PEMBUATAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS XI

FISIKA SMA KELAS XI

Skripsi

Oleh : Tri Wahyuningsih K2308057 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

ii

Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama

: Tri Wahyuningsih

NIM

: K2308057

Jurusan/Program Studi : PMIPA/Pendidikan Fisika

menyatakan bahwa skripsi saya berhudul “PEMBUATAN INSTRUMEN TES

DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS XI“ ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Desember 2012 Yang membuat pernyataan

Tri Wahyuningsih

commit to user

iii

FISIKA SMA KELAS XI

Oleh : Tri Wahyuningsih K2308057

Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

iv

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada Hari

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Trustho Raharjo, M.Pd. NIP. 195108231 198103 1 001

Dyah Fitriana Masithoh, M.Sc. NIP. 19770926 200212 2 001

commit to user

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : …………………. Tanggal

: ………………….

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang

Tanda Tangan Ketua

: Drs. Supurwoko, M.Si.

……………. Sekretaris

: Drs. Pujayanto, M.Si.

…………….. Anggota I

: Drs. Trustho Raharjo, M.Pd.

…………… Anggota II : Dyah Fitriana Masithoh, M.Sc.

……………..

Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP. 19600727 1987021 1 001

commit to user

vi

Tri Wahyuningsih. PEMBUATAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS XI. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Desember 2012.

Tujuan penelitian ini adalah menyusun dan menghasilkan instrumen tes diagnostik untuk mengungkap miskonsepsi siswa dalam materi Fluida dan Teori Kinetik Gas di Sekolah Menengah Atas kelas XI semester genap.

Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pengembangan. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah tes diagnostik untuk mengidentifikasi miskonsepsi Fisika pada siswa. Model pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan 4-D oleh S. Thigarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan 4-D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Pendefinisian, (2) Perancangan, (3) Pengembangan, dan (4) Penyebaran. Obyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 6 Surakarta dan siswa kelas XII IPA 4 dan 5 SMA Negeri 1 Kartasura. Hasil draft awal sebanyak 56 butir soal tes diagnostik yang sudah di validasi teoritik. Validasi empiris dilakukan dengan dua kali uji coba. Uji coba I digunakan soal sebanyak 56 item dengan bentuk soal pilihan ganda alasan yang telah ditentukan. Selanjutnya dilakukan revisi soal berdasarkan hasil analisis dan wawancara terhadap siswa. Uji coba II digunakan bentuk soal pilihan ganda alasan terbuka dengan dua tipe soal, yaitu A dan B. Jumlah soal untuk masing-masing tipe adalah 33 butir soal.

Uji coba I diperoleh nilai reliabilitas cukup, yaitu 0,41. Artinya, instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsepsi siswa adalah cukup. Uji coba II dihasilkan nilai reliabilitas cukup, yaitu 0,611 untuk soal tipe A dan 0,6 untuk soal tipe B. Artinya, instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsepsi siswa adalah cukup. Dari Penelitian dihasilkan instrumen tes diagnostik untuk mengungkap miskonsepsi materi Fluida dan Teori Kinetik Gas dengan dua tipe soal yaitu A dan B. Bentuk soal pilihan ganda dengan alasan terbuka dengan jumlah soal masing-masing tipe adalah 33 butir soal.

Kata kunci: Tes diagnostik, miskonsepsi, Fluida, Teori Kinetik Gas

commit to user

vii

Tri Wahyuningsih. THE MAKING OF DIAGNOSTIC TEST INSTRUMENT

OF PHYSICS SUBJECT FOR SENIOR HIGH SCHOOL GRADE XI.

Skripsi. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. SebelasMaret University. December 2012.

The objective of this study is to draw up and to produce an instrument of diagnostic test to uncover the students’ misconception in learning Fluid and

Kinetics Theory of Gases for Senior High School grade XI in even semester.

This study is categorized as research development. Learning device that was developed is diagnostic test. It is to identify the students’ misconception of

physics. The model of development used is four D model by S. Thigarajan, Dorothy S. Semmel and Melvyn I. Semmel. The four D model consists of four main stages: (1) Define, (2) Design (3) Develop, and (4) Disseminate. The object of this research is the students of SMA Negeri 6 Surakarta grade XI Sience 2 and the students of SMA Negeri 1 Kartasura grade XII Science 4 and XII Sience 5. The result of the first draft is 56 items of diagnostic test, which the validity theoretically had been proved. The testing of empirical validity was done for twice. Test I used questions of 56 items with the form of multiple choices the specified reasons. Then, the items were revised based on the results of the analysis and the interview to students. Test II used questions of 56 items with the form of multiple choices the opened reason by two types of questions, namely A and B. The number of questions for each type is 33 items.

Test I obtained sufficient reliability values, that is 0, 41. It means that, the consistency of the instruments in uncovering the students’ misconception is

enough. Test II obtained sufficient reliability values, that is 0, 611 for the question type A and 0, 6 for the question type B. It means that, the consistency of the instruments in uncovering the students’ misconception is enough. The result of the study is the instrument of diagnostic test, which is to uncover th e students’ misconception in learning Fluid and Kinetics Theory of Gases by two types of questions, namely A and B. The form of the questions is multiple choices the opened reason by the number of questions for each type is 33 items.

