BAB 2 - Gambaran Umum Wilayah Kota Sukabumi (7 Nov 2018)

  Rancangan Awal RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2018-2023

  BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SUKABUMI

2.1 ADMINISTRASI WILAYAH

  Wilayah Kota Sukabumi berdasarkan PP No. 3 Tahun 1995 adalah 48,423 km² yang terbagi dalam 5 dan 33

  

Selanjutnya berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun

  2000 tanggal 27 September 2000, wilayah administrasi Kota Sukabumi mengalami pemekaran menjadi 7 kecamatan dengan 33 kelurahan. Kecamatan Baros dimekarkan menjadi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Lembursitu, Kecamatan Baros, dan Kecamatan Cibeureum.

  Kota Sukabumi secara Geografs terletak di bagian selatan Jawa Barat pada koordinat 106 ˚45’50” Bujur Timur dan 106˚45’10” Bujur Timur, 6˚50’44” Lintang Selatan, di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang ketinggiannya 584 meter di atas permukaan laut, dan berjarak 120 km dari Ibukota Negara (Jakarta) atau 96 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung). Batas-batas wilayah Kota Sukabumi meliputi:

  Sebelah Utara : Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi Sebelah Selatan : Kecamatan Nyalindung Kabupaten

  Sukabumi Sebelah Barat : Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi Sebelah Timur : Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi

  Rancangan Awal RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2018-2023

  Secara administratif, Kota Sukabumi dibagi ke dalam 7 (tujuh) kecamatan yaitu Kecamatan Gunungpuyuh, Cikole, Citamiang, Warudoyong, Baros, Lembursitu dan Cibeureum.

  Jarak terjauh dari Balaikota Sukabumi adalah Kecamatan Lembursitu, yakni sejauh 7 km.

  Secara jelasnya mengenai wilayah administrasi Kota Sukabumi dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.

  BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SUKABUMI Gambar 2.1 Peta Administrasi Kota Sukabumi II - 3

2.2 KONDISI FISIK WILAYAH

2.2.1 Geologi

  Litologi batuan atau batuan dasar yang menyusun wilayah Kota Sukabumi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa satuan, yaitu batuan vulkanik yang berasal dari endapan Gunung Gede dan Pangrango, batuan terobosan yang berupa andesit horenblerida, dan batuan sedimen yang terdiri dari batuan gamping terumbu, batu pasir kwarsa, serta batuan lempung napalan. Indikasi bencana beraspek geologi di daerah Kota Sukabumi berupa gempa bumi yang akan menyebabkan

  liquifaksi (pergeseresan tanah), bahaya longsor (gerakan tanah) dan bahaya gunung berapi.

  Adapun batuan dasar yang menyusun wilayah Kota Sukabumi berdasarkan Kecamatannya dapat dilihat pada tabel 2.1 dan gambar 2.2.

  Tabel 2. 1 Luas dan Jenis Batuan di DAS Cimandiri N KECAMATA luas

o N SIMBOL FORMASI (ha)

  Batuan Gunung Api Gunung

  

1 Baros Qvg Gede 550,52

Anggota Batugamping Formasi Tmol Rajamandala 8,66 Tmor Formasi Rajamandala 1,31

  Batuan Gunung Api Gunung

  

2 Cibeureum Qvg Gede 913,46

Anggota Batugamping Formasi Tmol Rajamandala 3,65 Tmor Formasi Rajamandala 15,09

  Batuan Gunung Api Gunung

  

3 Cikole Qvg Gede 644,37

Batuan Gunung Api Gunung

  

4 Citamiang Qvg Gede 333,51

Tmor Formasi Rajamandala 49,45 Gunungpuyu Batuan Gunung Api Gunung

5 h Qvg Gede 514,23

  

6 Lembursitu Qa Aluvium 43,42

Batuan Gunung Api Gunung Qvg Gede 894,87 Anggota Tuf dan Breksi Formasi Tmjt Jampang 157,06 Batuan Gunung Api Gunung

7 Warudoyong Qvg Gede 759,64

  Sumber : Hasil Analisis, 2017

  BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SUKABUMI Gambar 2.2 Peta Geologi Kota Sukabumi II - 6

2.2.2 Morfologi

  Wilayah Kota Sukabumi merupakan lereng selatan dari Gunung Gede dan Gunung Pangrango, yang berada pada ketinggian 584 meter di atas permukaan laut pada bagian selatan dan 770 meter di atas permukaan laut bagian utara. Sedangkan di bagian tengah mempunyai ketinggian rata-rata 650 meter dari permukaan laut. Bentuk bentangan alam Kota Sukabumi berupa perbukitan bergelombang dengan sudut lereng beragam.

