BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan - Peranan Kelompok Studi Dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyaraat Melalui Credit Union Harapan Maju Di Desa Litongnihuta, Kecamatan Ronggurnihuta, Kabupaten Samosir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Peranan

  Peranan berasal dari kata peran. Pengertian Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu- individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan- harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.

  (Friedman, M, 1998: 286).

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata peran mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan maknyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang memiliki kedudukan di masyarakat. Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi (atau mendapatkan) suatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Oleh karena itulah ada yang disebut dengan role expectation (harapan mengenai peran).

  Sedangkan dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaannya, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Gross, Masson, dan McEachren mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat.

  Selanjutnya Berry mengungkapkan bahwa di dalam peranan terdapat 2 (dua) macam harapan, yaitu:

  1) harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban dari pemegang peran, dan 2) harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang behubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya. Sedangkan Hendropuspito mengungkapkan bahwa istilah peranan (dalam sandiwara) oleh para ahli sosiologi diahlikan ke panggung sandiwara, diberi isi dan fungsi baru yang disebut peranan sosial. Istilah peranan menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai lakon, bahkan masyarakat lakon itu sendiri. Masyarakat adalah suatu lakon yang masih aktual, lakon yang besar, yang terdiri dari bagian- bagian dan pementasannya diserahkan kepada anggota-anggota masyarakat.

  Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat. Jadi peranan sosial adalah bagian dari fungsi sosial masyarakat.

  Kata sosial dalam peranan sosial mengandung maksud bahwa peranan tersebut terdiri atas sejumlah pola kelakuan lahiriah maupun batiniah yang diterima dan diikuti banyak orang. Bertolak dari sudut pandang di atas, peranan sosial dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi sosial masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu, menurut pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang telah ditentukan.

  Dari analisis pengertian peranan sosial, dapat disimpulkan bahwa: 1) peranan sosial adalah sebagian dari keseluruhan fungsi masyarakat, 2) peranan sosial mengandung sejumlah pola kelakuan yang telah ditentukan, 3) peranan sosial dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu, 4) pelaku peranan sosial mendapat tempat tertentu dalam tangga masyarakat, 5) dalam peranan sosial terkandung harapan yang khas dari masyarakat.

  Dalam kamus sosiologi disebutkan bahwa peranan adalah: 1) aspek dinamis dari kedudukan, 2) perangkat hak-hak dan kewajiban, 3) perilaku aktual dari pemegang kedudukan, dan 4) bagian dari aktivitas yang dimainkan oleh sesorang.

  Sedangkan Horton dan Hunt mengemukakan bahwa peran adalah perilaku yang di harapkan dari seseorang yang mempunyai status. Bahkan dalam suatu status tunggalpun orang dihadapkan dengan sekelompok peran yang disebut sebagai perangkat peran. Istilah seperangkat peran (role set) digunakan untuk menunjukkan bahwa satu status tidak hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran yang saling berhubungan dan cocok.

  Konsepsi peran mengandaikan seperangkat harapan. Kita diharapkan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu dan mengharapkan orang lain untuk bertindak dengan cara-cara tertentu sperti itu pula. (Sumber: diakses pada tanggal 25 Februari 2013 pukul 16.00 wib.

2.2 Kemandirian

  Kemandirian berasal dari kata dasar mandiri. Menurut Brewer yang dikutip oleh Medinnus dan Jonson bahwa, “The Following behaviours were sign of independence: yaking intiative, trying to overcome obstacles in the enviromen, trying to carry actieve to completron, getting satisfaction from work, and trying to routine task by one self, whereas were sign of dependence: seeking help, seeking physical contact, seeking proximity, seeking attention and recognition”. Artinya bahwa dalam kemandirian ditandai oleh adanya inisiatif, berusaha mengatasi rintangan yang ada dalam lingkungannya, mencoba melakukan aktifitas menuju kesempurnaan, memperoleh kepuasan dari pekerjaannya dan mengerjakan pekerjaan rutin sendiri, sedangkan ketergantungan lawan kata dari kemandirian, selalu berhubungan dengan orang lain, selalu berdekatan mengharapkan perhatian dan menginginkan penghargaan) Sumber:diakses pada tanggal 25 Februari 2013 pukul 17.05 wib.

  Sedangkan menurut Charlesh Schaeffer tingkat kemandirian yang ada pada setiap orang berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah, “kemandirian yang tinggi cenderung memiliki rasa percaya diri tinggi, banyak inisiatif, rasa tanggung jawab, serta mengerjakan sesuatu untuk dan oleh dirinya sendiri".