Keywords: Diagnostic tests, misconception, Fluid, Kinetic Theory of Gases

commit to user

viii

“Bersemangatlah atas apa yang bermanfaat bagimu” (Penulis)

commit to user

ix

Skripsi ini kupersembahkan kepada: Bapak dan Ibuku yang kucintai, terimakasih atas doa, dukungan dan kepercayaan yang diberikan kepadaku selama ini.

commit to user

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehinnga penyusunan Skripsi yang berjudul : "PEMBUATAN INSTRUMEN

TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS XI " dapat diselesaikan.

Penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph.D. Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si. Ketua Program Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA Universitas Sebelas Maret.

4. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd dan Bapak Drs. Surantoro, M.Si. Koordinator Skripsi Program Fisika P.MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun Skripsi ini.

5. Bapak Drs. Trustho Raharjo, M.Pd dan Ibu Dyah Fitriana Masithoh, M.Sc. Dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi.

6. Bapak Dwi Teguh Raharjo, S.Si, M.Si. Dosen Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan validasi materi pada penyusunan instrumen tes diagnostik Fisika SMA kelas XI.

7. Bapak Drs. Yusmar Setyobudi, M.M, M.Pd. Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Surakarta yang telah memberikan ijin untuk penelitian dalam rangka menyusun Skripsi.

8. Bapak Drs. Widodo, M.M. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kartasura yang telah memberikan ijin untuk penelitian dalam rangka menyusun Skripsi.

9. Bapak Tri Bagyo, S.Pd, M.M dan Ibu Dra. Tini. Guru Mata Pelajaran Fisika di SMA Negeri 6 Surakarta yang telah banyak membantu penulis melaksanakan penelitian dalam rangka menyusun Skripsi.

commit to user

xi

Negeri 1 Kartasura yang telah banyak membantu penulis melaksanakan penelitian dalam rangka menyusun Skripsi.

11. Nur Yazid, Gunawan, Vista, Ziva, Alya, Habil yang telah memberikan banyak semangat penulis dalam menyelesaikan Skripsi.

12. Rani, Fatimah, Ani, Utik, Desti, Desi, Yunda, Trisni, Nashril, Kholif, Yoga, Nanda, Navis, dan Bimanto yang telah memberikan inspirasi dan masukan penulis dalam rangka menyusunan instrumen tes diagnostik Fisika SMA kelas

XI.

13. Sahabat-sahabatku Fisika 2008 untuk segala dukungan, persahabatan, dan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Surakarta, Desember 2012 Penulis

commit to user

xii

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………..

HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………

ii

HALAMAN PENGAJUAN …………………………………………...

iii

HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………...

iv

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………

HALAMAN ABSTRAK ………………………………………………

vi

HALAMAN MOTTO ………………………………………………….

vii HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………

ix

KATA PENGANTAR …………………………………………………

DAFTAR ISI …………………………………………………………..

xii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………..

xiv DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….

xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………..

xvii BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……………………………….

B. Identifikasi Masalah …………………………………...

C. Pembatasan Masalah …………………………………...

D. Rumusan Masalah ...........................................................

E. Tujuan Penelitian ............................................................

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ........................

G. Manfaat Penelitian ..........................................................

H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan ......................

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka .............................................................

B. Penelitian yang Relevan ......................................

24

C. Kerangka Berfikir ...........................................................

27

D. Pertanyaan Penelitian .....................................................

28

commit to user

xiii

A. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................

30

1. Tempat Penelitian .....................................................

30

2. Waktu Penelitian .......................................................

30

B. Model Pengembangan ....................................................

31

C. Prosedur Pengembangan .................................................

31

D. UjiCoba Produk ..............................................................

34

1. Desain Uji Coba ........................................................

34

2. Subjek Coba ..............................................................

34

3. Jenis Data ..................................................................

35

4. Instrumen Pengumpulan Data ..................................

35

5. Teknik Analisis Data ................................................

35 BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Data Uji Coba ………………………………………….

38

B. Analisis Data …………………………………………...

40

C. Revisi Produk ………………………………………….

42

D. Kajian Produk Akhir …………………………………..

57 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan tentang Produk ................................................

58

B. Keterbatasan Penelitian ..................................................

58

C. Saran Pemanfaatan, Diseminasi, dan Pengembangan Produk Lebih Lanjut .......................................................

59

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

60

LAMPIRAN ...........................................................................................

63

commit to user

xiv

Tabel Halaman

2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep .....................

11

4.1 Jumlah Soal Tiap Konsep Uji Coba I ………………………

37

4.2 Jumlah Soal Tiap Konsep Uji Coba II ……………………...

38

4.3 Revisi Soal Konsep Massa Jenis ……………………………

42

4.4 Revisi Soal Konsep Tekanan ……………………………….

43

4.5 Revisi Soal Konsep Tekanan Hidrostatik …………………..

44

4.6 Revisi Soal Konsep Tekanan Terukur ……………………...

45

4.7 Revisi Soal Konsep Tekanan Atmosfir ……………………..

46

4.8 Revisi Soal Konsep Hukum Pascal …………………………

47

4.9 Revisi Soal Konsep Hukum Pokok Hidrostatika …………..

47

4.10 Revisi Soal Konsep Hukum Archimedes …………………..

48

4.11 Revisi Soal Konsep Tegangan Permukaan …………………

49

4.12 Revisi Soal Konsep Kontinuitas ……………………………

50

4.13 Revisi Soal Konsep Debit …………………………………..

50

4.14 Revisi Soal Konsep Hukum Bernoulli ……………………...

51

4.15 Revisi Soal Konsep Viskositas ……………………………..

52

4.16 Revisi Soal Konsep Hukum-Hukum Gas …………………..

52

4.17 Revisi Soal Konsep Tekanan pada Gas …………………….

53

4.18 Revisi Soal Konsep Energi Kinetik Translasi Rata- Rata …...

54

4.19 Revisi Soal Konsep Kecepatan rms ………………………...

54

4.20 Revisi Soal Konsep Kecepatan Gas ………………………...

54

commit to user

xv

4.22 Revisi Soal Konsep Energi Dalam ………………………….

55

commit to user

xvi

Gambar Halaman

2.1 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D Thiagarajan (Trianto, 2007: 65) …………………………….

