Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

(1)

Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber

Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Sosal

Universitas Sumatera Utara

DISUSUN OLEH YUNI RISCA MAWARNI

110902075

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Yuni Risca Mawarni NIM : 110902075

Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki

Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 101 halaman, 7 tabel, 2 bagan, dan 5 lampiran) Angka kemiskinan saat ini mengalami pengurangan walaupun tidak signifikan melalui berbagai program yang dirancang sedemikian rupa. Program tersebut bukan hanya dapat diberikan atau digerakkan oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat itu sendiri melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Salah satu cara yang tepat untuk mengurangi angka kemiskinan adalah bukan melalui pemberian bantuan semata untuk memenuhi kebutuhan, melainkan melalui pengembangan kapasitas masyarakat. Gagasan alternatif program pengembangan masyarakat yang sesuai di Indonesia adalah Credit Union yang telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1958.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, mengenai peranan yayasan pusat kajian dan perlindungan anak (PKPA) dalam meningkatkan kemandirian masyarakat melalui Credit Union Sumber Rejeki berlokasi di Pinang Baris kecamatan Medan Sunggal. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara dan observasi kepada 5 informan, yang terdiri dari 4 informan anggota CU Sumber dan 1 informan merupakan staf pendamping CU.

Hasil analisis data yang dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa peranan PKPA dalam meningkatkan kemandirian masyarakat melalui CU Sumber Rejeki Pinang Baris sangat banyak dan berjalan dengan baik, diantaranya melalui pendampingan ekonomi, penyedia simpan-pinjam yang mudah maupun kegiatan pelatihan yang telah direncanakan. Hal ini terlihat dari jawaban para informan yang diajukan oleh penulis.

Kata kunci : Peranan, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Credit Union


(3)

UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Yuni Risca Mawarni Student ID Number : 110902075

The role of the Foundation's Center for Study and Child’s Protection (PKPA) in enhancing Self-reliance Community Through Credit Union Sumber Rejeki Pinang

Baris Subdistrict Medan Sunggal in Medan city ABSTRACT

(This thesis consists of six chapters, 101 pages, 7 Tables and Appendix 5) The poverty rate currently experienced a decrease although not significant through a variety of programs designed in such a way. The program not only can be given or actuated by the government, but also by the community itself through non-governmental organizations (NGO) .One of the proper way to reduce the poverty rate is not through the provision of assistance only to meet the needs, but through the community capacity development .The notion of alternative development program in accordance with community in Indonesia is credit union which have been introduced in Indonesia since the year 1958 .

This research using a descriptive qualitative studies, The role of the Foundation's Center for Study and Child’s Protection (PKPA) in enhancing Self-reliance Community Through Credit Union located in Pinang Baris Subdistrict Medan Sunggal. Data on the research done by committing to interviews and observation; 5 informant consisting of four informant of CU Sumber Rejeki’s Member and 1 informant was PKPA’s staf.

Based on the results of the data analysis, the authors concluded that PKPA role in promoting community self-reliance through CU Rejeki Pinang Baris very much up and running well, particularly through economic assistance, savings and loans providers an easy and training activities that have been planned. This is evident from the answers of the informants posed by the author.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena penulis dapat sampai ke titik ini, dapat menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa tingkat akhir. Ini semua bukan karena kuat dan gagah penulis, tapi ini semua karena rahmat dan ridho-Nya selama ini yang selalu diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Husni Thamrin S.Sos, M.SP selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga, dan ilmu kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.


(5)

4. Seluruh Staff bagian Kemahasiswaan, administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan bagian pendidikan, yang membantu segala proses yang dibutuhkan oleh penulis, yaitu Bu Zuraida, dan Kak Debby. 5. Pimpinan dan seluruh staff Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak

(PKPA) yang telah berkenan menerima penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan dan Penelitian Skripsi. Khususnya untuk Camelia Nasution S.Sos, koordinator divisi Sanggar Kreativitas Anak (SKA), Theresha Meilani S.Sos, staff pendamping ekonomi keluarga PKPA. Terima kasih ya kak, sudah mau direpotkan oleh saya dan mengarahkan saya dalam melakukan praktikum maupun penelitian lapangan.

6. Teristimewa untuk Kedua Orang Tua saya, Bapak Insan Sihite dan Mama Bernika Sitinjak, S.Pd, yang selama ini selalu mendukung, memberikan cinta kasih sayang, doa dan support serta motivasi yang luar biasa sejak penulis kecil sampai sekarang hingga mampu menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk semua yang sudah bapak dan mama lakukan untuk penulis. Penulis hanya bisa berdoa agar bapak dan mama selalu diberikan rezeki, kesehatan, dan kebahagiaan dari Allah SWT. Tak lupa juga untuk kakak Yullia Sannika Poppy Sihite, A.Md.MTrU, S.E, abang Rachmad Apriyanto Sihite dan Eda Yannti Berutu, juga adik tersayang Juliarty Feredika (calon fisioterapis gratis-ku) yang sering memarahi penulis agar cepat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Bapak Uda Barita Sihite, S.Sos dan Inanguda Dra. S. br.Ginting yang menjadi orangtua kedua bagi penulis selama penulis menempuh pendidikan di Medan. Juga kepada Bapak Uda Mopul Sihite dan


(6)

Inanguda R. br.Tumanggor yang hampir selalu mendoakan serta membantu secara finansial, yang sangat berarti bagi kehidupan penulis di perantauan.

8. Untuk Pria terkasih, Wandro Sitanggang, terima kasih atas waktu yang terus diluangkan untuk penulis, serta terus mendukung penulis walaupun kamu juga sedang menyelesaikan skripsimu. Ich liebe dich.

9. Untuk sahabat terbaik, Sepipi Picyin Rachel, Ka Nessoy my Gem’s Partner, Madeb Debora, kaka Bebeh Arina, Selena Pudan Hera, Ka Iwi Iron Lady, Tika Bocil, Iban Guster, Om Andri, Soncit Sonia Damanik dan Para Penyamun Daniel, Dimas, Tonop, Jole, dan Hongi. Makasih untuk suka-duka, tawa-canda, dalam setiap momen yang kita lewati bersama.

10.Seluruh kawan seperjuangan kessos 11 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Makasih ya semua, buat dukungan dan seluruh kenangan bersama kita saat jadi peserta inisiasi, panitia bayangan, panitia inti, dan SC paling bersejarah..

11.Terimakasih juga penulis ucapkan untuk Senior dan Alumni Kessos, Bang Liberson Sitanggang, Bang Josua Hutabarat, Bang David Tarigan, Bang Budi Tarigan, Kak Fauziah Hanim dan Kak Intan Dirza yang selama ini mendukung dan mau membantu penulis jika penulis mendapatkan kesulitan. Begitu juga dengan adik juniorku stambuk 2012, dan stambuk 2013. Terkhusus Liza Amalia, gue duluan ya Za jadi S.Sos, cepetan nyusul ya, dan Joko Situmorang, adik ku.


(7)

12.Untuk sahabatku yang jauh disana Fanny Arista Gunawan, Julia Rani, Rahmah Nadhifa, dan Chairunnisa Rizki Amalia. Walaupun kita berjauhan, tapi Crazy Together tetap dihati.

13.Untuk kawan-kawan penghuni Harmonika Indah Kost, Pitrook Manullang, Natalie, Inggrid, Frischa, dan Vero yang sudah penulis anggap seperti adik sendiri. Makasih ya wee, udah dengerin curhatanku. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakan penulisan karya ilmiah ini. Semoga bermanfaat.

Medan, 7 Juli 2015

Penulis, Yuni Risca Mawarni


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 8

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitain ... 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.4Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pengertian Peranan ... 11

2.2 Kemandirian ... 12

2.2.1 Mandiri dalam Upaya Pemberdayaan ... 13

2.2.2 Mandiri dalam Upaya Kesejahteraan Sosial ... 14

2.3 Community Organization and Community Development ... 15


(9)

2.3.2 Community Development ... 22

2.4 Credit Union ... 30

2.4.1 Sejarah Credit Union ... 30

2.4.2 Pengertian Credit Union ... 32

2.4.3 Tujuan Credit Union ... 33

2.4.4 Struktur Organisasi Credit Union ... 33

2.5 Pendidikan ... 34

2.5.1 Pendidkan dan Masyarakat ... 34

2.5.2 Pendidikan dan Stratifikasi Sosial ... 37

2.5.3 Pendidikan dan Mobilitas Sosial ... 39

2.6 Urbanisasi ... 45

2.7 Kerangka Pemikiran ... 47

2.8 Definisi Konsep ... 50

BAB III METODE PENELITIAN ... 51

3.1 Tipe Penelitian ... 51

3.2 Lokasi Penelitian ... 51

3.3 Informan Penelitian ... 52

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.5 Teknik Analisis Data ... 53

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 54

4.1 Lingkungan VI Pinang Baris kecamatan Medan Sunggal ... 54

4.1.1 Letak Geografis ... 54

4.1.2 Penduduk ... 54


(10)

4.2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Yayasan

Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) ... 59

4.2.2 Visi dan Misi Yayasan PKPA ... 61

4.2.3 Divisi Kerja Yayasan PKPA ... 61

4.2.4 Program Kerja Yayasan PKPA ... 62

4.2.5 Struktur Yayasan PKPA ... 63

4.3 Credit Union Sumber Rejeki ... 65

4.3.1 Sejarah Singkat Berdirinya CU Sumber Rejeki ... 65

4.3.2 Kegiatan CU Sumber Rejeki ... 67

4.3.3 Struktur Organisasi CU Sumber Rejeki ... 67

BAB V ANALISIS DATA ... 69

5.1 Gambaran Informan ... 69

5.2 Hasil Wawancara ... 70

5.3 Pembahasan ... 89

BAB VI PENUTUP ... 95

6.1 Kesimpulan ... 95

6.2 Saran ... 97


(11)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Bagan Alur Pemikiran ... 49 Bagan 4.1 Bagan Susunan Struktur Organ Yayasan PKPA ... 64