  Secara morfologi Kota Sukabumi dapat dibagi menjadi 5 (lima) satuan morfologi, yaitu morfologi daratan dengan elevasi 385 – 600 meter di atas permukaan laut, morfologi medan bergelombang dengan elevasi 350 – 975 meter, morfologi pegunungan berelief sedang dengan elevasi 375 – 975 meter dan pegunungan berelief kasar dengan elevasi 375 – 900 meter. Dari kelima satuan tersebut, sebagian besar morfologi daerah Kota Sukabumi berupa medan bergelombang

  Bentuk bentang alam Kota Sukabumi relatif datar sampai bergelombang dengan kemiringan lahan (lereng) diperkirakan relatif beragam. Ketinggian wilayahnya di atas permukaan laut makin rendah ke selatan sedangkan ke utara ketinggian wilayah semakin tinggi. Sebagian besar bentuk bentang alam daerah Kota Sukabumi berupa medan bergelombang. Kondisi morfologis di Kota Sukabumi meliputi keseluruhan Kecamatan di Kota Sukabumi, kondisi morfologis di Kota Sukabumi berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

  

Tabel 2. 2 Konsisi Morfologis Kota Sukabumi

No KECAMAT AN KEMIRING AN MORFOLOGI Luas (ha)

  3 Cikole > 40 % Gunung/ Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

  Gunung/ Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

  5 Gunungpuy uh > 40 %

  0,17

  Gunung/ Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

  4 Citamiang 0 - 2 % Datar 136,63 15 - 25 % Bukit/Perbukitan 4,97 2 - 15 % Datar 241,19 25 - 40 %

  3,30

  Gunung/ Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

  0,45 0 - 2 % Datar 195,10 15 - 25 % Bukit/Perbukitan 17,50 2 - 15 % Datar 428,02 25 - 40 %

  0,38

  1 Baros > 40 % Gunung/ Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

  Gunung/ Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

  0,01 0 - 2 % Datar 339,78 15 - 25 % Bukit/Perbukitan 3,34 2 - 15 % Datar 588,69 25 - 40 %

  2 Cibeureum > 40 % Gunung/ Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

  0,91

  Gunung/ Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

  15 - 25 % Bukit/Perbukitan 3,56 2 - 15 % Datar 140,22 25 - 40 %

  0 - 2 % Datar 415,61

  0,17

  0,05 0 - 2 % Datar 175,72

  KECAMAT KEMIRING Luas No MORFOLOGI AN AN (ha)

  15 - 25 % Bukit/Perbukitan 6,87 2 - 15 % Datar 329,67 Gunung/ 25 - 40 % Pegunungan dan 1,92 Bukit/Perbukitan Gunung/

  6 Lembursitu > 40 % Pegunungan dan 0,99 Bukit/Perbukitan 0 - 2 % Datar 659,90

  15 - 25 % Bukit/Perbukitan 46,86 2 - 15 % Datar 372,97 Gunung/ 25 - 40 % Pegunungan dan 14,62 Bukit/Perbukitan Gunung/

  Warudoyon 7 > 40 % Pegunungan dan 0,04 g

  Bukit/Perbukitan 0 - 2 % Datar 306,12 15 - 25 % Bukit/Perbukitan 0,86 2 - 15 % Datar 452,43

  Gunung/ 25 - 40 % Pegunungan dan 0,19 Bukit/Perbukitan

  Sumber : Hasil Analisis, 2017

  Adapun kondisi topograf dan kemiringan lereng dapat dilihat pada gambar 2.3 dan 2.4 berikut.

  BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SUKABUMI Gambar 2.3 Peta Topograf Kota Sukabumi II - 10

  BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SUKABUMI Gambar 2.4 Peta Kemiringan Lereng Kota Sukabumi II - 11

  2.2.3 Gerakan Tanah Berdasarkan peta kerentanan gerakan tanah yang berada di Kota Sukabumi termasuk kepada zona kerentanan gerakan tanah menengah, rendah dan sangat rendah. Kerentanan gerakan tanah pada tiga kelas ini masih mungkin terjadi adanya longsor terutama pada lereng-lereng terjal dan pada saat curah hujan yang tinggi. Zona gerakan tanah sedang merupakan daerah yang secara umum mempunyai kerentanan gerakan tanah menengah untuk terjadi gerakan tanah. Gerakan tanah besar maupun kecil dapat terjadi terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing pemotongan jalan dan pada lereng yang mengalami gangguan.

  Gerakan tanah lama masih mungkin dapat aktif kembali terutama oleh curah hujan yang tinggi dan aktivitas manusia. Mempunyai kemiringan lereng landai – sangat curam (10 – 70 %). Batuan pembentuk lereng umumnya berupa satuan batuan hasil aktivitas gunung api (breksi, pelapukan andesit dan basal), satuan batu pasir tufan dan breksi polimik formasi damar yang terlipat. Penggunaan lahan sawah, permukiman, kebun, tanah kering, padang, industri dan hutan. Adapun Luas Gerakan Tanah di Kota Sukabumi Berdasarkan Kecamatan dapat dilihat pada tabel 2.3 dan gambar 2.5 berikut ini:

Tabel 2.3 Luas Potensi Gerakan Tanah di Kota

  

Sukabumi

KECAMAT Potensi rawan gerakan

  

No AN tanah luas (ha)

  1 Baros Menengah 137,97

  KECAMAT Potensi rawan gerakan No AN tanah luas (ha)