23

2.2 Kerangka Berpikir …………………………………………..

28

3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika …………..

31

3.2 Desain Uji Coba …………………………………………….

34

commit to user

xvii

Lampiran Halaman

1 Jadwal Penelitian ………………………………………….

63

2 Silabus Pembelajaran ……………………………………...

64

3 Kisi-Kisi Konsep Materi …………………………………..

72

4 Kisi-Kisi Konsep Materi (Revisi 1) ……………………….

75

5 Kisi-Kisi Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas (Revisi 2) ………………………………………………….

79

6 Kisi-Kisi Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas (Revisi 3) ………………………………………………….

82

7 Kisi-Kisi Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas (Revisi 4) ………………………………………………….

9 Tahap Pendefinisian Konsep ……………………………...

121

10 Kisi-Kisi Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas Uji Coba I ……………………………………………………..

129

11 Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas …………….

132

12 Kunci Jawaban …………………………………………….

156

13 Lembar Jawaban Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas ………………………………………………………...

157

14 Kisi-Kisi Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas Uji Coba II …………………………………………………….

159

15 Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas Tipe A …….

162

16 Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas Tipe B …….

172

17 Rubrik Penilaian Instrumen Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas XI Uji Coba II ………………………………………

181

18 Validasi Ahli Instrumen Tes Diagnostik Fluida Dan Teori Kinetik Gas Uji Coba I ……………………………………

216

commit to user

xviii

19 Validasi Ahli Instrumen Tes Diagnostik Fluida Dan Teori Kinetik Gas Uji Coba II …………………………………...

285

20 Analisis Jawaban Tes Uji Coba I ………………………….

328

21 Analisis Jawaban Tes Uji Coba II (Soal Tipe A) …………

332

22 Analisis Jawaban Tes Uji Coba II (Soal Tipe B) …………

336

23 Surat Perizinan ……………………………………………. 340

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan dari mata pelajaran Fisika di SMA dan MA menurut kurikulum 2004 antara lain sebagai sarana: Mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif

dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif; menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip Fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan

pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (Depdiknas, 2003: 7).

Siswa diharapkan memiliki kemampuan menguasai konsep-konsep Fisika setelah pembelajaran berakhir. Dahar menyatakan bahwa : “Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip- prinsip dan generalisasi” (1989: 79).

Permasalahan pendidikan yang mendasar sering berkaitan dengan penanaman pemahaman konsep yang kadang-kadang keliru. Sebagian orang berpendapat bahwa kesalahan pemahaman siswa terhadap suatu konsep Fisika adalah sesuatu yang wajar dan dapat dianggap sebagai kurang berhasilnya proses belajar mengajar. Kesalahan pemahaman konsep oleh siswa secara konsisten akan mempengaruhi efektivitas proses belajar selanjutnya dari siswa yang bersangkutan. Setelah pembelajaran di sekolah, ternyata seringkali kerangka konsep yang telah dibangun oleh siswa tersebut menyimpang dari konsep yang benar. Selanjutnya kerangka konsep siswa yang salah tersebut akan disebut sebagai miskonsepsi.

Belajar Fisika adalah belajar tentang alam. Proses belajar alam dapat diperoleh seseorang sejak orang tersebut berinteraksi dengan alam melalui pengalaman. Banyak hal yang dapat diperoleh melalui pengalaman dan hal

commit to user

pendidikan formal. Pengetahuan awal yang dimiliki seorang anak sebelum jenjang pendidikan sekolah bisa benar atau salah. Hal ini disebabkan pengetahuan awal tersebut diperoleh dari pengalaman yang berbeda-beda dan sumber informasi yang tidak akurat. Padahal penguasaan pengetahuan awal yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh terhadap perolehan pengetahuan di sekolah.

Sebelum mengikuti pembelajaran secara formal di sekolah, siswa sudah membawa konsep tertentu yang mereka kembangkan lewat pengalaman hidup mereka sebelumnya. Sesuai dengan pernyataan Pinke r (2003) bahwa: “Siswa hadir di kelas umumnya tidak dengan kepala kosong, melainkan mereka telah membawa sejumlah pengalaman-pengalaman atau ide-ide yang dibentuk sebelumnya ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya” (Simamora &

Redhana, 2007: 150). Konsep yang dibawa siswa dapat sesuai dengan konsep ilmiah tetapi juga dapat tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Konsep awal yang dimiliki siswa disebut dengan konsepsi. Konsep awal atau konsepsi yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah disebut sebagai miskonsepsi.

Miskonsepsi dapat berbentuk konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang salah. Novak & Gowin (1984) menyatakan bahwa “miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima ” (Suparno, 2005: 4). Secara rinci, miskonsepsi dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.

