Psikologi Perkembangan Psikososial Mas

Peralihan Masa Dewasa: Pola dan Tugas
BERAGAM JALAN MENJADI DEWASA
Jalan menuju masa dewasa jauh lebih variatif daripada masa lalu.
Bagi banyak orang muda saat ini, peralihan masa dewasa merupakan waktu
untuk mendapatkan pengalaman sebelum menerima peran dan tanggung
jawab sepenuhnya sebagai individu dewasa. Laki-laki muda atau perempuan
muda mungkin medapat pekerjaan dan tempat tinggal serta bersenangsenang di kehidupan sendiri. Tugas-tugas perkembangan tradisional seperti
mendapatkan

pekerjaan

yang

stabil

dan

mengembangkan

hubungan


romantis jangka panjang mungkin ditunda hingga usia 30 atau bahkan lebih
(Roisman, Masten, Coatsworth & Tellegen, 2004).

Pengaruh-Pengaruh pada Jalan Menjadi Dewasa
Jalan individu menuju dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti:
 Gender
 Kemampuan akademis
 Sikap awal terhadap pendidikan
 Ras dan etnisitas
 Harapan diakhir masa remaja
 Kelas sosial
Meningkatnya peralihan masa dewasa pada kedua jenis kelamin
memperluas kesempatan pendidikan dan menunda masa menjadi orang tua,
dan keputusan tersebut biasanya merupakan kunci sukses pekerjaan di
masa depan dan juga

kesejahteraan saat ini. Dalam sebuah studi

longitudinal yang diikuti oleh sampel representative nasional dari siswa SMA

dikelas

senior

sejak

tahun

1975,

peralihan

masa

dewasa

dengan

kesejahteraan yang tertinggi adalah mereka yang belum menikah, tidak
memiliki anak, mengikuti pendidikan perguruan tinggi, dan hidup terpisah

jauh dari rumah masa anak-anak mereka.

Dalam sebuah studi lain, anak muda yang tingkat perpindahannya
rendah cenderung meninggalkan rumah lebih awal, kurang mendapatan
dukungan orang tua, meninggalkan pendidikan yang lebih tinggi, dan
memiliki anak lebih awal. Menjadi orang tua secara dini umunmya
membatasi harapan dimasa depan.
Beberapa individu di masa peralihan dewasa lebih memiliki
sumber daya-fnansial dan pengembangan-dibanding yang lain. Banyak
tergantung

pada

perkembangan

ego;

kombinasi

antara


kemampuan

memahami diri sendiri dan dunia seseorang, untuk mengintegrasikan dan
mensintesis apa yang dilihat dan diketahui, dan untuk membuat rencanarencana kehidupan seseorang. Pengaruh keluarga sangatlah penting.
Sebagai hasil dari hal ini dan pengaruh lain, beberapa individu peralihan
kedewasaan lebih tinggi mengembangkan egonya dibandingkan yang lain
dan selanjutnya lebih siap untuk belajar berdiri sendiri.

PERKEMBANGAN

IDENTITAS

PADA

PERALIHAN MASA DEWASA
Erikson melihat pencarian identitas sebagai tugas sepanjang
kehidupan difokuskan secara luas pada masa remaja. Peralihan ke masa
dewasa


menawarkan

penundaan,

atau

“time

out”

dari

tekanan

perkembangan dan membiarkan orang muda pada kebebasan untuk
mencoba berbagai peran dan gaya hidup. Di Negara-negara pascaindustri,
saat ini pencarian aktif identitas lebih dan lebih mungkin untuk diperluas
dalam peralihan ke masa dewasa.

Pemusatan Kembali

Pemusatan kembali merupakan suatu nama untuk proses yang
mendasari peralihan ke identitas individu dewasa. Hal ini merupakan tugas
utama peralihan masa dewasa. Pemusatan kembali merupakan proses tiga
tahap yakni kekuatan, tanggung jawab dan pembuatan keputusan secara
bertahap beralih dari keluarga asal kepada kemandirian dewasa muda.



Pada tahap 1, permulaan peralihan masa dewasa, individu

masih tertanam pada keluarga asal, tetapi penghaapannya bagi
keyakinan akan kemampuan diri dan pengarahan diri mulai meningkat.


Pada tahap 2, selama peralihan masa dewasa, individu

cukup berhubungan dengan (dan mungkin ketergantungan fnansial),
tetapi

tidak


lagi

tertanam

oleh

keluarga

asal.

Sewaktu-waktu,

keterlibatan eksplorasi dalam berbagai ragam perkuliahan, pekerjaan,
dan pasangan intim melalui tahapan ini. Hingga pada akhirnya,
individu berpindah pada komitmen serius dan memperoleh sumber
daya untuk mendukung mereka.


Pada tahap 3, biasanya diusia 30, individu mulai memasuki


masa dewasa muda. Tahap ini ditandai dengan kemandirian dari
keluarga asal (sementara cukup terikat pada hal tersebut) dan
komitmen pada karir, pasangan, dan kemungkinan anak-anak.

Penundaan Kontemporer
Kelompok

sosial

pascaindustri

terfragmentasi

menawarkan

banyak pada peralihan individu dewasa yang memiliki sedikit bimbingan
dan

tekanan


yang

kurang

untuk

tumbuh

menjadi

dewasa.

Pada

umumnya, terdapat peralihan tujuan terkait proses dalam pemusatan
kembali. Banyak orang mudah beralih menjauh dari tujuan-tujuan yang
terkait dengan pendidikan, perjalanan, dan teman-teman serta menuju
tujuan akan kesehatan, keluarga, dan yang terkait dengan pekerjaan.


Eksplorasi Identitas Ras/Etnis
Eksplorasi identitas adalah hal berbeda bagi ras/etnis minoritas
dibandingkan mayoritas kulit putih. Identitas etnis dapat didefnisikan
sebagai identitas seseorang sebagai anggota kelompok etnis tertentudan
hal ini merupakan bagian dari pengembangan identitas sosial individu.
Banyak orang muda minoritas, sering kali khawatir akan kondisi
ekonominya, harus mengambil tanggung jawab individu dewasa lebih
awal dibandingkan sebayanya. Mereka mungkin dibawah tekanan untuk
menikah dan memiliki anak secepatnya, atau segera memasuki dunia

kerja daripada menghabiskan lebih banyak waktu untuk mendapatkan
pendidikan tinggi. Jadi, bagi mereka, beberapa proses peralihan masa
dewasa

mungkin

dipersingkat.

Disisi


yang

lain,

mereka

harus

mengerjakan isu-isu identitas khususnya berdasarkan etnisitas mereka.
Jika mereka tinggal dalam lingkungan yang berbeda dengan
budaya asli mereka, mereka mungkin mulai bertanya akan nilai-nilai
tradisional

kelompok

etnis

mereka.

Untuk

mencapai

kenyamanan

identitas etnis, mereka harus mau memahami diri mereka sendiri sebagai
bagian dari kelompok etnis tersebut dan sebagai bagian dari masyarakat
dengan keberagaman yang lebih luas. Orang muda multirasial telah
menambahkan tantangan untuk menemukan lingkungan yang sesuai
dengan mereka.
Formasi kenyamanan identitas etnis memiliki akibat yang luas.
Kenyamanan identitas etnis dihubungkan dengan harga diri yang tinggi
dan karena kenyamanan identitas etnis melibatkan perasaan positif
tentang keduanya, baik itu identitas pribadi atau budaya yang lebih luas
lagi.

