ANALISIS MISKONSEPSI GERAK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 20102011

SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011

Skripsi

Skripsi Oleh : Ika Pratiwi Puspitasari K 2307030 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh : Ika Pratiwi Puspitasari

K 2307030

Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama

: Ika Pratiwi Puspitasari

NIM

: K2307030

Jurusan/Program Studi

: PMIPA/Pendidika Fisika

Analisis Miskonsepsi Gerak Pada

Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011

benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Hari

: Selasa Tanggal : 18 September 2012

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari

: Senin

Tanggal : 22 Oktober 2012

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang

Tanda Tangan Ketua

: Drs. Supurwoko, M.Si

NIP. 19630409 199802 1 001

Sekretaris

: Drs. Trustho Raharjo, M.Pd.

NIP. 19510823 198103 1 001

Anggota I

: Drs. Pujayanto, M.Si.

NIP. 19650614 199203 1 003

Anggota II

: Dyah Fitriana M, M.Sc

NIP. 19770926 200212 2 001

Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Pambantu Dekan I

Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si. NIP. 19660415 199103 1 002

Ika Pratiwi Puspitasari. ANALISIS MISKONSEPSI GERAK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011 . Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidak adanya miskonsepsi pada pokok bahasan Gerak pada siswa, dan menjelaskan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa pada pokok bahasan Gerak.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif. Populasi dalam penelitian yaitu seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian terdiri dari 66 siswa. Data penelitian tentang miskonsepsi siswa diperoleh dari instrumen penelitian berupa perangkat tes identifikasi miskonsepsi berbentuk tes objektif dengan alasan yang sudah ditentukan. Teknik analisis data yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif.

Dari hasil tes identifikasi miskonsepsi dapat disimpulkan bahwa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi. Profil miskonsepsi yang dimiliki siswa dengan prosentase lebih dari 30% adalah sebagai berikut: 1) Kelajuan sama dengan besarnya kecepatan; 2) Gradien yang bernilai positif dari suatu grafik kecepatan selalu menunjukkan benda dipercepat; 3) Kecepatan dan percepatan selalu memiliki arah yang sama; 4) Jika kecepatan sesaat benda nol, maka percepatan benda tersebut juga nol; 5) Jika kelajuan sebuah benda adalah tetap (konstan) maka percepatan benda tersebut adalah nol; 6) Jika besar kecepatan sebuah benda adalah tetap (konstan), maka percepatan benda tersebut adalah nol; 7) Percepatan selalu memiliki arah yang sama dengan arah pergerakan benda;

8) Pada peristiwa gerak jatuh bebas, benda yang massanya lebih besar akan jatuh lebih cepat daripada benda yang massanya lebih ringan; 9) Pada gerak jatuh bebas, benda jatuh dengan kelajuan tetap; 10) Pada peristiwa dua buah benda yang berada pada ketinggian yang sama, benda pertama jatuh bebas dengan lintasan lurus sedangkan benda kedua didorong horizontal sehingga jatuh dengan lintasan lengkung, lintasan yang ditempuh bola kedua lebih panjang daripada lintasan bola pertama, sehingga semakin panjang lintasan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lantai; 11) Kelajuan sama dengan besarnya percepatan. Kata kunci: Miskonsepsi, Gerak, Metode Deskriptif.

Ika Pratiwi Puspitasari.

MISCONCEPTIONS ANALYSIS

ABOUT MOTIONS ON 10 th CLASS SMA NEGERI 1 SURAKARTA IN

ACADEMIC YEAR 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education of Sebelas Maret Surakarta University. September 2012.

Research purposes to identify the ownership of student s misconceptions in Motion, and to describe the misconception s profiles of them. Descriptive method is used on this research. The research population is all students on 10 th class SMA Negeri 1 Surakarta in academic year 2010/2011. The sample technique used is purposive sampling technique. The research sample consisted of 66 students.

misconceptions data obtained from the

research instrument. The research instruments form are objective tests with the reasons that have been determined. Data analysis technique used is quantitative- descriptive.

Based on the results on this research, it can be concluded that many students have misconceptions. Profile of the student s misconceptions with a percentage more than 30% are as follows: 1) Speed as same as the magnitude of velocity, 2) The positive gradient from velocity graph of an objects always shows that the object is accelerated; 3) Velocity and acceleration always have the same direction; 4) If the instantaneous velocity of the object is zero, then its acceleration is also zero; 5) If the speed of an object is constant then its acceleration is zero; 6) If the velocity of an object is constant, then its acceleration is zero; 7) Acceleration always has the same direction as the movement direction of objects; 8) In free fall motion, the objects with larger mass will fall faster than the lighter objects; 9) In free fall, objects fall with same speed; 10) In the event that two objects are at the same height, the first object that free fall in a straight line while the second object is driven down to the horizontal so fall at the curved trajectory, the trajectory taken by the second ball is longer than the trajectory of the first ball, so the longer the trajectory of the longer time required to reach the floor; 11) Speed as same as the magnitude of acceleration. Key words: Misconceptions, Motion, Descriptive Method.

selesai dari satu urusan, kerjakan dengan sungguh- (Q.S. Al Insyirah: 5-7)

dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk

Skripsi ini dipersembahkan kepada: Keluarga besar M. Toha

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

2. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph.D., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin menyusun Skripsi.