  Rendah 345,31 Sangat Rendah 77,20

  2 Cibeureum Rendah 932,21

  3 Cikole Menengah 140,05 Rendah 504,32

  4 Citamiang Rendah 343,29 Sangat Rendah 39,67

  Gunungpuy 5 uh Menengah 145,73 Rendah 368,50

  6 Lembursitu Menengah 135,26 Rendah 351,54 Sangat Rendah 608,55

  Warudoyon 7 g Rendah 722,65 Sangat Rendah 36,99

  Sumber : Hasil Analisis, 2017

  BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SUKABUMI Gambar 2.5 Peta Rawan Gerakan Tanah di Kota Sukabumi II - 14

2.2.4 Klimatologi

  Seperti halnya wilayah lain di Indonesia, wilayah Kota Sukabumi sangat dipengaruhi oleh iklim tropika o khatulistiwa. Suhu udara rata-rata berkisar antara 26 C – o

  28 C. Intensitas hujan harian rata-rata merupakan jumlah hujan selama setahun dibagi dengan jumlah hari hujan dalam tahun tersebut. Perhitungan intensitas curah hujan di Kota Sukabumi menggunakan stasiun terdekat yaitu Stasiun Cimandiri yang berada di dalam dan sekitar DAS Cimandiri. Nilai intensitas curah hujan harian maksimal sebesar 76 mm dan curah hujan tahunan sebesar 3.794 mm. Jumlah bulan kering berkisar 1-2 bulan per tahun, namun mendapat pengaruh hujan orografs di sepanjang sungai merupakan perbukitan dan dataran bergelombang. Menurut Schimdt Ferguson, ciri-ciri iklim tersebut digolongkan sebagai iklim basah Tipe Af. Curah hujan minimum umumnya terjadi pada musim bulan Agustus. Berdasarkan data dari Kota Sukabumi dalam angka 2017, Curah hujan harian pada Stasiun Cimandiri dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4 Curah Hujan Kota Sukabumi Tahun Bulan an Tgl Fe Ma Ap Ju Ag Se Ok No De

  

Jan b r r Mei n Jul s p t v s

  1

  6

  32

  8

  2

  11

  41

  4

  25

  33

  2

  4

  8

  1

  6

  12

  3

  27

  3

  8

  19

  23

  59

  7

  8

  1

  49

  4

  3

  11

  41

  2

  22

  25

  6

  40

  5

  6

  17

  4

  3

  24

  4

  48

  6

  52

  2

  2

  23

  2

  2

  2

  14

  33

  7

  16

  18

  14

  25

  31

  4

  6

  37

  37

  8

  9

  76

  11

  24

  4

  30

  1

  23

  4

  9

  14

  7

  2

  42

  22

  3

  4

  20

  6

  10

  24

  25

  11

  5

  2

  17

  9

  30

  Tgl

Bulan

Tahun an Jan Fe b Ma r Ap r Mei Ju

n Jul

Ag s Se p Ok t No v De s

  4

  13

  6

  3

  17

  9

  28

  23

  17

  19

  1

  30

  37

  1

  19

  29

  8

  3

  46

  4

  6

  30

  4

  30

  4

  5

  55

  27

  2

  10

  48

  24

  27

  6

  3

  6

  43

  13

  6

  23

  25

  7

  9

  1

  4

  27

  7

  4

  12

  26

  13

  25

  39

  18

  17

  2

  28

  6

  15

  1

  25

  20

  25

  11

  19

  10

  19

  24

  29 24 248 Jml hujan (1-15)

  14

  3

  16

  31 4 191 140

  20

  10

  3

  11

  67

  92 66 206 331 Jml data koson g Jml Hujan (16- 31)