MENGEMBANGKAN

HUBUNGAN

DEWASA

DENGAN ORANG TUA
Begitu

anak

muda

meninggalkan

rumah,

mereka

harus

melengkapi negosiasi otonomi yang dimulai di masa remaja dan
mendefnisikan kembali hubungan mereka dengan orang tua sebagai
hubungan antar orang dewasa. Orang tua yang tidak mampu menyadari
perubahan ini akan memperlambat perkembangan anak mereka

Pengaruh – Pengaruh Hubungan Dengan Orang
Tua
Meskipun mereka bukan lagi anak-anak, perlaihan masa dewasa
masih memerlukan penerimaan pola pengasuhan, empati, dan dukungan
serta kelekatan pada orang tua merupakan bahan utama kesejahteraan.
Dukungan

fnansial

dari

orang

tua,

terutama

untuk

pendidikan,

mempertinggi kesempatan peralihan masa dewasa untuk keberhasilan
peran sebagai individu dewasa.
Dalam sebuah studi longitudinal lebih dari 900 keluarga di
selandia baru, hubungan pengasuhan yang positif selama masa remaja
awal memprediksi kehangatan dan konfik yang sedikit dengan orang tua
ketika individu mencapai usia 26 tahun. Hubungan tersebut menjadi lebih
baik ketika dewasa muda menikah, tapi belum memiliki anak, masih
terikat

dalam

aktivitas

yang

produktif

(sekolah,

karyawan,

atau

wiraswasta) dan tidak tinggal di dalam rumah masa kecilnya. Penemuan
ini menyatakan bahwa orang tuadan anak yang telah menjadi dewasa
muda bias rukun bersama dengan baik ketika orang muda mengikuti
proses kehidupan yang normative, tapi telah menangguhkan tanggung
jawab sebagai orang tua hingga peran dewasa lainnya menetap dengan
baik.
Kualitas hubungan orang tua dengan anak dipengaruhi oleh
hubungan antara ibu dengan ayah. Ketika dewasa muda “terperangkap di
tengah-tengah” konfik orang tua, menyampaikan pesan dari orang tua
satu ke yang lain dan berusaha meminimalisir konfik diantara mereka,
terdapat konsekuensi negative disana.

Gagal Untuk Memulai
Dibawah ini adalah presentase dewasa muda eropa mulai dari
usia 18-34 tahun yang tidak memiliki pasangan atau anak yang tinggal
bersama orang tua. Banyak dewasa yang mudah gagal untuk keluar dari
sarang di waktu yang diharapkan atau kembali ke sarang ketika

menghadapi

masalah.

Gambar.14.1

Disini akan kita bahas kasus yang berkaitan dengan pembahasan
diatas, yaitu sebuah flm yang berjudul Failure To Launch. Dalam flm ini
tripp yang sudah berusia 35 tahun, masih tinggal dengan orang tuanya,
yang merupakan sebuah kecemasan di sana. Pandangan stereotip ini
bahwa dewasa muda yang tidak pindah dari rumah orang tuanya adalah
individu yang egois dan menolak untuk menerima tanggung jawab, hal ini
sangatlah tidak tepat. Sebagian besar keluar untuk mencari pelatihan
atau sekolah yang lebih tinggi daripada generasi sebelumnya. Anak-anak
dewasa yang melanjutkan hidup denga orang tuanya mungkin memiliki
masalah untuk bernegosiasi ulang hubungan mereka. Prosesnya bias jadi
bertahap, seseorang mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun,
ketika anak-anak dewasa masih membutuhkan dukungan fnansial dari
orang tua.
Tren peralihan masa dewasa ini juga terjadi di Negara Eropa,
tempat dimana pemerintah tidak memberi tunjangan kepada anak-anak
muda yang pengangguran; di Italia, lebih dari setengah laki-laki muda

tinggal dengan orang tuanya hingga berusai 30 tahun, dan ini dipandang
sebagai hal yang positif.

PERKEMBANGAN

KEPRIBADIAN

:

EMPAT

PANDANGAN
Empat pendekatan ke perkembangan psikososial di masa
dewasa dihadirkan oleh model tahap normatif, model waktu peristiwa,
model

sifat,

mengajukan

dan

model

pertanyaan

tipologis.
yang

Empat

berbeda

pendekatan

tentang

tersebut

kepribadian

masa

dewasa.
Model

Pertanyaan yang
diajukan
Apakah kepribadian
berubah dengan cara
umum seperti periode
waktu tertentu sepanjang
rentang kehidupan?
Kapan peristiwa kehidupan
yang penting pada
umumnya terjadi?
Bagaimana jika itu terjadi
lebih awal atau lebih
lambat, daripada biasanya?
Apakah sifat dalam
kepribadian berkembang
dalam kelompok atau
kelas? Apakah kelas dari
sifat-sifat tersebut berubah
seiring usia?
Apakah tipe dasar
kepribadian dapat
diidentifkasikan dan
seberapa baik mereka
memperkirakan proses
kehidupa?

Model Tahap
Normatif

Model Timing Of
Life Events

Model Trait

Model Tipologis

Metode yang
digunakan
Dengan
wawancara
mendalam,
materi-materi
biograf
Studi statistic,
kuesioner,
wawancara

Perubahan atau stabilitas

Inventori
kepribadian,
kuesioner,
analisis factor

Kepribadian berubah secara
substantive hingga usia 30
tahun kemudian melambat
setelahnya.

Wawancara,
penilaian klinis,
Q-sorts,
Peringkat
perilaku,
laporan diri

Tipe kepribadian cenderung
menunjukkan keberlanjutan
dari masa anak-anak ke masa
dewasa, tapi peristiwa tertentu
dapat mengubah proses
kehidupan

Kepribadian normaatif berubah
untuk mencapai tujuan
personal kerja dan hubungan
yang terjadi pada tahap ini
Waktu non-normatif dari
peristiwa kehidupan dapat
menyebabkan stress dan
berpengaruh pada
perkembangan kepribadian

Gambar.14.2

Model Tahap Normatif
Model
rangkaian

ini

dasar

memperlihatkan
perubahan

bahwa

psikososial

masa

terkait

dewasa
usia.

mengikuti

Perubahannya

merupakan hal yang normatif yang merupakan hal umum pada hamper
semua anggota populasi; dan mereka muncul dalam periode keberhasilan

atau tahap-tahap, yang kadangkala ditandai oleh krisis emosi yang
meratakan jalan bagi perkembangan selanjutnya.
jika orang dewasa awal tidak dapat membuat komitmen yang
dalam dengan orang lain, maka ia terisolasi dan asyik dengan diri sendiri.
resolusi dari tahap ini menghasilkan love, pada saat itu orang dewasa muda
akan menjalin hubungan serius dengan pasangannya dan menikah, memiliki
anak dan membantu anak anak mencapai perkembangan kesehatan mereka
sendiri.
Erikson : Intimasi

VS Isolasi tahap keenam perkembangan

psikososial erikson adalah intimasi vs isolasi. Jika dewasa muda tidak dapat
membuat komitmen personal secara mendalam dengan yang lain, kata
erikson, mereka berisiko akan terisolasi dan terserap dalam dirinya sendiri.
Bagaimanapun, mereka memerlukan beberapa isolasi untuk merefeksikan
kehidupan mereka. Sebagaimana mereka berusaha untuk menyelesaikan
konfik

yang

ada

dalam

intimasi,

daya

saing,

dan

jarak,

mareka

mengembangkan rasa mengenai etika. Erikson mempertimbangkannya
sebagai tanda kedewasaan. Hubungan intim membutuhkan pengorbanan
dan kompromi. Dewasa muda yang mengembangkan rasa diri yang kuat
selama masa remaja berada dalam posisi yang jauh lebih baik untuk
meleburkan identitas mereka dengan individu lain.
Resolusi pada tahap ini menghasilkan kebaikan cinta; persembahan
bersama antara pasangan yang memilih untuk berbagi kehidupan merek,
memiliki anak, dan membantu anak-anak tersebut mencapai perkembangan
kesehatan mereka sendiri. Sebuha keputusan untuk tidak memenuhi
dorongan prokreatif yang memiliki konsekuensi serius bagi perkembangan,
menurut Erikson. Teorinya telah dikritik oleh individu yang hidup sendiri,
selibat, homoseksual, dan individu tanpa anak mengenai cetak biru erikson
akan perkembangan kesehatan, dan juga untuk mengambil pola-pola
perkembangan intimasi pada laki-laki setelah melihat identitas sebagai
norma.
Ahli waris Erikson: Vailant dan Levinson Levinson (dalam
Papalia, Olds, & Feldman, 2007) melalui wawancara mendalam dan tes
kepribadian terhadap pria berusia 35 sampai 45 tahun, membentuk teori

perkembangan

kepribdian

yang

berdasar

pada life

structure.