2.2.1 Mandiri dalam Upaya Pemberdayaan

  Dalam rangka menuju masyarakat mandiri (independent) upaya yang dilakukan diarahkan pada akar persoalan yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat. Bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus ditingkatkan kemampuannya (power) dengan mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya dan memberdayakannya. Pemberdayaan (empowerment) tidak hanya menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga nilai tambah sosial dan nilai tambah budaya. (Soetomo, 2012:21)

  Robert Chambers (dalam Soetomo, 2012:22) seorang ahli yang pemikirannya serta tulisannya banyak dicurahkan untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat berpendapat bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai social. Konsep ini mencerminkan paradigm baru pembangunan, yakni bersifat people centered, participatory, empowering, and sustainable. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut, yang pemikirannya akhir-akhir ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep pertumbuhan masa lalu.

  Memberdayakan masyarakat memerlukan rangkaian proses yang panjang (tidak seketika), agar mereka menjadi mandiri. Proses pemberdayaan tendensinya dikaitkan sebagai unsur pendorong sosial ekonomi dan politik. Pemberdayaan adalah suatu upaya dan proses bagaimana agar berfungsi sebagai power dalam pencapaian tujuan yaitu pengembangan diri. Secara konseptual, pemberdayaan harus mencakup enam hal berikut: 1.

  Learning by doing. Artinya, pemberdayaan adalah sebagai proses hal belajar dan ada suatu tindakan konkret yang terus-menerus dampaknya dapat terlihat.

  2. Problem Solving. Pemberdayaan harus memberikan arti terjadinya pemecahan masalah yang dirasakan krusial dengan cara dan waktu yang tepat.

  3. Self evaluation. Pemberdayaan harus mampu mendorong seseorang atau kelompok tersebut untuk melakukan evaluasi secara mandiri.

  4. Self development and coordination. Artinya, mendorong seseorang atau kelompok tersebut untuk melakukan evaluasi secara mandiri.

  5. Self selection. Suatu kumpulan yang tumbuh sebagai upaya pemilihan dan penilaian secara mandiri dalam menetapkan langkah ke depan.

  6. Self decism. Dalam memilih tindakan yang tepat hendaknya dimiliki kepercayaan diri dalam memutuskan sesuatu secara mandiri (Saraswati, 1997:79-80).

2.2.2 Mandiri dalam Upaya Kesejahteraan Sosial

  Dalam pandangan Kartasasmita (1997: 11-12) upaya memandirikan masyarakat adalah sebagai proses untuk mencapai serta meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memandirikan masyarakat adalah memampukan masyarakat agar tercapai kesejahteraan sosialnya.

  Terminologi kesejahteraan sosial secara etimologi terdiri dari dua kata, yaitu “kesejahteraan dan sosial”. Kata sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah yang berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan kesejahteraan merujuk kepada kondisi aman, sentosa, makmur, selamat (terlepas dari segala ancaman, gangguan dan kesusahan).

  Dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pasal 1 ayat 1:” kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

2.2.3 Peran Pekerja Sosial

  Tujuan dasar dari pekerja sosial adalah menolong klien-kllien agar berdaya menolong diri mereka sendiri atau menolong masyarakat agar dapat berdaya menolong diri mereka. Pekerja sosial berusaha menolong mereka untuk meningkatkan pemahamannya tentang diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain, serta menghubungkannya dengan sistem sumber yang tersedia dalam masyarakat demi pemecahan masalah seseorang itu. Adapun peran-peran seorang pekerja sosial dalam menolong individu maupun masyarakat adalah: 1.

  Fasilitator Hal ini perlu disadari karena masyarakat seringkali dianggap sebagai pihak yang tidak mempunyai kemampuan, baik oleh masyarakat itu sendiri maupun dari pemerintah. Oleh karena itu, pekerja sosial harus tampil dengan pandangan yang berbeda dengan yang lainnya tentang keadaan masyarakat, yaitu dengan sikap optimistik bahwa masyarakat dapat dirancang untuk berkapabelitas. Masyarakat perlu di support dan dibantu untuk mengetahui kapasitas yang mereka miliki.

2. Perantara

  Peran pekerja sosial sebagai perantara berarti mampu meningkatkan kualitas hubungan antar pihak-pihak yang terkait dengan masyarakat setempat. Sesuai dengan kemampuan dasar pekerja sosial, maka pekerja sosial harus mampu mengagitasi masyarakat bahwa kedua-duanya menghasilkan keuntungan dikedua belah pihak.

  3. Pembela Tujuan sebagai pembela disini adalah agar pihak-pihak yang melakukan program kesejahteraan sosial dapat menjalankan kewajiban hukum. Perlu dipahami bahwa pekerja sosial tidak tampil sebagai pembela dalam arti hukum atau institusi pengadilan, tetapi tampil dengan tindakan edukatif dengan tujuan agar pihak penyelenggara program menyadari kewajibannya terhadap masayarakat setempat demi menjalin hubungan yang baik.