3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si., Ketua Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin menyusun skripsi.

4. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd., Koordinator Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin menyusun skripsi.

5. Bapak Drs. Pujayanto, M.Si., Pembimbing I atas kesabaran dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan dorongan yang luar biasa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Ibu Dyah Fitriana M, M.Sc, Pembimbing II atas kesabaran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan dan dorongan yang luar biasa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Bapak Drs. H. M. Thoyibun, S.H, M.M., Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Surakarta yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di SMA Negeri 1 Surakarta.

Surakarta yang telah banyak memberikan data dan informasi yang diperlukan penulis selama penelitian.

9. Teman-teman P. Fisika yang selalu mendukung dalam doa dan membantu dalam menyelesaikan Skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Surakarta, September 2012 Penulis

G. Prosedur Penelitian .....................................................................

52

BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................

53

A. Hasil Analisis Data Penelitian ....................................................

53

1. Distribusi Jawaban Tiap Item Soal ........................................

53

2. Rata-rata Persentase Miskonsepsi Siswa ...............................

54

B. Pembahasan Hasil Analisis Data ................................................

56

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ............................

80

A. Kesimpulan.................................................................................

80

B. Implikasi .....................................................................................

81

C. Saran ...........................................................................................

81

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

82

LAMPIRAN .................................................................................................

84

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep ........................

13 Tabel 2.2

Posisi Partikel pada Waktu yang Berbeda ................................

21 Tabel 3.1

Contoh Tabel Distribusi Jawaban Tiap Item Soal ....................

51 Tabel 3.2

Contoh Tabel Persentase Rata-rata Tiap Miskonsepsi .............

52 Tabel 4.1

Distribusi Jawaban Tiap Item Soal ...........................................

53 Tabel 4.2

Persentase Rata-rata Miskonsepsi Siswa ..................................

55

Gambar 2.1 Perpindahan Partikel dari A ke C ke B .....................................

Gambar 2.2 Grafik x Terhadap t pada Gerak Partikel ..................................

Gambar 2.3 Grafik pada GLB: (a) Kecepatan Terhadap Waktu, (b) Posisi

Terhadap Waktu .......................................................................

Gambar 2.4 Grafik pada GLBB: (a) Percepatan Terhadap Waktu; (b)

Kecepatan Terhadap Waktu; (c) Posisi Terhadap Waktu .........

Gambar 2.5 Arah Kecepatan dan Percepatan Saling Mempengaruhi Arah

Gerak Partikel: (a) GLB; (b) GLBB Diperlambat; (c) GLBB Dipercepat.................................................................................

Gambar 2.6 Sebuah Partikel Bergerak pada Bidang xy dengan Vektor r

Digambarkan dari Pusat Koordinat ke Partikel ........................

Gambar 2.7 Vektor dan Komponen-komponennya: (a) Vektor Kecepatan;

(b) Vektor Posisi pada Partikel yang Bergerak dengan Percepatan Konstan ..................................................................

Gambar 2.8 Lintasan Parabola pada Gerak Peluru .......................................

34 Gambar 2.9 Gerak Peluru Beberapa Partikel dengan Sudut 0 Berbeda- beda...........................................................................................

Gambar 2.11 Partikel Bergerak Melingkar Beraturan ....................................

Gambar 2.12 Hubungan Roda-Roda: (a) Sepusat, (b) Bersinggungan,

(c) Dihubungkan dengan Tali ...................................................

Gambar 2.13 Partikel Bergerak dari A ke B pada GMB (a) Vektor

Kecepatannya Berubah dari 0 v ke v ; (b) Perubahan Kecepatan v .......................................................................... 41

Gambar 2.14 Total Percepatan a pada Partikel yang Bergerak Melingkar ...

Gambar 2.15 Paradigma Penelitian ................................................................

Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data ...............................................

Gambar 4.1 Dua Buah Bola yang Menggelinding (pada Soal No.1) ...........

Gambar 4.2 Dua Buah Bola yang Menggelinding: (a) pada Soal No.2;

(b) pada Soal No.6 ....................................................................

Bidang Licin; (b) Grafik Kecepatan Terhadap Waktu .............

Gambar 4.4 Grafik Kecepatan Terhadap Waktu (pada Soal No.4): (a)

Kecepatan Selalu Bernilai Positif; (b) Grafik Kecepatan Terhadap Waktu Sama dengan Bentuk Lintasan yang Dilalui .

Gambar 4.5 Pada Soal No.7: (a) Sebuah Balok yang Bergerak pada

Bidang Licin; (b) Grafik Posisi Terhadap Waktu .....................

Gambar 4.6 Grafik Posisi Terhadap Waktu Sama dengan Bentuk Lintasan

yang Dilalui (pada Soal No.7) ..................................................