Life

structure adalah pola kehidupan seorang pada waktu tertentu, yang
dibangun diatas aspek apapun dalam hidup yang dianggap paling penting,
dimana masing masiing dibagi kedalam tahap masuk dan memuncak. Setiap
fase memiliki tugasnya masing masing yang pencapaiannya akan menjadi
dasar untuk life structure yang akan datang. Oleh karena itu tugas
perkembangan yang harus dilewati oleh dewasa muda adalah tantangan
yang perlu dicapai agar dapat beradaptasi pada setiap tahap kehidupan.
Pada studi longitudinal yang dilakukan oleh Levinson (dalam
Papaplia, Olds, & Feldman, 2007),

ditemukan bukti

dari perubahan

kepribadian normative pada dewasa awal. Satu perubahan tersebut di
dewasa awal adalah meningkatnya dan kemudian penurunan sifat yang
terkait dengan feminitas ( simpati dan kasih saying di kombinasikan dengan
rasa kerentanan, kritik diri, dan kurang percaya diri serta inisiatif). Antara
umur 27 dan 43 tahun, para wanita lebih mengembangkan disiplin diri dan
komitmen, kemandirian, kepercayaan diri, dan keterampilancoping. Model
normatif ini dilanjutkan oleh Vaillant dan Levinson. Mereka mengidentifkasi
empat pola karakteristik, mekanisme adaptif, yaitu : (1) mature (matang),
(2) immature (belum dewasa), (3) psychotic dan (4) neurotic
Mengevaluasi tahap model normative Baik studi hibah atau
kerja awal levinson, keduanya didasarkan pada kelompok-kelompok kecil
laki-laki dan perempuan yang lahir diawal tahun 1920-an, 1930-an, dan
1940-an. Perkembanga mereka dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa social
yang unik pada kohor mereka, begitu juga dengan status social ekonomoi,
etnis, dan gendernya. Saat ini, dewasa muda mengikuti beragam macam
jalan perkembangan dan, sebagai hasilnya, bisa jadi berbeda dibandingkan
individu dalam studi tersebut.
Psikolog,
mengidentifkasikan

terutama
sebagai

menggambarkan
tugas-tugas

kerja

erikson,

perkembangan

yang

telah
perlu

diselesaikan untuk keberhasilan adaptasi di tiap kehidupan. Diantara tugastugas perkembangan dewasa muda adalah meninggalkan rumah masa
kecilnya untuk melanjutkan pendidikan, bekerja, atau masuk kemiliteran;
mengembangkan hubungan baru dan intim serta hubungan romantic; dan

mengembangkan

rasa

diri

yang

independen

dan

mandiri.

Tugas

perkembangan lain dari tahap tersebut, dibahas di BAB 13, termasuk
menyelesaikan pendidikan, memasuki dunia kerja, dan menjadi mandiri
secara fnansial.

Timing of events model
Menurut

pendekatan

ini,perkembangan

tergantung

peristiwa

tertentu yang dialami seseorang. Orang biasanya sadar dengan waktunya
masing masing dan social clock. Social clock adalah seperangkat norma
budaya atau harapan terhadap peristiwa penting tertentu yang seharusnya
terjadi, misalnya: menikah, bekerja, pension dan lain lain. Bila peristiwa
kehidupan muncul tepat waktu maka perkembangannya berjalan lancer.
Namun jika tidak, maka orang dewasa awal akan mengalami stress. Stress
dapat muncul akibat peristiwa yang tidak diharapkan seperti : dipecat,
menjadi janda pada usia dewasa awal,dll.

Trait model

Gambar.14.3

N

Cemas, kasar, depresi, impulsive, keasadaran diri, mudah diserang
Fantasi, estetika, perasaa, tindakan, ide, nilai
E

O

Mencari kesenangan, asertif, aktif, hangat, emosi, positif, senang
berkumpul
Mementingkan orang lain, kerelaan, sabar, percaya, sederhana,
berterus terang

A
C

Pencapaian prestasi, pertimbangan kompeten disiplin diri, perintah,
memenuhi tugas
Gambar.14.4

Trait

models menekankan

pada

stabilitas

atau

perubahan

pada trait kepribadian. Costa dan McCrae (dalam Papalia, Olds & Feldman,
2007) mengembangkan fve factor model dalam menjelaskan perubahan
trait kepribadian yaitu :
a)

Neuroticism

Cemas, kasar, depresi, impulsive, keasadaran diri, mudah diserang
b)

Extraversion

Mencari kesenangan, asertif, aktif, hangat, emosi, positif, senang
berkumpul
c)

Agreeableness

Mementingkan orang lain, kerelaan, sabar, percaya, sederhana,
berterus terang
d)

Conscientiousness

Pencapaian

prestasi,

perintah, memenuhi tugas

pertimabangan

kompeten

disiplin

diri,

e)

Openness to Experience

Fantasi, estetika, perasaa, tindakan, ide, nilai
Kontinuitas dan perubahan dalam model lima factor Dalam
analisis sampel longitudinal dan cross sectional dari laki-laki dan perempuan
Amerika Serikat, Costa dan McCrae menemukan kontinuitas yang cukup
besar, begitu juga dengan perubahan-perubahan yang terlihat di semua
kelima dimensi antara masa remaja dan di usia 30 tahun, dengan lebih
lambat berubah sesudahnya. Bagaimanapun, arah perubahan beragam
untuk factor-faktor kepribadian yang berbeda. Individu yang mudah bergaul
dan hati-hati umumnya meningkat, ketika neurotisisme, ekstraversi, dan
keterbukaan terhadap pengalaman menurun. Pola-pola perubahan terkait
dengan usia tersebut nampaknya menjadi silang budaya yang universal, dan
selanjutnya, menurut pengarangnya, merupakan hal yang berhubungan
dengan kematangan.
Mengevaluasi Model Lima Faktor Kerangka kerja ini asalanya
membuat kasus yang kuat untuk keberlanjutan kepribadian, terutama
setelah usia 30 tahun. Peneliti yang lebih baru telah mengikis kesimpulan
pandangan saat Costa dan McCrae sekarnag mengetahui bahwa perubahan
terjadi sepanjang kehidupan. Jadi, rupanya kepribadian di masa dewasa
menjadi lebih lunak dan lebih kompleks daripada yang dinyatakan oleh
penelitian sifat sebelumnya.
Kritik lain dari model lima factor adalah metodologi, Jack Block
(1995a,1995b)

berdebat

bahwa,

karena

lima

factor

sebagian

besar

didasaarkan pada penilaian subjektif, mungkin kehilangan validitasnya
kecuali didukung oleh pengukuran lain. Lebih jauh lagi, seleksi factor-faktor
yang berbeda dan membagi sifat yang berasosiasi secara berbeda.
Contohnya, salah satu mungkin bertanya jika kehangatan mungkin aspek
dari ekstraversi, sebagaimana ada dalam model lima besar, atau mungkin
lebih dikelompokkan dalam aspek-aspek yang mudah bergaul? Pada
akhirnya, kepribadian lebih daripada kumpulan sifat.