  77

  16

  6

  14 1 174 182

  89

  18

  2 84 188 286 170 131 Jml data koson g

  22

  4 Jml Hari hujan

  21

  46

  7

  31

  9

  4

  27

  16 Hujan Maks

  52

  40

  76

  41

  59

  52

  30

  3.79

  43

  74

  44

  49

  76 Jml Curah hujan

  22

  32

  7

  45 5 365 322

  19

  2

  29 2 151 280 352 376 462

  20

  35

  11

  2

  4

  23

  5

  12

  12

  14

  6

  15

  14

  55

  2

  16

  9

  7

  12

  16

  18

  20

  32

  6

  10

  17

  3

  3

  12

  11

  3

  14

  6

  51

  1

  11

  26

  6

  15

  6

  6

  22

  35

  12

  2

  7

  6

  3

  14

  5

  4

  13

  6

  7

  31

  37

  3

  9

  12

  5

  17

  8

  43

  11

  11

  21

  4

  2

  10

  8

  14

  4

  22

  3

  16

  4

  4

  1

  13

  6

  74

  22

  2

  23

  8

  23

  15

  5

  6

  1

  44

  12

  7

  9

  18

  28

  40

  12

  28

  22

  52

  10

  4

  5

  3

  19

  24

  11

  23

  9

  2

  6

  19

  6

  2

  5

  20

  10

  38

  59

  Sumber : Kota Sukabumi dalam angka 2017

2.2.5 Kondisi Hidrologi

  9 Cipelang Leutik 0,003727 3,727 0,08

  20 Cipada 0,001164 1,164 2,13

  19 Ciparigi 0,001629 1,629 -

  18 Ciseupan 0,003583 3,583 -

  17 Cipanengah 0,005592 5,592 0,54

  16 Cikujang 0,001359 1,359 -

  15 Gunungpuyuh 0,001068 1,068 -

  14 Bantarpanjang 0,001908 1,908 -

  13 Cigunung 0,004252 4,252 0,27

  12 Cijambe 0,002252 2,252 0,20

  11 Ciseureuh 0,004827 4,827 0,07

  10 Cipelang 0,01508 15,080 1,26

  Hidrologi adalah suatu ilmu yang mempelajari pergerakan, distribusi, dan kualitas air di muka bumi. Sementara Geohidrologi adalah ilmu yang mempelajari air yang berada di dalam tanah (groundwater/air tanah).

  Hidrologi dan geohidrologi Kota Sukabumi erat kaitannya dengan sungai-sungai yang mengalir di Kota Sukabumi. Adapun Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sungai-sungai yang melewati Kota Sukabumi dijelaskan

  7 Cimandiri 0,012705 12,705 4,60

  6 Tonjong 0,004625 4,625 -

  5 Cisuda 0,009659 9,659 0,40

  4 Cibitung 0,006125 6,125 -

  3 Salakaso 0,003244 3,244 -

  2 Cibeureum 0,0076 7,600 -

  1 Ceger 0,004129 4,129 -

  Panjang (km) Debit (m3/dt k)

  N o Nama Sungai

Luas DAS

(Ha)

Tabel 2.5 Daerah Aliran Sungai di Wilayah Kota SukabumiTabel 2.5 dan gambar 2.6 berikut ini

  8 Cikapek 0,001851 1,851 0,01

  N o Nama Sungai Luas DAS (Ha) Panjang (km) Debit (m3/dt k)

  21 Ciwalung 0,001773 1,773 0,02

  22 Cibandung 0,002847 2,847 0,06

  23 Ciharempoy 0,004776 4,776 -

  24 Cisarua 0,004127 4,127 0,36

  25 Ciaul 0,003420 3,420 -

  26 Cipicung 0,001503 1,503 -

  27 Cisaray 0,002429 2,429 0,2

  28 Tipar 0,003926 3,926 -

  29 Cipasir 0,001948 1,948 - Sumber : Masterplan Drainase Kota Sukabumi, 2014

  BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SUKABUMI Gambar 2.6 Peta Daerah Aliran Sungai Kota Sukabumi II - 19

2.2.6 Area Rawan Bencana

  Wilayah Kota Sukabumi merupakan salah satu di antara daerah yang cukup rawan letusan gunung berapi karena letaknya relatif dekat dengan Gunung Gede Pangrango. Selan itu juga rawan gempa bumi karena terletak di sesar/patahan Cimandiri. Adapun potensi gempa di Kota Sukabumi dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel 2.6 Potensi Gempa di Kota Sukabumi

  N

o Kecamatan Potensi gempa Luas (Ha)

  

1 Baros Daerah Aman 97,69

Daerah Rawan Gempa 462,78

  

2 Cibeureum Daerah Aman 835,26

Daerah Rawan Gempa 96,94

  

3 Cikole Daerah Aman 644,37

  

4 Citamiang Daerah Aman 382,96

  

5 Gunungpuyuh Daerah Aman 514,23

  

6 Lembursitu Daerah Aman 49,10

Daerah Rawan Gempa 1.046,25

  

7 Warudoyong Daerah Aman 758,23

Daerah Rawan Gempa 1,41 Sumber : hasil Analisis Peta, 2017

  BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SUKABUMI Gambar 2.7 Peta Rawan Gempa Kota Sukabumi II - 21

  BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SUKABUMI Gambar 2.8 Peta Rawan Kekeringan Kota Sukabumi II - 22

  BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SUKABUMI Gambar 2.9 Peta Rawan Gunung Api Kota Sukabumi II - 23

2.3 KEPENDUDUKAN

2.3.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

  Penduduk Kota Sukabumi pada tahun 2017 sebanyak 323.788 jiwa yang terdiri atas 163.891 jiwa penduduk laki-laki (50,62 %) dan 159.897 jiwa penduduk perempuan (49,38 %).

  Dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2016, penduduk Kota Sukabumi mengalami pertumbuhan sebesar 0,84 persen dengan masing-masing persentase pertumbuhan penduduk laki- laki sebesar 0,80 persen dan penduduk perempuan sebesar 0,88 persen. Sementara itu besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2017 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 102,5.

  Kepadatan penduduk di Kota Sukabumi tahun 2017 2 mencapai 6.745 jiwa/Km dengan rata-rata jumlah penduduk per keluarga 3 orang. Kepadatan Penduduk di 7 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di 2 Kecamatan Citamiang sebesar 12.298 jiwa/Km dan terendah di 2 Kecamatan Lembursitu sebesar 4.181 jiwa/Km .