  4. Pelindung Peran pekerja sosial sebagai pelindung sangat penting, dimana hal ini merupakan konsekuensi logis terhadap masyarakat setepat yang kerap kali menjadi pihak yang tidak berdaya jika dihadapkan dengan pihak penyelenggara program. Oleh karena itu, peran pekerja sosial sebagai pelindung diharapkan dapat mendukung masyarakat setempat dalam upaya memperoleh hak-hak mereka (Siagian, 2010:95-96).

2.3 Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat

  Terinspirasi dari kelompok diskusi atas persoalan-persoalan sosial dan perjuangan masyarakat di Sumatera Utara khususnya persoalan lingkungan dan kasus struktural lainnya pada awal 1980-an, oleh sekelompok warga gereja dari berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan, mendirikan KSPH (Kelompok Studi Penyadaran Hukum) pada 4 Februari 1984, beralamat di Siborongborong, Tapanuli Utara.

  Untuk mempertajam visi dan melengkapi pendekatan dalam pelayanannya, sejak 23 Februari 1985, KSPH berganti nama menjadi KSPPM (Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat). Kemudian pada 9 September 2005, KSPPM merubah bentuk kelembagaannya dari “Yayasan” menjadi “Perhimpunan”. Keprihatinan KSPPM berangkat dari realitas kemiskinan, kondisi politik dan demokrasi, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, dan dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan terhadap lingkungan dan hak- hak rakyat atas SDA. Dalam kerangka itu, lembaga ini melakukan kerja-kerja studi dan riset, pengorganisasian, pendidikan populer, dan advokasi untuk mendampingi rakyat (petani) marginal di Tapanuli, Sumatera Utara. Keikutsertaan KSPPM bersama rakyat, khususnya di tengah-tengah petani miskin dan marginal di pedesaan, berlandaskan semangat Kristiani sebagaimana tertulis pada Injil Markus 1: 15 dan Lukas 4: 18-28 (S.R. DGI 1971, Pematang Siantar). Sejak 1993 Sopo KSPPM pindah ke Parapat dekat Danau Toba. Sekarang melayani di 3 wilayah: Humbang-Silindung, Toba, Samosir, sejak phasing out dari wilayah Dairi pada 2009.

2.4 Community Organizing Community Development

  Untuk menghindari kerancuan konteks yang bisa merusak pemahaman, maka lebih tepat untuk menelusuri lebih dalam asal-usul kerumitan. Dalam perkembangan pendampingan di Indonesia, teradapat 2 model pendampingan yang sangat umum dikenal, yakni CO (Community Organizing/ pengorganisasian komunitas) dan CD(Community Development/ pengembangan komunitas). Kesalahpahaman selama ini oleh karena didalam bahasa Indonesia kedua kata itu sama-sama diinterpretasikan sebagai “pendampingan”. Padahal, kedua kata itu secara mendasar mempunyai konteks makna yang berlainan.

2.4.1 Community Organizing (CO)

  Pengorganisasian komunitas atau CO adalah pengembangan yang lebih mengutamakan pembangunan kesadaran kritis dan penggalian potensi pengetahuan lokal masyarakat. CO mengutamakan pengembangan masyarakat berdasarkan dialog atau musyawarah yang demokratis. Usulan masyarakat merupakan sumber utama gagasan yang harus ditindaklanjuti secara kritis, sehingga partisipasi rakyat dalam merencanakan, membuat keputusan dan melaksanakan program merupakan tonggak yang sangat penting.

  CO bergerak dengan cara menggalang masyarakat ke dalam suatu organisasi yang mampu menjangkau seluruh lapisan komunitas. Suara dan kepentingan rakyat lebih utama daripada kepentingan kaum elit. CO juga memiliki arti penting pembangunan sarana-sarana fisik yang dapat menunjang kemajuan masyarakat, namun titik tekan pembangunan itu ialah pengembangan kesadaran asyarakat sehingga mampu mengelola potensi sumber daya mereka.

  Secara umum, metode yang dipergunakan dalam pengorganisasian masyarakat adalah penumbuhan kesadaran kritis, partisipasi aktif, pendidikan berkelanjutan, pembentukan dan penguatan organisasi rakyat. Semua itu bertujuan untuk melakukan transformasi sistem sosial yang dipandang menghisap masyarakat dan menindas (represif) tujuan pokok CO adalah membentuk suatu tatanan masyarakat yang beradab dan berkemanusian yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis, adil, transparan, berkesejahteraan ekonomis, politik dan budaya.

2.4.2 Community Development (CD)

  Pengembangan komunitas atau CD adalah pengembangan yang lebih mengutamakan sifat fisikal masyarakat. CD mengutamakan pembangunan dan perbaikan atau pembuatan sarana-sarana sosial ekonomi masyarakat. Contohnya, pelatihan mengeni gizi, penyuluhan KB, pembangunan WC, jalan raya, bantuan hibah, bantuan peralatan sekolah, dan sebagainya.