Typological models

Kepribadian mempengaruhi dan mencerminkan:
– Sikap
– Nilai
– Keyakinan
– Interaksi sosial
Pendekatan ini melihat kepribadian sebagai suatu kesuluruhan
fungsi. Block mengidentifkasikan tipe kepribadian dasar, yaitu:
a)

Ego resiliency

Mampu beradaptasi terhadap stress, dengan mengaturnya melalui:
percaya diri, mandiri, mampu mengutarakan pikiran, penuh perhatian,
penolong, bekerja sama, dan focus pada tugas
b)

Ego control / kontrol diri
Kontrol

diri

dibedakan

menjadi

dua,

yaituovercontrolled dan undercontrolled.
Overcontrolled merupakan orang dewasa muda yang merasa
malu, kesepian, cemas, dan bisa dipercaya, sehingga mereka cenderung
menjaga pikiran mereka sendiri dan menarik diri dari konfik, dan mereka
merupakan subyek yang kebanyakan mengalami depresi.
Sedangkan undercontrolled merupakan

orang

dewassa

muda

yang aktif, energik impulsive keras kepala dan mudah merasa bingung.

FONDASI HUBUNGAN INTIM
Erikson melihat perkembangan hubungan intimasi sebagai tugas
penting dari masa dewasa muda. Kebutuhan untuk membentuk hubungan
yang kuat, stabil, dekat, dan saling mengasihi adalah motivator penuh
kekuatan bagi perilaku manusia. Individu menjadi intim dan tetap intim
lewat sikap saling terbuka, responsive akan kebutuhan satu sama lain dan
saling menerima dan menghargai.
Hubungan

keakraban

meminta

kesadaran

diri;

empati,

kemampuan mengkomunikasikan emosi, menyelesaikan konfik dan
memelihara komitmen; serta, jika hubungan ini berpotensi seksual maka
mampu membuat keputusan seksual bersama. Keterampilan seperti ini

sangat penting sebagaimana orang muda memutuskan untuk menikah
atau membentuk hubungan berpasangan yang intim dan untuk memiliki
atau tidak memiliki anak. Lebih jauh lagi, pembentukan hubungan baru,
dan menegosiasikan kembali kelanjutan sebuah hubungan, memiliki
pengaruh akan apakah kepribadian itu tetap sama atau berubah.

PERSAHABATAN
Persahabatan selama masa dewasa muda mungkin kurang stabil
dibandingkan

di

awal

atau

periode

selanjutnya

karena

frekuensi

berpindah-pindah pada individu di usia ini; meskipun begitu, banyak
dewasa muda yang memelihara hubungan berkualitas baik, teerikat
dalam hubungan persahabatan jarak jauh. Persahabatan di masa dewasa
muda cenderung berpusat pada aktivitas kerja dan pengasuhan serta
berbagai rasa percaya diri dan nasihat. Beberapa persahabatan sangat
dekat dan supportif; yang lain ditandai dengan konfik yang sering
muncul. Beberpa “persahabatan terbaik” lebih stabil dibandingkan ikatan
sebagai kekasih atau istri/teman.
Dewasa

muda

yang

sendiri

lebih

menyandarkan

pada

persahabatan untuk memenuhi kebutuhan social mereka dibandingkan
dengan dewasa muda yang sudah menikah atau orang tua muda. Jumlah
teman dan waktu yang dihabiskan dengannya pada umumnya menurun
dalam proses masa dewasa muda. Tetap saja, persahabatan merupakan
hal penting bagi dewasa muda. Individu dengan banyak teman cenderung
memiliki kepekaan akan kesejahteraan orang lain; selain itu memiliki
teman membuat individu merasa nyaman akan diri mereka sendiri, atau
indvidu yang mersasa nyaman dengan dirinya sendiri lebih mudah
berteman.
Perempuan lebih memiliki banyak teman intim dibandingkan
dengan

laki-laki.

Laki-laki

lebih

menyukai

berbagai

informasi

dan

aktivitas, tidak begitu percaya pada teman. Perempuan lebih cenderung,
dibandingkan laki-laki, untuk berbicara dengan teman mereka tentang
masalah rumah tangga dan menerima banyak nasihat dan dukungan.

Banyak dewasa muda menyatukan teman-temannya ke dalam
jaringan keluarga terpilih. Kedekatan tersebut, teman yang mendukung
dipertimbangkan sebagai kerabat fktiff dengan kata lain, satu keluarga
psikologis. Diantara gay dan lesbian, hubungan kerabat fktif seringkali
dengan teman yang normal dari jenis kelamin yang berlawanan. Dalam
sebuah studi, hubungan abadi dan panjang cenderung terjadi di antara
teman yang normal dan tidak menikah atau hidup dengan gaya yang
tidak konvensional.

CINTA
Kebanyakan orang menyukai cerita cinta, termasuk cerita cinta
mereka sendiri. Menurut teori Segitiga Cinta Robert J.Stenberg, cara
cinta

berkembang

pengarangnya,

adalah

dan

cerita

sebuah
yang

cerita.

mereka

Para

pecinta

ciptakan

adalah

mencerminkan

kepribadian dan konsep cinta mereka. Teori Stenberg mengenai pola-pola
cinta yang bergantung pada keseimbangan antartiga elemen yang
meliputi

intimasi,

gairah, dan komitmen.

Intimasi,

elemen emosi,

melibatkan didalamnya keterbukaan diri, yang mengarah pada hubungan,
kehangatan dan kepercayaan. Gairah, elemen motivasi yang didasarkan
pada dorongan dari dalam yang menerjemahkan rangsangan fsiologis ke
dalam hasrat seksual. Komitmen, elemen kognitif, keputusan untuk
mencintai dan tinggal dengan orang yang dicintai. Tingkat masing-masing
elemen itu hadir menentukan jenis cinta yang dirasakan individu.
Komunikasi merupakan bagian mendasar dari intimasi. Dalam
sebuah studi lintas budaya, 263 pasangan dewasa muda di Brazil, Italia,
Taiwan, dan Amerika Serikat meleporkan memiliki komunikasi dan
kepuasan dalam hubungan romantic mereka. Di semua tempat itu,
pasangan yang berkomunikasi secara konstruktif cenderung lebih puas
dengan hubungan mereka disbanding yang tidak.
Pencapaian

pembentukan

rasa

identitas

tampaknya

juga

berpengaruh terhadap kualitas hubungan romantic. Dalam sebuah studi,
dari

710

individu

peralihan

dewasa,

status

pencapaian

identitas

diasosiasikan

dengan

perasaan

yang

kuat

akan

persahabatan,

penghargaan, afeksi, dan dukungan emosi dalam hununga romantic. Ini
mendukung pernyataan Erikson (1973) bahwa pembentukan rasa aman
terhadap identitas diperlukan bagi terjalinnya kualitas hubungan intimasi
yang berkualitas tinggi.