Tabel 2.7 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Sukabumi

  

Tahun 2017

Jumlah Kepadatan Luas No Kecamatan 2 Pendudu Penduduk (km ) k (jiwa) (jiwa/km2)

  

1 Baros 5,59158 32.399 5.794

  

2 Citamiang 4,00739 49.686 12.398

  

3 Warudoyong 7,57486 55.751 7.360

  

4 Gunungpuyuh 5,14479 48.237 9.375

  

5 Cikole 6,24528 57.543 9.213

  

6 Lembursitu 10,76196 37.205 3.457

  

7 Cibereum 9,14407 42.970 4.699

Total 48,46993 323.788 52.296

   Sumber : Kota Sukabumi Dalam Angka 2018

2.3.2 Laju Pertambahan Jumlah Penduduk

  Perubahan jumlah penduduk yang fuktualif (naik-turun) sangat berpengaruh terhadap Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), yang dapat dilihat sebagai berikut (tabel 2.8) :

Tabel 2.8 Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Sukabumi Tahun 2013

  • - 2018

  Laju Pertumbuhan Penduduk No Tahun Jumlah Penduduk pertahun (%) 1 2013 311.822 0,014 2 2014 315.001 0,011 3 2015 318.117 0,010 4 2016 321.097 0,010 5 2017 323.788 0,008

  Sumber: Kota Sukabumi dalam Angka 2018

  Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Sukabumi relatif stabil dengan kenaikan jumlah penduduk yang hampir sama pertahunnya yaitu rata-rata 0,010% per tahun. Pada tahun 2013 menempati laju pertumbuhan tertinggi yaitu dengan angka 0,014%. Sedangkan pada tahun 2017 adalah angka terendah dalam laju petumbuhan yaitu 0,008%, lebih jelasnya dapat dlihat pada gambar 2.10.

  0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01

  0.01 0.01 0.01

  0.01 2012 2013 2014 2015 2016

Column2

Gambar 2.10 Grafk Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Sukabumi

  Sumber: Kota Sukabumi dalam Angka 2017

2.3.3 Jumlah Masyarakat Miskin

  Di setiap kota di Indonesia pada umumnya memiliki penduduk menengah ke bawah atau masyarakat miskin. Hal tersebut disebabkan banyak faktor dari mulai ketimpangan sosial hingga lapangan kerja yang sempit.

A. Ketimpangan

  Ketimpangan dapat diukur melalui berbagai indikator, salah satunya adalah dengan menggunakan Gini Ratio. Koefsien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Koefsien Gini didasarkan pada kurva

  

Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang

  membandingkan distribusi pada variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi Uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. (nol) dan 1 (satu). Nilai 0 (nol) pada Indeks Gini menunjukkan tingkat pemerataan yang sempurna, dan semakin besar nilai

  

Gini maka semakin tidak sempurna tingkat pemerataan

  pendapatan atau semakin tinggi pula tingkat ketimpangan pengeluaran antar kelompok penduduk berdasarkan golongan pengeluaran. Jadi, Indeks Gini bernilai 0 (nol) artinya terjadi kemerataan sempurna, sementara Indeks Gini bernilai 1 (satu) berarti ketimpangan sempurna.

  Standar penilaian ketimpangan Gini Rasio ditentukan dengan menggunakan kriteria seperti berikut (Hera Susanti dkk,

  Indikator-Indikator Makro Ekonomi, LPEM-FEUI, 1995):

   0.4 <GR < 0.5 dikategorikan sebagai ketimpangan  sedang (Moderat) GR >0.5 dikategorikan sebagai ketimpangan tinggi

  GR < 0.4 dikategorikan sebagai ketimpangan rendah

   Pada tahun 2011-2016 Indeks Gini Kota Sukabumi menunjukan kondisi yang berfuktuasi. Indeks Gini tertinggi terjadi pada tahun 2015 yang mencapai angka 0,43. Angka ini relevan dengan kondisi kemiskinan yang mengalami kenaikan di tahun yang sama. Pada tahun 2016 Indeks Gini Kota Sukabumi telah menurun meskipun secara angka berada pada 0,42 dan masih berada di atas Gini Ratio Provinsi Jawa Barat.