  Dengan demikian, peningkatan pengetahuan, keterampilan dan penggalian potensi-potensi sosial ekonomi yang ada lebih diutamakan untuk mensukseskan target yang sudah ditetapkan oleh satu pihak pemerintah atau LSM. Partisipasi dan usulan dari bawah pada umumnya kurang didengar. Pihak yang didekati untuk memulai kegiatan CD itu antara lain elit masyarakat, aparat pemerintahan, dan pihak birokratis lainnya. CD biasanya bersifat jangka pendek, fisikal, dan tidak berkelanjutan.

2.4.3 Pengorganisasian Masyarakat

  Ciri-ciri pengorganisasian masyarakat antara lain: 1. Transformasi kaum miskin, papa, tak punya hak suara menjadi komunitas yang lebih dinamis, partisipatif, dan responsif secara politis.

  2. Proses pembangunan organisasi rakyat yang lebih kolektif partisipatif, berkelanjutan, membebaskan, sistematis, dengan cara mobiliasasi dan penguatan kemampuan serta pengelolaan sumber daya rakyat sebagai resolusi atas isu dan kebutuhan yang dapat memberikan perubahan terhadap kondisi hidup yang menindas dan menghisapnya.

3. Proses pendidikan yang radikal dan non formal 4.

  Lebih berwatak strategis atau menekankan tujuan jangka panjang.

  Komunitas Pedesaan

  Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa CO menekankan pengorganisasian ditingkat komunitas. Oleh karena itu, perlu dijelaskan lebih dahulu pengertian umum “komunitas”.

  • Menurut Larry Lyon (1987:5), komunitas dirumuskan sebagai

  “Komunitas adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kepentingan bersama, saling berinterasi satu dengan lainnya”.

  • Ferdinand Tonnies menjelaskan bahwa dalam bukunya Gemeinschaft und gesellscahft- Community and society bahwa secara tipikal “gemeinschaft” mengacu pada tatanan hubungan manusia sebagai keluarga besar di pedesaan, sedangkan gesselshcaft mengacu pada tatanan masyarakat yang lebih kapitalis. Gemeinschaft atau komunitas didasarkan atas “kehendak” rasional yang mencakup rasionalitas individualisme, ikatan emosi. Basis societas adalah perkotaan, kapitalisme industrial. Societas dicirikan sebagai netralitas afektif legalisme. Kedua tipe ini ideal (Larry Lyon, 1987:7).

  Tentu saja didalam praktiknya tidak mudah merumuskan secara formal pengertian komunitas apalagi dalam konteks pedesaan di Indonesia. Di suatu desa mungkin akan kita temui beberapa komunitas dengan ikatan-ikatan dan hubungan- hubungan sosialnya yang asling berlainan. Di sisi lain, proses strukturisasi masyarakat pedesaan terus berlangung sehingga hamper tidak mungkin menemukan komunitas yang relatif homogeny, misalnya masyarakat adat. Kapitalisasi pedesaan yang berlangsung berates-ratus tahun telah menciptakan masyarakat pedesaan yang fragmentatif dan heterogen.

  Mencermati tingkat kesulitan itu, maka jenis komunitas dalam kaitan kegiatan pendampingan masyarakat dapat dipersempit menjadi 4 tipe umum.

  Artinya, secara umum orang akan melihat bahwa ada 4 tipe komunitas yang lazim menjadi wilayah pengorganisasian ataupun penguatan masyarakat marjinal, yakni:

  1. Komunitas Pedesaan (Rural Community)

  Ciri terpenting komunitas pedesaan adalah alat produksi agraris (tanah) dan system pertanian (ekonomi) yang sudah mengenai hierarki kepemilikan: ada tuan tanah, petani kecil, buruh tani, pengerajin, dan lain- lainya.

  2. Komunitas Perkotaan (Urban Community)

  Ciri komunitas perkotaan, terutama komunitas miskin pinggiran, mereka pada umumnya merupakan orang desa yang urban. Ciri pokok mereka ialah untuk bertahan hidup, mereka menjual tenaga fisik (buruh): menjadi kuli, buruh pabrik, dan lainnya. Sebagian menjadi pedagang kecil, montir, sopir, preman, pelacur, dan lainnya.

  3. Komunitas Pesisir/ Pantai (Coastal Community); dan

  Ciri utama komunitas ini adalah sebagian besar tidak memproduksi, tetapi mengandalkan penagkapan sumber daya laut seperti ikan dan lain-lainnya.

  Alat produksi (perahu) dan system ekonominya juga berhierarki: ada juragan kapal, tengkulak pemilik pukat, buruh, nelayan tradisionil, dan sebagainya.

4. Komunitas Masyarakat Adat/ Pedalaman (Indigenous Community) Ciri utama komunitas ini adalah kehidupan yang kolektif (bersama-sama).