TIPE
TANPA CINTA
MENYUKAI
BERAHI

CINTA
HAMPA
CINTA
ROMANTIS
CINTA
PASANGAN
SETARA
CINTA
BODOH

CINTA
SEMPURNA

PENJELASAN
Semua tiga komponen cinta intimasi, gairah, dan komitmen tidak ada. Hal ini
paling menggambarkan hubungan antar individu, disebut interaksi kasual
sederhana
Komponen yang ada hanya intimasi. Tidak ada kedekatan, pemahaman,
dukungan emosi, afeksi, keterikatan, dan kehangatan. Tidak ada gairah dan
komitmen.
komponen yang ada hanya gairah. Ini merupakan “cinta pada pandangan
pertama”, ketertarikan fsik yang kuat, dan aktivitas seksual, tanpa intimasi atau
komitmen. Hubungan berdasarkan berahi bias selesai begitu saja dan berakhir
dengan sangat cepat atau, pada kondisi tertentu dapat berlangsung untuk waktu
yang lama
Komponen yang ada hanyalah komitmen. Cinta hampa seringkali ditemukan
dalam hubungan jangka panjang yang kehilangan keduanya, baik itu intimasi dan
gairah, atau dalam pernikahan yang telah diatur (perjodohan)
Ada intimasi dan gairah. Pecinta romantic terikat satu sama lain secara fsik dan
emosi. Mereka tidak, bagaimanapun, berkomitmen satu sama lain
Intimasi dan komitmen ada. Ini adalah jangka panjang, komitmen persahabatan,
seringkali terjadi dalam pernikahan sat ketertarikan fsik berkurang, tetapi
pasangan merasa dekat satu dengan yang lain dan telah membuat keputusan
untuk tinggal bersama
Gairah dan komitmen dihadirkan tanpa intimasi. Ini adalha jenis cinta yang
mengarah pada masa pacaran angina puyuh, yakni pasangan membuat
komitmen berdsarkan gairah tanpa memberi waktu pada mereka untuk
mengembangkan intimasi. Cinta jenis ini biasanya tidak lama, walaupun pada
awalnya bersungguh-sungguh untuk berkomitmen.
Semua ke tiga komponen dihadirkan dalam cinta yang “lengkap” ini, banyak
individu berjuang terutama untuk membangun hubungan romantic. Ini lebih
mudah untuk meraihnya daripada menjaganya. Pasangan mungkin berubak akan
apa yang mereka inginkan dalam sebuah hubungan. Jika pasangan lain berubah,
begitu pula, hubungan akan bertahan dalam bentuk yang berbeda. Jika pasangan
yang lain tidak berubah, maka hubungan akan hancur.
Gambar.14.5

GAYA

HIDUP

MENIKAH

DAN

TIDAK

MENIKAH
Beberapa pasangan individu tetap sendiri, menikah kembali, dan
hidup bersama pasangan sesame jenis. Beberapa pasangan individu yang

menikah dengan karier yang terpisah memiliki pernikahan komuter,
kadang disebut tinggal terpisah bersama. Dalam hal ini tidak ada hal yang
seperti pernikahan “umum” atau keluarga

Hidup Sendiri
Perbandingan dewasa muda antara usia 25-34 tahun di US yang
belum menikah sekitar 3 kali lipat antara tahun 1970-2005. Bagi
perempuan, peningkatannya dari 9-32% dan bagi laki-laki dai 15-43%.
Tren umumnya nyata di antara perempuan Afro Amerika, 35% dari
mereka masih sendiri di akhir usia 30 tahun. Antara tahun 1970-2006
terjadi penurunan secara signifkan dalam angka pernikahan di hamper
seluruh Negara.
Ada indikasi bahwa keyakinan agama menjadi pengaruh pada
angka pernikahan. Ibu-ibu yang memiliki bayi diluar pernikahan lebih
mungkin akan menikah jika mereka secara rutin pergi ke gereja.
Beberapa dewasa muda tetap sendiri karena mereka tidak
menemukan pasangan yang tepat; yang lain tetap sendiri oleh pilihan.
Banyak perempuan saat ini lebih mendukung diri mereka sendiri dan
tidak ada tekanan social untuk menikah. Pada saat yang sama, banyak
dewasa muda yang menunda pernikahan dan anak dikarenakan masalah
ekonomi yang belum stabil. Pilihannya, beberapa individu menginginkan
kebebasan untuk menjelajahi Negara lain atau dunia, mengejar karier,
melanjutkan pendidikan, melakukan pekerjaan kreatif tanpa khawatir
tentang bagaimana pemenuhan diri mereka berpengaruh pada individu
lain.

Hubungan Gay dan Lesbian
Di 40 tahun terakhir atau lebih, individu yang gay atau lesbian
meningkat drastic dan lebih terbuka. Survey menyatakan 40-60% laki-laki
gay dan 45-80% wanita lesbian di US menjalin hubungan yang romantic
dan hingga 8-28% dari pasangan tersebut tinggal bersama paling tidak 10

tahun.

Peningkatan

ini

dikarenakan

penerimaan

social

terhadap

homoseksualitas. Baru-baru ini sekitar 4 dari 10 penduduk US memiliki
kerabat atau anggota keluarga yang gay. Individu yang dekat denga gay
atau lesbian cenderung lebih suportif dalam legislasi seperti misalnya
pernikahan gaya atau hokum adtidiskriminasi yang difokuskan pada gay
atau lesbian.
Hubungan

gay

dan

lesbian

mencerminkan

hubungan

heteroseksual. Pasangan gay dan lesbian setidaknya puas dengan
hubungan mereka sebagai pasangan heteroseksual. Factor-faktor yang
memprediksi kualitas baik itu hubungan homoseksual dan heteroseksual –
sifat

kepribadian,

persepsi

akan

hubungan

oleh

pasangan,

cara

berkomunikasi dan memecahkan masalah, serta dukungan social adalah
serupa.
Perbedaan antara pasangan gay dan lesbian serta heteroseksual
juga muncul dari penelitian.
1.

Pasangan gay dan lesbian lebih mungkin menegosiasikan

tugas-tugas rumah tangga untuk mencapai keseimbangan yang berguna
untuk mereka dan mengakomodasi hal-hal yang menarik, keterampilan,
jadwal

bagi

kedua

pasangan

dibandingkan

dengan

pasangan

heteroseksual.
2.

Mereka cenderung menyelesaikan konfik dalam atmosfer

yang lebih positif dibandingkan pasangan heteroseksual.
3.

Hubungan pasangan gay dan lesbian cenderung kurang

stabil dibandingkan hubungan heteroseksual terutama karena kurangnya
dukungan institutional.
Meskipun pasangan gay dan lesbian kurang mendapat dukungan
menerima

dukungan

dari

teman-teman

dan

keluarga,

mereka

mengompensasikan hal tersebut dengan teman-teman, kelompok social,
dan organisasi yang ramah terhadap gay dan lesbian dan biseksual.
Pada Juli 2011, pernikahan gay disahkan di 7 negara Eropa
(Swedia, Norwegia, Belanda, Belgia, Spanyol, Portugal, Eslandia), Afrika
Selatan, Kanada, Argentina dan Mexico City. Pernikahan sesame jenis

adalah sah di Negara bagian Connecticut, Iowa, Massachusets, New
Hamspire, Vermont, New York, dan Washington D.C. Ditambahkan
persekutuan sipil, tempat pasangan mendapat beberapa keuntungan
ekonomis lainnya, hak-hak dan tanggung jawab pernikahan, telah dikenal
di beberapa Negara Eropa dan Israel serta Selandia Baru.