Miskonsepsi yang dialami setiap siswa di sekolah bisa berlainan dengan penyebab yang berbeda-beda. Pada satu kelas dapat terjadi bermacam-macam miskonsepsi dengan penyebab miskonsepsi berbeda pula. Sebagai fasilitator pembelajaran, guru hendaknya memiliki kemampuan untuk menggali dan mengenali pengetahuan awal siswa, terutama pengetahuan awal yang salah agar

commit to user

memiliki kemampuan untuk mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa.

Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab miskonsepsi pada siswa. Secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, konsteks, dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru yang berelasi dengan siswa kurang baik. Konteks, seperti budaya dan bahasa sehari - hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa. Sedangkan “metode mengajar yang hanya menekankan kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian pada siswa ” (Suparno, 2005:29).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu adanya tes diagnostik dalam menganalisis miskonsepsi yang dialami siswa. Djamarah berpendapat, “Tes diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar siswa yang dialami siswa berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya ” (2002: 215). Diagnosis kesulitan belajar siswa lebih luas dari pada pelaksanaan tes diagnostik, sehingga dalam pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar, selain pelaksanaan tes, perlu dilakukan kegiatan lain, yaitu penelusuran jenis, sumber serta penyebab kesalahan. Namun guru masih mengalami kebingungan perihal model asesmen yang baik agar dapat merekam dan menganalisis miskonsepsi yang dialami oleh siswa.

Yunita Kurnia Sholfiani telah melakukan penelitian yang berjudul Penyusunan Tes Diagnostik Fisika Pokok Bahasan Kinematika Gerak Lurus Untuk Siswa Kelas X SMA di Kota Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa butir tes diagnostik Fisika yang disusun memiliki taraf kesukaran rata-rata sedang, dan daya pembeda rata-rata cukup. Persentase kevalidan soal 94,28%, derajat realibilitasnya tergolong sedang dengan koefisien realibilitas soal pilihan ganda sebesar 0.56 dan untuk soal esai 0.671. Persentase pencapaian siswa secara umum berada di bawah batas pencapaian

commit to user

pencapaian tujuan pengajaran, penguasaan prasyarat pengetahuan, pengetahuan terstruktur dan masih mangalami miskonsepsi.

Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian di atas, maka dilakukan

penelitian dengan judul “Pembuatan Instrumen Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas XI ”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Permasalahan pendidikan yang mendasar sering berkaitan dengan penanaman pemahaman konsep yang kadang-kadang keliru. Namun, sebagian orang berpendapat bahwa kesalahan pemahaman siswa terhadap suatu konsep Fisika adalah sesuatu yang wajar dan dapat dianggap sebagai kurang berhasilnya proses belajar mengajar.

2. Pengetahuan awal yang dimiliki seorang anak sebelum jenjang pendidikan sekolah bisa benar atau salah. Padahal penguasaan pengetahuan awal yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh terhadap perolehan pengetahuan di sekolah.

3. Sebelum mengikuti pembelajaran secara formal di sekolah, siswa sudah membawa konsep tertentu yang mereka kembangkan lewat pengalaman hidup mereka sebelumnya. Tetapi, konsep yang dibawa siswa dapat sesuai dengan konsep ilmiah tetapi juga dapat tidak sesuai dengan konsep ilmiah.

4. Miskonsepsi yang dialami setiap siswa di sekolah bisa berlainan dengan penyebab yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk mengenali miskonsepsi dan penyebabnya yang terjadi pada siswa.

5. Perlu adanya tes diagnostik dalam menganalisis miskonsepsi yang dialami siswa. Namun, guru masih mengalami kebingungan perihal model asesmen yang baik agar dapat merekam dan menganalisis miskonsepsi yang dialami oleh siswa.

commit to user

2005/2006 pada materi Kinematika Gerak Lurus, dimungkinkan terdapat pula miskonsepsi pada materi Fluida dan Teori Kinetik Gas untuk siswa kelas XI SMA di Surakarta.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini dibatasi dengan ruang lingkup dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah:

1. Penelitian ini dilaksanakan untuk disusun dan dihasilkan instrumen tes diagnostik miskonsepsi mata pelajaran Fisika semester genap yang dialami siswa kelas XI pada materi Fluida dan Teori Kinetik Gas.

2. Objek penelitian difokuskan pada siswa SMA Negeri 6 Surakarta kelas XI dan siswa SMA Negeri 1 Kartasura kelas XII.

D. Rumusan Masalah

Permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah instrumen tes yang memenuhi standar untuk mendiagnosis miskonsepsi siswa dalam pembelajaran Fisika pada materi Fluida dan Teori Kinetik Gas siswa SMA kelas XI?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menyusun dan menghasilkan instrumen tes diagnostik untuk mengungkap miskonsepsi siswa dalam materi Fluida dan Teori Kinetik Gas di Sekolah Menengah Atas kelas XI semester genap.

commit to user

Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan butir soal diagnostik untuk mengungkap miskonsepsi pada materi Fluida dan Teori Kinetik Gas yang terjadi pada siswa. Bentuk soal yang dipilih adalah pilihan ganda dengan alasan terbuka. Tujuan dari bentuk pilihan ganda dengan alasan terbuka adalah untuk mempermudah dalam mendiagnosis kesalahan konsep yang terjadi pada siswa.

G. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis.