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ... 55

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkaan Agama yang dipercaya ... 57

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ... 58

Tabel 4.6 Jumlah Fasilitas Umum Lingkungan VI Pinang Baris kecamatan Medan Sunggal ... 59


(13)

DAFTAR GAMBAR


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman wawancara

2. Surat Keputusan Penunjukkan Dosen Pembimbing 3. Surat Izin Penelitian

4. Surat Balasan Izin Penelitian 5. Berita Acara Seminar Proposal 6. Lembar Kegiatan Penelitian


(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Yuni Risca Mawarni NIM : 110902075

Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki

Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 101 halaman, 7 tabel, 2 bagan, dan 5 lampiran) Angka kemiskinan saat ini mengalami pengurangan walaupun tidak signifikan melalui berbagai program yang dirancang sedemikian rupa. Program tersebut bukan hanya dapat diberikan atau digerakkan oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat itu sendiri melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Salah satu cara yang tepat untuk mengurangi angka kemiskinan adalah bukan melalui pemberian bantuan semata untuk memenuhi kebutuhan, melainkan melalui pengembangan kapasitas masyarakat. Gagasan alternatif program pengembangan masyarakat yang sesuai di Indonesia adalah Credit Union yang telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1958.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, mengenai peranan yayasan pusat kajian dan perlindungan anak (PKPA) dalam meningkatkan kemandirian masyarakat melalui Credit Union Sumber Rejeki berlokasi di Pinang Baris kecamatan Medan Sunggal. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara dan observasi kepada 5 informan, yang terdiri dari 4 informan anggota CU Sumber dan 1 informan merupakan staf pendamping CU.

Hasil analisis data yang dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa peranan PKPA dalam meningkatkan kemandirian masyarakat melalui CU Sumber Rejeki Pinang Baris sangat banyak dan berjalan dengan baik, diantaranya melalui pendampingan ekonomi, penyedia simpan-pinjam yang mudah maupun kegiatan pelatihan yang telah direncanakan. Hal ini terlihat dari jawaban para informan yang diajukan oleh penulis.

Kata kunci : Peranan, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Credit Union


(16)

UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Yuni Risca Mawarni Student ID Number : 110902075

The role of the Foundation's Center for Study and Child’s Protection (PKPA) in enhancing Self-reliance Community Through Credit Union Sumber Rejeki Pinang

Baris Subdistrict Medan Sunggal in Medan city ABSTRACT

(This thesis consists of six chapters, 101 pages, 7 Tables and Appendix 5) The poverty rate currently experienced a decrease although not significant through a variety of programs designed in such a way. The program not only can be given or actuated by the government, but also by the community itself through non-governmental organizations (NGO) .One of the proper way to reduce the poverty rate is not through the provision of assistance only to meet the needs, but through the community capacity development .The notion of alternative development program in accordance with community in Indonesia is credit union which have been introduced in Indonesia since the year 1958 .

This research using a descriptive qualitative studies, The role of the Foundation's Center for Study and Child’s Protection (PKPA) in enhancing Self-reliance Community Through Credit Union located in Pinang Baris Subdistrict Medan Sunggal. Data on the research done by committing to interviews and observation; 5 informant consisting of four informant of CU Sumber Rejeki’s Member and 1 informant was PKPA’s staf.

Based on the results of the data analysis, the authors concluded that PKPA role in promoting community self-reliance through CU Rejeki Pinang Baris very much up and running well, particularly through economic assistance, savings and loans providers an easy and training activities that have been planned. This is evident from the answers of the informants posed by the author.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Credit Union (CU) Sumber Rejeki Pinang Baris adalah sebuah CU yang didirikan oleh Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga dampingan PKPA. CU Sumber Rejeki Pinang Baris hanya salah satu dari beberapa CU yang didirikan oleh PKPA baik di kota Medan maupun di luar kota Medan, tetapi bukan CU pertama yang didirikan oleh PKPA. Pendirian CU oleh PKPA pertama kali dilakukan di daerah dampingan PKPA yang lain yaitu Lhokseumawe, Aceh, tetapi CU Sumber Rejeki Pinang Baris merupakan CU pertama di kota Medan yang didirikan pada tahun 2013.

Pengelolaan CU Sumber Rejeki oleh PKPA diserahkan kepada divisi Sanggar Kreativitas Anak atau biasa disebut dengan SKA bagian pendampingan ekonomi keluarga. Dibawah pengelolaan divisi SKA, CU Sumber Rejeki telah merekrut 20 orang wanita sebagai anggota CU dan juga mendirikan 2 CU lainnya di kota Medan yaitu di Ayahanda dan juga di Klambir Lima. Kedua CU tersebut masing-masing beranggotakan 14 wanita di Ayahanda dan juga 18 wanita & 1 pria di Klambir Lima, dengan total keseluruhan anggota CU dibawah naungan PKPA Medan berjumlah 49 anggota.

Berbagai kegiatan dilakukan untuk mewujudkan tujuan pendirian CU Sumber Rejeki seperti diantaranya yaitu perkumpulan yang dilakukan rutin setiap minggu-nya untuk tetap menjaga kekerabatan antar anggota, pelatihan


(18)

pengelolaan sampah plastik yang dilakukan untuk mengurangi limbah plastik serta menambah daya kreatifitas anggota agar dapat menambah pendapatan, pelatihan pembibitan menggunakan media sampah diapers bayi yang ditujukan untuk mengurangi limbah diapers, pelatihan pembuatan kue kering yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan para anggota CU, penyuluhan hukum dari DEPKUMHAM dan berbagai kegiatan pendidikan maupun training lainnya yang masih disupport oleh yayasan PKPA (PKPA, 2015).

Pendirian CU Sumber Rejeki oleh PKPA merupakan sebuah gebrakan untuk meningkatkan kesejahteraan anak melalui peningkatan ekonomi keluarga anak dampingan PKPA. PKPA berharap melalui CU Sumber Rejeki para anggota yang merupakan orang tua para anak dampingan dapat melakukan pengelolaan keuangan dengan baik, juga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dengan berbagai program yang telah dirancang divisi SKA PKPA. Hal ini agak menyimpang dari pola kerja PKPA, yang telah diketahui secara umum bahwa PKPA adalah sebuah yayasan non-pemerintahan yang bergerak untuk melindungi kehidupan dan hak anak yang semakin terenggut oleh keegoisan masyarakat.

Dalam penanganan masalah anak, PKPA sudah memiliki pengalaman yang dapat dikatakan berkompeten. Karena PKPA sudah berdiri selama 19 tahun dalam melindungi hak anak, dan PKPA juga sudah melakukan berbagai kerja sama dengan beberapa instansi pemerintahan sehingga PKPA sudah diakui oleh pemerintahan kota Medan dalam menangani permasalahan anak. Beberapa divisi dibentuk untuk lebih memfokuskan PKPA menyelesaikan permasalahan anak yang ada, seperti divisi SKA yang melakukan pendampingan ekonomi melalui CU, juga biasa menangani mengenai permasalahan anak-anak komunitas miskin


(19)

kota (komunitas urban), anak-anak yang tinggal di daerah terisolir (remote area), anak jalanan dan anak berkebutuhan khusus yang memiliki tingkat pendidikan rendah bahkan kesulitan mendapatkan akses pendidikan. Oleh sebab itu program yang dilakukan oleh SKA adalah membuka kelas pendidikan untuk anak usia dini (anak usia 2-5 tahun), bantuan beasiswa untuk akses pendidikan dasar bagi anak usia 6-18 tahun, vocational training dan kewirausahaan bagi remaja putus sekolah usia 13-18 tahun. Terdapat juga divisi Pusat Layanan Informasi dan Pengaduan Anak (PUSPA) yang merupakan divisi pelayanan untuk memberikan perlindungan dari penanganan masalah anak, diantaranya korban kekerasan seksual seperti pelacuran paksa dikalangan anak-anak, traffiking untuk tujuan seksual, kekerasan fisik/seksual anak di dalam rumah tangga, incest (perkosaan dalam keluarga), anak yang berkonflik dengan hukum dan bentuk kekerasan lainnya; Pusat Informasi KESPRO dan Gender atau biasa disingkat menjadi PIKIR yang memiliki konsern pembahasan mengenai isu kesehatan reproduksi, narkoba, HIV-AIDS dan Gender pada orang muda; dan PKPA Emergency Aid yang memiliki misi kemanusiaan untuk respon emergensi dan kesiapsiagaan bencana yang difokuskan kepada anak-anak dan remaja sejak tahun 2003 di berbagai daerah di Indonesia dengan melakukan aksi tanggap darurat.

Dengan mendirikan CU Sumber Rejeki, PKPA telah menambah jumlah CU yang ada di Sumatera Utara dibawah pengawasan Puskopdit BK3D Sumatera Utara yang pada tahun 2010 berjumlah 61 CU dengan total asset sebesar Rp 1 Triliun per November 2010, dan jumlah keanggotaan lebih dari 250.000 anggota (PM Sitanggang, 2011). Seluruh anggota CU dibawah pengawasan Puskopdit BK3D Sumatera Utara, dan juga CU di wilayah lain di Indonesia dinaungi dalam


(20)

sebuah wadah yang bernama Credit Union Counseling Office (CUCO). CUCO ini memiliki fungsi memberikan konsultasi, menyediakan bahan dan program pelatihan, menyelenggarakan kursus-kursus, menyebarkan informasi dan merintis Badan Koordinasi Koperasi Kredit (BK3). Fungsi CUCO inilah yang menjadi cikal bakal pengembangan Credit Union di Indonesia, yang pertama kali dibawa ke Indonesia oleh Carolus Albrecht, seorang pastor Katolik pada tahun 1958. Sedangkan ide awal mengenai CU itu sendiri dikembangkan di Jerman oleh seseorang yang bernama Raiffesien pada tahun 1864, sebagai upaya menanggulangi kemiskinan yang disebabkan oleh revolusi industri dan kapitalisme yang terjadi di Jerman (Kompasiana, 2013).