Amerika Serikat
Kanada

4.7

Portugal

4.37

Italia

8.8
9.38
7.35

4.21

Spanyol

7.32

4.61

Inggris

8.47

5.23

Prancis

7.75

4.19

Jerman

7.4

4.48

Denmark

6.7

Norwegia

4.98
5.38
5.24

Swedia
0

10.6

7.4

2

4
2007

6

7.38
7.58

8

10

1970

Gambar.14.6

Kohabitasi
Kohabitasi adalah gaya hidup pasangan yang tidak menikah,
tetapi terikat dalam aktivitas seksual dan hidup bersama.

Tipe-tipe Kohabitasi : Perbandingan Internasional
Survey yang dilakukan di 14 negara Eropa, kanada, selandia
baru, dan Amerika serikat, menemukan luasnya variasi dalam angka
kohabitas, berkisar antara 14% di Prancis dan 12% di Italia. Di semua
Negara, mayoritas yang luar biasa dari perempuan yang kohabitasi tidak
pernah menikah. Kohabitor yang tidak menikah cenderung tinggal lebih
lama di Negara tempat kohabitasi merupakan alternative untuk atau

12

sama dengan menikah disbandingkan di Negara tempat biasanya individu
harus mengarah pada pernikahan.
Konsensus

atau

perjanjian

informal,

hamper

tidak

dapat

dibedakan dari pernikahan, telah lama diterima sebagaia pernikahan di
banyak Negara Amerika Latin, terutama bagi pasangan kohabitasi
mendapatkan hak-hak legal yang sama seperti pasangan yang menikah.

Gambar.14.7

Kohabitasi Di Amerika Serikat
Di tahun 2010 diperkirakan ada sekitar 7,5 juta pasangan yang
tidak menikah tinggal bersama di Amerika Serikat, meningkat sebanyak
13% dari tahun 2009. Peningkatan kohabitasi ini terjadi di semua
kelompok etnis dan di semua tingkatan pendidikan, tetapi individu yang
kurang berpendidikan lebih banyak melakukan hal itu dibandingkan yang
berpendidikan tinggi. Pelaku kohabitasi juga cenderung kurang religious,
kurang mengenal tradisi, kurang memiliki kepercayaan diri dalam
hubungan mereka, lebih menerima perceraian, menjadi lebih negative
dan agresif dalam interaksi mereka dengan pasangan romantisnya, dan
kurang berkomunikasi secara efektif .
Hubungan kohabitasi cenderung kurang memuaskan dan kurang
stabil daripada sebuah pernikahan. Pada pasangan kohabitasi tertentu

yang memiliki pengharapan berlawanan tentang pembagian tugas rumah
tangga rupanya memiliki kecenderungan tinggi untuk memutuskan
hubungan.

Banyak

kohabitor

yang

ingin

menikah

menanggalkan

pernikahan hingga mereka merasa kondisi ekonomi mereka mengizinkan.
Para

dewasa

hubungan

muda

kohabitasi

tersebut
untuk

pada

umumnya

menggantikan

tidak

menggunakan

pernikahan,

tapi

lebih

memandang hal ini sebagai jalan menuju pernikahan.
Beberapa penelitian mengingatkan bahwa pasangan kohabitasi
yang

menikah

cenderung

memiliki

pernikahan

yang

tidak

membahagiakan dan cenderung bercerai dibandingkan dengan yang
menunggu untuk tinggal bersama sampai menikah. Dalam survey
perwalian lintas regional nasional pada6.577 perempuan berusia 15-45
tahun yang kohabitasi atau melakukan hubungan seks sebelum menikah
hanya dengan suami masa depan mereka tidak memiliki risiko khusus
bubarnya pernikahan. Pasangan yang menikah memiliki hubungan yang
lebih stabil dan bahagia dibandingkan yang tidak, mungkin merupakan
hasil komitmen yang kuat pada sebuah hubungan.
Percaya akan hubungan kohabitasi, pola-pola kohabitasi, dan
stabilitas hubungan kohabitasi beragam diantara kelompok ras/etnis dan
sangat kompleks secara alamiah. Pasangan yang kohabitasi, rata-rata
adalah orang muda, kulit hitam, tidak religious.
Dewasa yang lebih muda dan tua menunjukkan perbedaan yang
jauh akan pandangan mereka mengenai moralitas hubungan kohabitasi,
yakni dewasa yang lebih muda menganggap bahwa tinggal bersama
tidaklah salah.
Kohabitasi setelah perceraian lebih umum terjadi dibandingkan
hubungan kohabitasi sebelum menikah dan mungkin berfungsi sebagai
seleksi pasangan sebelum menikah. Bagaimanapun, kohabitasi setelha
perceraian,

terutama

dengan

serangkaian

pasangan,

lebih

besar

membukan kesempatan untuk menunda pernikahan dan berkontribusi
akan kestabilan pernikahan baru.

Pernikahan
Di kebanyakan masyarakat, lembaga pernikahan dianggap
merupakan

cara

terbaik

untuk

memastikan

perlindungan

dan

membesarkan anak-anak. Hal ini mengizinkan pembagian pekerjaan dan
pembangian materi. Idealnya, ini menawarkan intimasi, komitmen,
persahabatan, afeksi, pemenuhan kebutuhan seksual, pendampingan,
dan kesempatan bagi pertumbuhan emosi begitu juga sumber-sumber
identitas baru dan harga diri.
Dalam foilosof tradisi timur tertentu kesatuan harmoni laki-laki
dan perempuan merupakan hal yang mendasar bagi pemenuhan spiritual
dan mempertahankan spesiesnya. Bagaimanapun di Amerik Serikat dan
masyarakat pascaindustri lainnya telah melihat pelemahan norma-norma
social yang membuat pernikahan merupakan

hal yang universal dan

dipahami artinya secara universal.
Pernikahan di Amerika Serikat telah dipengaruhi oleh luasnya
demograf dan perubahan ekonomi dalam populasi.

Apa Arti Pernikahan Bagi Masa Peralihan dan
Dewasa Muda Saat Ini
Di

Amerika

Serikat

terlepas

sangat

bayaknya

perubahan

demograf di akhir separuh abad, sebanyak 90% dewasa akan tetap
memilih untuk menikah dalam suatu titik dari kehidupan mereka. Melihat
pernikahan sebagai langkah yang tidak dapat dielakkan menuju masa
dewasa, sebagaimana masa lalu, dewasa muda saat ini cenderung
percaya akan hal itu, menikah, seseorang sudah menjadi dewasa.

Memasuki Ikatan Pernikahan
Sejarah atau lintas budaya adalah cara umum untuk menyeleksi
calon pasangan melalui pengaturan , oleh orang tua atau biro jodoh. Pada
umumnya, satu kepercayaan mendasar tentang peran pernikahan adalah
difokuskan pada persekutuan dua keluarga, daripada cinta antara dua
individu. Berdasarkan orientasi ini, bias jadi tidak mengejutkan pasangan

yang

diatur

pernikahannya

memiliki

harapan

yang

berbeda

akan

pasangan mereka. Ada penurunan harapan akan intimasi dan cinta, lebih
menekankan pada tanggung jawab dan komitmen. Hanya di era modern
mereka bebas memilih calon pasangannya berdasarkan cinta dan menjadi
norma-norma di dunia barat.
Masa peralihan ke kehidupan pernikahan membawa perubahan
utama dalam fungsi-fungsi seksual, pengaturan tempat tinggal, hak-hak
dan tanggung jawab, kelekatan dan loyalitas. Diantara tugas-tugas lain,
pasangan menikah perlu mendefnisikan kembai hubungan dengan
anggota keluarga asli mereka, keseimbangan intimasi dengan otonomi
dan membentuk pemenhan kebutuhan seksual.

