturan mengenai alasan
pemberian grasi terhadap terpidana tersebut harus diperketat.
8.

Metode Penelitian
Untuk memudahkan membahas setiap permasalahan dalam penulisan ini,

maka perlu dilakukan penelitian. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan
metode sebagai berikut :
1. Metode Pendekatan
Penulisan skripsi yang berjudul tentang Tinjauan Yuridis Terhadap
pemberian grasi terhadap terpidana di Indonesia merupakan suatu penelitian
Normatif. Penelitian normatif adalah penelitian yang menjelaskan tentang asasasas hukum yang terdapat dalam ketentuan perundangan-undangan. Suatu
penelitian hukum normatif mengandalkan pada penggunaan bahan hukum primer
(bahan-bahan pengetahuan ilmiah yang bersifat mengikat), bahan hukum sekunder
(bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer) dan
bahan hukum tertier (bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder). Data primer diperoleh dari Undangundang Dasar tahun 1945 amandemen ke IV, Undang-Undang No 22 tahun 2002
tentang grasi dan Undang-Undang No 5 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No 22 Tahun 2002 tentang Grasi. Bahan hukum sekunder yaitu
bahan pustaka yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan
hukum sekunder yang digunakan dalam skripsi ini adalah berupa buku-buku atau
literatur.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian yang
bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang merupakan prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau
obyek pada saat sekarang berdasarkan fakta yang nampak.

10

3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data
sekunder. Data sekunder ini berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum primer, yaitu:
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif).
Bahan hukum tersebut terdiri atas:
(1). Peraturan perundang-undangan
(2). Catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan
perundang-undangan
(3). Putusan Hakim:
Peraturan perundang-undangan di bidang grasi antara lain Undang-Undang Dasar
1945, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi, UndangUndang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi, dan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2010 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang
Grasi.

b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para
ahli

hukum

yang

terdapat

dalam

buku-buku

teks

yang

membicarakan suatu dan atau beberapa permasalahan hukum,
jurnal-jurnal hukum,dan komentar atas putusan hakim.
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan
hukum tersier yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah berupa data yang
diperoleh melalui internet.

11

DAFTAR PUSTAKA

12

Ali, H. Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Sinar Grafika. Jakarta.
Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 2. PT RajaGrafindo
Persada.Jakarta.
Hamzah dan Irdan Dahlan, A. 1987. Upaya Hukum dalam Perkara Pidana.
PT.Bina Aksara. Jakarta.
Kartanegara, Satochid. Tanpa Tahun. Hukum Pidana Bagian Dua. Balai Lektur
Mahasiswa. Jakarta.
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1992. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. PT
ALUMNI. Bandung.
Zulfa, Eva Achjani. 2010. Gugurnya Hak Menuntut. Ghalia Indonesia. Bogor.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana
Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1995 tentang Grasi
Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi

13