Soal tes diagnostik yang tersusun diharapkan dapat menambah keragaman tes yang digunakan dalam proses pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

Dengan tersusunnya soal tes diagnostik, diharapkan dapat dipakai sebagai alat evaluasi untuk mendiagnosis adanya kesalahan konsep yang terjadi pada siswa.

H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan Asumsi

Dalam pembelajaran Fisika masih terjadi miskonsepsi pada siswa dalam memahami konsep Fisika.

Keterbatasan pengembangan

Penelitian ini hanya menyusun instrumen tes diagnostik untuk mengidentifikasi kesalahan-kesalahan konsep pada siswa. Uji coba dilaksanakan dua kali setelah proses pembelajaran materi Fluida dan Teori Kinetik Gas. Keterbatasan lain adalah instrumen ini tidak dapat digunakan untuk semua SMA, tetapi akan cukup baik apabila digunakan untuk SMA dengan kemampuan siswa kelas IPA hampir sama dengan siswa kelas IPA di SMA Negeri 1 Kartasura.

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Fisika

Fisika adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari sifat-sifat alam. Berbagai keteraturan yang terjadi pada berbagai zat di sekitar, biasanya dipahami sebagai hal yang wajar karena setiap orang mengamati dan mengalaminya setiap hari. Misalnya, sebelum terjadi hujan lebat, biasanya muncul awan tebal sehingga cuaca menjadi mendung dan gelap. Jika dipelajari, akan banyak dijumpai keteraturan di sekitar.

Fisika berasal dari kata Yunani yang berarti alam, karena Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadian- kejadian alam. Beberapa sifat yang dipelajari dalam Fisika merupakan sifat yang ada dalam semua sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifat semacam ini sering disebut sebagai hukum Fisika. Fisika sering disebut sebagai "ilmu paling mendasar", karena setiap ilmu alam lainnya (biologi, kimia, geologi,dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi tertentu yang mematuhi hukum Fisika.

Mundilarto menyatakan, “Fisika sebagai ilmu merupakan landasan pengembangan teknologi, sehingga teori-teori Fisika membutuhkan tingkat kecermatan yang tinggi ” (2010: 3). Kecermatan yang tinggi sangat diperlukan ketika mempelajari Fisika, di samping keterampilan berhitung, memanipulasi dan observasi, serta keterampilan merespon suatu masalah secara kritis. Sifat mata pelajaran Fisika salah satunya adalah bersyarat, artinya setiap konsep baru ada kalanya menuntut prasyarat pemahaman atas konsep sebelumnya. Oleh karena itu, bila terjadi kesulitan belajar pada salah satu pokok bahasan akan terbawa ke bahasan berikutnya, atau bila terjadi miskonsepsi akan terbawa sampai jenjang pendidikan berikutnya.

Dalam Jurnal Pengajaran Fisika Sekolah Menengah oleh Sutrisno, bahwa mempelajari Fisika dapat menumbuhkan nilai-nilai positif, di antaranya: (1)

commit to user

menyelesaikan persoalan fisis: berlatih berpikir logis dan analitis; (4) menyelesaikan soal Fisika dengan perhitungan: melatih ketelitian dan berpikir kritis; (5) melakukan eksperimen: melatih sikap hati-hati, teratur dan jujur (2009: 15-16). Kemampuan menerapkan formula dengan tepat dan menyelesaikan perhitungan sangat perlu diajarkan pada proses pembelajaran Fisika. Penyelesaian soal Fisika yang baik adalah jika tidak ada kesalahan baik dalam angka mau pun satuan. Untuk mencapai tahap seperti ini, maka siswa perlu berlatih melakukan perhitungan dengan ketelitian tinggi.

2. Konsep

a. Pengertian Konsep

Van Den Berg menyatakan, “Konsep adalah benda-benda, kejadian- kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau suatu simbol” (1991: 8). Sedangkan Sudarminta, J. menyatakan, “Konsep adalah suatu medium yang menghubungkan subjek penahu dan objek yang diketahui, pikiran dan kenyataan ” (2002: 87). Dengan demikian untuk membentuk suatu konsep diperlukan suatu pengalaman dan generalisasi serta abstraksi dari ciri-ciri suatu objek untuk mempermudah komunikasi manusia.

Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut Dahar (1989), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat dibedakan menjadi empat yaitu :

1) Tingkat Konkret. Dapat disimpulkan bahwa seseoerang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya.

2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya.

commit to user

persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas- batas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh – contoh dan noncontoh – noncontoh dari konsep, sekalipun contoh – contoh dan non contoh – non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.

4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep (hlm. 88-89).

b. Belajar Konsep

Dahar berpendapat, “Perbedaan utama belajar konsep dengan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep anak yang belajar memberikan suatu respon terhadap sejumlah stimulus “ (1989: 86). Dari teori kognitif Gagne (1988) berpendapat, “Pendekatan-pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada proses perolehan konsep-konsep, sifat-sifat konsep, dan bagaimana konsep- konsep disajikan dalam struktur ko gnitif” (Dahar, 1989: 84).

c. Konsepsi

Dalam Fisika kebanyakan konsep telah mempunyai arti yang jelas dan telah disepakati oleh para tokoh Fisika, akan tetapi konsepsi para siswa berbeda- beda sesuai dengan pengalaman dan cara pandangnya masing-masing. Tafsiran dari setiap orang mengenai konsep yang berbeda-beda inilah yang disebut sebagai konsepsi.