Gambar 4.7 Bola Billiard (pada Soal No.17) ...............................................

Gambar 4.8 Grafik Kecepatan Terhadap Waktu (pada Soal No.12) ............

Gambar 4.9 Hendra Berjalan pada Sebuah Jembatan (pada Soal No.13) ....

Gambar 4.10 Dua Buah Balok yang Dijatuhkan (pada Soal No.15) ..............

Gambar 4.11 Dua Buah Bola yang Dijatuhkan (pada Soal No.16) ................

Gambar 4.12 Vektor v x dan v y pada bola merah (pada Soal No.16) ...............

Gambar 4.13 Posisi (pada Soal No.21) ..........................................................

Gambar 4.14 Pendulum yang Bergerak Melingkar (pada Soal No.24):

(a) Arah Gerak Pendulum; (b) Arah Percepatan Pendulum Menuju ke Pusat; (c) Arah Percepatan Pendulum Searah dengan Gerak Pendulum...........................................................

Lampiran 1 Jadwal Penelitian .................................................................

84

Lampiran 2 Soal Penelitian .....................................................................

85

Lampiran 3 Pernyataan Validasi Instrumen ............................................

98

Lampiran 4 Kunci Jawaban.....................................................................

99

Lampiran 5 Lembar Jawab ......................................................................

100

Lampiran 6 Tabel Jumlah dan Persentase Pemahaman Siswa ................

101

Lampiran 7 Tabel Kategori Miskonsepsi Instrumen Tes ........................

102

Lampiran 8 Foto-foto Pelaksanaan Penelitian ........................................

104

Lampiran 9 Surat Pengajuan Judul Skripsi .............................................

106

Lampiran 10 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ...........................

107

Lampiran 11 Surat Ijin Menyusun Skripsi ................................................

108

Lampiran 12 Surat Ijin Research ..............................................................

109

Lampiran 13 Surat Keterangan dari SMA Negeri 1 Surakarta .................

110

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap siswa memiliki pengalaman dan pengetahuan sendiri mengenai alam yang berkaitan dengan fisika. Pengalaman dan pengetahuan tersebut membentuk suatu konsepsi atau teori mengenai alam yang secara konsisten digunakan oleh siswa untuk menafsirkan peristiwa alam di sekitarnya. Maka dari itu, siswa tidak mengikuti pelajaran fisika dengan kepala kosong.

Dari buku Miskonsepsi Fisika dan Remediasi dapat dikatakan bahwa konsep yang dimiliki siswa dapat dihubungkan dengan konsep-konsep lain membentuk semacam jaringan pengetahuan di dalam kepala siswa (Berg, 1991: 8). Konsep-konsep itu bukan sekedar hasil hafalan melainkan hasil pengalaman dengan alam sepanjang hidup. Misalnya, seorang siswa berumur 12 tahun sudah berpengalaman dengan peristiwa-peristiwa alam di sekitarnya selama usianya tersebut. Dalam jangka waktu itu anak sudah membangun konsep-konsep di dalam kepalanya mengenai kecepatan, gaya, dan sebagainya, walaupun anak tersebut mungkin tidak menggunakan istilah-istilah itu dan tidak menyadari apa yang sedang dibangun dalam kepalanya. Oleh sebab itu, konsepsi siswa sulit untuk diubah karena konsepsi tersebut merupakan hasil dari sekian tahun perkembangan dan pengalaman. Konsep awal yang dimiliki siswa ada yang benar dan ada juga yang salah. Setelah menerima pendidikan di sekolah, seringkali konsep yang telah dibangun oleh siswa tersebut menyimpang dari konsep yang benar. Kerangka konsep siswa yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli disebut sebagai miskonsepsi.

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari guru maupun siswa itu sendiri. Dirangkum dari Suparno (2005: 44), penyebab miskonsepsi dari guru yaitu, guru tidak menguasai bahan yang akan diajarkan, jarang melakukan eksperimen agar siswa dapat mengalami secara langsung materi yang sedang mereka pelajari, serta jarang melakukan diskusi dengan siswa. Sedangkan penyebab dari siswa antara lain, Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari guru maupun siswa itu sendiri. Dirangkum dari Suparno (2005: 44), penyebab miskonsepsi dari guru yaitu, guru tidak menguasai bahan yang akan diajarkan, jarang melakukan eksperimen agar siswa dapat mengalami secara langsung materi yang sedang mereka pelajari, serta jarang melakukan diskusi dengan siswa. Sedangkan penyebab dari siswa antara lain,

Penelitian mengenai miskonsepsi siswa pada konsep fisika sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu oleh para peneliti fisika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak siswa mengalami miskonsepsi pada konsep fisika meliputi konsep kelistrikan, mekanika, optik geometri, suhu dan kalor, kinematika, dan sebagainya. Misalnya dalam konsep kelistrikan, pada tahun 1982 Osborne (Berg, 1991: 63) mewawancarai siswa SD di Amerika Serikat yang belum pernah mendapat pelajaran mengenai kelistrikan. Ternyata mereka sudah memiliki konsepsi mengenai arus listrik. Osborne menemukan empat model mengenai arus listrik, yaitu arus dari satu kutub saja sudah cukup untuk menyalakan lampu, arus berlawanan arah dari dua kutub bertabrakan dan menyalakan lampu, arus semakin berkurang karena digunakan oleh lampu dan alat listrik lainnya, dan anggapan bahwa arus tetap. Penelitian dalam konsep kelistrikan juga pernah dilakukan oleh Janulis P. Purba dan Ganti Depari pada sejumlah mahasiswa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat beberapa mahasiswa yang menganggap bahwa semakin jauh lampu dari sumber tegangan positif, maka cahaya lampu tersebut makin redup (Purba dan Depari, 2008:28-29).