  Sistem kepemilikan alat produksi (tanah) dan pengelolaannya diatur oleh hukum adat. Sistem pengambilan keputusan dikelola oleh ketua adat dan masalah secara umum diputuskan secara perembukan (musyawarah). Sebagai penjelasan tambahan, tipe komunitas desa adalah bermukim di dataran tinggi dan rendah. Tentu saja komunitas dataran rendah akan berbeda dengan komunitas dataran tinggi. Kita tidak perlu menganalisa ha ltu secara mendetail. Tipe kedua komunitas urban, umumnya hidup di pinggiran kota, dekat sungai, dan hidup berdesak-desakkan. Tipe ketiga ialah komunitas pesisir pantai sebagai desa kaum nelayan. Tipe keempat komunitas adat/ masyarakat adat yang tinggal di pedalaman. Setiap tipe tersebut saling berbeda, khas, dan unik.

2.5 Credit Union (CU)

2.5.1 Sejarah dan Filosofi Credit Union

  Gagasan berCredit Union lahir pertama kali di negera Jerman pada abad

  XXI, ketika kapitalisme dan revolusi industri muncul yang menimbulkan berbagai protes dari rakyat. Pada waktu itu kondisi perekonomian negara Jerman sangat terpuruk dan warga menjadi miskin dan melarat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, warga mulai meminjam kepada rentenir. Pada masa itu warga Yahudi (yang tinggal di Jerman) memiliki tingkat ekonomi yang lebih baik, sehingga dari mereka banyak yang menjadi rentenir. Karena tidak memiliki pilahn lain, maka warga meminjamnya. Tanah dan rumah dijadikan agunan (broh) atau jaminan hutang. Dengan demikian kondisi yang semakin terpuruk, tanah dan rumah mereka hilang disita rentenir akibat tidak dapat membayar hutang. Akhirnya warga terpaksa tidur dan tinggal di gerobak-gerobak. Oleh Friederich Willem Raiffesien (1818-1888) seorang warga Jerman mantan walikota melihat kondisi ini sangat prihatin dan mulai memikirkan bagaimana solusi agar perekonomian warganya bisa membaik.

  Ketika menjadi walikota, beliau melihat masalah keeksistensian rentenir. Beliau mulai mengumpulkan dana dari orang-orang kaya untuk disumbangkan kepada kaum miskin. Berbagai bantuan pun diberikan kepada warga miskin, namun bukannya menolong masyarakat untuk keluar dari kemiskinan justru semakin banyak penyait sosial yang lahir. Budaya malas mulai tumbuh dan semakin berkembang dikalangan masyarakat Jerman waktu itu.

  Berangkat dari pengalaman dan situsi yang demikian, maka Raffeisen berpendapat bahwa: kesulitan si miskin hanya dapat diatasi dengan jalan mengumpulkan uang dari si miskin itu sendiri dan meminjamkannya kepada sesame mereka. Saling tolong melalui kerja sama itulah satu-satuya pemecahan masalah yang permanen. Selanjutnya beliau berpendapat bahwa derma tidak akan mendorong menusia untuk mulai membantu dirinya tetapi sebaliknya malah akan merendahkan martabat manusia yang menerimanya. Diawali dengan konsep koperasi roti di satu desa, akhirnya bisa membuat koperasi susu dan akhirnya segala apa yang mereka konsumsi dibuat koperasinya.

  Demikian Raffeisien mulai memperkenalkan konsep koperasi.

  Dengan kerja keras dan cinta kasih serta kesabaran, Raffeisien mengajak warga secara bersama-sama untuk mengatasi persoalan ekonomi dan kemiskinan yang dialami oleh mereka. Akhirnya warga berhasil mengatasi persoalan ekonomi dan bahkan mampu memproduk (mencukupi) kebutuhan mereka tanpa tergantung dari pihak luar. Demikian koperasi semakin berkembang. Bukan hanya memproduk kebutuhan pribadi bahkan memproduk kebutuhan orang diluar kelompok mereka pada saat itu. Sehingga koperasi bukan lagi hanya membicarakan uang dan hanya mampu mengatasi masalah ekonomi kelompoknya, namun lebih dari itu yakni sudah menjadi suatu gerakan manusia dalam melawan globalisasi.

  Demikian Raffeisen pindah dari satu desa ke desa lain, dengan prinsip kebersamaan menjadi kekuatan menuju kemandirian. Kesetiakawanan dapat menjalin kebersamaan dan kemandirian, slanjutnya ini bisa diarahkan menuju keadilan dan kesejahteraan sosial proses menuju demokrasi ekonomi. Apa yang dialami petani dialami petani khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya dewasa ini, tidak berbeda dengan kondisi perekonomian di Jerman ketika itu. Kesulitan ekonomi ditanggulangi oleh pemerintah melalui bantuan seperti: JPS, KUT, IDT, Raskin, dana kompensasi BBM, dan lainnya. Kalau dilihat dengan adanya berbagai bantuan ini justru menimbulkan banyak penyakit sosial di masyarakat. Masyarakat miskin (petani dan pedagang kecil) dalam mengatasi kesulita ekonomi keluarga akhirnya juga harus berhutang ke rentenir atau toke-toke di desa dengan suku bunga yang tinggi mencapai 10%. Akhirnya dari waktu ke waktu, dari satu musim ke panen ke musim panen berikutnya, petani semakin terperangkap hutang, gali lubang tutup lubang. Dengan kondisi ini, petani harus mampu untuk bangkit dan mencoba mengatasi sendiri persoalannya. Dari pengalaman terlihat bahwa Credit Union sebagi alternative gerakan ekonomi dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Tercatat bahwa dibeberapa negara, CU mampu mengatasi masalah perekonomian rakyat.