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia karya Fajri & Ratu dinyatakan, "Konsepsi adalah pendapat, paham, pandangan, pengertian, cita-cita yang telah terlintas dipikiran" (2003: 483). Sedangkan Van Den Berg menyatakan, "Konsepsi adalah tafsiran perorangan dari suatu konsep ilmu" (1991: 10). Misal, inti konsep dari proses melihat sebuah benda adalah benda dapat dilihat oleh mata sebab benda tersebut memancarkan cahaya sendiri atau memantulkan cahaya yang berasal dari sumber cahaya yang mengenainya kemudian cahaya tersebut sampai

commit to user

cenderung berpikir bahwa benda dapat dilihat oleh mata karena benda tersebut hanya memantulkan cahaya yang mengenainya sampai ke mata.

d. Prakonsepsi

Gagasan-gagasan atau ide-ide yang dimiliki oleh siswa sebelum menerima suatu pembelajaran disebut prakonsepsi. Siswa sering kali mengalami konflik dalam dirinya ketika berhadapan dengan informasi baru bertentangan dengan prakonsepsi siswa/ide-ide yang dibawa sebelumnya. Van Den Berg menyatakan, “Prakonsep adalah konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan pelajaran formal” (1991: 10).

Saat siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki pengetahuan tertentu tentang Fisika yang disebut prakonsep. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar.

e. Miskonsepsi

Van Den Berg mendefinisikan miskonsepsi sebagai "Konsepsi siswa bertentangan dengan konsepsi para Fisikawan" (1991: 13). Suparno menyatakan, "Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah itu biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep" (2005: 2). Sedangkan Fowler (1987) dalam Suparno (2005: 5)menyatakan, "...miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar ”.

Abraham, dkk. membagi derajat pemahaman konsep menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan derajat memahami konsep (1994). Ditunjukkan pada Tabel 2.1.

commit to user

Kategori

Derajat Pemahaman

Kriteria

Tidak memahami konsep

- tidak ada respon - tidak memahami

a. tidak ada jawaban/kosong

b. menjawab “saya tidak tahu”

c. mengulang pertanyaan

d. menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan dan tidak jelas

Miskonsepsi - miskonsepsi

a. menjawab dengan penjelasan tidak

logis

- memahami

sebagian dengan miskonsepsi

b. jawaban menunjukkan adanya konsep yang dikuasai tetapi ada pernyataan dalam jawaban yang menunjukkan miskonsepsi

Memahami Konsep

- memahami

sebagian

a. jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi

- memahami

konsep

b. jawaban

menunjukkan konsep dipahami dengan semua penjelasan benar

(Sumber: Abraham, dkk., 1994: 152)

3. Identifikasi Prakonsepsi dan Miskonsepsi

a. Alat Identifikasi

Identifikasi prakonsepsi atau miskonsepsi adalah suatu upaya penyelidikan yang dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui prakonsepsi atau miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Miskonsepsi adalah konsep yang dimiliki siswa yang tidak sesuai dengan konsep para ahli. Sedangkan prakonsepi adalah sejumlah pengalaman-pengalaman atau ide-ide yang dibentuk sebelum siswa hadir di kelas, yaitu ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam buku Miskonsepsi & Perubahan Konsep Pendidikan Fisika, Suparno menyatakan, “Ada beberapa alat deteksi yang sering digunakan para peneliti dan guru” (2005: 121). Alat-alat tersebut yaitu:

commit to user

Peta konsep sebagai suatu alat skematis untuk merepresentasikan suatu rangkaian konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka proposisi. Peta konsep merupakan suatu alat yang mengungkapkan hubungan-hubungan antara konsep- konsep dan gagasan-gagasan pokok. Konsep esensial diletakkan berada di bagian atas peta, oleh karenanya peta konsep ini disusun hirearkis. Dengan melihat peta konsep tersebut, dapat dideteksi konsep-konsep yang kurang tepat dan adanya perubahan konsep dari siswa.

2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Tes pilihan ganda dengan alasan terbuka merupakan tes pilihan ganda dimana siswa harus menjawab dan menulis alasan dari jawaban tersebut. Jawaban-jawaban yang salah dalam pilihan ganda ini selanjutnya dijadikan bahan tes berikutnya. Pada tes pilihan ganda dengan alasan terbuka, di bagian alasan siswa harus menuliskan alasan dari jawaban yang dipilihnya. Beberapa peneliti lain menggunakan pilihan ganda dengan interview. Berdasarkan hasil jawaban yang tidak benar dalam pilihan ganda itu mereka mewawancarai siswa. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk meneliti bagaimana siswa berfikir dan mengapa mereka berfikir seperti itu.

3) Tes Esai Tertulis

Tes tertulis biasanya diujikan kepada siswa sebelum diajarkan atau sesudah diajarkan materi. Melalui jawaban yang ditulis langsung oleh siswa, dapat diketahui pemahaman yang dimiliki oleh siswa dan di bidang materi apa. Dengan adanya tes esai tertulis ini, jika guru memberikannya sebelum materi diajarkan, guru dapat mengetahui prakonsep (konsepsi awal) siswa. Sedangkan jika tes ini diujikan setelah materi diajarkan maka guru dapat mengetahui miskonsepsi yang dimiliki siswanya.

commit to user

Dalam kelas siswa diminta mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang telah diajarkan oleh guru. Melalui keterampilan bertanya yang dimiliki oleh guru, siswa dapat berperan aktif dalam diskusi tersebut. Dari diskusi kelas ini guru dapat mengetahui gagasan siswa itu tepat atau tidak dan mengerti konsep alternative dari siswa.