Penelitian mengenai miskonsepsi pada cahaya dilakukan oleh Stead dan Osborne pada tahun 1980 serta Anderson dan Karrqvist pada tahun 1981 yang kemudian dituliskan oleh Berg. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa banyak siswa yang menganggap

(Berg, 1991: 93). Kebanyakan buku teks dan

guru tidak sadar akan konsepsi ini. Bahwa cahaya merambat dan kecepatan cahaya hanya bergantung pada medium serta tidak bergantung pada sumber cahaya, jarang dinyatakan secara eksplisit baik oleh guru maupun pada buku teks.

siswa sudah tahu bahwa manusia dapat melihat benda karena menerima sinar- sinar pantul dari benda tersebut atau karena benda tersebut merupakan sumber cahaya sehingga mata menerima sinar-sinar asli dari benda tersebut. Sebagian siswa ada yang menganggap bahwa manusia dapat melihat karena mata memancarkan sinar yang meraba-raba lingkungan.

Beberapa contoh miskonsepsi dalam bidang mekanika adalah siswa menganggap bahwa sebuah benda hanya bisa diam jika sama sekali tidak ada gaya yang bekerja padanya. Banyak siswa sekolah menengah yang beranggapan bahwa

Padahal tidak hanya dipengaruhi oleh kekasaran permukaan, tetapi massa benda dan gaya yang bekerja pada benda juga ikut mempengaruhi.

Dalam materi suhu dan kalor, siswa juga mengalami beberapa miskonsepsi. Berdasarkan hasil penelitian Maharta (2008: 13), dikatakan bahwa siswa selalu berpikir suatu benda yang diberikan sejumlah kalor akan mengalami kenaikan suhu, padahal ada yang namanya kalor laten, dimana benda hanya mengalami perubahan wujud tanpa mengalami kenaikan suhu. Hapkiewicz (1992) mengungkapkan beberapa miskonsepsi mengenai suhu dan kalor. Bebera

The temperature of an object depends on its size. Heat is not energy. All solids expand at the same rate. Miskonsepsi juga terjadi pada konsep Kinematika. Suparno (2005: 12) menuliskan dalam bukunya bahwa beberapa siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap bahwa benda yang massanya lebih besar akan jatuh lebih cepat. Suparno juga mengungkapkan bahwa siswa beranggapan percepatan dan kecepatan selalu memiliki arah yang sama. Hal serupa dinyatakan oleh Giancoli (2001: 42), miskonsepsi tentang percepatan dan kecepatan, yaitu: (1) percepatan dan kecepatan selalu memiliki arah yang sama, (2) sebuah benda yang dilempar ke atas mempunyai percepatan nol pada titik tertinggi. Hapkiewicz (1992) mengungkapkan beberapa miskonsepsi mengenai kinematika. Beberapa

When dropped in a vacuum, objects of different masses fall When dropped in a vacuum, objects of different masses fall

Same position means same observer (i.e. the ground is a preferred observer) . Velocity must be positive. Senada dengan kalimat terakhir, diungkapkan dalam penelitian Maharta (2008:

10) beberapa siswa di Bandar Lampung mengalami miskonsepsi bahwa kecepatan selalu bernilai positif. Berdasarkan penjelasan dari beberapa contoh hasil penelitian miskonsepsi pada beberapa konsep fisika yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ada kemungkinan miskonsepsi terjadi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada pokok bahasan Gerak pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta

Analisis

Miskonsepsi Gerak pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut,dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Adanya kemungkinan konsepsi yang telah dibangun oleh siswa menyimpang dari konsep yang benar.

2. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat dimungkinkan disebabkan oleh guru maupun oleh siswa itu sendiri.

3. Adanya kemungkinan siswa mengalami miskonsepsi pada beberapa konsep fisika, diantaranya pada konsep Gerak.

4. Miskonsepsi dapat terjadi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta pada Tahun Ajaran 2010/2011.

C. Pembatasan Masalah C. Pembatasan Masalah

1. Objek penelitian dikhususkan pada Siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta pada Tahun Ajaran 2010/2011 yang telah mendapatkan atau telah mempelajari materi Gerak.