Aktivitas Seksual Setelah Menikah
Individu yang menikah lebih sering melakukan hubunga seksual
daripada

yang

sendiri,

walaupun

tidak

sesering

individu

yang

berkohabitasi. Bagaimanapun, pasnagan ya g menikah melaporkan lebih
memiliki

kepuasan

emosi

yang

diperoleh

dari

hubungan

seks

dibandingkan yang sendiri atau pasangan kohabitasi.

Kepuasan Pernikahan
Individu yang menikah lebih bahagian disbanding yang tidak
menikah, walaupun mereka yang dalam pernikahan yang tidak bahagia
menjadi kurang bahagia dibanding yang bercerai atau sendiri. Perempuan
yang menikah dan tetap dalam pernikahan lebih baik secara fnansial
dibandingkan yang tidak menikah atau bercerai. Bagaimanapun kita tidak
tahu bahwa pernikahan menyebabkan kekayaan ini; hal ini mungkin
karena individu mencari kekayaan dan memiliki karakterisktik yang
menguntungkan tersebut untuk memperolehnya lebih mungkin untuk
menikah dan tetap dalam pernikahan.
Kebahagiaan

pernikahan

dipengaruhi

secara

positif

oleh

peningkatan sumber daya ekonomi, pengambilan keputusan yang setara,

sikap

gender

non-tradisional,

dan

dukungan

norma-norma

selama

pernikahan; kebahagiaan pernikahan dipengaruhi secara negative oleh
kohabitasi sebelum menikah, afair di luar pernikahan, tuntutan pekerjaan
istri, dan lamanya jam kerja istri. Peningkatan dalam berbagi pekerjaan
rumah tangga oleh suami memunculkan sedikitnya kepuasan pernikahan,
tapi kepuasan meningkat di kalangan istri-istri.
Satu factor yang mendasari ketidakpuasan pernikahan mungkin
berbeda dalam apa yang laki-laki dan perempuan harapkan dari
pernikahan. Oerempuan cenderung menempatkan hal yang lebih penting
pada ekspresi emosi-emosi mereka sendiri atau suaminya dibandingkan
yang dilakukakan suami . laki-laki berusaha untuk mengekspresikan
emosi

yang

positif

pada

istri

mereka,

memberi

perhatian

untuk

kedinamisan hubungan dan menyusun aktivitas yang difokuskan pada
mengembangkan hubungan merupakan hal yang penting bagi pandangan
perempuan akan kualitas pernikahan.

Faktor-Faktor Keberhasilan Pernikahan
Factor-faktor seperti pendapatan sebelum menikah dan tingkat
pendidikan, apakah pasangan itu telah kohabitasi sebelum menikah atau
melakukan hubungan sebelum menikah dan seberapa laam mereka
mengenal satu sama lain atau kencan sebelum menikah tidak memiliki
efek pada keberhasilan menikah. Yang penting adalah kebahagiaan
pasangan dalam hubungan tersebut, sensitivitas mereka satu sama lain,
kesungguhan terhadap perasaan mereka masing-masing, dan komunikasi
serta keterampilan manajemen konfik mereka. Seiring dengan hal
tersebut, penelitian longitudinal yang dihubungkan dengan pengantin
baru menunjukkan bahwa empati, keungguhan perasaan, dan kasih
saying, berhubungan dengan perasaan intimasi dan kualitas hubungan
yang lebih baik. Pasangan yang terlibat dalam konseling sebelum
pernikahan cenderung lebih puas dan berkomitmen pada pernikahan
mereka dibandingkan pasangan yang tidak melakukan konseling dan
pernikahan mereka berakhir di perceraian.

Cara

individu

menggambarkan

pernikahan

mereak

dapat

mengatakan banyak hal mengenai kecenderungan pernikahan untuk
sukses. Dalam studi longitudinal representasi nasional, 2.034 individu
yang menikah usia 55 tahun atau yang lebih muda ditanya apa yang
membuat mereka tetap bersama dalam pernikahan. Mereka yang melihat
keterpaduan pernikahan mereka didasarkan pada penghargaan¸ seperti
cinta, penghargaan, kepercayaan, komunikasi, kesesuaian, dan komitmen
pada pasangan, akan lebih bahagia dalam pernikahannya dan akan terus
berlangsung setelah 14 tahun dibandingkan individu yang mengacu pada
penghalang untuk meninggalkan pernikahan, seperti anak, keyakinan,
religious, saling tergantung secara fnansial, dan komitmen pada lembaga
pernikahan.

Masa sebagai Orang Tua
Individu dalam masyarakat industry memiliki sedikit anak saat ini
dibandingkan di awal generasi, dan mereka mulai memiliki anak di kemudian
hari, di banyak kasus karena mereka menghabiskan masa peralihan dewasa
mudanya untuk mendapatkan pendidikan dan mengejar karier. Di tahun
2008, rata-rata usia melahirkan anak pertama kali di Amerika Serikat
meningkat di usia 25,1 tahun (Martin, Hamilton dkk, 2010; Figur 14-5), dan
persentase perempuan yang melahirkan unyuk pertama kali di akhir usia 30
tahun mereka dan bahkan di usia 40 serta 50 tahun meningkat secara
dramatis, sering kali dengan bantuan perawatan kesuburan (Martin dkk,
2010).
Usia perempuan pertama kali melahirkan bervariasi berdasarkan
latar belakang etnis dan budaya. Di tahun 2008, perempuan Asia, Amerika
dan kepulauan Pasifk memiliki bayi pertama mereka di usia sekitar 28,7
tahun, sedangkan perempuan India, Amerika dan asli Alaska melahirkan
pertama kali di usia di bawah 22 tahun (Martin dkk, 2010)
Jumlah bayi yang dilahirkan oleh ibunya yang tidak menikah
meningkat di akhir separuh abad ini; bagaimanapun, proporsi ibu yang tidak

menikah juga khususnya meningkat tajam sejak tahun 2002 (Cohn, 2009). Di
tahun 2008, 40,6 persen kelahiran di Amerika Serikat dari ibu yang tidak
menikah meningkat sekitar 3 persen setiap tahun sejak tahun 2002 (Martin
dkk, 2010). Angka kesuburan di Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan di
beberapa Negara maju lainnya, seperti Jepang dan Inggris, tempat usia ratarata melahirkan pertama kali sekitar 29 tahun (Martin dkk, 2002 ; van Dyk,
2005)
Pada saat yang sama, proporsi pasangan tanpa anak di Amerika
Serikat meningkat. Persentase rumah tangga dengan anak-anak turun dari
45 persen di tahun 1970 hingga sekitar 32 persen saat ini (Fields, 2004).
Usia populasi yang menunda pernikahan dan memiliki anak mungkin bisa
menjelaskan data tersebut, tetapi beberapa pasangan tidak ragu untuk tidak
memiliki anak sebagai pilihan. Beberapa melihat pernikahan sebagai cara
untuk menambah intimasi mereka, bukan sebagai dedikasi terhadap
memiliki dan membesarkan anak (Popenoe & Whitehead, 2003). Individu lain
mungkin takut terhadap beban ekonomi sebagai oranng tua dan sulitnya
mengombinasi menjadi orang tua dengan pekerjaan. Perawatan anak yang
lebih baik dan dukungan pelayanan lain akan membantu pasangan membuat
keputusan yang benar.