5) Praktikum dengan Tanya Jawab

Dalam praktikum di laboratorium atau di kelas, guru juga dapat mengasah ketrampilan bertanyanya untuk mendeteksi prakonsep atau bahkan miskonsepsi siswa. Siswa dapat berperan aktif dalam praktikum misalnya menjelaskan prosedur percobaan dan mengaitkan materi praktikum dengan materi yang sedang diajarkan oleh guru di luar praktikum. Sehingga konsep di luar praktikum juga dapat terdeteksi.

6) Wawancara

Wawancara berdasarkan beberapa konsep Fisika tertentu dapat dilakukan juga untuk melihat konsep alternatif pada siswa. Guru memilih beberapa konsep Fisika yang diperkirakan sulit dimengerti siswa.

b. Tes Diagnostik

Secara etimologis, diagnostik diambil dari bahasa Inggris ”diagnostic”. Bentuk kata kerjanya adalah ”to diagnose”, yang artinya ”to determine the nature

of disease from observation of symptoms ”. Mendiagnosis berarti melakukan observasi terhadap penyakit tertentu, sebagai dasar menentukan macam atau jenis penyakitnya. Sehingga, tes diagnostik sengaja dirancang sebagai alat untuk menemukan kesulitan belajar yang sedang dihadapi siswa. Hasil tes diagnostik dapat digunakan sebagai dasar penyelenggaraan pengajaran yang lebih sesuai dengan kemampuan siswa sebenarnya, termasuk kesulitan-kesulitan belajarnya.

commit to user

gagal dalam mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu. Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami. Oleh karenanya, tes ini berisi materi yang dirasa sulit oleh siswa, namun tingkat kesulitan tes ini cenderung rendah.

Depdiknas (2007) dalam Pedoman Pengembangan Tes Diagnostik Sains SMP menyatakan: Tes diagnostik memiliki karakteristik: (a) dirancang untuk mendeteksi

kesulitan belajar siswa, (b) dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah siswa, (c) menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Kelemahan-kelemahan ini dapat berupa: (a) tidak terpenuhinya kemampuan prasyarat; (b) terjadinya miskonsepsi; dan (c) rendahnya kemampuan memecahkan masalah (problem solving). Jadi tes diagnostik dapat digunakan untuk mengetahui prakonspsi yang dialami siswa sehingga hasil tersebut dapat ditindak lanjuti berupa perlakuan yang tepat (hlm. 2).

Brueckner & Melby menyatakan, ”Tes diagnostik digunakan untuk menentukan elemen-elemen dalam suatu mata pelajaran yang mempunyai kelemahan-kelemahan khusus dan menyediakan alat untuk menemukan penyebab kekurangan tersebut ” (1981: 73). Ada beberapa tipe tes diagnostik: seperti the Compass Arithmetic Tests , tes yang berguna untuk mencari kelemahan siswa berkenaan dengan berbagai unsur yang mendasari keseluruhan proses. Perbandingan prestasi siswa dengan skor standar memungkinkan guru untuk menentukan langkah secara umum, seperti penjumlahan bilangan bulat, maupun pecahan. Tes yang lain seperti the Brueckner Diagnostik Tests, tes yang berguna untuk mencari kelemahan siswa berkenaan dengan pecahan dan sistem desimal. Tes diagnostik di dalam aritmatika seperti latihan inventori yang menyeluruh dengan maksud guru dapat menempatkan tipe contoh atau proses tertentu yang sulit untuk siswa secara berkelompok atau untuk siswa secara individu. Dalam beberapa hal hampir semua tes mungkin disebut diagnostik. Banyak dari tes yang

diberi label ”diagostik” oleh penyusunnya, tetapi kenyataannya adalah tes prestasi umum karena hasil tes tidak menyediakan informasi yang khusus mengenai

commit to user

A. berpendapat, ”Tes yang benar-benar untuk keperluan diagnostik adalah tes yang harus berdasarkan pada analisa terperinci yang mengijinkan penempatan yang tepat kelemahan di mana ada kesukaran, atau tahap secara umum di mana ada kekurangan ” (2011: 147).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu adanya tes diagnostik dalam menganalisis miskonsepsi yang dialami siswa . Djamarah berpendapat, “Tes diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar siswa yang dialami

siswa berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya” (2002: 215). Djiwandono berpendapat bahwa “Tes diagnostik digunakan untuk memastikan kesulitan belaja r yang dialami siswa” (2008: 412). Diagnosis kesulitan belajar siswa lebih luas dari pada pelaksanaan tes diagnostik, sehingga dalam pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar, selain pelaksanaan tes, perlu dilakukan kegiatan lain, yaitu penelusuran jenis, sumber serta penyebab kesalahan. Mehrens & Lehmann menyatakan, “Tes diagnostik yang baik dapat memberikan gambaran akurat tentang miskonsepsi yang dimiliki siswa berdasarkan informasi kesalahan yang dibuatnya” (1973: 410). Zeilik memberikan batasan fungsi tes diagnostik yaitu

digunakan untuk menilai pemahaman konsep siswa terhadap konsep-konsep kunci (key concepts) pada topik tertentu, secara khusus untuk konsep-konsep yang cenderung dipahami secara salah (1998). Berdasarkan pendapat ini, dapat didefinisikan ciri-ciri tes diagnostik, yaitu topik terbatas dan spesifik, serta ditujukan untuk mengungkap miskonsepsi, dan menyediakan alat untuk menemukan penyebab kekurangannya.