2. Materi yang diteliti adalah pokok bahasan Gerak, dengan sub pokok bahasan jarak dan perpindahan, kelajuan dan kecepatan, percepatan, GLB (gerak lurus beraturan), GLBB (gerak lurus berubah beraturan), gerak vertikal, dan gerak melingkar.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta pada Tahun Ajaran 2010/2011 memiliki miskonsepsi pada pokok bahasan Gerak?

2. Bagaimanakah profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa pada pokok bahasan Gerak?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui ada atau tidak adanya miskonsepsi pada pokok bahasan Gerak pada siswa.

2. Menjelaskan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa pada pokok bahasan Gerak.

F. Manfaat Penelitian

Sebagai studi ilmiah, studi ini memberi sumbangan konseptual terutama kepada pendidikan Fisika, di samping juga kepada studi pembelajaran Fisika. Sebagai studi pendidikan Fisika yang aplikatif, studi ini memberikan sumbangan substansial kepada lembaga pendidikan formal maupun para guru/ siswa yang bersangkutan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang Fisika terutama pada layanan perencanaan pembelajaran Fisika. Perencanaan pembelajaran Fisika yang akan dibuat diharapkan sesuai dengan teori yang benar dan dapat digunakan untuk mereduksi miskonsepsi yang terjadi.

2. Manfaat Praktis Penelitian ini memberikan sumbangan kepada lembaga pendidikan maupun sekolah dan memberi masukan pada guru dan calon guru Fisika agar memperhatikan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelum memberikan konsep baru agar tidak terjadi miskonsepsi.

Selain itu, penulisan makalah penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut, sehingga dapat memberikan sumbangan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan, khususnya Fisika.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Belajar

a. Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan perubahan sikap dan tingkah laku pada diri seseorang. Beberapa ahli dalam ilmu pendidikan telah mendefinisikan arti belajar. Salah satunya adalah Prayitno (2009: 203), yang

upakan suatu upaya

belajar dari beberapa ahli yang dikutip oleh Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007: 328) dalam buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, yaitu: Whiterington berpend perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan pola-pola respon tingkah laku yang baru nyata dalam

memiliki pendapat yang hampir mirip, yaitu learning is the process of knowledge and a relatively permanent change in respons potentiality which occurs as result of rerinforced practise

a hakekatnya merupakan suatu usaha, suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu sebagai hasil pengalaman atau hasil interaksinya dengan

menyebabkan adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa, secara konkrit dapat dirumuskan sebagai perubahan dari tidak tahu, tidak bisa, tidak mau, tidak biasa, dan tidak ikhlas menjadi tahu, bisa, mau, biasa, dan ikhlas.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu pengalaman atau interaksi dengan lingkungan untuk menguasai sesuatu sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku atau kepribadian. Belajar akan lebih baik, jika subjek belajar mengalami atau melakukan proses belajar sendiri dengan didampingi oleh tim ahli atau guru Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu pengalaman atau interaksi dengan lingkungan untuk menguasai sesuatu sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku atau kepribadian. Belajar akan lebih baik, jika subjek belajar mengalami atau melakukan proses belajar sendiri dengan didampingi oleh tim ahli atau guru

1) Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari individu. Faktor ini meliputi:

a) Faktor Jasmaniah Meliputi dua hal yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh.

b) Faktor Psikologi

Meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.

2) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Faktor ini berupa:

a) Faktor Keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: perhatian dan respon orang tua terhadap anak, sikap orang tua yang demokratis dalam mendidik anak, hubungan antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan kondisi ekonomi keluarga.

b) Faktor Sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar itu mencakup kurikulum, metode mengajar, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, keadaan sekolah, serta kedisiplin sekolah.

c) Faktor Masyarakat Masyarakat serta lingkungan di sekitar siswa merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Lingkungan akan sangat mempengaruhi perilaku dan sikap siswa.

b. Konsep

-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan -benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan

Senada dengan kedua pendapat di atas, menurut Rosser dalam Dahar (1989: 88-

yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan- hubungan yang mempunyai atribut- dikatakan untuk membentuk suatu konsep diperlukan suatu pengalaman dan generalisasi serta abstraksi atau simbol dari ciri-ciri suatu objek untuk mempermudah komunikasi manusia.

Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut Dahar (1989: 88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat dibedakan menjadi empat yaitu :

1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseoerang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya.

2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya.

3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas-batas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun contoh-contoh dan non contoh-non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.

4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep.

Suparno (2005: 94), membedakan konsep menjadi konsep spontan dan konsep sainstifik. Konsep spontan merupakan konsep yang dimiliki siswa karena pengalaman atau pergaulannya sehari-hari tanpa struktur yang sistematik. Sedangkan konsep sainstifik merpakan konsep yang didapat siswa di bangku sekolah secara sistematik struktural.

c. Belajar Konsep

Dasar dari belajar konsep adalah seperti halnya bentuk belajar yang lain yaitu suatu hubungan dari adanya stimulus dan respon. Namun ada perbedaan antara belajar dasar dengan belajar konsep. Seperti yang

belajar dasar), belajar kons -hal

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi belajar konsep. Seperti yang dituliskan oleh Dahar (1989: 84), ada tiga faktor yang mempengaruhinya, yaitu: pola reinforsemen dan umpan balik, jumlah contoh-contoh positif dan negatif, serta jumlah atribut-atribut yang dimiliki suatu konsep.