Gambar.14.7

MASA

MENJADI

ORANG

TUA

SEBAGAI

PENGALAMAN PERKEMBANGAN
Bayi pertama menandai masa peralihan kehidupan orang tua.
Bersamaan dengan pasangan gembira, bertanya-tanya dan terpesona,
hampir semua orang tua baru mengalami beberapa kecemasan tentang
tanggung jawab perawatan anak, komitmen waktu dan energy yang
diperlukan serta perasaan yang menetap bahwa masa menjadi orang tua
menjadi

beban

melahirkan

pada

dapat

meningkatkan

pernikahan.

Kehamilan

mempengaruhi

intimasi

dan

dan

hubungan

kadang

pemulihan
pasangan,

menciptakann

setelah
kadang

penghalang.

Ditambahkan, banyak pasangan menemukan hubungan mereka menjadi
lebih “tradisional” mengikuti lahirnya sang anak, sedangkan perempuan
seringkali terlibat dalam tugas-tugas merawat dan menjaga rumah (Cox &
Paley, 2003).

Keterlibatan

Laki-Laki

Dan

Perempuan

Sebagai

Orang Tua
Meskipun

kebanyakan

ibu

perempuan menghabiskan lebih

saat

ini

bekerja

banyak waktu untuk

di

luar

rumah,

merawat anak

dibandingkan pasangan mereka di tahun 1960-an, ketika 60 persen anakanak tinggal dengan ayah sebagai pencari nafkah dan ibu yang tinggal di
rumah. Saat ini, hanya sekitar 30 persen anak-anak yang tinggal dalam
keluarga seperti itu. Ibu yang sudah menikah menghabiskan 12,9 jam
waktunya per minggu untuk merawat anak di tahun 2000 dibandingkan
dengan ibu yang menghabiskan waktu selama 10,6 jam per minggu di tahun
1965 dan ibu sebagai orang tua tunggal yang menghabiskan waktu 11,8 per
minggu

untuk

merawat

anak

sebagai

perbandingan

dari

ibu

yang

menghabiskan waktunya selama 7,5 jam di tahun 1965 (Bianchi, Robinson, &
Milkie, 2006).
Bagaimana dan mengapa mereka melakukan hal ini ? Untuk satu
hal, banyak individu menunda mengasuh hingga waktunya ketika mereka
menginginkan menghabiskan waktunya dengan anak-anak mereka. Begitu

juga, norma-norma sosial telah berubah saat ini orang tua merasa tertekan
untuk menginvestasikan waktu dan energinya untuk membesarkan anak.
Dan, mereka merasa perlu untuk selalu dapat mengawasi anak-anak mereka
karena kekawatiran akan kejahatan, kekerasan di sekolah dan pengaruh
negative lainnya (Bienchi dkk, 2006).
Saat ini ayah lebih terlibat dalam kehidupan dan pengasuhan anakanak mereka serta tugas rumah tangga dibandingkan sebelumnya. Di tahun
2006, ayah yang menikah menghabiskan 9,7 jam waktunya untuk pekerjaan
rumah tangga dan 6,5 jam untuk merawat anak setiap minggu, lebih dari
dua kali lipat di tahun 1965 (Bianchi dkk, 2006).

Sekalipun demikian,

sebagian ayah tidak begitu jauh terlibat seperti yang ibu lakukan.
Bagaimanapun, ayah yang menghabiskan waktu dengan anak-anaknya
hampir sama waktunya dengan yang ibu lakukan di akhir minggunya dan
meningkat sebagaimana anak menjadi makin besar (Yeang, Sandberg,
Davis-Kean, & Hoferth, 2001).
Terlepas dari tren tersebut, separuh dari orang tua mengatakan
mereka memiliki sedikit waktu dengan anak-anak mereka, menurut dua
survey nasional pada 2.817 individu dewasa. Ayah dengan jam kerja yang
lebih panjang, khususnya yang merasakan hal ini (Milkie, Mattingly,
Nomaguchi, Bianchi, & Robinson, 2004).
Dengan menambahkan waktu yang dihabiskan secara langsung
untuk merawat anak, menjadi ayah mungkin mengubah aspek-aspek lain
dalam kehidupan laki-laki. Sekitar 5.226 laki-laki berusia 19 hingga 65 tahun,
ayah yang tinggal dengan anak yang tergantung padanya kurang terlibat
dalam aktivitas sosial mereka sendiri dibandingkan yang tidak memiliki
anak, tapi lebih menyukai terlibat dalam aktivitas sekolah, kelompok gereja
dan organisasi pelayanan sosial. Semakin besar keterlibatan ayah semakin
puas mereka dengan hidupnya (Eggbeen & Knoester, 2000).

Bagaimana

Menjadi

Kepuasan Pernikahan

Orang

Tua

Memengaruhi

Banyak studi telah menemukan bahwa kepuasan pernikahan
umumnya menurun selama bertahun-tahun membesarkan anak. Sebuah
analisis dari 146 studi termasuk hampir 48.000 laki-laki dan perempuan
menemukan bahwa orang tua memiliki pekuasan pernikaham yang rendah
dibandingkan yang bukan orang tua dan makin banyak anak, makin kurang
puas otang tua dengan kehidupan pernikahan mereka. Perbedaan yang
paling besar di antara ibu dari infant memiliki kepuasan akan pernikahan
sebesar 38 persen dibandingka dengan 62 persen istri tanpa anak,
kemungkinan karena kebebasan ibu yang dibatasi dan kebutuhan untuk
mengatur peran baru (Twenge, Campbell, & Foster, 2003). Bagaimanapun,
studi lain memberikan gambaran yang berbeda. Contohnya, satu studi
membandingkan pasangan yang menjadi orang tua dalam kurun waktu
setahun pernikahan mereka dengan pasangan yang tidak emiliki anak
ditemukan

tidak

ada

perbedaan

dalam

kepuasan

pernikahan

atau

mengekspresikan cintanya satu sama lain setahun pertama pernikahan
(McHale &Huston, 1985). Lebih jauh lagi, apakah pasangan bahagia atas
kehamilan atau tidaknya dan apakah kehamilan memang direncanakan atau
tidak

rupanya

kelahiran

anak

2008).dalam

juga

berpengaruh

(Lawrence,

sebuah

studi

pada

Rothman,
bahkan

kepuasan
Cobb,

pernikahan

Rothman

menemukan

setelah

&

Bradburry,

kepuasan

pernikahan

memuncak sebulan setelah melahhirkan (Wallace & Gotlib, 1990). Usaha
baru-baru ini membuat hal yang kontras tersebut menjadi masuk akal
menyatakan bahwa ketika studi diuji dalam sebuah kondisi yang tetap,
penurunan yang kecil, tetapi signifkan dalam kepuasan pernikahan hal yang
umum terjadi di usia 1-2 tahun setelah kelahiran anak, ini mungkin
merupakan proses hubungan yang umum lebih daripada hal yang khusus
mengenai masa peralihan pengasuhan (Mitnick, Heyman, & Slep, 2009)
Tanpa memperhatikan hal khusus bagaimana masa kecil mungkin
berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan, orang tua baru mungkin
mengalami stressor yang dapat memengaruhi kesehatan mereka dan
kesadaran pikiran. Mereka mungkin merasa terisolasi dan kehilangan
pandangan akan kenyataan bahwa orang tua lain memiliki masalah serupa.
Pembagian tugas-tugas rumah tangga antara laki-laki dan perempuan dapat

menjadi sebuah isu, contohnya, jika perempuan bekerja di luar rumah
sebelum menjadi seorang ibu, dan saat ini tinggal di rumah saja dan beban
tugas-tugas rumah tangga dan merawat anak kebanyakan dijatuhkan pada
dia (Cowan & Cowan, 2000; Schulz, Cowan & Cowan, 2006). Seuatu
sesederhana bayi