CU dianggap sebagai sebuah gagasan alternatif yang diharapkan dapat menjadi wadah bersama dalam mengatasi permasalahan kesenjangan sosial kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah. Pendidikan saat ini dituntut menjadi fondasi kemajuan dan peradaban bangsa yang dituntut untuk memanusiakan manusia, oleh sebab itu pendidikan dianggap sebagai salah satu kunci dari penyelesaian masalah kemiskinan. Masyarakat yang memiliki ekonomi serta tingkat pendidikan yang rendah, berbondong-bondong melakukan urbanisasi ke kota yang dianggap lebih layak dalam menjalani penghidupan. Padahal kenyataan yang didapat, masyarakat yang hanya bermodalkan harapan dan mimpi yang ingin mengubah nasib, harus bersaing secara ketat di kota. Tanpa keahlian dan juga pendidikan yang tinggi, masyarakat urban banyak yang beralih ke sektor pekerjaan informal seperti supir angkot, pedagang asongan, maupun penarik becak. Dan masyarakat yang melakukan urbanisasi tersebut tidak dapat bertahan di pusat kota, sehingga mereka hanya


(21)

akan dapat bertahan didaerah marginal (pinggiran) kota dengan keadaan yang tidak jauh berbeda dengan keadaan mereka dahulu dari daerah asal dan bahkan masuk kedalam kategori miskin (Adul Aziez, 2012).

Kualitas pendidikan yang rendah juga ikut mempengaruhi tingkat kemiskinan yang terjadi khususnya di pedesaan Indonesia. Karena tanpa dipungkiri, pendidikan formal yang tinggi dan dikatakan layak hanya akan didapati di daerah perkotaan. Kesenjangan ini disebabkan oleh keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintahan pusat, keadaan geografis Indonesia yang tentu saja berbeda karena luas negara Indonesia yang berpulau-pulau sementara sarana komunikasi dan transportasi belum memadai untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan di kota, telah diketahui bahwa pendidikan sudah dapat dikatakan sebagai suatu prestise dalam kehidupan berinteraksi. Melalui pendidikan masyarakat berharap akan kemajuan atau perubahan dalam kehidupan pencapaian strata yang lebih tinggi (Rojul Almunr, 2013).

Dalam rangka mengurangi angka kemiskinan dengan meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah merancang sebuah program yang bernama Wajib Belajar 9 Tahun dengan menggratiskan biaya pendidikan dasar (SD dan SMP). Program tersebut berlandaskan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar tanpa dipungut biaya melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Keberhasilan program BOS dapat dilihat melalui satu ukuran Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP. Pada


(22)

tahun 2005 APK SD telah mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah mencapai 98,11%, sehingga program wajib belajar 9 tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari target deklarasi Education For All di Dakar (Kemendikbud, 2012). Dalam penyelesaian masalah kemiskinan, pemerintah juga merancang sebuah program yang disebut Operasi Pasar Khusus yang kemudian diubah menjadi RASKIN dengan fokus sasaran rumah tangga miskin. Penyaluran RASKIN (Beras untuk Masyarakat Miskin) dimulai dengan tujuan memperkuat pertahanan pangan rumah tangga khususnya rumah tangga miskin yang fungsinya diperluas menjadi bagian dari program perlindungan sosial masyarakat. Selama 2005-2009 RASKIN tidak hanya menjaga kekuatan pangan rumah tangga miskin, tetapi juga menjaga stabilitas harga.

Melalui beberapa program penuntasan angka kemiskinan di Indonesia, data menunjukkan bahwa pada tahun 2010 terdapat 31.023.400 jiwa masyarakat miskin kota maupun desa, sedangkan pada Maret 2009 terdapat 32.530.000 jiwa masyarakat miskin kota. Berarti terdapat pengurangan angka kemiskinan sebesar 1.506.600 jiwa atau sebesar 4,63%. Lalu selanjutnya pada periode 2011 jumlah penduduk miskin kota dan desa sebesar 30.018.930 jiwa, dan pada periode maret-september 2012 terdapat 57.727.000 jiwa penduduk tercatat dalam keadaan miskin kota-desa. Periode maret-september 2013, terdapat sebanyak 35.660.490 jiwa masyarakat miskin desa di Indonesia dan miskin kota sebanyak 20.960.000 jiwa dengan total sebanyak 56.620.490 jiwa berkurang dari tahun 2012 sebesar 1,95%. Dan pada periode maret-september 2014, tercatat sebanyak 56.007.790 jiwa masyarakat miskin desa-kota dengan komposisi masyarakat miskin desa


(23)

sebanyak 35.143.900 jiwa dan masyarakat miskin kota sebanyak 20.863.890 dengan jumlah pengurangan sekitar 1,09% (BPS, 2014).

Dengan kemiskinan yang masih menyelimuti Indonesia, pencapaian untuk menjadi negara kesejahteraan masih jauh dari harapan. Padahal kesejahteraan bangsa bukan hanya impian dari para proklamator Indonesia, Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta saja. Hal tersebut sudah tercantum secara tersirat dalam pembukaan Undang-undang dasar 1945 alinea IV yang menjelaskan bahwa bangsa Indonesia harus memajukan kesejahteraan umum. Sebagai negara yang merdeka sejak tanggal 17 Agustus tahun 1945 dan yang memiliki kedaulatan yang utuh atas kepemerintahan negara, Indonesia sudah seharusnya dapat menjadi negara yang memenuhi, melindungi, menghormati semua hak dan kewajiban dari warga negara agar tercapai kesejahteraan baik secara ekonomi maupun sosial. Oleh sebab itu masyarakat harus menciptakan inovasi dan kreatifitas untuk membangun imajinasi optimisme masyarakat agar pencapaian yang didapatkan maksimal. Selain itu negara juga harus mencari dan mengembangkan potensi masyarakat yang selama ini terkubur, agar dapat diberdayakan dalam membangun negara Indonesia yang lebih sejahtera.

Berdasarkan uraian sebelumnya peneliti mencoba melakukan suatu penelitian dengan melihat dan menganalisa bagaiamana “Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki di Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal kota Medan”.


(24)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dirumuskan sebelumnya, perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah peranan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) sebagai pendiri dan pengawas Credit Union Sumber Rejeki dalam meningkatkan kemandirian masyarakat di Pinang Baris, kecamatan Medan Sunggal, kota Medan?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui apakah peranan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) melalui CU Sumber Rejeki dapat meningkatan kemandirian masyarakat anggota CU Sumber Rejeki di Pinang Baris, kecamatan Medan Sunggal, kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka:

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai model pengembangan masyarakat.

2. Secara akademis, penelitian ini memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah referensi dan bahan kajian serta studi komparasi bagi para mahasiswa yang tertarik terhadap masalah pengembangan masyarakat.


(25)

3. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dalam proses pengembangan konsep, teori maupun model pengembangan masyarakat.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian.


(26)

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Peranan

Peranan berasal dari kata dasar peran, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang memiliki kedudukan di masyarakat. Saat istilah peran digunakan dalam pekerjaan, maka seseorang yang diberi (mendapatkan) suatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan dalam pek erjaan tersebut.

Peran juga memiliki arti serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan secara formal maupun secara informal. Peran dilakukan berdasarkan pada ketentuan dan harapan yang menerangkan apa saja yang harus dilakukan individu dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain yang menyangkut peran tersebut. (Friedman, M., 1998: 286)

Soekanto (2002: 243) mengemukakan pengertian peranan yaitu aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan (status/ strata) berarti individu tersebut menjalankan suatu peranan dengan baik. Menurut Grass, Mason, MC Eachern (dalam David Berry 1995: 100) mendefinisikan peranan sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati kedudukan sosial tertentu.


(28)

Levinson dalam Soekanto (2009:213) mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.

2.2 Kemandirian

Kemandirian berasal dari kata dasar mandiri yang mempunyai arti kemampuan untuk melakukan dan mempertanggung-jawabkan tindakan yang dilakukannya serta untuk menjalin hubungan yang suportif dengan orang lain (Steinberg, 2002). Menurut Shaffer (2002), kemandirian adalah kemampuan untuk membuat keputusan dan menjadikan dirinya sumber kekuatan emosi diri sehingga tidak bergantung kepada orang lain.

Tingkat kemandirian yang ada pada setiap individu berbeda-berbeda, menurut Shaffer ada tingkat kemandirian yang tinggi, dan ada yang rendah. Kemandirian yang tinggi cenderung memiliki rasa percaya diri tinggi, ada rasa


(29)

inisiatif, rasa tanggung jawab, serta mengerjakan sesuatu untuk dan oleh dirinya sendiri.

2.2.1 Mandiri dalam Upaya Pemberdayaan

Untuk mencapai tingkat masyarakat yang mandiri, upaya yang dilakukan mengarah pada akar persoalan yaitu meningkatkan terlebih dahulu kemampuan masyarakat. Bagian yang tertinggal harus dikembangkan tetapi tidak hanya dalam aspek yang menambah nilai ekonomi, tetapi juga yang menambah nilai sosial dan nilai budaya (Soetomo, 2012)

Untuk memberdayakan masyarakat, dibutuhkan suatu proses yang panjang agar mereka menjadi mandiri dan dapat mengembangkan diri. Secara konseptual, pemberdayaan mencakup beberapa hal yaitu:

1. learning by doing. Atinya pemberdayaan adalah sebagai proses hal belajar dan ada suatu tindakan konkret yang terus menerus, dampaknya dapat terlihat.

2. problem solving. Pemberdayaan harus memberikan arti terjadinya pemecahan masalah yang dirasakan krusial dengan cara dan waktu yang tepat.

3. self evaluation. Pemberdayaan harus mampu mendorong seseorang atau kelompok tersebut untuk melakukan evaluasi secara mandiri.

4. self development and coordination. Artinya mendorong agar mampu melakukan pengembangan diri da melakukan hubungan koordinasi dengan pihak lain secara lebih luas.


(30)

5. self selection. Suatu kumpulan tumbuh sebagai upaya pemilihan dan penilaian secara mandiri dalam menetapkan langkah ke depan.

6. self decism. Dalam memilih tindakan yang tepat hendaknya dimiliki kepercayaan diri dalam memutuskan sesuatu secara mandiri (Saraswati, 1997:79-80).

2.2.2 Mandiri dalam Upaya Kesejahteraan Sosial

Pengertian kesejahteraan sosial berasal dari dua kata yaitu kesejahteraan dan sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan kata kesejahteraan memiliki arti kondisi aman, sentosa, makmur, terlepas dari segala macam ancaman, gangguan dan kesulitan.

Dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pasal 1 ayat 1: kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Dalam pandangan Kartasasmita (1997) upaya memandirikan masyarakat adalah sebagai proses untuk mencapai serta meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memandirikan masyarakat adalah memampukan masyarakat agar tercapai kesejahteraan sosialnya.


(31)

2.3 Community Organizing Community Development 2.3.1 Community Organizing

Pengorganisasian masyarakat atau biasa disebut community organizing adalah suatu proses ketika suatu komunitas tertentu mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan serta mengembangkan keyakinan komunitas untuk berusaha memenuhi kebutuhan tersebut yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia dan dengan usaha gotong royong (Sasongko A., 1996)

Menurut Ross Muray (2000), pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan skala prioritas berdasarkan atas sumber-sumber yang ada dalam masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar dengan usaha secara gotong royong.

Terdapat beberapa aspek pengorganisasian masyarakat, diantaranya yaitu: 1. Proses, yaitu merupakan proses yang terjadi secara sadar, tetapi dapat juga

tidak disadari. Jika proses disadari, berarti masyarakat menyadari akan adanya kebutuhan. Kesadaran terhadap kebutuhan dan masalah yang dihadapi biasanya ditemukan pada segelintir orang saja yang kemudian melakukan upaya menyadarkan masyarakat untuk mengatasinya. Dan selanjutnya mereka yang sadar ini yang menginstruksikan kepada masyarakat untuk bersama-sama mengatasinya. Selanjutnya dalam proses juga ditemukan unsur-unsur kesukarelaan yang timbul karena terdapat dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kelompok atau masyarakat.


(32)

2. Masyarakat yang biasa diartikan sebagai kelompok besar yang mempunyai batas-batas geografis seperti desa, suatu kelompok dari mereka yang mempunyai kebutuhan bersama dari kelompok yang lebih besar, kelompok kecil yang menyadari suatu masalah harus dapat menyadarkan kelompok yang lebih besar, dan kelompok yang secara bersama -sama mencoba mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhannya.

3. Berfungsinya masyarakat yang dapat dilakukan melalui beberapa langkah seperti menarik orang-orang yang mempunyai inisiatif dan dapat bekerja untuk membentuk kepanitian yang akan menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan yang ada; membuat rencana kerja yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh keseluruhan masyarakat; dan melakukan upaya penyebaran rencana untuk menyukseskan rencana tersebut.

Sedangkan menurut Adi Sasongko (1978) terdapat beberapa langkah-langkah dalam pengorganisasian masyarakat, seperti diantaranya adalah:

a. Persiapan Sosial

Tujuan dari persiapan sosial adalah mengajak berpartisipasi atau peran serta masyarakat sejak awal kegiatan, sampai dengan perencanaan program pelaksanaan hingga pengembangan program. Kegiatan-kegiatan dalam persiapan sosial ini lebih ditekankan kepada persiapan-persiapan yang harus dilakukan baik aspek teknis, administratif dan program-program kesehatan yang akan dilakukan.


(33)

Pada tahap ini para stakeholder harus datang ketengah-tengah masyarakat dengan hati yang terbuka dan kemauan untuk mengenal sebagaimana adanya, tanpa disertai prasangka buruk sambil menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan.

2. Tahap Pengenalan Masalah

Tahap ini menuntut suatu kemampuan untuk dapat mengenal masalah-masalah yang memang benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat. Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menyusun skala prioritas penanggulangan maslaah adalah:

a) Beratnya masalah b) Mudahnya mengatasi

c) Pentingnya masalah bagi masyarakat d) Banyaknya masyarakat yang merasakan 3. Tahap Penyadaran Masyarakat

Tujuan dari tahap ini adalah menyadarkan masyarakat agar mereka tahu dan mengerti tentang masalah-masalah kesehatan yang mereka hadapi sehingga dapat berpartisipasi dalam penanggulangannya serta tahu cara memenuhi kebutuhan akan upaya pelayanan kesejahteraan sesuai dengan potensi dan sumber daya yang ada.

Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan kebutuhan mereka akan pencapaian kesejahteraan, diperlukan suatu mekanisme yang


(34)

terencana dan terorganisir dengan baik, untuk itu beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka menyadarkan masyarakat:

a) Lokakarya Mini

b) Musyawarah Masyarakat Desa c) Rembuk Desa

b. Pelaksanaan

Setelah rencana penanggulangan masalah disusun dalam lokakarya mini, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan masalah kesejahteraan adalah:

- Pilihlah kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat

- Libatkan masyarakat secara aktif dalam upaya penanggulangan

masalah

- Tumbuhkan rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka mempunyai kemampuan dalam penanggulangan masyarakat. c. Evaluasi

Penilaian dapat dilakukan setelah kegiatan dilaksanakan yang dilakkan dalam jangka waktu tertentu. Dalam penilaian dapat dilakukan dengan:

1) Penilaian selama kegiatan berlangsung (Penilaian formatif /

Monitoring). Dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan

kegiatan yang telah dijalankan apakah telah sesuai dengan perencanaan penanggulangan masalah yang telah disusun.


(35)

2) Penilaian setelah program selesai dilaksanakan (Penilaian sumatif / penilaian akhir program). Dilakukan setelah melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang dilakukan. Dapat diketahui apakah tujuan atau target dalam pelayanan kesejahteraan telah tercapai atau belum.

Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengorganisasian masyarakat, agar tujuan yang dimaksut dapat terwujud dan tidak keluar dari kerangka kerja pengorganisasian masyarakat diantaranya yaitu:

a. Keberpihakan.

Pengorganisasian masyarakat harus menitikberatkan pada lapisan bawah yang selama ini selalu dipinggirkan , sehingga yang menjadi basis pengorganisasian adalah masyarakat kelas bawah, tanpa mempunyai prioritas keberpihakan terhadap masyarakat kelas bawah seringkali pengorganisasian yang dilakukan terjebak pada kepentingan kelas menengah dan elit dalam masyarakat.

b. Pendekatan holistic.

Pengorganisasian masyarakat harus melihat permasalahan yang ada dalam masyarakat secara utuh dan tidak sepotong-sepotong, misalnya hanya melihat aspek ekonomi saja, tetapi harus dilihat dari berbagai aspek sehingga pengorganisasian yang dilaksanakan untuk mengatasi berbagai aspek dalam masyarakat.

c. Pemberdayaan.

Muara dari pengorganisasian masyarakat adalah agar masyarakat berdaya dalam menghadapi pihak-pihak di luar komunitas (pelaku pembangunan


(36)

lain; pemerintah, swasta atau lingkungan lain pasar, politik, dsb), yang pada akhirnya posisi tawar masyarakat meningkat dalam berhubungan dengan pemerintah dan swasta.

d. HAM.

Kerja-kerja pengorganisasian masyarakat tidak boleh bertentangan dengan HAM.

e. Kemandirian.

Pelaksanaan pengorganisasian masyarakat harus ditumpukan pada potensi yang ada dalam masyarakat, sehingga penggalian keswadayaan masyarakat mutlak diperlukan. Dengna demikian apabila ada factor luar yang akan terlibat lebih merupakan stimuan yang akan mempercepat proses perubahan yang dikehendaki. Apabila hal kemandirian tidak bisa diwujudkan, maka ketergantungan terhadap factor luar dalam proses pengorganisasian masyarakat menjadi signifikan. Kemandirian menjadi sangat penting karena perubahan dalam masyarakat hanya bisa terjadi dari masyarakat itu sendiri.

f. Berkelanjutan.

Pengorganisasian masyarakat harus dilaksanakan secara sistematis dan masif, apabila tujuannya adalah untuk meningkatkan posisi tawar masyarakat, oleh sebab itu dalam melaksanakan pengorganisasian masyarakat harus mampu memunculkan kader-kader masyarakat dan pengorganisasian local, karena mereka yang akan terus mengembangkan pengorganisasian yang sudah jalan sehingga kegiatan ini terjamin keberlanjutannya.


(37)

g. Partisipatif.

Salah satu budaya yang dilahirkan oleh Orde Baru adalah ‘budaya bisu’ dimana masyarakat hanya dijadikan alat untuk legitimasi dari kepentingan kelompok dan elit. Kondisi semacam ini terermin dari kegiatan pengarahan masyarakat untuk mencapai kepentingan-kepentingan sesaat, oleh sebab itu dalam pengorganisasian masyarakat harus diupayakan keterlibatan semua pihak terutama masyarakat kelas bawah. Partisipasi yang diharapkan adalah partisipasi aktif dari anggota sehingga akan melahirkan perasaan memiliki dari organisasi yang akan dibangun.

h. Keterbukaan.

Sejak awal dalam pengorganisasian masyarakat harus diupayakan keterbukaan dari semua pihak, sehingga bisa dihindari intrik dan provokasi yang akan merusak tatanan yang telah dibangun. Pengalaman yang ada justru persoalan keterbukaan inilah yang banyak menyebabkan perpecahan dan pembusukan dalam organisasi masyarakat yang telah dibangun.

i. Tanpa kekerasan.

Kekerasan yang dilakuan akan menimbulkan kekerasan yang lain dan pada akhirnya menjurus pada anarkhisme, sehingga diupayakan dalam pengorganisasian masyarakat harus mampu menghindari bentuk-bentuk kekerasaan baik fisik maupun psikologi engna demikian proses yang dilakukan bisa menarik simpati dan dukungan dari berbagai kalangan dalam melakukan perubahan yang akan dilaksanakan.


(38)

j. Praxis

Proses pengorganisasian masyarakat harus dilakukan dalam lingkaran Aksi-Refleksi-Aksi secara terus menerus, sehingga semakin lama kegiatan yang dilaksanakan akan mengalami pengingkatan baik secara kuantitas dan terutama kualitas, karena proses yang dijalankan akan belajar dari pengalaman yang telah dilakukan dan berupaya untuk selalu memperbaikinya.

k. Kesetaraan.

Budaya yang sangat menghambat perubahan masyarakat adalah tinggalan budaya feudal. Oleh sebab itu pembongkaran budaya semacam ini bisa dimulai dengan kesetaraan semua pihak, sehingga tidak ada yang merasa lebih tinggi (superior) dan merasa lebih rendah (inferior), dengan demikian juga merupakan pendidikan bagi kalangan kelas bawah untuk bisa memandang secara sama kepada kelompok-kelompok lain yang ada dalam masyarakat.

2.3.2 Community Development

Dalam bahasa Indonesia, community development berarti pengembangan masyarakat yang memiliki arti sebagai suatu proses penguatan masyarakat secara aktif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip keadilan sosial, partisipasi dan kerja sama yang setara. Pengembangan masyarakat mengekspresikan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, akuntabilitas, kesempatan, pilihan, partisipasi, kerjasama, dan proses belajar berkelanjutan.


(39)

Pengembangan masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu pengembangan dan masyarakat. Pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia yang meliputi sektor-sektor seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sosial-budaya.

Sedangkan masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep yaitu masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama seperti sebuah rukun tetangga atau sebuah kampong di wilayah pedesaan; masyarakat sebagai “kepentingan bersama” yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas seperti kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas. Dan dalam Pengembangan Masyarakat biasanya diterapkan terhadap pelayanan-pelayanan sosial kelembagaan.

Community Develompent adalah suatu proses yang merupakan usaha masyarakat sendiri yang diintegrasikan dengan otoritas pemerintah guna memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan kultural komunitas, mengintegrasikan komunitas ke dalam kehidupan nasional dan mendorong kontribusi komunitas yang lebih optimal bagi kemajuan nasional (Hayden dalam Soetomo, 2006 : 79).

Dalam penggunaannya di Indonesia, konsep community development juga diterjemahkan ke dalam beberapa istilah yang berbeda. Sementara pihak menerjemahkan community development sebagai pembangunan masyarakat. Dilihat dari terjemahan unsur-unsur kata-katanya barangkali tidak salah, walaupun demikian dalam penggunaannya sebagai konsep yang bulat mungkin dapat mendatangkan dualism pengertian. Sebagaimana diketahui, pengertian pembangunan masyarakat dapat dipandang dari sudur arti luas dan dapat pula dari sudur arti sempit (Ndraha dalam Soetomo, 2006:94). Dalam arti luas,


(40)

pembangunan masyarakat berarti perubahan sosial berencana baik dalam bidang ekonomi, teknologis, sosial maupun politik. Pembangunan masyarakat dalam arti luas juga dapat berarti proses pengembangan yang lebih memberikan fokus perhatian pada aspek manusia dan masyarakatnya. Dalam arti sempit, pembangunan masyarakat berarti perubahan sosial berencana pada suatu lokalitas tertentu.

Tujuan pengembangan masyarakat adalah membangun kembali masyarakat sebagai tempat pengalaman penting manusia, memenuhi kebutuhan manusia, dan membangun kembali struktur-struktur negara kesejahteraan, ekonomi global, birokrasi, elite professional dan sebagainya yang kurang berperikemanusiaan dan sulit diakses (Jin Ife dan Frank Tesoriero, 2008).

Berikut beberapa unsur-unsur penting dalam pengembangan masyarakat diantaranya adalah:

a. Program terencana dan terfokus pada kebutuhan-kebutuhan menyeluruh dari masyarakat yang bersangkutan.

b. Mendorong swadaya masyarakat.

c. Adanya bantuan teknis dari pemerintah maupun badan-badan swasta atau organisasi-organisasi sukarela.

d. Mempersatukan berbagai spesialisasi seperti kesehatan masyarakat, pertanian, peternakan, pendidikan dan kesejahteraan keluarga untuk membantu masyarakat.

Untuk mengembangkan dan meningkatkan dinamika masyarakat, hendaknya menempuh langkah-langkah sebagai berikut:


(41)

a) Ciptakan kondisi agar potensi setempat dapat dikembangkan dan dimanfaatkan

b) Pertinggi mutu potensi yang ada

c) Usahakan kelangsungan kegiatan yang sudah ada

d) Tingkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.

e) Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan (Dr. Alfitri, 2011: 25-26).

Walaupun berawal dari prinsip-prinsip dasar yang sama, dalam perkembangannya strategi community development telah menunjukkan variasi dalam hal tema gerak dan aktivitasnya. Terdapat sejumlah tema yang kemudian dikenal, namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: Self Help, Technical Assistance dan Conflict. Tema self help mempunyai ciri antara lain lebih mementingkan proses, lambat dalam menumbuhkan perubahan fisik, sangat potensial menumbuhkan mekanisme pembangunan yang berkesinambungan. Petugas lapangan dalam tema ini lebih berkedudukan sebagai fasilitator dan educator. Tema self help cenderung didasarkan pada suatu anggapan bahwa pada daasrnya setiap masyarakat mempunyai potensi dan kemampuan untuk berkembang atas kekuatan sendiri. CD diterapkan untuk mendorong tumbuh dan teraktualisasikannya potensi tersebut melalui berbagai tindakan bersama warga komunitas.

Tema technical assistance mempunyai ciri-ciri: lebih mementingkan hasil material, moderat dalam kecepatan menumbuhkan perubahan, dan potensinya utnuk menumbuhkan pembangunanberkelanjutan lebih rendah dibanding dengan


(42)

tema self help. Dalam tema ini petugas lapangan lebih berkedudukan sebagai konsultan atau advisor. Disamping itu, dalam pendekatan ini hubungan komunitas dengan pihak-pihak dari luar komunitas cenderung bersifat hubungan vertikal. Oleh sebab itu, tidak salah kalau dikatakan peranan pihak luar justru lebih dominan dalam proses pembangunan yang berjalan. Dengan kemampuan dan skillnya mereka dapat memandu, mengarahkan dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan dalam komunitas. Bentuk-bentuk aktivitas yang banyak dilakukan dalam tema ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dan industri, peningkatan sistem pelayanan sosial dan koordinasi antarinstansi pelayanan yang ada. Pendekatan yang digunakan cenderung bersifat delivery

approach, pihak eksternal mendisain program, kemudian menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk bantuan dan pelayanan, sedang masyarakat menanggapi dan memanfaatkan pelayanan tersebut.

Sedangkan tema conflict mempunyai karakteristik memerhatikan baik proses maupun hasil material, cepat dalam menumbuhkan perubahan karena tujuannya memang melakukan reformasi, atau bahkan transformasi. Petugas lapangan dalam tema ini berkedudukan sebagai penganjur atau organisator gerakan reformasi (Soetomo, 2006 : 125-136)

Banyak program pengembangan masyarakat yang berupaya membangun basis masyarakat yang lebih kuat untuk aspek tunggal eksistensi manusia, dan terkadang mengabaikan aspek lainnya. Seperti pengembangan masyarakat yang memusatkan pada pelayanan kemanusiaan berbasis masyarakat tetapi mengabaikan basis ekonomim dan terkadang begitu juga sebaliknya. Pengembangan masyarakat satu dimensi sudah dapat dipastikan gagal karena


(43)

mengabaikan kekayaan dan kompleksitas kehidupan manusia dan pengalaman masyarakat.

Terdapat lima dimensi yang sangat penting dalam pengembangan masyarakat, dan seluruhnya berinteraksi satu dengan lainnya dalam bentuk -bentuk yang kompleks. Keenam dimensi tersebut, yaitu:

1. Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya. 3. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok lemah agar

tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat).

4. Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas kehidupannya.

5. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat (Suharto dalam Alfitri, 2011: 26-27).

Sebagaimana diketahui, sumber perubahan dan pembaruan dalam suatu komunitas dapat berasal baik dalam maupun dari luar komunitas yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena tidak jarang dijumpai suatu komunitas yang apabila dilihat secara objektif kondisi kehidupannya sudah membutuhkan peningkatan melalui berbagai bentuk perubahan dan pembaruan, tetapi prakarsa dari dalam masyarakat sendiri untuk melakukannya ternyata tidak kunjung datang.


(44)

Oleh sebab tiulah kemudian dipertimbangkan perlunya intervensi dari luar untuk mendorong tumbuhnya perubahan dan pembaruan tersebut.

Walaupun demikian, sesuai dengan prinsip community development itu sendiri, intervensi yang diberikan perlu diusahakan untuk tidak menimbulkan ketergantungan, tetapi justru mendorong terjadinya kesinambungan. Intervensi dikatakan menimbulkan ketergantungan apabila masyarakat yang tadinya statis menjadi tergerak untuk melakukan perubahan dan pembaruan setelah memperoleh intervensi dari luar, tetapi kemudian menjadi statis kembali setelah intervensi dihentikan dan baru terjadi aktivitas pembaruan lagi apabila memperoleh intervensi yang baru (Soetomo, 2006 : 137).

Berikut beberapa tahapan intervensi dalam community development: 1. Assessment (Penilaian)

Bertujuan untuk menentukan ketepatan serta efektivitas program dalam upaya pengembangan masyarakat. Assessment mencakup needs assessment, identifikasi masalah, analisis masalah, dan resources assessment.

2. Plan of treatment (Rencana tindakan)

Sebuah proses dalam mengidentifikasi, memilah, menghubungkan masalah atau kebutuhan dengan sumber-sumber yang dapat didayagunakan untuk memecahkan maslaah dan/atau memenuhi kebutuhan melalui serangkaian kegiatan.


(45)

3. Treatment (Tindakan)

Mencakup atas tindakan monitoringdan evaluasi. Monitoring memberikan dua manfaat yaitu memberikan informasi untuk pegangan sementara program masih sedang berlangsung. Kemudian dilakukan tindakan evalausi yang dilakukan secara berkala yang ditujukan baik kepada pelaksanaan program (proses maupun hasil), maupun kepada kerjasama diantara semua pelaku.

4. Terminasi (Pelepasan)

Merupakan langkah penghentian sementara (sekuensi) kegiatan pengembangan masyarakat yang mungkin kelak ditindaklanjuti dengan rangkaian kegiatan berikutnya.

Menurut Mezirow, terdapat tiga jenis program dalam usaha pengembangan masyarakat, yaitu:

a. Program integrative.

Memerlukan pengemangan melalui koordinasi dinas-dinas teknis. b. Program adaptis.

Fungsi pengembangan masyarakat cukup ditugaskan pada salah satu kementerian.

c. Program proyek.

Dalam bentuk usaha-usaha terbatas pada wilayah tertentu dan program disesuaikan khusus kepada daerah yang bersangkutan.


(46)

2.4 Credit Union (CU)

2.4.1 Sejarah Credit Union (CU)

Ide mengenai Credit Union lahir saat benua Eropa, khususnya Jerman sedang mengalami masa ekonomi sulit yang disebabkan oleh kapitalisme dan juga karena revolusi industri yang sedang genjar dilakukan pada abad ke-19. Pada masa itu masyarakat, khususnya masyakarat pedesaan, tidak mampu membeli mesin pertanian, pupuk, bibit ataupun alat peternakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Akhirnya mereka berpendapat untuk melakukan migrasi ke kota dengan harapan mengubah nasib mereka, tetapi masyarakat yang bermigrasi ke kota bukan semakin sejahtera malah menjadi lebih miskin dan susah.

Masyarakat mencoba bertahan hidup dengan menjadi kuli bagi kelas kaya dengan upah yang jauh dari kata layak, ada juga yang mencoba membuka usaha dengan cara meminjam uang dari lintah darat atau renternir. Pinjaman tidak diberikan secara cuma-cuma, mereka dibebankan dengan bunga yang besar dan jaminan lahan pertanian mereka akan direbut jika mereka tidak dapat melunaskan pembayaran yang telah disepakati.

Keadaan yang semakin memarah telah menggugah hati seorang pejabat daerah setempat yaitu Friedrich Wilhelm Reiffesien, Walikota Flammersfield, yang pada saat itu menjabat pada tahun 1849. Langkah pertama yang dilakukan oleh sang walikota adalah mendirikan suatu perkumpulan yang beranggotakan 60 orang kaya yang mengumpulkan dana untuk diberikan kepada masyarakat miskin sebagai modal dalam pertanian. Langkah ini gagal dikarenakan bukannya menolong masyarakat miskin, tetapi malah uang telah diberikan dihambur-hamburkan dan masyarakat miskin tidak pernah merasa cukup. Merasa gagal, para


(47)

orang kaya yang telah dikumpulkan oleh Reiffesien pun mulai enggan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin.

Reiffesien tidak berhenti begitu saja, beliau kemudian memunculkan sebuah gagasan untuk mendirikan pabrik roti yang akan menjual roti dengan harga murah agar dapat dijangkau oleh masyarakat miskin dan juga memberikan roti secara gratis. Tetapi kemudian langkah ini gagal juga. Setiap apa yang diberikan kepada masyarakat miskin, pasti selalu akan habis pada saat itu juga dan tidak akan cukup.

Pada tahun 1852, Raiffesien pindah dan menjabat sebagai walikota baru di Heddersdoff. Reiffesien menyadari terdapat suatu hubungan antara kemiskinan dengan ketergantungan. Reiffesien akhirnya mengganti pendekatan dari pendekatan derma dan belas kasih, menjadi prinsip menolong diri sendiri. Sehingga di kota ini Reiffesien mendirikan sebuah organisasi yang bernama Heddesdorfer Credit Union pada tahun 1864, dengan kebanyakan anggota merupakan petani.

Untuk menjadi anggota, seseorang harus berwatak baik, rajin, dan jujur. Untuk mengetahuinya, para tetangga harus memberikan rekomendasi. Kegiatannya mirip arisan, mengumpulkan sejumlah uang lalu meminjamkannya kepada anggota yang memerlukan. Manajemen Heddesdorfer Credit Union dijalankan secara demokratis dengan cara:

1. Setiap anggota berpartisipasi dalam rapat anggota. 2. Satu anggota satu suara.

3. Para anggota memilih pengurus dan membuat pola kebijakan bersama. 4. Dipilih suatu badan yang disebut dengan pengawas.


(48)

5. Pengawas bertugas mengawasi kegiatan Credit Union dan membuat laporan pengawasan kepada rapat anggota

6. Raiffeisen menekankan kerja sukarela kepada Pengurus dan Pengawas 7. Yang boleh menerima imbalan hanyalah kasir purnawaktu yang

menjalankan operasional

Organisasi ini berkembang baik dan berjalan sesuai dengan keinginan sang walikota. Melalui organisasi anggota yang terlibat memiliki kemampuan untuk bangkit dari kemiskinan ini secara bertahap kemiskinan mulai berkurang.

2.4.2 Pengertian Credit Union

Koperasi kredit atau Credit Union atau biasa disingkat CU adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan yang bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya sendiri. Credit Union dapat juga diaritikan sebagai suatu sistem simpan pinjam non bank yang dilakukan oleh koperasi atau perkumpulan kepada anggotanya. Sistem Credit Union ini agak sedikit berbeda dengan system koperasi biasa maupun perbankan lainnya, Credit Union mengutamakan kepercayaan anggota dan juga setiap anggota bisa meminjam walaupun tabungan dia masih sedikit. Untuk menjaga credit union terus berjalan maka para pengurus membatasi pinjaman para nasabah, karena retur bunga dari tabungan bisa dibilang tinggi dan bunga pinjaman rendah, sehingga agar cash flow berjalan seimbang maka dibatasi tabungan dan pinjaman agar balance.

Credit Union bisa digunakan sebagai alternative keuangan di daerah daerah, dengan credit union orang yang tidak terbiasa menabung bisa memulai


(49)

menabung karena dibiasakan menabung sehari-hari, nominal menabung harian yang kecil sesuai dengan pendapatan orang kurang mampu, karena bila mereka menabung di bank maka tidak akan bisa menabung dengan nominal yang kecil, karena bank memiliki batas minimal untuk menabung

2.4.3 Tujuan Credit Union

Terdapat beberapa tujuan dari Credit Union, diantaranya adalah

1. Membantu keperluan kredit para anggota, yang sangat membutuhkan dengan syarat-syarat yang ringan.

2. Mendidik kepada para anggota, supaya giat menyimpan secara teratur sehingga membentuk modal sendiri.

3. Mendidik anggota hidup berhemat, dengan menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka.

4. Menambah pengetahuan tentang perkoperasian. 5. Mempererat hubungan kemanusiaan.

2.4.4 Struktur Organisasi Credit Union

Struktur organisasi CU yang semula secara nasional adalah CUCO (Credit Union Council Office) didampingi oleh Dewan penyantun berkembang dengan terbentuknya Badan Koordinasi Nasional Koperasi Kredit (BKNKK) pada tahun 1980. Pada saat terkhir ini, organisasi CU berdasarkan tingkatannya terdiri dari Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia (BK3I) di tingkat nasional yang dikembangkan menjadi induk Koperasi Kredit (Inkopdit) dan mengkoordinir Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (BK3D) di daerah tingkat I (ada 26


(50)

BK3D seluruh Indonesia) yang dikembangkan menjadi Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit) pelaksana antar CU (interlending) membawahi wilayah koordinator di daerah tingkat II yang mengkoordinir kegiatan CU (Ginting, 1999).

Di tingkat unit CU, organisasi terdiri dari Dewan Pimpinan/ Pengurus: Ketua, sekretaris dan bendahara, Badan Pemeriksa terdiri dari: Ketua, Panelis dan anggota. Panitia-panitia (panitia kredit, panitia pendidikan dll) terdiri dari: Ketua, Sekretaris dan Anggota dan penasehat atau pelindung.

2.5 Pendidikan

2.5.1 Pendidikan dan Masyarakat

Terdapat suatu hubungan antara pendidikan di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di satu sisi, pendidikan merupakan bagian dari kehidupan yang dituntut mampu mengikuti perkembangan didalamnya. Di sisi lain, tujuan yang diemban pendidikan tidak lepas dalam pengaruh lingkungan sekitarnya. Antara pendidikan dan perkembangan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kemajuan suatu masyarakat dan suatu bangasa sangat ditentukan oleh pembangunan sektor pendidikan dalam penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sesuai dengan perkembangan zaman. SDM bangsa Indonesia tidak terlepas dari fungsi pendidikan nasional. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


(51)

Sebagaimana diungkapkan oleh A. Tresna Sasrawijaya (1991: 26), tujuan pendidikan adalah mencakup kesiapan jabatan, keterampilan memecahkan masalah, penggunaan waktu senggnang secara membangun, dan sebagainya karena setiap siswa/ anak mempunyai harapan yang berbeda. Dan tujuan pendidikan secara umum seperti menyangkut kemampuan luas yang akan membantu siswa untuk berpartisipasi dalam masyarakat.

Pada dasarnya setiap sekolah mendidik anak agar menjadi anggota masyarakat yang berguna, namun pendidikan di sekolah sering kurang relevan dengan kehidupan bermasyarakat. Pengetahuan yang diberi berdasarkan kurikulum kebanyakan berpusat pada bidang studi yang tersusun secara logis dan sistematis yang tidak nyata hubungannya dengan kehidupan sehari-hari anak didik. Hal-hal yang dipelajari anak didik hanya memenuhi kepentingan sekolah untuk ujian, bukan untuk membantu totalitas anak didik agar hidup lebih efektif dalam masyarakat.

Ferdinand Tὂnnies (dalam J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto) mengungkapkan masyarakat terbagi atas dua tipe yaitu: pertama, gemeinschaft (hubungan primer), merupakan bentuk kehidupan bersama. Antar anggota mempunyai hubungan batin murni yang sifatnya alamiah dan kekal, dasar hubungan adalah rasa cinta dan persatuan batin yang nyata dan organis. Ditemukan dalam kehidupan masyarakat desa, keluarga dan kerabat. Kedua, gessellchaft (hubungan sekunder), merupakan bentuk kehidupan bersama yang anggotanya mempunyai hubungan sifat pamrih dan dalam jangka waktu yang pendek, bersifat mekanis. Ditemukan dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbale balik.


(52)

Untuk mempelajari suatu masyarakat lebih jauh kita dapat mempelajari berbagai aspek yang diungkapkan oleh S. Nasution dalam Abdullah Idi dan Safarina (2011: 63) diantaranya sebagai berikut: (1) demografi: statistic penduduk, komposisi menurut suku bangsa, agama; (2) ekologi: geografis, penyebaran penduduk; (3) sejarah: perkembangan kehidupan sosial; (4) kegiatan-kegiatan: mata pencaharian, keluarga, pendidikan, rekreasi, agama, keamanan, politik; (5) system nilai agama dan adat istiadat; (6) pengaruh kebudayaan daerah dan nasional; dan (7) tokoh-tokoh yang menarik

Peran serta masyarakat dalam pendidikan terlihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XV, Bagian Kesatu, Pasal 54, Ayat 1, 2, dan 3:

(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta peseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan;

(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan;

(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengna Peraturan Pemerintah.

Dengan sederhana, dapat dipahami bahwa kerja sama sekolah, keluarga, dan komunitas-masyarakat dapat mengembangkan iklim dan program-program sekolah, memberikan pelayanan kepada keluarga/ orang tua (anak didik), meningkatkan keterampilan dan kepemimpinan bagi orang tua, menghubungkan


(53)

keluarga dengan lainnya di sekolah dan di masyarakat, dan memvbantu pendidik/ guru dalam tugasnya. Pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk dan menciptakan masyarakat sesuai dengan yang diharapkan. Dengan adanya pendidikan, apa yang dicita-citakan masyarakat dapat diwujudkan melalui anak didik sebagai generasi masa depan. Karena satu peranan pendidikan dalam masyarakat yaitu dalam fungsi sosial, yakni sebagai salah satu sarana pendidikan yang diharapkan masyarakat. (Abdullah Idi dan Safarina, 2011: 69)

2.5.2 Pendidikan dan Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya perbedaan dan/ atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya, dalam komunitas tersebut terdapat strata tinggi, strata sedang, dan strata rendah.

Strata sosial rendah meliputi keluarga ekonomi lemah, berpendidikan formal rendah, tempat tinggal sederhana dan kurang baik, perhatian pada pemenuhan kebutuhan hari in, jangkauan hari esok terbatas, anak dimasukkan ke sekolah kurang bermutu/ syaratnya ringan; strata sosial menengah bercirikan: Penghasilan melebihi keperluan hidup, biasa menabung, terpelajar, pendidikan sebagai alat kemajuan, mengandrungi masa depan lebih baik, menyekolahkan anak dalam waktu yang panjang, dan sekolah bermutu tinggi; dan strata sosial tinggi yakni mereka yang berada dilapisan atas, dengan cirri-ciri: kehidupan ekonomi sangat baik, kaya raya, berwibawa, tidak khawatir kehidupan ekonomi di kemudian hari, mempertahankan status, pendidikan formal tidak dipandang sebagai alat mencapai kemajuan (Abdullah Idi dan Safarina, 2011).


(54)

Stratifikasi sosial merupakan gejala sosial yang tidak dapat dihindari dan terdapat di setiap lapisan masyarakan di seluruh negara. Pandangan dan keperluan mengenai pendidikan, dorongan, cita-cita dan hal yang lain bertalian dengan pendidikan, diwarnai stratifikasi sosial. Jika suatu sekolah memiliki kualitas yang kemudian menghasilkan lulusan pendidikan yang berkualitas yang nantinya akan mengisi lapangan pekerjaan dengan upah atau penghasilan yang sesuai, maka masa depan anak-anak dari lapisan sosial yang lebih tinggi (menengah atau atas) akan bertahan, tetapi tidak dengan anak-anak dari lapisan bawah. Mereka tidak akan dapat bertahan dengan pendidikan yang tinggi untuk mencapai tingkat stratifikasi yang lebih baik. Maka disini dapat dikatakan bahwa kualitas suatu sekolah atau pendidikan dapat mempertahankan stratifikasi sosial.

Terdapat beberapa sistem pelapisan di masyarakat, yaitu closed social certification yang berarti sistem stratifikasi tertutup, membatasi kemungkinan berpindahnya seorang dari satu lapisan ke lapisan lain, baik berupa gerak ke atas maupun ke bawah, dan hanya ada satu jalan menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah melalui kelahiran; lalu open social stratification yaitu sistem stratifikasi terbuka dimana masyarakat didalamnya memilii kesempatan untuk berusaha dengan kemampuan sendiri untuk naik lapisan, dan atau jika tidak bernasib baik akan jatuh dari lapisan yang atas ke bawah.

Status yang diperoleh seorang individu kemudian menjadi kunci akses ke segala macam hak-hak istimewa dalam masyarakat. Dimana pada dasarnya hak istimewa tersebut merupakan hasil dari rampasan dan penguasaan secara paksa oleh yang satu terhadap yang lainnya. Pihak yang mendominasi dan didominasi, pada akhirnya, merupakan sumber dari ketidaksamaan dalam masyarakat. Oleh


(55)

sebab itu, bagi kalangan kelompok masyarakat dari kelas bawah (strata sosial rendah) akan sangat berarti bila setelah memperoleh pendidikan tinggi memiliki akses memperoleh pekerjaan, sehingga dapat mengubah tingkat kehidupan sosial yang sering kali diukur dengan tingkat pendapatan.

2.5.3 Pendidikan dan Mobilitas Sosial

Mobilitas berasal dari kata dasar mobile yang merupakan serapan dari bahas Inggris dengan pengertian bergerak. Bila ditambah dengan kata sosial, mobilitas sosial memiliki arti sebagai sebuah gerakan masyarakat dalam kegiatan menuju perubahan yang lebih baik. Paul B. Horton dan Chester L. hunt (1992) mengatakan mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lain.

P.A. Sorokin dalam Ary H. Gunawan mengatakan mobilitas sosial dapat dibagi menjadi dua: (1) mobilitas vertical yang meliputi (a) social climbing, dari status yang rendah ke status yang tinggi, dimana keberadaan status yang tinggi itu sudah ada sebelumnya dan membentuk kelompok atas status yang baru, karena status yang lebih atas belum ada (promosi); (b) social sinking, dari kelompok tinggi/ atas turun ke rendah; dan derajat kelompoknya turun; (2) mobilitas horizontal, yakni apabila perubahan terjadi secara linear, misalnya seorang asisten rumah tangga yang berubah pekerjaannya menjadi buruh pabrik.

Pada kehidupan dunia modern, semakin banyak orang yang berupaya melakukan mobilitas ke tingkat yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial berbeda, mereka tetap merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila tingkat


(56)

mobilitas mereka rendah, tentu saja berarti kebanyakan orang terpenjara dalam status nenek moyang mereka, dan mereka akan hidup dalam kelas sosial tertutup.

Perpindahan atau mobilitas sosial dapat berupa intragenerational atau intergenerational. Intragenerational dapat berupa perbandingan posisi seseorang dalam skala sosial pada kehidupan masa lalu dan kemudian ditemukan mnurun atau cenderung meningkat. Lalu berikutnya, intergenerational, mobilitas sosial seorang dipandang dengan melihat generasi dirinya dengan generasi sebelumnya, generasi orang tuanya, apakah cenderung naik atau menurun dalam skala sosial. Mobilitas sosial lebih mudah dilakukan pada masyarakat yang memilii sifat terbuka, sebaliknya pada masyarakat yang sifatnya tertutup (kasta) kemungkinan untuk melakukan perpindahan (mobilitas) akan lebih sulit. Sebagai contoh, di India yang menganut sistem kasta, jika seorang individu terlahir dalam kasta rendah meskipun dia memiliki kemampuan dan keahlian, kasta tidak akan berubah karena yang menjadi kriteria strata adalah keturunan, bukan keahlian. Sehingga tidak terjadi gerakan atau mobilitas soial dari kasta satu ke kasta yang lain.

P.A. Sorokin dalam Ary H. Gunawan mengatakan ada sejumlah saluran mobilitas sosial, diantaranya adalah:

1. Angkatan Bersenjata, merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas vertikal ke atas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Sebagai contoh, seorang prajurit yang mungkin berasal dari golongan masyarakat rendah memiliki peranan yang berjasaa pada negara karena menyelamatkan negara dari pemberontakan. Dia akan mendapatkan penghargaan dari masyarakat maupun dari negara, yaitu berupa pangkat/ kedudukan yang lebih tinggi.


(57)

2. Lembaga Keagamaan dapat meningkatkan status sosial seseorang yang memiliki jasa dalam perkembangan agama seperti ustadz, pendeta, dan biksu. Status sosial para penyebar jajaran agama ini akan meningkatkan status sosialnya di masyarakat, terutama bagi komunitas pengikut agama tertentu.

3. Lembaga Pendidikan merupakan saluran yang konkret dari mobilitas vertikal ke atas, juga dianggap sebagai social elevator yang bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan memberikan kesempatan pada setiap individu untuk mendapatkan kedudukan lebih tinggi, baik individu tersebut berasal dari keluarga miskin sekalipun.

4. Organisasi Politik memberikan kesempatan yang sama seperti angkatan bersenjata, kepada para anggotanya yang loyal dan berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan yang lebih tinggi, sehingga status sosialnya meningkat.

5. Organisasi Ekonomi, seperti perusahaan, koperasi, BUMN dan lainnya dapat meningkatkan tingkat pendapatan seseorang. Semakin besar prestasi individu dalam organisasi ekonomi, semakin tinggi jabatan yang ditempati. Semakin tinggi jabatan yang ditempati, semakin besar pendapatan yang diraih dan karena pendapatan bertambah berakibat pada kekayaannya bertambah yang juga mengakibatkan status sosial di masyarakat meningkat.


(1)

belum efektif dan efisien. Hal itu disebabkan oleh adanya anggota yang belum mengikuti pelatihan, yang disebabkan banyak perbedaan cara pandang.

2. Kegiatan simpan-pinjam dengan suku bunga pengembalian yang rendah menjadi poin utama yayasan PKPA dalam membangun kemitraan dengan masyarakat. Proses kegiatan simpan-pinjam ini dari anggota, untuk anggota, dan oleh anggota. Artinya terdapat upaya membangun kesadaran dan kebersamaan antar anggota, bahwa untuk meningkatkan kualitas kehidupan diri anggota hanya diri mereka sendiri yang dapat mengubahnya. Aspek modal yang menjadi masalah utama para anggota untuk menjalankan usaha sudah sedikit terselesaikan karena kesesuaian penggunaan dana pinjaman untuk usaha tepat manfaat.

3. Ekonomi mikro anggota CU Sumber Rejeki Pinang Baris baru dilakukan oleh beberapa anggota saja. Padahal ekonomi mikro merupakan salah satu upaya PKPA dalam membangun kreativitas dan inovasi anggota CU. Hal ini bertujuan agar para anggota semakin terampil dalam mengembangkan ekonomi keluarga.

4. Pelatihan adalah suatu upaya membangun paradigma berpikir masyarakat dalam menghadapi realitas sosial. Hal ini disebabkan oleh masyarakat Pinang Baris yang sarat dengan pendidikan rendah. Melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan, baik kelompok besar, kecil maupun antar kelompok, dapat menjadi studi komparasi bagi masyarakat dampingan (anggota CU) yang tujuannya dapat mencerahkan masyarakat lain. Masih kurangnya anggota CU Sumber Rejeki dalam mendapatkan pelatihan yang


(2)

dilakukan oleh yayasan PKPA. Alhasil, terdapat tumpang tindih anggota CU Sumber Rejeki Pinang Baris dalam pengembangan paradigma berpikir.

5. Peranan yayasan PKPA dalam meningkatkan kemandirian masyarakat Pinang Baris melalui CU Sumber Rejeki sangat banyak dan berjalan dengan baik, diantaranya melalui pendampingan ekonomi, penyedia simpan-pinjam yang mudah, dan kegiatan pelatihan yang telah direncanakan. Hal ini terlihat dari hampir seluruh anggota CU menghadiri dan mengikuti berbagai program dan kegiatan tersebut.

6.2 Saran

Setelah beberapa kesimpulan dipenjelasan sebelumnya, berikut beberapa saran yang peneliti berikan:

1. Agar penulisan skripsi ini dapat menjadi salah satu bahan kajian dalam menambah wawasan dan pengetahuan mengenai model pengembangan masyarakat. Karena pengembangan masyarakat merupakan aspek yang harus dilakukan oleh semua pihak baik praktisi, akademisi maupun masyarakat itu sendiri, agar meningkatnya kapasitas diri masyarakat dan tercapainya taraf kesejahteraan yang layak bagi masyarakat.

2. Agar penulisan skripsi ini dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah referensi dan bahan kajian serta studi komparasi bagi para mahasiswa yang tertarik terhadap masalah pengembangan masyarakat. Karena dalam pengembangan masyarakat dibutuhkan konsep-konsep yang sesuai jika ingin mencapai tujuan yang tepat.


(3)

3. Untuk yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA). Dapat menjadi bahan referensi proses pengembangan konsep, teori maupun model pengembangan masyarakat melalui program CU. Banyak dari anggota CU mengharapkan pelatihan yang hanya menghasilkan uang, sehingga diharapkan lebih diarahkan mindset para anggota. Dan selanjutnya pemberian bantuan dana pinjaman maupun beasiswa agar lebih diperhatikan arah dan tujuannya, agar tidak terjadi penyalahgunaan bantuan.


(4)

Daftar Pustaka

Alfitri. 2011. Community Development: Teri dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bagong, S., J. Dwi Narwoko. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media Grup.

Bassis, M.S., Gelles, R.S., dan Levine, A. 1991. Sociology an Introduction. Singapore: McGrow Hill Inc.

Berry, D. 1995. Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta: Rajawali Press Friedman, M. 1998. Keperawatan Keluarga, teori dan praktek. Jakarta: EGC Gunawan, A.H. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Ginting, M. 1999. Organisasi Koperasi (Kajian Terhadap Faktor-faktor Dinamika Organisasi terhadap Keberhasilan KUD dengan CU di kabupaten Karo). Tesis. Wawasan Jurnal-jurnal Ilmu Sosial

Horton, P.B. Hunt, C.L. 1992. Sosiologi, alih bahawa : Amiruddin Ram. Jakarta: Erlangga

Idi, A., Safarina. 2011. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada Ife, J., Tesorieno, F. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan

Masyarakat di Era Globalisasi, alih bahasa Sastrawan Manullang dkk. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES. Moleong, L.J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Murray, R. 2000. Community Organization Principle & Practice. New York: Harpers & Rew Publishers

Nas, P.J.M. 1984. Pengantar Sosiologi Kota yaitu Kota di Dunita Ketiga. Jakarta: Bhratar Karya Aksara

Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA). 2015. Notulensi Rapat Anggota Tahunan (RAT) CU Sumber Rejeki Tahun Buku Januari-Desember 2014. Medan: PKPA.


(5)

Saraswati. 1997. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Kecil dalam Tata Ruang Perkotaan. Yogyakarta: Bina Aksara

Sasongko, A. 1996. Pengembangan Masyarakat Sebuah Tinjauan Umum. Jakarta: Nuha Medika

Sastrawijaya, A.T. 1991. Pengembangan Program Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Shaffer, D.R. 2002. Developmental Psycology: Childhood & Adolescene. USA: Wodsworth Thomson Learning Inc.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan: Grasindo Monorotama. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Satu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. ______. 2009. Peranan Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT Remaja

Rosdakarya.

Soetomo. 2012. Keswadayaan Masyarakat: Manifestasi Kapasitas Masyarakat untuk Berkembang Secara Mandiri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Steinberg, L. 2002. Adolescene. New York: McGraw Hill.

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Sumber lain:

Buku Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan amandemen

Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sumber online:

Almunir, Rojul. (2013). Pendidikan Desa vs Pendidikan Kota. Diakses pada 11

Maret 2015 pukul 15:10 WIB, dari,

https://pendidikanmanagement.wordpress.com/2013/01/31/pendidikan desa-vspendidikan-kota.


(6)

Aziez, Abdul. (2012). Urbanisasi Penyebab Kemiskinan Perkotaan. Diakses pada

11 Maret 2015 pukul 18:00 WIB dari,

https://azezpanda.wordpress.com/2012/01/03/urbanisasi-penyebab kemiskinan-perkotaan. diakses pada tanggal 11 Maret 2015, pukul 18:00 Badan Pusat Statistik. Diakses pada 10 Maret 2015, pukul 15:10 WIB, dari

http://www.bps.go.id//

Kemendikbud. Diakses pada tanggal 3 Mei 2015, pukul 15:03 WIB dari bos.kemdikbud.go.id/home

Sitanggang, PM. (2011). Cerita Sukses Credit Union. Diakses pada 16 Maret

2015 pukul 13:20 WIB dari,

https://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/01/26/09/84/86/cerita.sukse s.credit .union. diakses pada tanggal 16 Maret 2015, pukul 13:20

Wikipedia. Diakses pada 22 Maret 2015 pukul 19:50 WIB dari, http://id.wikipedia.org/wiki/gerak_sosial.


Dokumen yang terkait

Pusat Terapi Dan Rekreasi Anak Berkebutuhan Khusus (Arsitektur Perilaku)

20 165 178

Mimikri dan Hibriditas Novel Hindia Belanda: Kajian Poskolonialisme

57 355 414

Analisis Strategi Komunikasi Antar Pribadi Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) Di Kota Medan (Studi Kasus Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) binaan PKPA)

1 42 141

Kemampuan Empati Orang Tua dan Perilaku Anak Autis (Studi Kasus Tentang Kemampuan Empati Orang Tua Dalam Membentuk Perilaku Anak Autis di Sekolah Terapi YAKARI Kota Medan)

1 79 134

Respon Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Terhadap Program Pelayanan Sosial Oleh Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak (PKPA)

2 48 111

Pengembangan Pusat Kajian Islam Ilmiah Ahlussunnah Wal Jama’ah Medan

0 33 56

Pengaruh Pelayanan Pusat Rehabilitasi Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan Terhadap Keterampilan Penyandang Tuna Grahita

12 125 92

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan - Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

0 0 10

Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan SKRIPSI

0 0 14