Gambar 2.11 Grafk Perkembangan Indeks Gini Kota Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2016

  0.45 0.42 0.41 0.41 0.43 0.42 0.41 0.42 0.36 0.39

  0.42

  0.4 0.4 0.4 0.36 0.33

2011 2012 2013 2014 2015 2016

0.34 Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat

  Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2017

  Meskipun secara ketagori masih masuk dalam ketimpangan moderat, namun hal ini harus menjadi perhatian khusus. Ketimpangan yang tinggi akan menyebabkan lebih rawan terjadinya gesekan dan gejolak di masyarakat karena ketimpangan sosial dan ekonomi yang makin jauh. Berikut merupakan data masyarakat di Kota Sukabumi :

Tabel 2.9 Jumlah Masyarakat Miskin Tahun 2017

  No Kecamatan Jumlah

  1 Baros 2.478

  2 Cibeureum 3.038

  3 Cikole 3.608

  4 Citamiang 3.415

  5 Gunungpuyuh 2.753

  6 Lembursitu 2.727

  7 Warudoyong 4.571 Sumber: Kota Sukabumi dalam Angka 2017

  Dari data kemiskinan di atas, seluruh kecamatan di Kota Sukabumi memiliki masyarakat yang miskin. Jumlah masyarakat miskin terbanyak berada di Kecamatan Warudoyong, dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 4.571 orang. Sedangkan kecamatan yang memiliki masyarakat miskin paling sedikit yaitu Kecamatan Baros dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 2.478 orang.

B. Pertumbuhan PDRB

  Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian secara makro adalah data Produk Domestik Regional B ruto (PDRB). Terdapat 2 (dua) jenis penilaian PDRB yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Selain menjadi bahan dalam penyusunan perencanaan, angka PDRB juga bermanfaat sebagai bahan evaluasi hasil pembangunan yang telah dilaksanakan. Adapun beberapa kegunaan angka PDRB ini antara lain: (1) Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan setiap sektor ekonomi; (2) Untuk mengetahui struktur perekonomian; (3) Untuk mengetahui besarnya PDRB perkapita penduduk sebagai salah satu indikator tingkat kemakmuran/kesejahteraan; (4) Untuk mengetahui tingkat infasi/ defasi, berdasarkan pertumbuhan harga produsen.

  Berdasarkan perkembangan saat ini bahwa telah

dilakukan perubahan tahun dasar PDRB dari tahun 2000 ke

2010. Hal ini berimplikasi juga terhadap nilai Laju Pertumbuhan

Ekonomi (LPE) Kota Sukabumi. LPE dengan menggunakan

metode lama (tahun dasar 2000) memiliki kecenderungan nilai

yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan LPE menggunakan

metode baru (tahun dasar 2010).

Gambar 2.12 Grafk Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Sukabumi

  

Tahun 2011 - 2015

  14 11.1 9.92 12.27 11.37 10.12

  12 10

  8 6 4 6.18 5.8 5.41 5.43 5.1

2011 2012 2013 2014 2015

Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Sumber: BPS Kota Sukabumi Tahun 2017

  Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Sukabumi pada kurun waktu 2012-2015 terus mengalami pelambatan. Pada tahun 2011 LPE Kota Sukabumi atas dasar harga berlaku berada pada angka 11,1% dan terus melambat hingga mencapai angka 10,12% pada tahun 2015. Meski demikian, LPE Kota Sukabumi atas dasar harga berlaku pernah mengalami peningkatan pada tahun 2013 dengan angka sebesar 12,27%. Sementara itu, LPE Kota Sukabumi atas dasar harga konstan berada pada angka 6,18% pada tahun 2011 dan terus melambat hingga mencapai angka 5,1% pada tahun 2015.

  Perlambatan ekonomi dari tahun 2013-2015 salah satunya disebabkan karena adanya kenaikan harga Bahan bakar Minyak (BBM) sebagai akibat dicabutnya subsidi pemerintah pada tahun 2013. Langkah ini berakibat kepada berbagai kategori lapangan usaha ekonomi di Kota Sukabumi, sehingga pada tahun 2013 secara rata-rata pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan.

  Walaupun LPE Kota Sukabumi masih relatif tinggi, namun kondisi ini menunjukkan sedikit pelambatan. Pemulihan pertumbuhan ekonomi global yang masih belum sesuai harapan dan perekonomian Indonesia yang masih terus mengalami perlambatan berpengaruh terhadap LPE Kota Sukabumi. Pemulihan ekonomi dunia diprediksi masih akan berjalan lambat sebagai akibat dari lesunya aktivitas investasi. Kondisi ini adalah imbas dari tingkat konsumsi dunia yang rendah. Lesunya konsumsi dunia merupakan konsekuensi dari tingkat kemakmuran (wealth) dunia yang masih rendah pasca yang lalu. Pertumbuhan yang terus berjalan lambat juga disertai dengan menurunnya harga minyak dunia.

  Posisi relatif menunjukan bahwa LPE Kota Sukabumi selalu berada di atas nilai capaian Provinsi Jawa Barat dan nasional pada kurun waktu 2012-2015. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Sukabumi relatif lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi makro secara regional Jawa Barat.