  Di Indonesia, CU yang pertama dibentuk adalah di Jawa Tengah (Purwokerto) untuk membantu petani mendukung penyelamatan beras bagi penjajah. Kemudian muncul CU di Kanada dan India. Disana CU berhasil mengembangkan petani-petani miskin. Selanjutnya CU berkembang di Amerika Serikat dan berperan dalam mengatasi kesulitan ekonomi negaranya. Demikian juga CU berkembang di Thailand dan Bangkok. Bangkok menjadipusat CU Khatolik.

2.5.2 Pengertian Credit Union

  Credit Union adalah: Sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu yang bersepakat untuk menabung uang mereka sehingga menciptakan modal bersama, guna dipinjamkan diantara sesama mereka dengan bunga yang ringan serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan. Dari defenisi tersebut jelas bahwa CU merupakan kumpulan orang-orang, bukan kumpulan yang memiliki ikatan pemersatu atau yang disatukan oleh suatu kepentingan atau kebutuhan. Untuk lebih mudah memahami dapat diuraikan sebagai berikut:

  • Sekumpulan orang, berarti harus ada seurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang yang nantinya menjadi: pemilik, pelaksana, dan pengawas.
  • Dalam satu ikatan pemersatu, berarti sekumpulan orang itu diikat atau dipersatukan oleh adanya kepentingan dan kebutuhan yang dirasakan bersama dalam satu lingkungan masyarakat.
  • Bersepakat untuk menabung uang mereka, artinya bahwa sekumpulan orang itu setuju tanpa ada paksaan untuk menabung uang mereka yang dihemat dari penghasilannya. Hal ini berarti pula bahwa masing-masing
orang ikut bertanggungjawab, saling melayani, dan saling mempercayai serta memanfaatkan tabungan untuk kemajuannya.

  • Sehingga menciptakan modal bersama, artinya bahwa modal hanya diperoleh dari tabungan bersama para anggota, bukan modal dari luar.
  • Guna dipinjamkan diantara sesama mereka, artinya pinjaman hanya diberikan kepada anggota saja, dan pinjaman hanya dijamin oleh watak si peminjam.
  • Dengan bunga yang ringan, artinya bahwa bunga dalam CU harus serendah mungkin dan lebih rendah dari suku bunga yang berlaku di lingkungan masyarakat setempat.
  • Untuk tujuan produktif dan kesejahteraan, artinya pinjaman diberikan hanya untuk kebutuhan anggota bagi usaha yang bisa meningkatkan penghasilan anggota.

2.5.3 Tujuan Credit Union

  Tujuan dibentuknya Credit Union adalah:

  • Untuk menciptakan modal bersama;
  • Untuk menyediakan pinjaman murah, cepat dan terarah;
  • Untuk mengembangkan sikap bijaksana dalam menggunakan uang;
  • Untuk mempererat ikatan persadaraan; • Menumbuhkan sikap percaya diri.

  Atau dengan kata lain, tujuan dibentuknya CU adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dengan proses pendidikan melalui kegiatan ekonomi. Dari tujuan ini terlihat bahwa CU bukan bertujuan untuk mengejar laba tetapi bukan pula sebagai derma atau beas kasihan semata. Tetapi untuk pelayanan diantara mereka sendiri, membantu orang lain dan dibantu oleh mereka sendiri.

2.5.4 Jenis Simpanan Credit Union

  Ketika pertama kali seseorang mendaftar menjadi anggota, ada beberapa simpanan yang harus dipenuhi ke CU, antara lain:

  • Uang Pangkal disingkat dengan UP

  Uang pangkal ini dibayar hanya sekali ketika pertama kali menjadi anggota. UP ini digunakan untuk biaya administrasi seperti membeli kartu anggota dan keperluan atau kelengkapan administrasi CU lainnya.

  • Saham, yang terdiri dari: a.

  Simpanan pokok yang disingkat SP; Simpanan pokok ini juga dibayar hanya sekali yakni ketika pertama kali mendaftar dan diterima menjadi anggota. SP ini biasanya dijadikan sebagai modal awal berdirinya CU sehingga jumlahnya sedikit lebih besar dari simpanan lainnya. Besar SP ini sama untuk semua anggota.

  b.