Sementara itu dalam buku Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi (Berg, 1991: 11) dijelaskan bahwa mengajar konsep bertujuan agar siswa dapat :

1) Mendefinisikan kosep yang bersangkutan.

2) Menjelaskan perbedaan konsep yang bersangkutan.

3) Menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep lain.

4) Menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari- hari.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal) yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep- konsep lain sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan. Dengan Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal) yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep- konsep lain sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan. Dengan

2. Miskonsepsi

a. Konsepsi

perorangan dari suatu konsep ilmu tersendiri, sehingga tafsiran antara siswa yang satu dengan siswa yang lain tentang suatu kejadian alam dapat berbeda-beda. Misal, terdapat dua buah balok dengan ukuran yang sama. Balok 1 terbuat dari besi, balok 2 terbuat dari aluminium. Jika kedua balok dijatuhkan ke tanah pada saat yang sama dari ketinggian yang sama dan gaya gesekan udara diabaikan, maka kedua balok akan sampai ke tanah pada saat yang sama pula. Namun, beberapa siswa beranggapan bahwa balok besi akan sampai ke tanah lebih awal karena balok besi lebih berat daripada balok aluminium.

b. Prakonsep

yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki pengetahuan tertentu tentang fisika yang disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan konsep kinematika oleh karena itu siswa sudah banyak mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar. Konsep awal atau prakonsep yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah biasanya disebut miskonsepsi (Suparno, 2005: 2).

c. Miskonsepsi

1) Miskonsepsi dan Sebab-sebabnya Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar 1) Miskonsepsi dan Sebab-sebabnya Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar

Beberapa definisi tentang miskonsepsi diungkapkan oleh para ahli. Fowler dalam merupakan pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang

menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman antar konse Kesalahan pemahaman konsep (miskonsepsi) terjadi bila dalam otak siswa salah satu atau lebih dari hubungan tersebut sering salah dan menyebabkan respon yang salah terhadap soal-soal yang menyangkut hubungan tersebut. Menurut Clement dalam Suparno (2005: 6- miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah bukan pengertian yang salah selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsep awal

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep awal ataupun hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Kesalahan dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep-konsep lain, misalkan antara konsep yang diberikan oleh guru dengan konsep yang telah dimiliki oleh siswa, menyebabkan terbentuk konsep yang salah.

Pemahaman konsep dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan derajat memahami konsep. Pengelompokan ini didasarkan pada pengelompokan derajat pemahaman yang dilakukan oleh Abraham, Williamson dan Westbrook (1994: 152), seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Kategori

Derajat Pemahaman

Kriteria

1. Tidak memahami

- Tidak ada respon - Tidak memahami

a. Tidak ada jawaban / kosong.

b.

c. Mengulang pertanyaan.

d. Menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan dan tidak jelas.

2. Miskonsepsi

- Miskonsepsi - Memahami

sebagian dengan miskonsepsi

a. Menjawab dengan penjelasan tidak benar.

b. Jawaban menunjukkan adanya konsep yang dikuasai tetapi ada pernyataan dalam jawaban yang menunjukkan miskonsepsi.

3. Memahami

- Memahami

sebagian - Memahami konsep

a. Jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi.

b. Jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penejalasan benar.

2) Beberapa Fakta Mengenai Miskonsepsi dan Saran untuk Mengatasinya Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat beberapa fakta mengenai miskonsepsi, dirangkum dari Berg (1991: 17) dan Suparno (2005), yaitu :

a) Miskonsepsi disebabkan oleh bermacam-macam hal.

b) Miskonsepsi terjadi di semua jenjang pendidikan.

c) Miskonsepsi ada yang mudah dibetulkan, tetapi ada yang sangat sulit untuk dibetulkan.

d) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul kembali.

e) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi beberapa bulan kemudian salah lagi.

f) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau dihindari.

miskonsepsi.

h) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena

miskonsepsi.

Berdasarkan fakta tersebut, terdapat beberapa saran untuk mengatasi miskonsepsi. Berikut ini saran untuk mengatasi miskonsepsi dirangkum dari Berg (1991: 22), Suparno (2005: 55) dan Kortz (2007):

a) Mencari dan mempelajari miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa.

b) Menyadari dalam diri ada miskonsepsi atau tidak.

c) Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut.

d) Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi miskonsepsi tersebut.

e) Mencoba menggunakan demonstrasi.

f) Mencoba menggunakan metode diskusi.

g) Menentukan prioritas dan pengajaran remidial khusus untuk materi

dasar dan prasyarat untuk materi lain.

h) Mencari soal-soal konsep tanpa mengabaikan perhitungan.

3. Identifikasi Miskonsepsi

Identifikasi miskonsepsi adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi belajar siswa yang mengalami kesalahan dalam memahami konsep, yang dalam hal ini adalah konsep siswa yang berbeda dengan konsep para ahli. Identifikasi diberikan dengan cara memberikan tes diagnostik. Djiwandono memastikan kesulitan belajar yang dialami siswa yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa (Depdiknas, 2007:2). Penekanan tes diagnostik adalah pada proses belajar dan bukan pada hasil belajar. Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami oleh peserta didik.

mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga mengunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya (Depdiknas, 2007: 3). Tes objektif beralasan termasuk dalam bentuk selected response. Dalam tes objektif beralasan suatu item dikontrol menggunakan item lain dimana kedua item tersebut mempersoalkan hal yang sama atau mengontrol melalui pilihan beralasan. Dengan cara ini siswa dianggap benar atau bisa mengerjakan soal jika pilihan dan alasannya benar. Dasar untuk memilih jawaban yang benar adalah dengan memperhatikan alasan yang dipilih, sehingga apabila siswa belum betul-betul menguasai materi yang diujikan maka siswa tersebut tidak mempunyai kemungkinan untuk menjawab benar.

4. Miskonsepsi yang Diidentifikasi dalam Penelitian Ini

Dalam penelitian ini, digunakan tes objektif beralasan untuk mengidentifikasi beberapa miskonsepsi dalam materi kinematika. Dari berbagai literatur seperti buku-buku, artikel-artikel dan jurnal-jurnal penelitian, didapatkan pengetahuan mengenai miskonsepsi yang sering dialami siswa dalam materi Gerak. Berikut ini adalah daftar miskonsepsi yang diteliti:

a. Waktu tempuh dapat diukur tanpa menetapkan waktu awal. (Hapkiewicz, 1992)

b. Jarak sama dengan perpindahan. (Hapkiewicz, 1992; Weiler, 1998)

c. Grafik posisi terhadap waktu sama seperti lintasan yang ditempuh benda. (Brown dan Jeff Crowder, 2000)

d. Kelajuan sama dengan besarnya kecepatan. (Hapkiewicz, 1992; Weiler, 1998) d. Kelajuan sama dengan besarnya kecepatan. (Hapkiewicz, 1992; Weiler, 1998)

f. Kelajuan sama dengan besarnya percepatan. (Heckathorn, 2008; Weiler, 1998)

g. Benda pada posisi yang sama memiliki kelajuan yang sama. (Brown dan Jeff Crowder, 2000)

h. Benda yang berada di depan benda lain bergerak dengan kelajuan lebih besar. (Brown dan Jeff Crowder, 2000)

i. Grafik kecepatan terhadap waktu dari suatu benda yang bergerak sama seperti lintasan yang ditempuh benda tersebut dan kecepatan selalu bernilai positif (Maharta, 2008; Brown dan Jeff Crowder, 2000)

j. Benda yang memiliki percepatan nol maka kecepatannya juga nol. (Giancoli, 2001) k. Percepatan hanya terjadi pada lintasan lurus dan jika besar kecepatan sebuah benda adalah tetap (konstan), maka percepatan benda tersebut adalah nol. (Heckathorn, 2008)

l. Percepatan tidak dapat merubah arah gerak benda. (Hapkiewicz, 1992) m. Pada saat kecepatan dua benda sama, percepatan kedua benda tersebut juga

sama. (Brown dan Jeff Crowder, 2000) n. Percepatan selalu memiliki arah yang sama dengan arah pergerakan benda. (Heckathorn, 2008; Hapkiewicz, 1992) o. Kecepatan dan percepatan selalu memiliki arah yang sama. (Giancoli, 2001; Suparno, 2005; Hapkiewicz, 1992) p. Jika kecepatan benda nol, maka percepatan benda tersebut juga nol. (Giancoli, 2001; Suparno, 2005; Hapkiewicz, 1992; Weiler, 1998; Brown dan Jeff Crowder, 2000)

q. Kecepatan yang lebih besar menunjukkan percepatan yang lebih besar pula. (Brown dan Jeff Crowder, 2000) r. Jika kelajuan sebuah benda adalah tetap (konstan), maka percepatan benda tersebut adalah nol. (Heckathorn, 2008) q. Kecepatan yang lebih besar menunjukkan percepatan yang lebih besar pula. (Brown dan Jeff Crowder, 2000) r. Jika kelajuan sebuah benda adalah tetap (konstan), maka percepatan benda tersebut adalah nol. (Heckathorn, 2008)

v. Semakin besar panjang lintasan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lantai. (Berg, 1991; Giancoli, 2001) w. Pada gerak jatuh bebas, benda jatuh dengan kelajuan tetap. (Hapkiewicz, 1992)

5. Kinematika dalam Satu Dimensi

a. Kerangka Acuan, Perpindahan, dan Jarak

Pengukuran posisi, jarak, atau laju harus dibuat dengan mengacu pada suatu kerangka acuan. Dalam fisika, kerangka acuan digambarkan dalam sistem koordinat. Untuk menggambar sistem koordinat beberapa kriteria berikut harus terpenuhi: adanya sumbu koordinat, label koordinat, dan skala. Pada sistem koordinat, titik asal atau titik origin (O) digunakan sebagai titik acuan.

Pada gerak satu dimensi, posisi dapat digambarkan pada garis lurus. Untuk gerak horisontal digambarkan pada sumbu x, dan untuk gerak vertikal digambarkan pada sumbu y. Pada sumbu x, benda-benda yang diletakkan di kanan titik asal (x = 0) memiliki koordinat positif, sedangkan titik-titik di sebelah kiri (x = 0) memiliki koordinat negatif.

Dalam pembahasan selanjutnya, benda yang dituju dimodelkan sebagai partikel. Partikel diartikan sebagai sebuah objek yang memiliki massa namun ukurannya sangat kecil.

Gambar 2.1 Perpindahan Partikel dari A ke C ke B Posisi suatu partikel didefinisikan sebagai letak pertikel terhadap titik acuan (x = 0). Pada Gambar 2.1 posisi A ditulis sebagai x = 2 m, posisi

B ditulis x = 5 m, dan posisi C ditulis x = -2 m. Perlu dibedakan antara jarak yang ditempuh sebuah partikel dan perpindahannya. Perpindahan didefinisikan sebagai perubahan posisi partikel tersebut. Dengan demikian, perpindahan adalah seberapa jauh jarak partikel dari posisi awalnya. Perpindahan merupakan besaran vektor, yaitu besaran yang memiliki besar dan arah. Dalam gerak satu dimensi, vektor- vektor yang menunjuk ke satu arah (biasanya kanan) akan mempunyai tanda positif, sedangkan yang menunjuk ke arah yang berlawanan (kiri) memiliki tanda negatif.

Misalkan pada waktu awal t A , partikel berada pada sumbu x di titik x A = 2 m pada sistem koordinat yang ditunjukkan Gambar 2.1. Partikel tersebut bergerak dari A ke C kemudian ke B, sehingga pada waktu t B , partikel tersebut berada pada titik x B = 5 m. Perpindahan partikel ini adalah x B x A , dan ditunjukkan oleh tanda panah yang menuju ke kanan pada Gambar 2.1. Secara matematis dapat dituliskan,

B AB B x x x

=5m 2m=3m

Secara umum, untuk posisi awal x 1 dan posisi akhir x 2 , menjadi

2 1 x x x ............. (2.1)

x (m)

0 -2 4 2 6

Perpindahan

pada besaran apapun berarti nilai akhir besaran tersebut dikurangi nilai awalnya.

Misal, sebuah partikel mulai dari x A = 2 m dan bergerak ke kiri

sampai titik x C = -2 m, maka x AC =x C x A = -2 m 2 m = -4 m

Berbeda dengan perpindahan, jarak merupakan besaran skalar, dan didefinisikan sebagai panjang lintasan yang ditempuh oleh partikel tanpa memandang arah gerak partikel tersebut. Pada Gambar 2.1, jarak yang ditempuh partikel ditunjukkan oleh garis putus-putus. Jarak dari titik A ke C kemudian ke B dapat dituliskan

d AB =d AC +d CB ............. (2.2) = 4 m + 7 m = 11 m

b. Laju Rata-rata dan Kecepatan Rata-rata

dalam suatu selang waktu tertentu. Jika sebuah mobil menempuh 240 km dalam 3 jam, dikatakan bahwa laju rata-ratanya adalah 80 km/jam. Secara umum, laju rata-rata sebuah partikel didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh sepanjang lintasannya dibagi waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut.

Laju rata-rata = ............. (2.3)

Istilah kecepatan dan laju sering dipertukarkan dalam bahasa sehari-hari. Tetapi dalam fisika, terdapat perbedaan di antara keduanya. Laju adalah sebuah bilangan yang positif, dengan satuan. Sedangkan kecepatan, digunakan untuk menyatakan baik besar (nilai numerik) mengenai seberapa cepat sebuah partikel bergerak maupun arah geraknya. Dengan demikian kecepatan merupakan besaran vektor. Kecepatan rata-rata didefinisikan

Jarak total yang ditempuh Waktu yang diperlukan Jarak total yang ditempuh Waktu yang diperlukan

Kecepatan rata-rata = ............. (2.4)

Dalam gerak satu dimensi, misalkan sebuah partikel pada suatu waktu t 1 , berada pada sumbu x di titik x 1 pada sistem koordinat, dan beberapa waktu kemudian, pada waktu t 2 , partikel tersebut berada pada titik x 2 . Waktu yang diperlukan adalah t 2 t 1 dan selama selang waktu ini x = x 2 1 x . Dengan demikian, kecepatan rata-rata dapat dituliskan

2 1 ............. (2.5)

Jika x 2 lebih kecil dari x 1 x = x 2 x 1 lebih kecil dari nol. Kecepatan rata-rata positif untuk partikel yang bergerak ke kanan sepanjang sumbu x dan negatif jika partikel tersebut bergerak ke kiri. Arah kecepatan selalu sama dengan arah perpindahan.

c. Kecepatan Sesaat