Gambar 2.13 Grafk Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 -

  8.5 9 8 7.86 8.84

2015

8.4 7.5 5.5 6.5 6 7 6.5 6.33

  7.61 4.5

2012 2013 2014 2015

5 Kota Sukabumi Jawa Barat

  5.09 5.04 Sumber: BPS Kota Sukabumi Tahun 2017 (data diolah) Pada tahun 2012-2015, di tengah masih melemahnya

perekonomian global dan domestik, Kota Sukabumi masih dapat

mempertahankan LPE-nya di atas 7,61%. Tingginya LPE Kota

  Sukabumi merupakan modal berharga dalam pembangunan

  Kota Sukabumi secara keseluruhan, kondisi demikian harus tetap dijaga dan dipelihara oleh semua pemangku kepentingan agar dapat mempertahankan laju pertumbuhan yang tinggi. Pekerjaan berikutnya adalah bagaimana LPE yang tinggi ini dapat dinikmati oleh warga Kota Sukabumi sehingga dapat menekan angka ketimpangan yang saat ini sudah cukup tinggi. daerah dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya. PDRB atas dasar harga berlaku Kota Sukabumi tahun 2016 mencapai Rp 9,71 triliun atau mengalami pertumbuhan 8,32 persen dibanding tahun 2015 yang sebesar Rp 8,97 triliun. Nilai pertumbuhan yang dimiliki oleh PDRB atas dasar harga berlaku masih dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga selain penigkatan produksi.

Tabel 2.10 PDRB Kota Sukabumi Tahun 2012-2016

  

(dalam jutaan rupiah)

Penilaian Tahun ADHB ADHK

  

2012 6.510.552,99 5.978.318,72

2013 7.309.646,73 6.310.682,60

2014 8.140.751,03 6.643.603,95

2015* 8.968.080,12 6.984.112,05

  

2016** 9.713.996,80 7.379.481,72

Sumber: BPS Kota Sukabumi

  Nilai PDRB Kota Sukabumi atas dasar harga konstan

(tahun dasar 2010) tahun 2016 sebesar Rp 7,38 triliun atau

mengalami pertumbuhan sebesar 5,66 persen, dari Rp 6,98

triliun di tahun 2015. Pertumbuhan PDRB atas dasar harga

konstan menunjukkan peningkatan produksi barang/jasa yang

nyata terjadi dan telah mengeliminir faktor kenaikan harga,

sehingga mencerminkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang

sesungguhnya tercipta.

  Jika dicermati, pertumbuhan PDRB atas dasar harga

berlaku bergerak dengan lebih cepat dibandingkan dengan

PDRB atas dasar harga kontan. Hal tersebut menunjukkan

besarnya dampak perubahan harga (infasi) terhadap

perekonomian. Sekilas perekonomian tampak tumbuh dengan

pesat padahal kenyataannya peningkatan produksi sebenarnya

infasi. Maka dari itu, untuk menilai pertumbuhan rill digunakan

PDRB atas dasar harga konstan.

C. Laju Infasi

  Infasi merupakan salah satu indikator penting yang dapat memberikan informasi tentang dinamika perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat dan berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Perkembangan harga barang dan jasa tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat daya beli.

Gambar 2.13 Grafk Perkembangan Infasi Kota Sukabumi

  

Tahun 2010 - 2016

8.03

8.38

  5.43 4.26 3.98 2.2 2.57

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Infasi

  Sumber: BPS Jawa BaratTahun 2017

  Penurunan infasi yang paling tinggi terjadi di tahun 2015, penurunan ini terutama disebabkan oleh komoditas yang harganya ditentukan oleh pemerintah (kelompok administered

  

prices), seperti bahan bakar rumah tangga, bensin, maupun tarif

  listrik (khususnya golongan industri) seiring kebijakan pemerintah merespon perkembangan ekonomi global. Pergerakan harga komoditas kelompok administered prices cenderung menurun seiring penetapan berbagai kebijakan pemerintah berupa penurunan harga, seperti BBM subsidi jenis dan penurunan TTL golongan industri. Tekanan infasi dari kelompok inti juga relatif stabil bahkan menurun sebagai dampak dari pergerakan nilai tukar rupiah yang lebih terkendali, maupun dari harga komoditas global yang terus terkoreksi.

  Pada tahun 2016, infasi di tingkat konsumen masih bergerak relatif stabil pada kisaran nilai yang setara dengan di tahun sebelumnya. Komitmen pemerintah dalam menjaga besaran infasi di tingkat konsumen sepertinya berhasil yang ditunjukkan oleh nilai infasi tahun 2016 sebesar 2,57 persen. Dari sisi harga produsen, terjadi penurunan yang cukup berarti di tahun 2016 dibanding 2015. Pengendalian infasi yang dilaksanakan oleh pemerintah menyentuh segala tingkat, baik dari sisi produsen hingga konsumen akhir. Kebijakan dari segi moneter, fskal maupun non fskal, seperti mempermudah atau impor barang, penetapan harga maksimum jenis barang yang dibutuhkan masyarakat luas dan sebagainya, berdampak pada penurunan laju implisit di tingkat harga produsen serta stabilnya infasi di tingkat konsumen, khususnya di Kota Sukabumi.

2.3.4 Fokus Kesejahteraan Sosial

  Kualitas kehidupan manusia secara individu atau masyarakat secara kelompok tidak hanya didasarkan pada tingkat ekonomi melainkan juga kesehatan dan pendidikan. Dalam subbab ini akan diuraikan analisis kinerja atas fokus kesejahteraan sosial yang dilakukan terhadap indikator yang relevan.