  Simpanan wajib yang disingkat SW; Simpanan wajib ini sesuai dengan namanya, maka setiap anggota wajib menyimpan atau menabung SW ini setiap bulannya. Besarnya sama untuk seluruh anggota.

  c.

  Simpanan sukarela yang disingkat dengan Sisuka atau SS Simpanan sukarela ini sesuai dengan namanya maka penabung tidak wajib setiap bulan. Jumlahnya juga tidak ditentukan atau tidak sama untuk semua anggota.

2.5.5 Struktur Organisasi Primer Credit Union Rapat Anggota Dewan Penasehat Pengawas: Pengurus

  • Ketua
  • Sekretaris

  Panitia Dewan

  • Anggota

  Pimpinan: kredit:

  1. -Ketua Ketua

  2. -W. ketua Sekretaris

  3. -Sekretaris Anggota

  • Bendahara
  • Anggota

  Manager: Panitia Pendidikan:

  Karyawan -Ketua (WK DP)

  • Sekretaris
  • Anggota

Gambar 1.1 Struktur Organisasi primer CU

2.6 Pendidikan Nonformal

  Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Sasaran Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Fungsi Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Jenis Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidika usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikadan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembag lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan penyelenggara:

  • (KB),
  • (TPA),

  • NGO/ LSM. Sumber:

   diakses 28 Februari 2013 pukul 08.36 wib.

  Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Begitupun dengan Perhimpunan KSPPM membuat pendidikan nonformal dalam membekali masyarakat dampingannya melalui CU Harapan Maju. Mengadakan pelatihan dalam isu: 1.

  Pemetaan pasrtipasi, 2. Pelatihan Kepemimpinan, 3. Manajemen Organisasi, 4. Manajemen Credit Union, 5. Pengembangan Pertanian Selaras Alam, 6. Sistem pemerintahan desa, 7. Perdes, 8. Pengelolaan ADD, 9. Ketahanan pangan,

10. Perubahan iklim, 11.

  KDRT, 12. Pelatihan Pemenuhan Hak Sipil dan Ekosob, 13. Pelatihan Keadilan Gender, 14. Pelatihan Pencegaha HIV/ AIDS, 15. Pelatihan Monitoring HAM, dan lainnya.

2.7 Kerangka Pemikiran

  Krisis moneter yang melanda negara Indonesia sejak mulai runtuhnya kejayaan rezim Orde Baru memberikan dampak negatif bagi perekonomian masyarakat. Cita-cita Nasional dalam mensejahterakan masyarakat semakin jauh dari ekspektasi. Selain tertindas dari segi ekonomi, kemiskinan yang melekat pada masyarakat pada umumnya, menjadi masalah sosial yang semakin kompleks.

  Lapangan kerja yang semakin sempit, jumlah penduduk yang semakin besar, dan kualitas sumber daya manusia yang tidak memadai dikarenakan pendidikan semakin mahal menambah efek yang memperparah negara Indonesia. Akhirnya, negara semakin terdegradasi dari kesejahteraan.

  Kebijakan pemerintah yang lebih menitik beratkan pada pembangunan tidak satupun ada yang menolak. Dengan kebijakan Top Down, pembangunan tersentralisir dijalankan oleh pemerintah secara besar-besaran tanpa mempersoalkan aspek struktural dan keterkaitan sistemik dari masalah yang sedang diupayakan pemecahannya Tetapi di satu sisi, kebijakan dengan metodologi Top Down tersebut, dilakukan pemerintah, semakin dikritisi banyak kalangan, termasuk aktifis NGO/ LSM. Memasuk era 1980-an, isu kebijakan Bottom Up dan partisipasi semakin membahana. Munculnya ide tersebut merupakan tawaran alternatif yang dikemukakan para NGO/ LSM.

  Pola pengembangan masyarakat yang bermetodologikan Bottom Up dan partisipatif dianggap mampu mencapai pengembangan kapasitas masyarakat secara masksimal. Salah satu programnya adalah melalui CU (Credit Union). Masuknya model pengembangan ekonomi masyarakat dengan metode CU sudah ada sejak tahun 1960-an di Indonesia. melalui CU, masyarakat semakin disadarkan dengan kondisinya yang lemah untuk mengubah agar menjadi berdaya.

  Sebagai NGO/ LSM yang bergerak dibidang prakarsa dan pengembangan masyarakat, Perhimpunan KSPPM melakukan penggalian potensi masyarakat dampingan serta memberdayakan potensi demi peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik. Menggagasi berdirinya CU kepada masyarakat dan mendampinginya sampai kepada tercapainya kemandirian. Tujuan program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan oleh Perhimpunan KSPPM adalah sebagai berikut:

  1. Untuk menciptakan modal bersama; 2.

  Untuk menyediakan pinjaman dengan suku bunga rendah, cepat dan terarah;

  3. Untuk mengembangkan sikap bijaksana dalam menggunakan uang; 4.

  Untuk mererat tali persaudaraan dan saling kepedulian; 5. Menumbuhkan sikap percaya diri.