Tes diagnostik yang digunakan, dapat berupa tes berbentuk multiple choice (pilihan ganda) dengan reasoning terbuka, multiple choice dengan alasan yang telah ditentukan dan tes esai tertulis. Berikut penjelasannya:

1) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Di dalam tes ini siswa dapat memilih jawaban yang tersedia berbentuk pilihan ganda. Namun siswa harus memberikan alasan mengapa memilih salah

commit to user

dengan materi yang diujikan. Kelebihan tes ini, siswa dapat memilih langsung dengan jawaban yang tersedia dan dapat menuangkan ungkapan tentang materi yang mereka ketahui guna sebagai pendukung atau alasan mereka memilihsalah satu jawaban.

Kekurangan tes ini, dikarenakan setiap siswa memberikan alasan yang menurut mereka benar, tetapi guru akan kesulitan saat mengoreksi hasil tes tersebut.

2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning yang Telah Ditentukan

Tes multiple choice dengan reasoning yang telah ditentukan merupakan salah satu bentuk tes konsep yang menyediakan pilihan jawaban beserta alasannya. Kelebihan dari tes ini, memudahkan guru dalam mengoreksi dan menganalisis data yang diperoleh. Adapun kelemahannya adalah siswa tidak dapat mengungkapkan gagasannya secara bebas dalam materi yang mereka jawab. Sehingga alasan yang dipilih siswa tidak dapat terungkap dengan jelas.

3) Tes Esai Tertulis

Tes esai tertulis ini merupakan suatu bentuk tes konsep dimana siswa dapat mengungkapkan gagasan, alasan dan mengaitkan materi yang dijawabnya. Adapun beberapa kelebihan dari soal tes ini adalah Peserta didik dapat mengorganisasikan jawaban dengan pendapatnya sendiri, siswa tidak menerka- nerka jawabannya, tes ini cocok untuk mengukur dan mengevaluasi hasil suatu proses belajar yang sukar terukur oleh soal tes objektif. Kelemahannya adalah guru sukar menilai secara tepat, sulit mendapatkan soal yang standar nasional maupun internasioanl dan membutuhkan waktu dalam memeriksa hasilnya.

c. Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian

Berdasarkan uraian macam-macam tes yang digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi yang dimiliki siswa, pada awalnya disusun tes multiple choice

commit to user

multiple choice dengan reasoning terbuka.

4. Kriteria Tes yang Baik

Untuk bisa memberikan data yang akurat, sesuai dengan fungsinya maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, untuk dapat dikatakan sebagai tes yang baik. Menurut Poerwanti, “secara umum tes yang baik memiliki syarat- syarat antara lain: (1) hanya mengukur satu aspek saja. Tes yang baik memiliki sebuah aspek saja yang akan diukur; (2) handal dalam pengukuran, kehandalan ini meliputi ketepatan hasil pengukuran dan keajegan hasil pengukuran ” (2001: 33).

Untuk dapat menjadi alat ukur yang baik dan dapat memberikan informasi yang akurat maka setiap soal sebagai bagian dari konstruksi tes harus dijaga kualitasnya. Poerwanti (2001) menyatakan:

Ada beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk menyusun butir-butir tes yang berkualitas, yaitu:

a. Valid. Soal dikatakan valid bila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, validitas soal dapat dilihat dari kesesuaian soal dengan tujuan instruksional khusus dan tujuan pengukuran yang telah ditetapkan. Validitas dapat pula dilihat dari kemampuannya memprediksi prestasi di masa yang akan datang.

b. Relevan. Tes yang relevan mengandung soal-soal yang dapat mengukur kemampuan belajar sesuai dengan tingkat kemampuan yang ditetapkan dalam indikator pencapaian hasil belajar (ranah kognitif, afektif, dan psikomotor). Bila kompetensi dasar dan indikator bertujuan mengungkap ranah afektif, pertanyaan soal harus pula mengarah ke sikap dan seterusnya.

c. Spesifik. Soal harus direncanakan sedemikian rupa agar jawabannya pasti dan tidak menimbulkan ambivalensi atau spekulasi dalam memberikan jawaban. Kesulitan soal tidak saja kesulitan materi juga bisa ditambah kesulitan dalam memahami soal bila soal tidak disusun secara spesifik.

d. Representatif. Soal tes sebaiknya dikembangkan dari satuan materi yang jelas cakupannya, dan bersifat komprehensif dalam pengertian materi tes harus mencakup seluruh materi pengajaran, untuk itu seluruh pokok bahasan (sub pokok bahasan) idealnya harus terwakili dalam soal tes. Syarat ini akan dapat mengurangi error terhadap hasil pengukuran.

e. Seimbang. Dalam proses pengajaran dosen akan tahu persis, bahwa setiap pokok bahasan memiliki tingkat kesulitan yang berbeda, soal tes

commit to user

porsi terbanyak dalam soal. Kalau dalam keadaan terpaksa hal tersebut tidak dapat dilakukan maka keseimbangan dapat dicapai dengan memberikan bobot yang berbeda pada pokok bahasan yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda.