Peranan Kelompok Studi Dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyaraat Melalui Credit Union Harapan Maju Di Desa Litongnihuta, Kecamatan Ronggurnihuta, Kabupaten Samosir

(1)

PERANAN KELOMPOK STUDI DAN PENGEMBANGAN PRAKARSA MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN

MASYARAKAT MELALUI CREDIT UNION HARAPAN MAJU DI DESA LINTONGNIHUTA, KECAMATAN

RONGGURNIHUTA, KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Diajukan Oleh: JOHENRO PT SILALAHI

090902058

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

ABSTRAK

Pada dasarnya pendidikan diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup. Sebagai fondasi kemajuan dan peradaban bangsa, pendidikan dituntut memanusiakan manusia. Akan tetapi realitanya, pendidikan formal di Indonesia masih menganaktirikan masyarakat marjinal, seperti kaum petani. Oleh sebab itu, pendidikan nonformal menjadi alternatif. KSPPM dengan menggunakan strategi Credit Union sebagai salah satu tawaran alternatif, diharapkan menjadi wadah dalam mengatasi berbagai kelemahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana peranan KSPPM wilayah Samosir dalam meningkatkan kemandirian masyarakat petani melalui CU Harapan Maju di desa Lintongnihuta.

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuannya adalah memberikan gambaran mengenai bagaimana meningkatkan kemandirian masyarakat kaum petani yang menjadi anggota CU Harapan Maju dampingan KSPPM wilayah Samosir. Responden yang berjumlah 96 orang merupakan anggota aktif CU Harapan Maju di desa Lintongnihuta. Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah studi kepustakaan dan studi lapangan.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa Lembaga KSPPM wilayah Samosir berperan aktif mendampingi masyarakat, anggota CU Harapan Maju, dalam meningkatkan kemandirian masyarakat. Hal ini ditandai oleh adanya kader masyarakat petani anggota CU Harapan Maju desa Lintongnihuta kecamatan Ronggurnihuta kabupaten Samosir yang berkompeten dan dapat diandalkan. Akan tetapi, sebagian masyarakat mengakui bahwa, peran aktif KSPPM wilayah Samosir tidak diimbangi oleh tekad yang kuat dalam rangka mengembangkan


(3)

paradigma. Dengan demikian, pembenahan beberapa aspek harus dilakukan agar kemandirian masyarakat petani dapat terwujud.

Kata kunci: Peranan, masyarakat, modal usaha pertanian, paradigma berpikir

ABSTRACT

Basically, education is expected to be able to improve standard of living. As the foundation of progress and civilization of the nation, education is required to humanize human being. Yet, in fact, formal education in Indonesia still does not pay much attention to marginal community such as farmers. Therefore, non-formal education becomes alternative. KSPPM (Study Group and Community Initiative Development) uses the strategy of the Credit Union (CU) as one of the alternative offers is expected to be the way in coping with the various limitations. This purpose of this study aims to look at how the Samosir regional plays its role in improving community self-reliance through Harapan Maju Credit Union in Lintongnihuta village.

Through this descripive qualitative analytical study, the aim of this study was to describe how to improve the self-reliance of the farmers who belong to the Harapan Maju Credit Unionunder auspices of Samosir regional KSPPM. The respondents for this study were 96 active members of Harapan Maju Credit Union in Lintongnihuta Village, Ronggurnihuta Subdistrict, Samosir District. The data used for this study were those obtained through both library and field research.

The result of data analysis showed that Samosir regional KSPPM played an active role in assisting the members of Harapan Maju Credit Union in improving their self-reliance. It can be seen through the fact that the farmers


(4)

belonging to Harapan Maju Credit Union in Lintongnihuta Village, Ronggurnihuta Subdistrict, Samosir District are competent and reliable. Yet, some of the community members admit that the active role of Samosir regional KSPPM is not counterbalanced by strong determination to develop paradigm. Hence, improvement of several aspects must be done so that self-reliance of farming communities can be materialized..


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sangat teristimewa kepada Tuhan Yesus Kristus Sang Juruselamat yang senantiasa memberi berkat melimpah kepada Penulis sehingga sampai pada saat ini dapat menyelesaikan skripsi dengan judul, “Peranan Kelompok Studi Dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyaraat Melalui Credit Union Harapan Maju Di Desa Litongnihuta, Kecamatan Ronggurnihuta, Kabupaten Samosir”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi pada program strata satu (S1), Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan skripsi ini. Orangtuaku T. Silalahi dan S. Hutagalung yang menjadi belahan jiwa, terimakasih atas kasih, doa bahkan finansial serta segala yang telah diberikan. Ku persembahkan ini untukmu. Saudaraku tercinta yang menjadi pembakar semangatku Sahatma Tua Silalahi, Romatua Silalahi, dan si pudan kami Hotma Gabe Martua. Bangga memiliki adik seperti kalian. Bapauda PM Anisa dan Bapauda Bella yang senantiasa menjadi tempat bertanya. Terima kasih atas petunjuknya.

• Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

• Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(6)

• Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing yang bersedia menyediakan waktunya sevara ikhlas dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

• Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan serta jasa-jasanya.

• Seluruh masyarakat Desa Lintongnihuta Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir yang telah menyediakan ruang bagi penulis dalam segi materi, moril dan ilmu kehidupannya, terkhusus anggota CU Harapan Maju dan pengurus. Tetaplah memiliki Harapan untuk Maju.

• Kawan-kawan seperjuangan di KDAS (Kelompok Diskusi dan Aksi Sosial) yang selalu meyalakan api perjuangan. Tetaplah menjadi oase kebenaran ditengah kebohongan dunia. Veritas.

• Kawan-kawan se-inisisasi Kessos 2009, yang tidak dapat disebutkan satu-satu. Yakinlah kawan-kawan, orang yang berjuang tidak akan sia-sia dikehidupan selanjutnya. Sampai jumpa di dunia kesuksesan Sobat!

• Kawan-kawan di Lembaga KSPPM, K’ Yati yang selalu cerewet dengan penulis, begitu juga dengan bg David Raja yang selalu mendampingi penulis, kak Rohani, kak Ester, Bg Freddi Simanungkalit yang selalu menemani live in, semua di KSPPM yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

• Kawan-kawan Naposo Bulung HKBP Air Bersih Medan yang memberikan ruang untuk berekspresi, Friska Siregar, Riko Tom-tom, Uci Sipahutar, Alex Sormin, Desi Pasaribu, Meri, Devi, Andri, Ira, dan lainnya.


(7)

• Kelompok UKM KMK Ebenhaezer, Hotden, Erwin, Meity, Dina, Mastora, dan Adik kelompokku Shining of God, Anita, Appryana, dan Norvika, terimakasih atas kehidupan rohaninya.

• Terkhusus untuk si Tojel sebagai bunga hati penulis, Fifi Pretty Siahaan, A.Md. terimakasih atas dukungan selama ini sehingga skripsi ini terselesaikan.

• Buat orang-orang yang tidak dapat tersebutkan namanya dalam mendukung penyelsaian skripsi ini, saya ucapkan terimakasih. Yakinlah kebaikan yang kita perbuat selalu ada balasannya. Semoga kita menjadi sumber berkat bagi orang lain.

Akhir kata, penulis menyadari akan kekurangan dan kelemahan sehingga nilai kesempurnaan belum daat tercapai. Maka dengan segala kerendahan hati, penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Terima Kasih.

Medan, Oktober 2013 Penulis


(8)

HALAMAN PERSETUJUAN ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

ABSTRAK ...iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

BAB I PENDAHULUAN ...1

I.1 Latar Belakang Masalah ...1

I.2 Perumusan Masalah ...11

I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian...12

I.3.1 Tujuan Penelitian ...12

I.3.2 Manfaat Penelitian...12

I.4 Sistematika Penelitian ...13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...14

II.1 Pengertian Peranan ...14

II.2 Kemandirian ...17

II.2.1 Mandiri dalam Upaya Pemberdayaan ...17

II.2.2 Mandiri dalam Upaya Kesejahteraan Sosial ...19

II.2.3 Peran Pekerja Sosial ...20

II.3 Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat ...21

II.4 Community Organizing Community Development ...22

II.4.1 Community Organizing ...23

II.4.2 Community Development ...24


(9)

II.5 Credit Union ...27

II.5.1. Sejarah dan Filosofi Credit Union ...27

II.5.2. Pengertian Credit Union ...27

II.5.3 Tujuan Credit Union ...31

II.5.4 Jenis Simpanan Credit Union ...32

II.5.5 Struktur Organisasi Primer Credit Union ...33

II.6 Pendidikan Nonformal ...34

II.7 Kerangka Pemikiran ...36

Bagan Alur Pikir ...38

II.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ...39

II.8.1. Defenisi Konsep ...39

II.8.2. Defenisi Operasional ...40

BAB III METODE PENELITIAN...42

III.1 Tipe Penelitian ...42

III.2 Lokasi Penelitian ...42

III.3 Populasi...42

III.4 Teknik Pengumpulan Data ...43

III.5 Teknik Analisis Data ...43

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ...44

IV.1 Lokasi Penelitian ...44

IV.1.1 Gambaran Umum ...44

IV.1.2 Sejarah Desa ...46

IV.1.3 Demografi Desa ...50


(10)

IV.2 Kondisi Pemerintahan Desa ...54

IV.2.1 Pembagian Wilayah Desa ...54

IV.2.2 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa ...54

BAB V ANALISIS DATA ...56

V.1 Analisis Karakteristik Responden ...56

Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ...56

Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...59

Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .60 Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak ...61

Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ...62

Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha Pertanian ...64

V.2 Analisis Jawaban Responden ...65

Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Keberadaan Credit Union Harapan Maju ...65

Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Lama Keanggotaan ...66

Analisis Distribusi Responden Tentang Pendampingan Lembaga KSPPM Terhadap Credit Union Harapan Maju ...68

Analisis Distribusi Responden Tentang Manfaat Pendampingan KSPPM ...68

Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Mengikuti Kegiatan Credit Union Harapan Maju ...70

Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kehadiran ...71 Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Keterlibatan Diskusi


(11)

Rutin ...72 Analisis Distribusi Responden Tentang Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga ...74 Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Melakukan Pinjaman ...75 Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Penundaan

Peminjaman ...77 Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Alokasi Dana

Pinjaman ...78 Analisis Distribusi Responden Tentang Merasakan Manfaat

Pinjaman ...80 Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Keterlambatan

Pembayaran Pinjaman ...81 Analisis Distribusi Responden Tentang Sanksi Keterlambatan

Pengembalian Pinjaman ...82 Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Kesulitan Pembayaran Pinjaman ...83 Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Pertanian Sebelum Mendapat Pinjaman Modal ...85 Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Pertanian Setelah Mendapat Pinjaman Modal ...85 Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan

Pendapatan ...86 Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Status Kepemilikan


(12)

Lahan Pertanian ...87

Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Luas Lahan Pertanian ...88

Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Konsumsi Pangan ...89

Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Membeli Pakaian ...90

Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Menabung ...91

Analisis Distribusi Responden Tentang Kepemilikan Usaha Ekonomi Mikro ...92

Analisisi Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Pendapatan Melalui Ekonomi Mikro ...94

Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Melalui Ekonomi Mikro Per-Tahun ...95

Analisis Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Mengikuti Pelatihan yang Dilakukan Oleh KSPPM ...96

Analisis Distribusi Responden Tentang Supremasi Hukuman Organisasi ...98

BAB VI PENUTUP ...100

VI.1 Kesimpulan ...100

VI.2 Saran ...102


(13)

DAFTAR DIAGRAM

No. Diagram Judul Tabel Hal

Diagram 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia 57 Diagram 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 59 Diagram 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 60 Diagram 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak 61 Diagram 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan 62 Diagram 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha

Pertanian 64

Diagram 7 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi

Keberadaan Credit Union Harapan Maju 65 Diagram 8 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Keanggotaan 66 Diagram 9 Distribusi Responden Tentang Pendampingan Lembaga

KSPPM Terhadap Credit Union Harapan Maju 68 Diagram 10 Distribusi Responden Tentang Manfaat Pendampingan

KSPPM 68

Diagram 11 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Mengikuti

Kegiatan CU Harapan Maju 70

Diagram 12 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kehadiran 71 Diagram 13 Distribusi Responden Berdasarkan Keterlibatan Diskusi

Rutin 72

Diagram 14 Distribusi Responden Tentang Peningkatan Kesejahteraan

Ekonomi Keluarga 74


(14)

Pinjaman 75 Diagram 16 Distribusi Responden Berdasarkan Penundaan Peminjaman 77 Diagram 17 Distribusi Responden Berdasarkan Alokasi Dana Pinjaman 78 Diagram 18 Distribusi Responden Tentang Merasakan Manfaat

Pinjaman 80

Diagram 19 Distribusi Responden Berdasarkan Keterlambatan

Pembayaran Pinjaman 81

Diagram 20 Distribusi Responden Tentang Sanksi Keterlambatan

Pengembalian Pinjaman 82

Diagram 21 Distribusi Responden Berdasarkan Kesulitan Pembayaran

Pinjaman 83

Diagram 22 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Pertanian Sebelum Mendapat Pinjaman Modal 85 Diagram 23 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Pertanian

Setelah Mendapat Pinjaman Modal 85 Diagram 24 Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan

Pendapatan 86

Diagram 25 Distribusi Responden Berdasarkan Status Kepemilikan

Lahan Pertanian 87

Diagram 26 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Konsumsi

Pangan 89

Diagram 27 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Membeli

Pakaian 90


(15)

Diagram 29 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Usaha

Ekonomi Mikro 92

Diagram 30 Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Pendapatan

\ Melalui Ekonomi Mikro 94

Diagram 31 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Ekonomi

Mikro Per-Tahun 95

Diagram 32 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Mengikuti Pelatihan yang Dilakukan Oleh KSPPM 96 Diagram 33 Distribusi Responden Tentang Supremasi Hukum


(16)

ABSTRAK

Pada dasarnya pendidikan diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup. Sebagai fondasi kemajuan dan peradaban bangsa, pendidikan dituntut memanusiakan manusia. Akan tetapi realitanya, pendidikan formal di Indonesia masih menganaktirikan masyarakat marjinal, seperti kaum petani. Oleh sebab itu, pendidikan nonformal menjadi alternatif. KSPPM dengan menggunakan strategi Credit Union sebagai salah satu tawaran alternatif, diharapkan menjadi wadah dalam mengatasi berbagai kelemahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana peranan KSPPM wilayah Samosir dalam meningkatkan kemandirian masyarakat petani melalui CU Harapan Maju di desa Lintongnihuta.

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuannya adalah memberikan gambaran mengenai bagaimana meningkatkan kemandirian masyarakat kaum petani yang menjadi anggota CU Harapan Maju dampingan KSPPM wilayah Samosir. Responden yang berjumlah 96 orang merupakan anggota aktif CU Harapan Maju di desa Lintongnihuta. Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah studi kepustakaan dan studi lapangan.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa Lembaga KSPPM wilayah Samosir berperan aktif mendampingi masyarakat, anggota CU Harapan Maju, dalam meningkatkan kemandirian masyarakat. Hal ini ditandai oleh adanya kader masyarakat petani anggota CU Harapan Maju desa Lintongnihuta kecamatan Ronggurnihuta kabupaten Samosir yang berkompeten dan dapat diandalkan. Akan tetapi, sebagian masyarakat mengakui bahwa, peran aktif KSPPM wilayah Samosir tidak diimbangi oleh tekad yang kuat dalam rangka mengembangkan


(17)

paradigma. Dengan demikian, pembenahan beberapa aspek harus dilakukan agar kemandirian masyarakat petani dapat terwujud.

Kata kunci: Peranan, masyarakat, modal usaha pertanian, paradigma berpikir

ABSTRACT

Basically, education is expected to be able to improve standard of living. As the foundation of progress and civilization of the nation, education is required to humanize human being. Yet, in fact, formal education in Indonesia still does not pay much attention to marginal community such as farmers. Therefore, non-formal education becomes alternative. KSPPM (Study Group and Community Initiative Development) uses the strategy of the Credit Union (CU) as one of the alternative offers is expected to be the way in coping with the various limitations. This purpose of this study aims to look at how the Samosir regional plays its role in improving community self-reliance through Harapan Maju Credit Union in Lintongnihuta village.

Through this descripive qualitative analytical study, the aim of this study was to describe how to improve the self-reliance of the farmers who belong to the Harapan Maju Credit Unionunder auspices of Samosir regional KSPPM. The respondents for this study were 96 active members of Harapan Maju Credit Union in Lintongnihuta Village, Ronggurnihuta Subdistrict, Samosir District. The data used for this study were those obtained through both library and field research.

The result of data analysis showed that Samosir regional KSPPM played an active role in assisting the members of Harapan Maju Credit Union in improving their self-reliance. It can be seen through the fact that the farmers


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Sejak diproklamirkannya negara Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta, Indonesia sudah menjadi negara merdeka yang sudah sepatutnya dapat menentukan nasib bangsanya sendiri tanpa tekanan dari manapun dan siapapun. Kemudian dibentuknya tata pemerintahan yang berdaulat dan memiliki landasan hukum, yakni UUD 1945, mengisyaratkan bahwa founding father negara ini memimpikan agar negara ini dapat memenuhi, melindungi dan menghormati hak dan kewajiban warga negaranya, agar tercapai kesejahteraan sosialnya.

Hal ini juga ditandai dengan makna eksplisit dalam konsepsi pembukaan UUD 1945 dalam Bab IV, yang juga merupakan cita-cita Nasional negara Indonesia, memajukan kesejahteraan umum. Cita-cita Nasional tersebut harus segera diimplementasikan secara konkret, efektif dan efisien. Bertitik tolak dari pernyataan tersebut, maka negara harus melahirkan kreatifitas dan inovasi dalam membangun imajinasi optimisme kultural agar pencapaian yang didapatkan maksimal. Selain itu, negara juga harus mampu mengembangkan potensi masyarakat yang terkubur selama ini agar dapat diberdayakan dalam membangun kerangka negara Indonesia yang lebih sejahtera.

Konsepsi negara kesejahteraan yang telah didambakan sejak lahirnya konsep negara ini, dituntut harus berkembang menerjang waktu dengan mensyaratkan vitalnya pemikiran modern. Hal ini disebabkan untuk menghindari


(19)

sensitifnya pergesekan antar individu maupun golongan yang dapat membuat polemik baru yang semakin kompleks.

Marciano Vidal mengemukakan, bahwa karakteristik negara kesejahteraan ditandai oleh empat hal (Kompas, 7 November 2011). Pertama, komitmen negara dalam menciptakan peluang lapangan kerja untuk mengakomodasi melimpahnya angkatan kerja yang aktif-produktif. Kedua, adanya jaminan sosial yang berlaku bagi semua warga negara yang meliputi seluruh aspek kehidupan terutama kesehatan dan bila terjadi kecelakaan. Ketiga, terselenggaranya pendidikan murah-bermutu bagi rakyat, termasuk jaminan beasiswa bagi mereka yang berprestasi, tetapi berasal dari kalangan ekonomi lemah. Keempat, kebijakan sosial sebagai upaya redistribusi kekayaan.

Kala era pemerintahan orde lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, tatanan negara sedang dalam masa pembangunan yang sifatnya massif. Selain sebagai negara baru merdeka, Indonesia memiliki tugas yang berat dalam membenahi masyarakatnya. Kebijakan pemerintah pada saat itu antara lain: Nasionalisasi Bank Java menjadi Bank Indonesia; Mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak; Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor-impor; Serta beberapa kebijakan lainya yang ditujukan untuk memajukan perekonomian Indonesia. Akan tetapi, hal negatif terjadi dalam perekonomian Indonesia pada saat itu. Pergantian kabinet dan tidak ada dukungan secara komprehensif dari strukturalisasi pemerintahannya, serta tidak adanya kestabilan politik melahirkan perekonomian yang sangat bur


(20)

ekonomi-indonesia-dari-era.html) diakses pada tanggal 21 Maret 2013 puku 11.23 wib

Memasuki era Ore Baru yang dipimpin oleh Soeharto, perekomian Indonesia semakin terencana dengan model pembangunan REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Pembangunan yang menitik beratkan pada bidang ekonomi dan infrastruktur pada saat itu mengalami kemajuan yang pesat. Tetapi di satu sisi, hal itu dirasakan oleh hanya segelintir orang termasuk elite politik dan pejabat negara. Situasi itulah yang melahirkan praktik korupsi semakin subur dimasa orde baru. Praktik kolusi dan nepotisme pun turut terjadi. Hutang negara membengkak dan ekonomi Indonesia semakin terpuruk dan Soeharto dipaksa mundur dari jabatannya pada tahun 1998, periodenya yang kelima sebagai Presiden RI Perekonomian Indonesia sejak pemerintahan masa orde lama hingga masa reformasi masih mengalami beberapa gejolak. Perekonomian Indonesia masih dipaksa jatuh bangun. Hal itu dapat dilihat dari realita:

1. kemiskinan yang masih tinggi,

2. pengangguran tingkat tinggi dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja,

3. maraknya koruptor di negeri ini karena hukum yang kurang tegas (Indonesia peringkat 58 dari 176 negara terkorup),


(21)

4. masih terjadi disparitas ekonomi antara penduduk yang miskin dan yang kaya,

5. nilai rupiah masih sekitar Rp 9.000-Rp 10.000, 6. masih memiliki hutang luar negeri.

Sesuai dengan paparan sebelumnya, negara Indonesia yang sejahtera “masih jauh panggang dari api”. Negara Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi diberbagai dimensi baik tingkat mikro maupun makro. Program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan selama ini bersifat Top-Down (dari pusat ke daerah) yang diharapkan mampu mengatasi berbagai krisis yang melanda negara ini, bukannya mengurangi justru semakin menambah angka (jumlah) orang-orang miskin. Walaupun secara makro kebijakan ini, Top Down, dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi secara mikro ternyata kurang menyentuh peningkatan taraf kehidupan masyarakat kelas terbawah, bahkan kemudian menimbulkan disparitas. (Soetomo, 2009:417)

Pada periode 2000-2005, jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta orang pada tahun 2000, menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentasi penduduk miskin dari 19,14% pada tahun 2000, menjadi 15,97% pada tahun 2005. Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin dari 35,10 juta orang (15,97%) pada bulan Februari 2005, menjadi 39,30 juta orang (17,75%) pada Maret 2006. Sebagai catatan, peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin tersebut terjadi akibat kenaikan harga BBM. Pada Maret 2008, jumlah penduduk miskin mencapai 34,96 juta orang (15,42%). Dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2007 mencapai 37,17 juta orang (16,58%), berarti jumlah


(22)

penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta orang wib.

Sedangkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang (11,96 persen), berkurang 0,89 juta orang (0,53 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen). Selama periode Maret 2011−Maret 2012, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 399,5 ribu orang (dari 11,05 juta orang pada Maret 2011 menjadi 10,65 juta orang pada Maret 2012), sementara di daerah perdesaan berkurang 487 ribu orang (dari 18,97 juta orang pada Maret 2011 menjadi 18,48 juta orang pada Maret 2012). Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2011 sebesar 9,23 persen, menurun menjadi 8,78 persen pada Maret 2012. Begitu juga dengan penduduk miskin di daerah perdesaan, yaitu dari 15,72 persen pada Maret 2011 menjadi 15,12 persen pada Maret pada tanggal 24 Februari 2013 pukul 15.05 wib.

Angka kemiskinan yang telah dipaparkan sebebelumnya menunjukkan bahwa fenomena kemiskinan di Indonesia belum menemukan solusi yang tepat dalam pereduksiannya. Pendekatan pemerintah yang semula Top Down mulai diubah menjadi Bottom Up (dari bawah ke atas) yakni dengan melihat dan mendengar apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Meskipun dalam praktik dan realitasnya masih banyak oknum pemerintah yang alergi menerima dan mendengar apa keinginan dan kebutuhan rakyat. Justru otonomi daerah


(23)

melahirkan “raja-raja kecil/ baru” yang semakin memperluas lahan praktik KKN (korupsi, kolusi, nepotisme).

Dilain hal, angka kemiskinan yang tinggi di Indonesia menjadi polemik yang rumit, tatkala sebagai negara agraris, Indonesia tidak mampu mensuplai kebutuhan pribadinya. Padahal mayoritas penduduknya hidup dari sektor pertanian. Dari keterangan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia mencatat pada tahun 2012 jumlah petani Indonesia 39,33 juta orang dibanding dengan tahun sebelumnya 41,49 juta orang. Sedangkan dengan jumlah petani gurem 13,7 juta orang yang hanya mengolah tanah garapannya di bawah 0,5 hektar. Dengan jumlah petani Indonesia yang besar, justru pemerintah mengadakan impor pangan dari tahun ke tahun. Hal tersbut merupakan keadaan yang kontras berkontradiksi. Keberhasilan swasembada pangan Indonesia yang dilakukan pertama kali pada era Presiden Soeharto, tepatnya REPELITA ketiga tahun 1970/80-1983/84, menjadi pertanyaan besar bagi Indonesia tanggal 24 Februari 2013 pukul 16.10 wib.

Seperti yang terjadi di negara berkembang lainnya, pemberian prioritas pada sektor pertanian dalam kebijaksanaan pembangunan ekonomi tidak selalu menghasilkan pertumbuhan produksi yang tinggi, belum lagi dalam hal peningkatan pendapatan. Akhirnya, masalah modal selalu muncul ke permukaan. Petani pada umumnya tidak memiliki akses untuk memperoleh modal dalam upaya peningkatan produksi. Meskipun di Indonesia, banyak program pemerintah dalam penyediaan modal bagi petani seperti halnya KUT, IDT, UKM, Poktan, dan lain-lain. Namun secara realitasnya yang dapat menikmati berbagai dana tersebut


(24)

hanyalah golongan tertentu. Kaum Petani sangat sulit bahkan dipersulit dalam mendapatkannya, yang lebih mirisnya lagi, penyaluran dana tersebut sarat dengan KKN, sehingga tidak tepat sasaran. Akibatnya petani selalu kalah bersaing dengan kelompok yang memiliki kemudahan dalam mengakses modal, pasar dan kebijakan.

Berdasarkan fakta dilapangan, pekerja (petani) laki-laki maupun perempuan di Indonesia sebagian besar berpendidian rendah (SD dan SMP) dengan upah pekerja petani laki-laki lebih besar dari petani perempuan. Tentunya dengan kondisi ini, pendapatan per kapita petani juga rendah. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk dan hanya dapat menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto. Karena itu, sektor pertanian yang merupakan sektor terbesar di Indonesia selalu ditandai dengan kemiskinan struktural yang berat, kebodohan dan keterbelakangan. pada tanggal 25 Februari 2013 pukul 09.43 wib.

Pada era globalisasi ini tentunya Indonesia membutuhkan model pengembangan SDM, khususnya petani karena merupakan sektor yang besar di Indonesia, agar mampu bersaing dan tidak menjadi korban globalisasi itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti pendidikan alternatif yang tidak membutuhkan biaya tinggi, khususnya bagi petani. Dalam pengembangan kapasitas ini sangat dibutuhkan partisipasi aktif dan kreatifitas dari para petani untuk selalu mengembangkan keahlian dan keterampilannya. Sebab hanya kaum petani itu sendiri yang lebih mengetahui seluk-beluk produksi yang paling efektif dan efisien (to help people to help them self).


(25)

Pendidikan sejatinya diharapkan dapat mengatasi berbagai kelemahan yang telah dipaparkan sebelumnya. Sebagai fondasi kemajuan dan peradaban bangsa, pendidikan dituntut memanusiakan manusia. Akan tetapi, pendidikan formal di Indonesia juga masih menganaktirikan masyarakat marjinal. Oleh sebab itu, pendidikan nonformal dapat dikembangkan. Credit Union adalah sebagai tawaran atau alternatif yang diharapkan menjadi wadah bersama dalam mengatasi berbagai kelemahan tersebut.

Gagasan Credit Union (CU) untuk kali pertama lahir di Jerman oleh Raiffeissen dalam menanggulangi kemiskinan yang terjadi akibat kapitalisme dan revolusi industri. Untuk Indonesia sendiri, CU mulai masuk sejak masa orde lama tepatnya pertengahan 1960-an yang dibawa oleh Pastor K. Albrecth Karim Arbie, SJ. Tepatnya 8 Desember 1969 didirikanlah Credit Union Counselling Office (CUCO), dan Pastor Albrecht terpilih sebagai ketuanya. CUCO mengambil peran tunggal, yaitu mempromosikan CU di Indonesia. Berkat keuletan, kegigihan, dan kerja keras, dalam waktu relatif singkat CUCO sukses di 13 wilayah keuskupan di Indonesia. Perkembangan CU hingga per 31 Desember 1975 seperti berikut: Jumlah CU 197 buah, jumlah anggota 14.834 orang, jumlah simpanan anggota Rp 95.463.089, jumlah pinjaman beredar Rp 86.332.210, jumlah kekayaan Rp 106.272.939 dan jumlah dana cadangan Rp 1.775.163.

Sudah saatnya Indonesia mengalami transformasi ekonomi agar cita-cita sebagai Welfare State dapat segera terjewantahkan. Konsep CU sebagai pengembangan ekonomi masyarakat dan gerakan semakin tersebar luas di


(26)

Indonesia. Di Sumatera Utara, terdapat 61 CU di bawah Puskopdit BK3D Sumut. Total aset CU di bawah Puskopdit BK3D ini, per November 2010, mencapai Rp 1 triliun. Uang tersebut semuanya berasal dari simpanan saham anggota CU yang jumlahnya lebih dari 250.000 anggota. Dan masih banyak CU lainnya yang tidak terdaftar terdapat di Sumatera Utara. Hal ini disebabkan berbagai hal, dan yang pasti CU menumbuhkan ekonomi mikro masyarakat.

Perhimpunan KSPPM (Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa Masyarakat), merupakan NGO (Non Government Organization) yang bergerak dalam pengembangan masyarakat dengan memakai model strategi CU. Walaupun awal berdirinya, pada tahun 1983 dengan nama KSPH (Kelompok Studi Penyadaran Hukum), hanya mengadvokasi masyarakat di Tapanuli Utara di bidang hukum, founding father lembaga ini mulai menambah kiblatnya dalam pengembangan masyarakat karena dirasakan bahwa masyarakat bukan hanya buta akan hukum akan tetapi juga dalam ekonomi yang terpuruk khususnya di wilayah Tano Batak. Untuk pengembangan masyarakat, KSPPM tidak hanya memprakarsai pendirian CU diwilayah dampingan, tetapi juga melalui CU tersebut lembaga KSPPM mengadakan seminar dan pelatihan-pelatihan sebagai bentuk pendidikan nonformal kepada para petani yang masuk kelompok CU dampingannya. Seminar dan pelatihan yang dibuat oleh KSPPM meliputi: Pelatihan Kepemimpinan, Manajemen Organisasi, Manajemen Credit Union, Pengembangan Pertanian Selaras Alam, Sistem pemerintahan desa, Perdes, Pengelolaan ADD, Ketahanan pangan, Perubahan iklim, KDRT, Pelatihan Pemenuhan Hak Sipil dan Ekosob, Pelatihan Keadilan Gender, Pelatihan Pencegaha HIV/ AIDS, Pelatihan Monitoring HAM, dan lainnya yang dianggap


(27)

perlu dalam mencerahkan pemikiran dan paradigma para petani. Bahkan, dalam pengerjaan programnya, lembaga KSPPM tidak menutup diri untuk bekerja sama dengan lembaga lain yang dianggap se-visi dalam mengembangkan masyarakat. Termasuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), ICW (Indonesian Corruption Watch), Bakumsu (Badan Advokasi dan Hukum Sumatera Utara), JK-LPK (Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen), dan lainnya. Lembaga KSPPM juga termasuk pendiri dan anggota INFID (International NGO Forum for Indonesia Development).

Mulai dari berdirinya hingga sekarang, lembaga KSPPM telah membentuk 42 CU yang tersebar di beberapa wilayah, termasuk kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, sedangkan di Kabupaten Dairi ada 15 CU yang tergabung dalam STKD (Serikat Tani Dairi). Khusus untuk wilayah Dairi, lembaga KSPPM telah passing out sejak 2010. Salah satu prestasi lembaga KSPPM adalah mandirinya kelompok yang ada di wilayah Kabupaten Dairi dengan kelompok petani kopinya. Artinya, CU yang sudah terbentuk tidak lagi didampingi secara komprehensif, tetapi para petani itu sendiri yang mengurusnya. Program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga KSPPM sejak berdiri hingga sekarang menunjukkan suatu perubahan yang cukup membantu negara ini dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia.

Khusus untuk daerah Kabupaten Samosir, lembaga KSPPM telah membentuk 10 CU dan tergabung dalam STKS (Serikat Tani Kelompok Kabupaten Samosir). Salah satu prestasi STKS dalam beberapa tahun terakhir adalah mendapatkan dana APBD Kabupaten. Jumlah yang didapat memang tidak banyak, tetapi sudah cukup menggambarkan bahwasanya ada dampak positif dari


(28)

pembentukan kelompok CU. Dari sepuluh CU yang ada di Kabupaten Samosir, CU tertua di daerah tersebut adalah CU Harapan Maju yang terletak di daerah desa Lintongnihuta kecamatan Ronggurnihuta. Kelompok CU Harapan Maju ini terbentuk sejak tahun 1997. Dan sekarang, telah memiliki saham hampir 360 juta dengan jumlah pinjaman mencapai 35-40 juta. Disamping itu, anggota kelompok CU Harapan Maju memiliki kapasitas yang lumayan maju dibandingkan dengan masyarakat desa lainnya. Paradigma berpikir mereka juga tidak bertendensi kepada bantuan sosial, artinya setiap ada kegiatan yang ada di desa mereka tidak terlau berharap dengan adanya dana insentif, tapi bagaimana cara mendapatkan ilmu dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Salah satu prestasi CU Harapan Maju yang dapat dibanggakan adalah menaikkan salah satu anggota mereka menjadi kepala desa. Untuk ke depannya, kelompok ini berusaha ingin menaikkan salah satu anggota kelompok menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tujuan utama dan ekspektasi mereka agar suara masyarakat dapat teraspirasikan jika ada yang memiliki jabatan.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana Peranan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat dalam meningkatkan kemandirian masyarakat melalui Credit Union Harapan Maju di Desa Lintongnihuta Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Peranan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa


(29)

Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Harapan Maju di Desa Lintongnihuta Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir.”

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peranan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Harapan Maju di Desa Lintongnihuta Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka: 1. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan mengenai model pengembangan masyarakat.

2. Secara akademis, penelitian ini memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah referensi dan bahan kajian serta studi komparasi bagi para mahasiswa yang tertarik terhadap masalah pengembangan masyarakat.

3. Secara praksis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran kepada Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat dalam proses pengembangan konsep, teori maupun model pengembangan masyarakat.


(30)

1.4Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah: BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan tentang teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penetitian yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.

BAB V : Analisis Data

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari penelitian dan analisis data tersebut.

BAB VI : Penutup

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan

Peranan berasal dari kata peran. Pengertian Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan-harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut. (Friedman, M, 1998: 286).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata peran mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan maknyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang memiliki kedudukan di masyarakat. Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi (atau mendapatkan) suatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Oleh karena itulah ada yang disebut dengan role expectation (harapan mengenai peran).

Sedangkan dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaannya, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Gross, Masson, dan McEachren mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat.


(32)

Selanjutnya Berry mengungkapkan bahwa di dalam peranan terdapat 2 (dua) macam harapan, yaitu:

1) harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban dari pemegang peran, dan

2) harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang behubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.

Sedangkan Hendropuspito mengungkapkan bahwa istilah peranan (dalam sandiwara) oleh para ahli sosiologi diahlikan ke panggung sandiwara, diberi isi dan fungsi baru yang disebut peranan sosial. Istilah peranan menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai lakon, bahkan masyarakat lakon itu sendiri. Masyarakat adalah suatu lakon yang masih aktual, lakon yang besar, yang terdiri dari bagian-bagian dan pementasannya diserahkan kepada anggota-anggota masyarakat. Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat. Jadi peranan sosial adalah bagian dari fungsi sosial masyarakat.

Kata sosial dalam peranan sosial mengandung maksud bahwa peranan tersebut terdiri atas sejumlah pola kelakuan lahiriah maupun batiniah yang diterima dan diikuti banyak orang. Bertolak dari sudut pandang di atas, peranan sosial dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi sosial masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu, menurut pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang telah ditentukan.

Dari analisis pengertian peranan sosial, dapat disimpulkan bahwa: 1) peranan sosial adalah sebagian dari keseluruhan fungsi masyarakat, 2) peranan sosial mengandung sejumlah pola kelakuan yang telah


(33)

ditentukan,

3) peranan sosial dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu, 4) pelaku peranan sosial mendapat tempat tertentu dalam tangga masyarakat,

5) dalam peranan sosial terkandung harapan yang khas dari masyarakat.

Dalam kamus sosiologi disebutkan bahwa peranan adalah: 1) aspek dinamis dari kedudukan,

2) perangkat hak-hak dan kewajiban,

3) perilaku aktual dari pemegang kedudukan, dan 4) bagian dari aktivitas yang dimainkan oleh sesorang.

Sedangkan Horton dan Hunt mengemukakan bahwa peran adalah perilaku yang di harapkan dari seseorang yang mempunyai status. Bahkan dalam suatu status tunggalpun orang dihadapkan dengan sekelompok peran yang disebut sebagai perangkat peran. Istilah seperangkat peran (role set) digunakan untuk menunjukkan bahwa satu status tidak hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran yang saling berhubungan dan cocok.

Konsepsi peran mengandaikan seperangkat harapan. Kita diharapkan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu dan mengharapkan orang lain untuk bertindak dengan cara-cara tertentu sperti itu pula. (Sumber:


(34)

2.2 Kemandirian

Kemandirian berasal dari kata dasar mandiri. Menurut Brewer yang dikutip oleh Medinnus dan Jonson bahwa, “The Following behaviours were sign of independence: yaking intiative, trying to overcome obstacles in the enviromen, trying to carry actieve to completron, getting satisfaction from work, and trying to routine task by one self, whereas were sign of dependence: seeking help, seeking physical contact, seeking proximity, seeking attention and recognition”. Artinya bahwa dalam kemandirian ditandai oleh adanya inisiatif, berusaha mengatasi rintangan yang ada dalam lingkungannya, mencoba melakukan aktifitas menuju kesempurnaan, memperoleh kepuasan dari pekerjaannya dan mengerjakan pekerjaan rutin sendiri, sedangkan ketergantungan lawan kata dari kemandirian, selalu berhubungan

dengan orang lain, selalu berdekatan mengharapkan perhatian dan menginginkan penghargaan) Sumber: 17.05 wib.

Sedangkan menurut Charlesh Schaeffer tingkat kemandirian yang ada pada setiap orang berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah, “kemandirian yang tinggi cenderung memiliki rasa percaya diri tinggi, banyak inisiatif, rasa tanggung jawab, serta mengerjakan sesuatu untuk dan oleh dirinya sendiri".

2.2.1 Mandiri dalam Upaya Pemberdayaan

Dalam rangka menuju masyarakat mandiri (independent) upaya yang dilakukan diarahkan pada akar persoalan yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat. Bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus ditingkatkan


(35)

kemampuannya (power) dengan mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya dan memberdayakannya. Pemberdayaan (empowerment) tidak hanya menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga nilai tambah sosial dan nilai tambah budaya. (Soetomo, 2012:21)

Robert Chambers (dalam Soetomo, 2012:22) seorang ahli yang pemikirannya serta tulisannya banyak dicurahkan untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat berpendapat bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai social. Konsep ini mencerminkan paradigm baru pembangunan, yakni bersifat people centered, participatory, empowering, and sustainable. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut, yang pemikirannya akhir-akhir ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep pertumbuhan masa lalu.

Memberdayakan masyarakat memerlukan rangkaian proses yang panjang (tidak seketika), agar mereka menjadi mandiri. Proses pemberdayaan tendensinya dikaitkan sebagai unsur pendorong sosial ekonomi dan politik. Pemberdayaan adalah suatu upaya dan proses bagaimana agar berfungsi sebagai power dalam pencapaian tujuan yaitu pengembangan diri. Secara konseptual, pemberdayaan harus mencakup enam hal berikut:

1. Learning by doing. Artinya, pemberdayaan adalah sebagai proses hal belajar dan ada suatu tindakan konkret yang terus-menerus dampaknya dapat terlihat.


(36)

2. Problem Solving. Pemberdayaan harus memberikan arti terjadinya pemecahan masalah yang dirasakan krusial dengan cara dan waktu yang tepat.

3. Self evaluation. Pemberdayaan harus mampu mendorong seseorang atau kelompok tersebut untuk melakukan evaluasi secara mandiri. 4. Self development and coordination. Artinya, mendorong seseorang

atau kelompok tersebut untuk melakukan evaluasi secara mandiri. 5. Self selection. Suatu kumpulan yang tumbuh sebagai upaya

pemilihan dan penilaian secara mandiri dalam menetapkan langkah ke depan.

6. Self decism. Dalam memilih tindakan yang tepat hendaknya dimiliki kepercayaan diri dalam memutuskan sesuatu secara mandiri (Saraswati, 1997:79-80).

2.2.2 Mandiri dalam Upaya Kesejahteraan Sosial

Dalam pandangan Kartasasmita (1997: 11-12) upaya memandirikan masyarakat adalah sebagai proses untuk mencapai serta meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memandirikan masyarakat adalah memampukan masyarakat agar tercapai kesejahteraan sosialnya.

Terminologi kesejahteraan sosial secara etimologi terdiri dari dua kata, yaitu “kesejahteraan dan sosial”. Kata sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah yang berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan kesejahteraan


(37)

merujuk kepada kondisi aman, sentosa, makmur, selamat (terlepas dari segala ancaman, gangguan dan kesusahan).

Dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pasal 1 ayat 1:” kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

2.2.3 Peran Pekerja Sosial

Tujuan dasar dari pekerja sosial adalah menolong klien-kllien agar berdaya menolong diri mereka sendiri atau menolong masyarakat agar dapat berdaya menolong diri mereka. Pekerja sosial berusaha menolong mereka untuk meningkatkan pemahamannya tentang diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain, serta menghubungkannya dengan sistem sumber yang tersedia dalam masyarakat demi pemecahan masalah seseorang itu. Adapun peran-peran seorang pekerja sosial dalam menolong individu maupun masyarakat adalah:

1. Fasilitator

Hal ini perlu disadari karena masyarakat seringkali dianggap sebagai pihak yang tidak mempunyai kemampuan, baik oleh masyarakat itu sendiri maupun dari pemerintah. Oleh karena itu, pekerja sosial harus tampil dengan pandangan yang berbeda dengan yang lainnya tentang keadaan masyarakat, yaitu dengan sikap optimistik bahwa masyarakat dapat dirancang untuk berkapabelitas. Masyarakat perlu di support dan dibantu untuk mengetahui kapasitas yang mereka miliki.

2. Perantara

Peran pekerja sosial sebagai perantara berarti mampu meningkatkan kualitas hubungan antar pihak-pihak yang terkait dengan masyarakat setempat.


(38)

Sesuai dengan kemampuan dasar pekerja sosial, maka pekerja sosial harus mampu mengagitasi masyarakat bahwa kedua-duanya menghasilkan keuntungan dikedua belah pihak.

3. Pembela

Tujuan sebagai pembela disini adalah agar pihak-pihak yang melakukan program kesejahteraan sosial dapat menjalankan kewajiban hukum. Perlu dipahami bahwa pekerja sosial tidak tampil sebagai pembela dalam arti hukum atau institusi pengadilan, tetapi tampil dengan tindakan edukatif dengan tujuan agar pihak penyelenggara program menyadari kewajibannya terhadap masayarakat setempat demi menjalin hubungan yang baik.

4. Pelindung

Peran pekerja sosial sebagai pelindung sangat penting, dimana hal ini merupakan konsekuensi logis terhadap masyarakat setepat yang kerap kali menjadi pihak yang tidak berdaya jika dihadapkan dengan pihak penyelenggara program. Oleh karena itu, peran pekerja sosial sebagai pelindung diharapkan dapat mendukung masyarakat setempat dalam upaya memperoleh hak-hak mereka (Siagian, 2010:95-96).

2.3 Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat

Terinspirasi dari kelompok diskusi atas persoalan-persoalan sosial dan perjuangan masyarakat di Sumatera Utara khususnya persoalan lingkungan dan kasus struktural lainnya pada awal 1980-an, oleh sekelompok warga gereja dari berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan, mendirikan KSPH (Kelompok


(39)

Studi Penyadaran Hukum) pada 4 Februari 1984, beralamat di Siborongborong, Tapanuli Utara.

Untuk mempertajam visi dan melengkapi pendekatan dalam pelayanannya, sejak 23 Februari 1985, KSPH berganti nama menjadi KSPPM (Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat). Kemudian pada 9 September 2005, KSPPM merubah bentuk kelembagaannya dari “Yayasan” menjadi “Perhimpunan”. Keprihatinan KSPPM berangkat dari realitas kemiskinan, kondisi politik dan demokrasi, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, dan dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan terhadap lingkungan dan hak-hak rakyat atas SDA. Dalam kerangka itu, lembaga ini melakukan kerja-kerja studi dan riset, pengorganisasian, pendidikan populer, dan advokasi untuk mendampingi rakyat (petani) marginal di Tapanuli, Sumatera Utara. Keikutsertaan KSPPM bersama rakyat, khususnya di tengah-tengah petani miskin dan marginal di pedesaan, berlandaskan semangat Kristiani sebagaimana tertulis pada Injil Markus 1: 15 dan Lukas 4: 18-28 (S.R. DGI 1971, Pematang Siantar). Sejak 1993 Sopo KSPPM pindah ke Parapat dekat Danau Toba. Sekarang melayani di 3 wilayah: Humbang-Silindung, Toba, Samosir, sejak phasing out dari wilayah Dairi pada 2009.

2.4 Community Organizing Community Development

Untuk menghindari kerancuan konteks yang bisa merusak pemahaman, maka lebih tepat untuk menelusuri lebih dalam asal-usul kerumitan. Dalam perkembangan pendampingan di Indonesia, teradapat 2 model pendampingan yang sangat umum dikenal, yakni CO (Community Organizing/ pengorganisasian


(40)

komunitas) dan CD(Community Development/ pengembangan komunitas). Kesalahpahaman selama ini oleh karena didalam bahasa Indonesia kedua kata itu sama-sama diinterpretasikan sebagai “pendampingan”. Padahal, kedua kata itu secara mendasar mempunyai konteks makna yang berlainan.

2.4.1 Community Organizing (CO)

Pengorganisasian komunitas atau CO adalah pengembangan yang lebih mengutamakan pembangunan kesadaran kritis dan penggalian potensi pengetahuan lokal masyarakat. CO mengutamakan pengembangan masyarakat berdasarkan dialog atau musyawarah yang demokratis. Usulan masyarakat merupakan sumber utama gagasan yang harus ditindaklanjuti secara kritis, sehingga partisipasi rakyat dalam merencanakan, membuat keputusan dan melaksanakan program merupakan tonggak yang sangat penting.

CO bergerak dengan cara menggalang masyarakat ke dalam suatu organisasi yang mampu menjangkau seluruh lapisan komunitas. Suara dan kepentingan rakyat lebih utama daripada kepentingan kaum elit. CO juga memiliki arti penting pembangunan sarana-sarana fisik yang dapat menunjang kemajuan masyarakat, namun titik tekan pembangunan itu ialah pengembangan kesadaran asyarakat sehingga mampu mengelola potensi sumber daya mereka.

Secara umum, metode yang dipergunakan dalam pengorganisasian masyarakat adalah penumbuhan kesadaran kritis, partisipasi aktif, pendidikan berkelanjutan, pembentukan dan penguatan organisasi rakyat. Semua itu bertujuan untuk melakukan transformasi sistem sosial yang dipandang menghisap masyarakat dan menindas (represif) tujuan pokok CO adalah membentuk suatu tatanan masyarakat yang beradab dan berkemanusian yang menjunjung tinggi


(41)

nilai-nilai demokratis, adil, transparan, berkesejahteraan ekonomis, politik dan budaya.

2.4.2 Community Development (CD)

Pengembangan komunitas atau CD adalah pengembangan yang lebih mengutamakan sifat fisikal masyarakat. CD mengutamakan pembangunan dan perbaikan atau pembuatan sarana-sarana sosial ekonomi masyarakat. Contohnya, pelatihan mengeni gizi, penyuluhan KB, pembangunan WC, jalan raya, bantuan hibah, bantuan peralatan sekolah, dan sebagainya.

Dengan demikian, peningkatan pengetahuan, keterampilan dan penggalian potensi-potensi sosial ekonomi yang ada lebih diutamakan untuk mensukseskan target yang sudah ditetapkan oleh satu pihak pemerintah atau LSM. Partisipasi dan usulan dari bawah pada umumnya kurang didengar. Pihak yang didekati untuk memulai kegiatan CD itu antara lain elit masyarakat, aparat pemerintahan, dan pihak birokratis lainnya. CD biasanya bersifat jangka pendek, fisikal, dan tidak berkelanjutan.

2.4.3 Pengorganisasian Masyarakat

Ciri-ciri pengorganisasian masyarakat antara lain:

1. Transformasi kaum miskin, papa, tak punya hak suara menjadi komunitas yang lebih dinamis, partisipatif, dan responsif secara politis.

2. Proses pembangunan organisasi rakyat yang lebih kolektif partisipatif, berkelanjutan, membebaskan, sistematis, dengan cara mobiliasasi dan penguatan kemampuan serta pengelolaan sumber daya rakyat sebagai resolusi atas isu dan kebutuhan yang dapat memberikan perubahan terhadap kondisi hidup yang menindas dan menghisapnya.


(42)

3. Proses pendidikan yang radikal dan non formal

4. Lebih berwatak strategis atau menekankan tujuan jangka panjang. Komunitas Pedesaan

Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa CO menekankan pengorganisasian ditingkat komunitas. Oleh karena itu, perlu dijelaskan lebih dahulu pengertian umum “komunitas”.

• Menurut Larry Lyon (1987:5), komunitas dirumuskan sebagai “Komunitas adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kepentingan bersama, saling berinterasi satu dengan lainnya”.

• Ferdinand Tonnies menjelaskan bahwa dalam bukunya Gemeinschaft und gesellscahft- Community and society bahwa secara tipikal “gemeinschaft” mengacu pada tatanan hubungan manusia sebagai keluarga besar di pedesaan, sedangkan gesselshcaft mengacu pada tatanan masyarakat yang lebih kapitalis. Gemeinschaft atau komunitas didasarkan atas “kehendak” rasional yang mencakup rasionalitas individualisme, ikatan emosi. Basis societas adalah perkotaan, kapitalisme industrial. Societas dicirikan sebagai netralitas afektif legalisme. Kedua tipe ini ideal (Larry Lyon, 1987:7).

Tentu saja didalam praktiknya tidak mudah merumuskan secara formal pengertian komunitas apalagi dalam konteks pedesaan di Indonesia. Di suatu desa mungkin akan kita temui beberapa komunitas dengan ikatan-ikatan dan hubungan-hubungan sosialnya yang asling berlainan. Di sisi lain, proses strukturisasi masyarakat pedesaan terus berlangung sehingga hamper tidak mungkin


(43)

menemukan komunitas yang relatif homogeny, misalnya masyarakat adat. Kapitalisasi pedesaan yang berlangsung berates-ratus tahun telah menciptakan masyarakat pedesaan yang fragmentatif dan heterogen.

Mencermati tingkat kesulitan itu, maka jenis komunitas dalam kaitan kegiatan pendampingan masyarakat dapat dipersempit menjadi 4 tipe umum. Artinya, secara umum orang akan melihat bahwa ada 4 tipe komunitas yang lazim menjadi wilayah pengorganisasian ataupun penguatan masyarakat marjinal, yakni:

1. Komunitas Pedesaan (Rural Community)

Ciri terpenting komunitas pedesaan adalah alat produksi agraris (tanah) dan system pertanian (ekonomi) yang sudah mengenai hierarki kepemilikan: ada tuan tanah, petani kecil, buruh tani, pengerajin, dan lain-lainya.

2. Komunitas Perkotaan (Urban Community)

Ciri komunitas perkotaan, terutama komunitas miskin pinggiran, mereka pada umumnya merupakan orang desa yang urban. Ciri pokok mereka ialah untuk bertahan hidup, mereka menjual tenaga fisik (buruh): menjadi kuli, buruh pabrik, dan lainnya. Sebagian menjadi pedagang kecil, montir, sopir, preman, pelacur, dan lainnya.

3. Komunitas Pesisir/ Pantai (Coastal Community); dan

Ciri utama komunitas ini adalah sebagian besar tidak memproduksi, tetapi mengandalkan penagkapan sumber daya laut seperti ikan dan lain-lainnya. Alat produksi (perahu) dan system ekonominya juga berhierarki: ada juragan kapal, tengkulak pemilik pukat, buruh, nelayan tradisionil, dan sebagainya.


(44)

4. Komunitas Masyarakat Adat/ Pedalaman (Indigenous Community) Ciri utama komunitas ini adalah kehidupan yang kolektif (bersama-sama). Sistem kepemilikan alat produksi (tanah) dan pengelolaannya diatur oleh hukum adat. Sistem pengambilan keputusan dikelola oleh ketua adat dan masalah secara umum diputuskan secara perembukan (musyawarah). Sebagai penjelasan tambahan, tipe komunitas desa adalah bermukim di dataran tinggi dan rendah. Tentu saja komunitas dataran rendah akan berbeda dengan komunitas dataran tinggi. Kita tidak perlu menganalisa ha ltu secara mendetail. Tipe kedua komunitas urban, umumnya hidup di pinggiran kota, dekat sungai, dan hidup berdesak-desakkan. Tipe ketiga ialah komunitas pesisir pantai sebagai desa kaum nelayan. Tipe keempat komunitas adat/ masyarakat adat yang tinggal di pedalaman. Setiap tipe tersebut saling berbeda, khas, dan unik.

2.5 Credit Union (CU)

2.5.1 Sejarah dan Filosofi Credit Union

Gagasan berCredit Union lahir pertama kali di negera Jerman pada abad XXI, ketika kapitalisme dan revolusi industri muncul yang menimbulkan berbagai protes dari rakyat. Pada waktu itu kondisi perekonomian negara Jerman sangat terpuruk dan warga menjadi miskin dan melarat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, warga mulai meminjam kepada rentenir. Pada masa itu warga Yahudi (yang tinggal di Jerman) memiliki tingkat ekonomi yang lebih baik, sehingga dari mereka banyak yang menjadi rentenir. Karena tidak memiliki pilahn lain, maka warga meminjamnya. Tanah dan rumah dijadikan agunan (broh) atau jaminan hutang. Dengan demikian kondisi yang semakin terpuruk, tanah dan rumah mereka hilang disita rentenir akibat tidak dapat membayar hutang. Akhirnya


(45)

warga terpaksa tidur dan tinggal di gerobak-gerobak. Oleh Friederich Willem Raiffesien (1818-1888) seorang warga Jerman mantan walikota melihat kondisi ini sangat prihatin dan mulai memikirkan bagaimana solusi agar perekonomian warganya bisa membaik.

Ketika menjadi walikota, beliau melihat masalah keeksistensian rentenir. Beliau mulai mengumpulkan dana dari orang-orang kaya untuk disumbangkan kepada kaum miskin. Berbagai bantuan pun diberikan kepada warga miskin, namun bukannya menolong masyarakat untuk keluar dari kemiskinan justru semakin banyak penyait sosial yang lahir. Budaya malas mulai tumbuh dan semakin berkembang dikalangan masyarakat Jerman waktu itu.

Berangkat dari pengalaman dan situsi yang demikian, maka Raffeisen berpendapat bahwa: kesulitan si miskin hanya dapat diatasi dengan jalan mengumpulkan uang dari si miskin itu sendiri dan meminjamkannya kepada sesame mereka. Saling tolong melalui kerja sama itulah satu-satuya pemecahan masalah yang permanen. Selanjutnya beliau berpendapat bahwa derma tidak akan mendorong menusia untuk mulai membantu dirinya tetapi sebaliknya malah akan merendahkan martabat manusia yang menerimanya.

Diawali dengan konsep koperasi roti di satu desa, akhirnya bisa membuat koperasi susu dan akhirnya segala apa yang mereka konsumsi dibuat koperasinya. Demikian Raffeisien mulai memperkenalkan konsep koperasi.

Dengan kerja keras dan cinta kasih serta kesabaran, Raffeisien mengajak warga secara bersama-sama untuk mengatasi persoalan ekonomi dan kemiskinan yang dialami oleh mereka. Akhirnya warga berhasil mengatasi persoalan ekonomi dan bahkan mampu memproduk (mencukupi) kebutuhan mereka tanpa tergantung


(46)

dari pihak luar. Demikian koperasi semakin berkembang. Bukan hanya memproduk kebutuhan pribadi bahkan memproduk kebutuhan orang diluar kelompok mereka pada saat itu. Sehingga koperasi bukan lagi hanya membicarakan uang dan hanya mampu mengatasi masalah ekonomi kelompoknya, namun lebih dari itu yakni sudah menjadi suatu gerakan manusia dalam melawan globalisasi.

Demikian Raffeisen pindah dari satu desa ke desa lain, dengan prinsip kebersamaan menjadi kekuatan menuju kemandirian. Kesetiakawanan dapat menjalin kebersamaan dan kemandirian, slanjutnya ini bisa diarahkan menuju keadilan dan kesejahteraan sosial proses menuju demokrasi ekonomi. Apa yang dialami petani dialami petani khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya dewasa ini, tidak berbeda dengan kondisi perekonomian di Jerman ketika itu. Kesulitan ekonomi ditanggulangi oleh pemerintah melalui bantuan seperti: JPS, KUT, IDT, Raskin, dana kompensasi BBM, dan lainnya. Kalau dilihat dengan adanya berbagai bantuan ini justru menimbulkan banyak penyakit sosial di masyarakat. Masyarakat miskin (petani dan pedagang kecil) dalam mengatasi kesulita ekonomi keluarga akhirnya juga harus berhutang ke rentenir atau toke-toke di desa dengan suku bunga yang tinggi mencapai 10%. Akhirnya dari waktu ke waktu, dari satu musim ke panen ke musim panen berikutnya, petani semakin terperangkap hutang, gali lubang tutup lubang. Dengan kondisi ini, petani harus mampu untuk bangkit dan mencoba mengatasi sendiri persoalannya. Dari pengalaman terlihat bahwa Credit Union sebagi alternative gerakan ekonomi dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Tercatat bahwa dibeberapa negara, CU mampu mengatasi masalah perekonomian rakyat.


(47)

Di Indonesia, CU yang pertama dibentuk adalah di Jawa Tengah (Purwokerto) untuk membantu petani mendukung penyelamatan beras bagi penjajah. Kemudian muncul CU di Kanada dan India. Disana CU berhasil mengembangkan petani-petani miskin. Selanjutnya CU berkembang di Amerika Serikat dan berperan dalam mengatasi kesulitan ekonomi negaranya. Demikian juga CU berkembang di Thailand dan Bangkok. Bangkok menjadipusat CU Khatolik.

2.5.2 Pengertian Credit Union

Credit Union adalah: Sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu yang bersepakat untuk menabung uang mereka sehingga menciptakan modal bersama, guna dipinjamkan diantara sesama mereka dengan bunga yang ringan serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan. Dari defenisi tersebut jelas bahwa CU merupakan kumpulan orang-orang, bukan kumpulan yang memiliki ikatan pemersatu atau yang disatukan oleh suatu kepentingan atau kebutuhan. Untuk lebih mudah memahami dapat diuraikan sebagai berikut:

• Sekumpulan orang, berarti harus ada seurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang yang nantinya menjadi: pemilik, pelaksana, dan pengawas.

• Dalam satu ikatan pemersatu, berarti sekumpulan orang itu diikat atau dipersatukan oleh adanya kepentingan dan kebutuhan yang dirasakan bersama dalam satu lingkungan masyarakat.

• Bersepakat untuk menabung uang mereka, artinya bahwa sekumpulan orang itu setuju tanpa ada paksaan untuk menabung uang mereka yang dihemat dari penghasilannya. Hal ini berarti pula bahwa masing-masing


(48)

orang ikut bertanggungjawab, saling melayani, dan saling mempercayai serta memanfaatkan tabungan untuk kemajuannya.

• Sehingga menciptakan modal bersama, artinya bahwa modal hanya diperoleh dari tabungan bersama para anggota, bukan modal dari luar. • Guna dipinjamkan diantara sesama mereka, artinya pinjaman hanya

diberikan kepada anggota saja, dan pinjaman hanya dijamin oleh watak si peminjam.

• Dengan bunga yang ringan, artinya bahwa bunga dalam CU harus serendah mungkin dan lebih rendah dari suku bunga yang berlaku di lingkungan masyarakat setempat.

• Untuk tujuan produktif dan kesejahteraan, artinya pinjaman diberikan hanya untuk kebutuhan anggota bagi usaha yang bisa meningkatkan penghasilan anggota.

2.5.3 Tujuan Credit Union

Tujuan dibentuknya Credit Union adalah: • Untuk menciptakan modal bersama;

• Untuk menyediakan pinjaman murah, cepat dan terarah;

• Untuk mengembangkan sikap bijaksana dalam menggunakan uang; • Untuk mempererat ikatan persadaraan;

• Menumbuhkan sikap percaya diri.

Atau dengan kata lain, tujuan dibentuknya CU adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dengan proses pendidikan melalui kegiatan ekonomi. Dari tujuan ini terlihat bahwa CU bukan bertujuan untuk mengejar laba tetapi bukan pula sebagai


(49)

derma atau beas kasihan semata. Tetapi untuk pelayanan diantara mereka sendiri, membantu orang lain dan dibantu oleh mereka sendiri.

2.5.4 Jenis Simpanan Credit Union

Ketika pertama kali seseorang mendaftar menjadi anggota, ada beberapa simpanan yang harus dipenuhi ke CU, antara lain:

• Uang Pangkal disingkat dengan UP

Uang pangkal ini dibayar hanya sekali ketika pertama kali menjadi anggota. UP ini digunakan untuk biaya administrasi seperti membeli kartu anggota dan keperluan atau kelengkapan administrasi CU lainnya.

• Saham, yang terdiri dari:

a. Simpanan pokok yang disingkat SP;

Simpanan pokok ini juga dibayar hanya sekali yakni ketika pertama kali mendaftar dan diterima menjadi anggota. SP ini biasanya dijadikan sebagai modal awal berdirinya CU sehingga jumlahnya sedikit lebih besar dari simpanan lainnya. Besar SP ini sama untuk semua anggota.

b. Simpanan wajib yang disingkat SW;

Simpanan wajib ini sesuai dengan namanya, maka setiap anggota wajib menyimpan atau menabung SW ini setiap bulannya. Besarnya sama untuk seluruh anggota.

c. Simpanan sukarela yang disingkat dengan Sisuka atau SS

Simpanan sukarela ini sesuai dengan namanya maka penabung tidak wajib setiap bulan. Jumlahnya juga tidak ditentukan atau tidak sama untuk semua anggota.


(50)

2.5.5 Struktur Organisasi Primer Credit Union

Pengurus

Panitia kredit: 1. Ketua 2. Sekretaris 3. Anggota

Dewan Pimpinan: -Ketua -W. ketua -Sekretaris -Bendahara -Anggota

Gambar 1.1 Struktur Organisasi primer CU Rapat Anggota

Dewan Penasehat

Pengawas: -Ketua

-Sekretaris -Anggota

Manager: Karyawan

Panitia Pendidikan: -Ketua (WK DP)

-Sekretaris -Anggota


(51)

2.6 Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Sasaran Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Fungsi Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Jenis Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidika usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidika kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembag kelompok belajar, majelis takl lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan penyelenggara:


(52)

• NGO/ LSM. Sumber:

2013 pukul 08.36 wib.

Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Begitupun dengan Perhimpunan KSPPM membuat pendidikan nonformal dalam membekali masyarakat dampingannya melalui CU Harapan Maju. Mengadakan pelatihan dalam isu:

1. Pemetaan pasrtipasi, 2. Pelatihan Kepemimpinan, 3. Manajemen Organisasi, 4. Manajemen Credit Union,

5. Pengembangan Pertanian Selaras Alam, 6. Sistem pemerintahan desa,

7. Perdes,

8. Pengelolaan ADD, 9. Ketahanan pangan,


(53)

10.Perubahan iklim, 11.KDRT,

12.Pelatihan Pemenuhan Hak Sipil dan Ekosob, 13.Pelatihan Keadilan Gender,

14.Pelatihan Pencegaha HIV/ AIDS,

15.Pelatihan Monitoring HAM, dan lainnya.

2.7 Kerangka Pemikiran

Krisis moneter yang melanda negara Indonesia sejak mulai runtuhnya kejayaan rezim Orde Baru memberikan dampak negatif bagi perekonomian masyarakat. Cita-cita Nasional dalam mensejahterakan masyarakat semakin jauh dari ekspektasi. Selain tertindas dari segi ekonomi, kemiskinan yang melekat pada masyarakat pada umumnya, menjadi masalah sosial yang semakin kompleks.

Lapangan kerja yang semakin sempit, jumlah penduduk yang semakin besar, dan kualitas sumber daya manusia yang tidak memadai dikarenakan pendidikan semakin mahal menambah efek yang memperparah negara Indonesia. Akhirnya, negara semakin terdegradasi dari kesejahteraan.

Kebijakan pemerintah yang lebih menitik beratkan pada pembangunan tidak satupun ada yang menolak. Dengan kebijakan Top Down, pembangunan tersentralisir dijalankan oleh pemerintah secara besar-besaran tanpa mempersoalkan aspek struktural dan keterkaitan sistemik dari masalah yang sedang diupayakan pemecahannya Tetapi di satu sisi, kebijakan dengan metodologi Top Down tersebut, dilakukan pemerintah, semakin dikritisi banyak kalangan, termasuk aktifis NGO/ LSM. Memasuk era 1980-an, isu kebijakan


(54)

Bottom Up dan partisipasi semakin membahana. Munculnya ide tersebut merupakan tawaran alternatif yang dikemukakan para NGO/ LSM.

Pola pengembangan masyarakat yang bermetodologikan Bottom Up dan partisipatif dianggap mampu mencapai pengembangan kapasitas masyarakat secara masksimal. Salah satu programnya adalah melalui CU (Credit Union). Masuknya model pengembangan ekonomi masyarakat dengan metode CU sudah ada sejak tahun 1960-an di Indonesia. melalui CU, masyarakat semakin disadarkan dengan kondisinya yang lemah untuk mengubah agar menjadi berdaya.

Sebagai NGO/ LSM yang bergerak dibidang prakarsa dan pengembangan masyarakat, Perhimpunan KSPPM melakukan penggalian potensi masyarakat dampingan serta memberdayakan potensi demi peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik. Menggagasi berdirinya CU kepada masyarakat dan mendampinginya sampai kepada tercapainya kemandirian. Tujuan program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan oleh Perhimpunan KSPPM adalah sebagai berikut:

1. Untuk menciptakan modal bersama;

2. Untuk menyediakan pinjaman dengan suku bunga rendah, cepat dan terarah;

3. Untuk mengembangkan sikap bijaksana dalam menggunakan uang; 4. Untuk mererat tali persaudaraan dan saling kepedulian;

5. Menumbuhkan sikap percaya diri.

Dan pada intinya, pengembangan masyarakat bermuara kepada mandirinya masyarakat serta tercerahkan dalam memiliki pola pikir.


(55)

Bagan Alur Pikir

Perhimpunan

KSPPM

CU

Harapan Maju

Pendidikan Nonformal: Melalui

Pelatihan-Pelatihan

Menciptakan Kemandirin masyarakat:

1. Peningkatan sumber ekonomi melalui ekonomi mikro. 2. Menciptakan sumber modal dengan pinjaman suku bunga

rendah, cepat dan terarah.

3. Berkembangnya paradigma masyarakat yang semakin maju.


(56)

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1 Defenisi Konsep

Defenisi konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cernatfenomena sosial yang akan dikaji (Siagian, 2011:138). Suatu konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal-hal lain yang sejenis. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009: 112 ).

Untuk memfokuskan penelitian ini maka peneliti memberikan batasan konsep sebagai berikut:

1. Peranan Perhimpunan (Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa Masyarakat) dalam penelitian ini melakukan kegiatan pendampingan terhadap masyarakat yang menjadi anggota CU Harapan Maju dalam usaha meningkatkan kemandirian masyarakat.

2. CU Harapan Maju dalam penelitian ini adalah organisasi simpan pinjam dengan suku bunga rendah yang dijadikan sebagai media pengembangan kemandirian masyarakat baik secara ekonomi maupun pengembangan paradigma berpikir.

3. Kemandirian masyarakat dalam penelitian ini adalah situasi kondisi masyarakat dimana kebutuhan material, spiritual, dan sosial masyarakat dapat terpenuhi dengan memberdayakan fungsi sosial yang melekat pada pribadi masing-masing.


(57)

4. Peningkatan kemandirian dalam penelitian ini adalah terpenuhinya modal pertanian, bertambahnya produksi pertanian, bertambahnya jumlah pendapatan keluarga, berkembangnya perekonomian mikro, bertambah luasnya wawasan berpikir.

2.8.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah opersionalisasi konsep yang menjadikan konsep semula bersifat statis menjadi dinamis, maka akan memungkinkan untuk dioperasikan, wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep terangkat dan terbuka (Siagian, 2011:141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Peranan Perhimpunan Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa

Masyarakat dalam organisasi CU Harapan Maju:

a. Pendampingan kepada masyarakat melalui CU Harapan Maju dengan indikatornya ialah frekuensi dalam memberikan informasi melalui komunikasi dan motivasi.

b. Pemberian pinjaman modal kepada anggota dengan indikatornya adalah besarnya pinjaman, frekuensi mendapat pinjaman, kedisplinan membayar pinjaman dan interval pengembalian pinjaman.

2. Tingkat kemandirian masyarakat adalah suatu kondisi masyarakat yang merupakan anggota CU Harapan Maju, indikatornya ialah:

a. Pendapatan ialah jumlah uang yang diperoleh dari usaha seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja dari usaha pertaniannya.


(58)

b. Ekonomi mikro ialah usaha peningkatan pendapatan melalui usaha kecil/ sampingan yang bukan menjadi fokus utama dalam memberikan kontribusi pendapatan keluarga.

c. Paradigma berpikir ialah wawasan maupun cara pandang masyarakat mengenai sesuatu hal yang sifatnya menguntungkan dalam segi pengetahuan.

d. Runtuhnya orientasi margaisme ialah sifat yang tidak mengutamakan kepentingan yang satu klan (marga). Artinya mengutamakan yang mau bekerja sama dalam meningkatkan taraf kehidupan secara mandiri.


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan melukiskan realitas yang ada tentang masyarakat atau sekelompok orang tertentu di lapangan secara analisis yang prosesnya meliputi penguraian hasil observasi dari suatu gejala yang diteliti atau lebih (Irawan, 2004:35). Didalam penelitian ini, akan digambarkan mengenai peranan Perhimpunan KSPPM dalam meningkatkan kemandirian masyarakat melalui CU Harapan Maju di Desa Lintongnihuta Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Lintongnihuta Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir. Alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah salah satu wilayah di Kabupaten Samosir yang menjadi dampingan KSPPM untuk kali pertama. Dan CU yang dibentuk didaerah tersebut merupakan CU tertua yang dibentuk oleh KSPPM bersama masyarakat. Selain itu daerah tersebut merupakan salah satu daerah yang rawan akan masalah kesejahteraan sosial.

3.3 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:117). Sesungguhnya penelitian yang ideal itu tidak memerlukan sampel. Artinya, adalah lebih baik mengumpulkan data yang diperlukan dalam suatu penelitian yang berasal dari


(60)

seluruh populasi penelitian, karena dengan cara tersebut sesungguhnya dapat menjamin 100% akurasi sumber data penelitian (Siagian, 2011:157). Maka dari itu, populasi = sampel = 129 orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan

Teknik pengumpulan data atau informan yang menyangkut masalah diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, surat kabar, majalah yang ada relevansi dan sinkronisasinya terhadap masalah yang diteliti.

2. Studi Lapangan

Pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta, yaitu dengan metode:

a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian berkenaan dengan proses kerja dan gejala-gejala alam.

b. Wawancara, yaitu dimaksudkan untuk mengajukan pertanyaan secara tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperlukan melalui alat bantu kuisioner, yaitu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menyebarkan angket kepada responden.

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan tabulasi tunggal kemudian data deskriptif tersebut nantinya dinarasikan secara kualitatif.


(61)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum

Desa Lintongnihuta adalah salah satu Desa di Kecamatan Ronggurnihuta, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa sijambur Kecamatan Ronggurnihuta

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Ronggurnihuta Kecamatan Ronggurnihuta

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Hutaginjang Kecamatan Ronggurnihuta

 Sebelah Barat berbatasan dengan desa paraduan Kecamatan Ronggurnihuta.

Luas Wilayah Desa Lintongnihuta + 1.500 ha, yang didalamnya termasuk areal Hutan Desa, Hutan Rakyat, Pemukiman/perkampungan, sarana umum/sosial, dan juga lahan tidur. Dilihat dari tofografi, Desa Lintongnihuta Kecamatan Ronggurnihuta secara umum adalah daerah perbukitan yang berada pada ketinggian + 800 m – 1.400 m diatas permukaan laut, dengan Suhu udara rata-rata 18-28 ᵒc. Jarak dari Ibukota Kecamatan + 1 km degan waktu tempuh 10-20 menit, sedangkan jarak dari Ibukota Kabupaten 10 km dengan waktu tempuh 45-60 menit.


(62)

Jumlah Penduduk Desa Lintongnihuta sebanyak 1.568 jiwa, yang terdiri dari 785 jiwa Laki-laki, dan 783 jiwa Perempuan, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 312 KK. Jumlah KK miskin (Gakin) berkisar 297 KK, dengan tingkat persentase 86,49% dari jumlah Kepala Keluarga yang ada di Desa Lintongnihuta.

Tabel 4.1

Luas Wilayah Desa Lintongnihuta per Dusun

No. Dusun Jumlah Huta Luas Wil. (Ha) % Luas

1 I 9 500 33,3%

2 II 7 300 20%

3 III 15 700 46,7%

Jumlah 31 1500 100%

Sumber: Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD

TABEL 4.2

SARANA DAN PRASARANA DESA NO SARANA/ PRASARANA JUMLAH/

VOLUME

KETERANGAN

1 Polindes 2 Dusun II, III

2 Gereja 5 Dusun II,III

3 PAUD 2 Dusun I,II


(63)

5 Jalan Tanah 7 DUSUN I,II,III

6 Jalan Koral 6 Dusun I,II,III

7 Jalan Poros 3 Dusun I,II,III

8 Rumah Kompos - -

9 Embung Air 2 Dusun I,III

10 Sumur Bor - -

4.1.2 Sejarah Desa

Menurut sejarah dahulu kala, atau zaman penjajahan Belanda bahwa desa Lintongnihuta adalah bagian dari Kenegerian Rianiate yang dipimpin oleh seorang Kepala Negeri. Akibat dari Politik Devide Et Imvera oleh Kolonial Belanda maka Kenegerian Rianiate tepecah menjadi beberapa bagian wilayah yang disebut BIUS. Lintongnihuta termasuk salah satu dari Bius yang disebut Bius Siualu Tali yang berdampingan dengan Bius Sisada Rassang. Bius dipimpin oleh seorang Pandua, dan kepemimpinannya dilanjutkan atau diwariskan kepada keturunan Pandua yang disebut dengan Dewan. Setiap perkampungan warga di dalam Bius dipimpin oleh seorang Happung. Pada saat itu Bius Siualu Tali Lintongnihuta Dipimpin oleh Pandua Op. Hujogo Nadeak yang dilanjutkan oleh keturunannya Peterus Nadeak yang disebut sebagai Dewan. Bius Sisada Rassang Aeksorseang – Sitonggi-tonggi dipimpin oleh Pandua Marga Simbolon.

Bius Siualu Tali adalah tanah wilayat yang dikuasai oleh 8 (delapan) marga dan 8 (delapan) raja dari setiap marga. Kedelapan Raja ini adalah Raja Tanah di Bius Siualu Tali sesuai dengan pembagian letak tanah yang disebut dengan Talian atau Golat yang terdiri dari delapan Golat. Pembagian ini dilakukan


(1)

VI.2 Saran

Setelah menuliskan kesimpulan, selanjutnya akan melahirkan saran sebagai berikut:

1. Pendampingan terhadap CU Harapan Maju agar lebih ditingkatkan agar motivasi dapat secara lebih giat terlaksana, terutama bagi masyarakat dampingan yang belum mencapai kesadaran dan kedewasaan dalam proses bermasyarakat yang lebih aktif. Selain motivasi, perlu diadakannya evaluasi terhadap anggota kelompok yang kurang begitu aktif dalam beberapa kegiatan yang dilakukan. Terutama untuk kegiatan rutin bulanan. Hal ini dapat dilakukan melalui pengisian buku absen yang sistematis dan konsisten. Kegiatan tersebut juga dapat melatih anggota agar lebih displin, sehingga melalui hasil buku tersebut, akan dapat dilihat subjek anggota yang kurang begitu rela untuk menyita waktu demi jalannya roda organisasi. Perlunya dilakukan diskusi door to door yang lebih intens oleh KSPPM wilayah Samosir untuk memfasilitasi anggota CU Harapan Maju yang tidak bisa mengikuti kegiatan diskusi pada saat pertemuan bulanan. KSPPM wilayah Samosir agar dapat melakukan evaluasi kepada anggota CU Harapan Maju yang telah mengikuti kegiatan pelatihan untuk mengukur seberapa jauh ilmu yang didapat. Dan selanjutnya menugaskan kepada anggota CU Harapan Maju yang telah mengikuti pelatihan untuk membagikan hasil yang didapat dari pelatihan kepada anggota lain yang tidak mengikuti pelatihan.

2. Perlu dipertegas kembali kepada pengurus CU Harapan Maju agar mempertanyakan dan memonitoring alokasi dana pinjaman. Hal ini dibuat agar


(2)

3. Untuk meningkatkan pendapatan pertanian petani anggota CU Harapan Maju, perlu digiatkan kembali metode Pertanian Selaras Alam (PSA) bagi seluruh anggota terkhusus anggota yang pendapatan pertaniannya mulai menurun. Dengan PSA, kualitas pertanian akan semakin meningkat menggunakan pupuk kompos dan juga tidak memerlukan pupuk kimia yang harganya mahal bahkan terkadang palsu dan merusak lahan pertanian. Selain itu, mulai dicanangkan penjualan satu pintu agar ada keseragaman harga dan kualitas hasil pertanian dapat dikontrol.

4. KSPPM wilayah Samosir agar menciptakan menejemen ekonomi mikro yang lebih baik. Diharapkan agar anggota CU Harapan Maju dimotivasi dalam mengikuti dan melaksanakan kegiatan ekonomi mikro demi tercapainya kemandirian ekonomi keluarga.

5. Perlunya dilakukan suatu kegiatan pelatihan yang lebih komprehenif bagi pengurus dan calon pengurus kedepannya bahkan anggota yang belum/ tidak pernah mengikuti pelatihan, agar terciptanya suatu kepengurusan dan keanggotaan yang lebih inovatif dan berkapasitas tinggi. Pelatihan ini bertujuan agar pengurus dan anggota dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan kewajiban dan hak tanpa ada kompromi. Selain itu, perlu evaluasi kembali kepada pengurus terkait dengan pelaksanaan hukuman bagi yang melanggar aturan yang telah disepakati dengan meruntuhkan hubungan klan/ margaisme.


(3)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Alfitri, Dr, Community Development: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Aritonang, Esrom dkk, Pendampingan komunitas Pedesaan, Jakarta: Sekretariat Bina Desa, 2001.

BFdW, Keadilan Bagi Si Miskin, Siborong-borong: KSPPM, 1991.

Dwipayana, Ari, dkk, Pembaharuan Desa secara Partisipatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Fauzi, Noer, Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia Ketiga, Yogyakarta: Insist Press, 2005.

Hikmat, Harry, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniora Utama Press, 2010.

Kaelan, Prof, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2008. KSPPM, HAM: Hak Asasi Manusia, Parapat: KSPPM, 2007.

KSPPM, Membangun Prakarsa Gerakan Rakyat, Parapat: KSPPM, 2008.

Murphy, Denis, Membangun Organisasi Rakyat, Siborong-borong: KSPPM, 2005.

Nasution, Zulkarnain, Solidaritas Sosial dan Partisipasi Masyarakat Desa Transisi suatu tinjauan Sosiologis, Malang: UMM Press, 2009.

Rozaki, Abdur dkk, Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa, Yogyakarta: IRE Press, 2005.


(4)

Siagian, Matias, Metode Penelitian Sosial, Medan: PT Grasindo Monorotama, 2011.

Simanjuntak,Bungaran A, Arti dan Fungsi Tanah Bagi Masyarakat Batak, Parapat: KSPPM, 2004.

Simanjuntak, Roganda, Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara (1985 – 1994), Medan: USU Press, 2009.

Simanjuntak, Suryati, Indorayon (TPL) dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Parapat: KSPPM, 2010.

Simanjuntak, Suryati, Mari Ber-Credit Union, Parapat:KSPPM, 2008.

Soetomo, Keswadayaan Masyarakat: Manifestasi Kapasitas Masyarakat untuk Berkembang secara Mandiri, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Soetomo, Masalah sosial dan Upaya Pemecahannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Soetomo, Pembangunan Masyarakat: merangkai sebuah Kerangka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Soetomo, Pemberdayaan Masyarakat: Mungkinkah Muncul Antitesisnya?, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Suharko, Gerakan Sosial, Malang: Averroes Press, 2006.

Suharto, Edi, dkk, Pekerjaan Sosial di Indonesia: Sejarah dan Dinamika Perkembangan, Yogyakarta: Samudera Biru, 2011.

Usman, Dr. Sunyoto, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.


(5)

Sumber-sumber lain:

Buku Undang-Undang Dasar 1945 dan amandemen.

Buku Undang-Undang RI No. 11 Thn. 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Kompas, 7 November 2011.

Februari 2013 pukul 14.57 wib.

Februari 2013 pukul 15.05 wib.

16.10 wib.

pukul 09.43 wib.

Sumber:

wib.


(6)


Dokumen yang terkait

Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

5 87 117

Studi Komparatif Peran Koperasi dan Credit Union (CU) Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil (UMK) di Kecamatan Medan Area

1 74 105

Pemanfaatan Modal Sosial Dalam Credit Union (Studi deskriptif mengenai Kopdit/CU Cinta Kasih di Pulo Brayan, Medan)

3 99 107

Credit Union Sebagai Usaha Pemberdayaan Masyarakat ( Studi Deskriptif Usaha Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Tukka Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbahas)

3 77 127

Partisipasi Anggota Terhadap Keberhasilan Credit Union Dalam Meningkatkan Pembangunan Ekonomi...

0 18 4

MODAL SOSIAL DALAM KOPERASI CREDIT UNION (STUDI KASUS DI KOPERASI CREDIT UNION TUNAS MEKAR MEDAN DAN HARAPAN MAJU LINTONGNIHUTA, SAMOSIR).

1 5 36

FUNGSI TORTOR PARSIARABU DI DESA SALAON KECAMATAN RONGGURNIHUTA KABUPATEN SAMOSIR.

0 3 24

Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan SKRIPSI

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan - Peranan Kelompok Studi Dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyaraat Melalui Credit Union Harapan Maju Di Desa Litongnihuta, Kecamatan Ronggurnihuta, Kabupaten Samosir

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Peranan Kelompok Studi Dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyaraat Melalui Credit Union Harapan Maju Di Desa Litongnihuta, Kecamatan Ronggurnihuta, Kabupaten Samosir

0 0 13