  Dan pada intinya, pengembangan masyarakat bermuara kepada mandirinya masyarakat serta tercerahkan dalam memiliki pola pikir.

  Perhimpunan KSPPM CU Pendidikan Nonformal: Melalui Pelatihan- Harapan Maju Pelatihan

  Menciptakan Kemandirin masyarakat: 1. Peningkatan sumber ekonomi melalui ekonomi mikro.

  2. Menciptakan sumber modal dengan pinjaman suku bunga rendah, cepat dan terarah.

  3. Berkembangnya paradigma masyarakat yang semakin maju.

  4. Runtuhnya margaisme.

  Bagan Alur Pikir

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.8.1 Defenisi Konsep

  Defenisi konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cernatfenomena sosial yang akan dikaji (Siagian, 2011:138). Suatu konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal-hal lain yang sejenis. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009: 112 ).

  Untuk memfokuskan penelitian ini maka peneliti memberikan batasan konsep sebagai berikut:

1. Peranan Perhimpunan (Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa

  Masyarakat) dalam penelitian ini melakukan kegiatan pendampingan terhadap masyarakat yang menjadi anggota CU Harapan Maju dalam usaha meningkatkan kemandirian masyarakat.

  2. CU Harapan Maju dalam penelitian ini adalah organisasi simpan pinjam dengan suku bunga rendah yang dijadikan sebagai media pengembangan kemandirian masyarakat baik secara ekonomi maupun pengembangan paradigma berpikir.

  3. Kemandirian masyarakat dalam penelitian ini adalah situasi kondisi masyarakat dimana kebutuhan material, spiritual, dan sosial masyarakat dapat terpenuhi dengan memberdayakan fungsi sosial yang melekat pada pribadi masing-masing.

  4. Peningkatan kemandirian dalam penelitian ini adalah terpenuhinya modal pertanian, bertambahnya produksi pertanian, bertambahnya jumlah pendapatan keluarga, berkembangnya perekonomian mikro, bertambah luasnya wawasan berpikir.

2.8.2 Defenisi Operasional

  Defenisi operasional adalah opersionalisasi konsep yang menjadikan konsep semula bersifat statis menjadi dinamis, maka akan memungkinkan untuk dioperasikan, wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep terangkat dan terbuka (Siagian, 2011:141).

  Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Peranan Perhimpunan Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa

  Masyarakat dalam organisasi CU Harapan Maju: a.

  Pendampingan kepada masyarakat melalui CU Harapan Maju dengan indikatornya ialah frekuensi dalam memberikan informasi melalui komunikasi dan motivasi.

  b.

  Pemberian pinjaman modal kepada anggota dengan indikatornya adalah besarnya pinjaman, frekuensi mendapat pinjaman, kedisplinan membayar pinjaman dan interval pengembalian pinjaman.

  2. Tingkat kemandirian masyarakat adalah suatu kondisi masyarakat yang merupakan anggota CU Harapan Maju, indikatornya ialah: a.

  Pendapatan ialah jumlah uang yang diperoleh dari usaha seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja dari usaha pertaniannya. b.

  Ekonomi mikro ialah usaha peningkatan pendapatan melalui usaha kecil/ sampingan yang bukan menjadi fokus utama dalam memberikan kontribusi pendapatan keluarga.

  c.

  Paradigma berpikir ialah wawasan maupun cara pandang masyarakat mengenai sesuatu hal yang sifatnya menguntungkan dalam segi pengetahuan.

  d.

  Runtuhnya orientasi margaisme ialah sifat yang tidak mengutamakan kepentingan yang satu klan (marga). Artinya mengutamakan yang mau bekerja sama dalam meningkatkan taraf kehidupan secara mandiri.

Dokumen yang terkait

Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

5 87 117

Peranan Kelompok Studi Dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyaraat Melalui Credit Union Harapan Maju Di Desa Litongnihuta, Kecamatan Ronggurnihuta, Kabupaten Samosir

0 60 125

Credit Union Sebagai Usaha Pemberdayaan Masyarakat ( Studi Deskriptif Usaha Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Tukka Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbahas)

3 77 127

Peranan Pengembangan Masyarakat (Community Development) PTPN II Kwala Madu dalam Meningkatkan Kemandirian Petani (Studi Deskriptif di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat )

3 52 94

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan - Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

0 0 10

Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan SKRIPSI

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TENTANG DAMPAK 2.1.1 Pengertian Dampak - Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lembaga Pengelolaan Zakat - Analisis Peranan Laz Rumah Zakat Dalam Pengembangan Usaha Kecil Dan Mikro Melalui Program Senyum Mandiri Di Kota Medan

0 0 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan 2.1.1. Pengertian Peranan - Peranan Pekerja Sosial Masyarakat ( PSM ) Dalam Penanganan Lanjut Usia Di Jalan Marelan Gang Sepakat Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan

0 0 30