A. Angka Melek Huruf

  Angka melek huruf (AMH) penduduk Kota Sukabumi selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, AMH Kota Sukabumi sebesar 99,64 persen dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 99,66 persen atau mengalami peningkatan sebesar 0,02 persen. Pada tahun 2010, AMH Kota Sukabumi masih sebesar 99,66 persen danpada tahun 2011, AMH meningkat kembali sebesar 99,67 persen atau naik sebesar 0,01 persen dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2012, AMH meningkat kembali menjadi sebesar 99,68 persen atau naik sebesar 0,01 persen dari tahun sebelumnya.

  Peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) dari tahun ke tahun cenderung tidak terlalu besar, hal ini disebabkan karena capaian kinerja sudah mendekati 100%. Walaupun demikian, di tahun 2012 masih ada masyarakat Kota Sukabumi yang buta huruf (0,32%). Hal ini sebagai akibat adanya penduduk lanjut usia yang masih belum bisa membaca dan menulis, namun tidak dapat ditingkatkan lagi karena faktor usia.

  Sebagai dampak perubahan metode perhitungan IPM, dimensi pengetahuan tidak lagi dihitung dengan menggunakan indikator angka melek huruf melainkan dengan menggunakan indikator angka rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah.

Gambar 2.14 Grafk Perkembangan Angka Melek Huruf Kota Sukabumi

  

Tahun 2008-2012

  8 .6

  9

  9

  7 .6

  9

  9

  6

  

6

.6 .6

  9

  

9

  9

  

9

  4 .6 9

20 08 2009 20 10 201 1 2 01 2

9 Sumber: RPJMDKota Sukabumi Tahun 2013-2018

B. Angka Harapan Lama Sekolah

  Angka Harapan Lama Sekolah atau Expected Years School (EYS) didefnisikan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini. Angka Harapan Lama Sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas.

Gambar 2.15 Grafk Perkembangan EYS Kota Sukabumi Tahun 2010 - 2016

  EYS Linear (EYS) Linear (EYS)

  8

  4 8 .3

8

.2

  3 .1

  1

  3

.0

  3

  1

  

3

  1

  

1

  9 .1

  2

  1

  8

  5 .6 .5

  1

  1

  1

2010 201 1 201 2 201 3 2 014 201 5 2016

1 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2017

  Pada kurun waktu 2010-2016 angka harapan lama sekolah penduduk Kota Sukabumi terus menunjukan peningkatan. Pada tahun 2010 angka harapan sekolah Kota Sukabumi baru mencapai 11,55 sementara pada tahun 2016, EYS Kota Sukabumi sudah mencapai 13,38 tahun.

Gambar 2.16 Peta Angka Harapan Lama Sekolah Provinsi Jawa Barat

  

Tahun 2016

  Bila dibandingkan nilai capaian daerah lain di Provinsi Jawa Barat, nilai capaian EYS Kota Sukabumi sudah menunjukan kondisi yang baik. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta sumber daya manusia pendidikan membuat nilai capaian EYS di perkotaan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kabupaten. Gambar di atas menunjukan bahwa nilai EYS Kota Sukabumi menempati kelompok kedua bersama dengan lima daerah lain yakni Kota Bogor, Kota Cirebon, Kota Banjar dan Kabupaten Sumedang.

C. Angka Rata-Rata Lama Sekolah

  Angka rata-rata lama sekolah atau Mean Years School (MYS) adalah jumlah tahun belajar penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah diselesaikan dalam pendidikan formal (tidak termasuk tahun yang mengulang). Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas.

Gambar 2.17 Grafk Perkembangan MYS Kota Sukabumi Tahun 2010 - 2016

  MYS Linear (MYS)

  8 .2

  9

  8 .0 9 .7

  2

  

2

  8 .5 .5

  8

  

8

  6 .1

  8

  2 .8

2 010 20 11 20 12 20 13 20 14 20 15 20 16

7 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2017

  Pada kurun waktu 2010-2016, rata-rata lama sekolah penduduk Kota Sukabumi mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari tren yang ditunjukan pada gambar 2.17. Pada tahun 2010 rata-rata lama sekolah hanya mencapai 7,82 tahun dan pada tahun 2016 sudah mencapai 9,28 tahun.

Gambar 2.18 Peta Angka Rata-Rata Lama Sekolah Provinsi Jawa Barat

  

Tahun 2016

  Serupa dengan nilai indikator Angka Harapan Lama Sekolah, nilai capaian MYS di wilayah perkotaan cenderung lebih tinggi. Wilayah utara dan selatan Provinsi Jawa Barat menunjukan kondisi MYS yang masih rendah. Kota Sukabumi telah menempati kelompok dengan MYS yang tinggi.

2.3.5 Fokus Seni Budaya dan Olahraga

  Pembangunan bidang seni, budaya dan olahraga sangat terkait erat dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan dua sasaran pencapaian pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan yaitu (i) untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab serta (ii) mewujudkan bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera.