BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ATEROSKLEROSIS - Kadar Fibrinogen Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner yang Dilakukan Angiografi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ATEROSKLEROSIS

  Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, athere berarti

  19 lemak, oma berarti masa dan skleros berarti keras.

  Pada aterosklerosis terjadi pengerasan dinding arteri akibat penimbunan berbagai komponen termasuk lipid, kristal kolesterol dan garam-garam kalsium yang mengakibatkan arteri menjadi kaku. Proses ini pada

  20 akhirnya akan menyebabkan penyempitan lumen arteri.

  Menurut definisi WHO, aterosklerosis merupakan kombinasi dari perubahan tunika arteri, yang meliputi penimbunan lemak dan karbohidrat, yang diikuti oleh terbentuknya jaringan fibrosis, kalsifikasi dan disertai

  

21

perubahan pada tunika media arteri.

  Aterosklerosis bukanlah suatu penyakit yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu proses patogenesis terjadinya infark, baik secara serebral maupun miokard. Aterosklerosis merupakan hasil interaksi yang kompleks dari berbagai faktor, meliputi disfungsi endotel, perekrutan monosit, inflamasi, proliferasi sel otot polos, akumulasi dan oksidasi lipid, nekrosis, kalsifikasi dan trombosis. Aterosklerosis itu sendiri bukanlah suatu penyakit yang berbahaya, tetapi apabila plak aterosklerosis ruptur dan terjadi ketidakseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme

  22,23

  proteksi maka dapat menyebabkan terjadinya trombosis. Kerusakan endotel menimbulkan perubahan permeabilitas endotel, perubahan sel endotel atau perubahan hubungan antara sel endotel dengan jaringan ikat di bawahnya. Sel endotel dapat terlepas sehingga terjadi hubungan langsung antara komponen darah dengan dinding arteri. Kerusakan endotel akan menyebabkan pelepasan growth factor yang akan merangsang masuknya monosit ke lapisan intima pembuluh darah. Demikian pula halnya lipid akan masuk ke dalam pembuluh darah melalui transport aktif dan pasif. Monosit pada dinding pembuluh darah akan berubah menjadi makrofag oleh Macrophage Colony Stimulating Factor (M-CSF), akan memfagosit kolesterol LDL, sehingga akan terbentuk sel busa “foam sel”, yang akan menjadi fatty streak (prekusor plak aterosklerosis) dan selanjutnya akan menjadi plak fibrosa. Aterosklerosis biasanya terjadi pada arteri-arteri dengan aliran dan tekanan yang tinggi, seperti jantung, otak, ginjal dan aorta, khususnya pada percabangan

  24,25 arteri.

  Penyakit Jantung Koroner atau penyakit jantung iskemik adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah koroner dan atau cabang-cabangnya, sehingga aliran darah dalam pembuluh darah menjadi tidak adekuat lagi, akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan dapat sampai infark , karena oksigenasi otot jantung sangat tidak cukup untuk

  26 memenuhi kebutuhan metabolisme sel-selnya. PJK adalah penyakit jantung akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen menyebabkan iskemia pada miokardium.

  Penyebab utama iskemia pada PJK adalah aliran darah yang tidak memadai akibat penyempitan arteri koroner sebagai komplikasi adanya

  27,28 aterosklerosis.

  Proses aterosklerosis merupakan dasar mekanisme utama timbulnya Penyakit Jantung Koroner. Aterosklerosis bukan suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindroma yang disebabkan berbagai keadaan yang disebut faktor risiko. Beberapa penelitian prospektif pada dekade terakhir ini menyebutkan bahwa fibrinogen merupakan parameter terbaru sebagai faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya aterosklerosis. Pada umumnya terjadi oklusi Oklusi trombosis pada arteri koroner yang mengalami plak ateromatous. Oklusi tersebut biasanya disebabkan oleh adanya perubahan pada plak ateroma yang menyebabkan tertutupnya lumen arteri koronaria secara mendadak. Ini disebabkan karena area tersebut sering terdapat gangguan aliran darah sehingga mengurangi aktivitas molekul ateroprotektif endotel seperti nitrit oksida (NO) dan menyebabkan ekspresi vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). Pada disfungsi endotel dan aterosklerosis terjadi inflamasi disertai adanya tanda inflamasi antara lain IL-6, TNF-

  α, PAI-1 dan pada orang dengan obesitas dapat terjadi resistensi insulin dan hipertensi. Terjadi kenaikan IL- 6, TNF-

  α, LDL-C serta penurunan HDL-C dan adiponektin. Inflamasi ini dapat menstimulasi hati untuk mengeluarkan fibrinogen dan CRP, Apo B, trigliserida menimbulkan ateroma yang dengan aktivasi trombosit dapat

  24,25 terjadi keadaan “protrombotic state” hingga menimbulkan trombus.

Gambar 2.1 Formasi Sel Busa ( Osterud, 2003 )

  Pemeriksaan angiografi koroner atau kateterisasi jantung merupakan gold

  30

  standard diagnosis PJK. Pemeriksaan angiografi koroner memberikan ninformasi tentang lokasi lesi, derajat obstruksi, ada tidaknya sirkulasi informasi tentang lokasi lesi, derajat obstruksi, ada tidaknya sirkulasi kolateral serta derajat penyempitan atau oklusi arteri koroner pada penderita PJK. Dilakukan dengan kateterisasi arterial dengan anastesi lokal. Biasanya pada arteri femoralis, arteri radialis atau brakialis.

  Lesi yang sering tampak pada angiogram koroner adalah stenosis atau

  31,32 oklusi oleh ateroma yang bervariasi derajat luas dan beratnya.

  Penyakit arteri koroner yang signifikan didefinisikan sebagai penyempitan lumen proksimal > 70% baik di arteri desendens anterior kiri, arteri sirkumfleksa, atau arteri koroner kanan atau cabang utama kiri. Pasien kemudian diklasifikasikan sebagai memiliki single, double, or triple vessel

  33 disease.

2.2. FIBRINOGEN

  Fibrinogen adalah glikoprotein dengan berat molekul 340 kDa, dengan nilai normalnya di plasma sekitar 1,5-3 g/L. Kompleks proteinnya berisi dua set dari tiga rantai polipeptida, yaitu rantai Aα, Bβ, dan γ. Ketiga pasang rantai ini dihubungkan oleh ikatan disulfida di N terminal. Molekul fibrinogen ini terbagi atas 2, domain D yang letaknya di bagian ujung dan domain E yang terletak di bagian tengah atau diantara kedua domain D dari molekul fibrinogen tersebut, yang diikat oleh ikatan disulfide. Fibrinogen merupakan akut fase protein, yang kadarnya akan meningkat

  34,11,35 dalam keadaan luka organ, infeksi, dan inflamasi. Proses perubahan fibrinogen menjadi fibrin terdiri dari 3 tahap yaitu tahap enzimatik, polimerisasi dan stabilisasi. Pada tahap enzimatik, melalui peranan trombin yang merubah fibrinogen menjadi fibrin yang larut, selanjutnya dipecah menjadi 2 fibrinopeptida A dan 2 fibrinopeptida B. Tahap polimerisasi, yang pertama terjadi pelepasan fibrinopeptida A yang menyebabkan agregasi side to side kemudian dilepaskan fibrinopeptida B yang akan mengadakan kontak dengan unit-unit monomer lebih kuat sehingga menghasilkan bekuan yang tidak stabil.

  Tahap selanjutnya adalah stabilisasi dimana ada penambahan trombin, faktor XIIIa dan ion kalsium sehingga terbentuk unsoluble fibrin yang stabil. Trombin menyebabkan aktivasi faktor XIII menjadi XIIIa yang berperan sebagai transamidinase. Faktor XIIIa menyebabkan ikatan silang (cross-

  

linked) fibrin monomer yang saling berdekatan dengan membentuk ikatan

  kovalen yang stabil (fibrin mesh ). Rantai α dan γ berperan dalam

  36 pembentukan unsoluble fibrin yang stabil.

Gambar 2.2 Struktur Fibrinogen ( Mosesson, 1997 )

2.2.1 Fungsi Fibrinogen

  Fibrinogen merupakan faktor terakhir pembekuan darah yang diaktivasi selama proses koagulasi. Fungsinya dalam hemostasis adalah untuk membendung kehilangan darah. Bekerja sebagai jembatan untuk mendukung agregasi intraplatelet, dan merupakan precursor fibrin, yang merupakan komponen utama dari protein dalam pembentukan sumbatan hemostasis. Agregasi platelet bergantung pada ikatan fibrinogen terhadap platelet teraktivasi melalui platelet fibrinogen reseptor GPIIb-IIIa. Adhesi fibrin terhadap platelet yang distimulasi juga penting dalam pembentukan thrombin. Fibrinogen/fibrin juga meregulasi aktifitas thrombin melalui interaksi yang meliputi pembelahan proteolitik oleh thrombin dari fibrinopeptida untuk membentuk bekuan fibrin dan ikatan thrombin

  38,39,40 terhadap fibrin. Fibrinogen pertama kali dikenal bukan hanya peranannya dalam hemostasis tetapi ia juga dibutuhkan untuk kepentingan reaksi inflamasi.

  Fibrinogen merupakan suatu reaktan fase akut, dengan kadar yang meningkat selama inflamasi. Selama keadaan ini, fungsi fibrinogen sebagai jembatan molekul dalam interaksi sel-sel. Fibrin dan fibrinogen merupakan suatu matriks yang dapat membuat modulasi respon selular melalui suatu jenis dari jenis sel yang berbeda meliputi sel endotel, sel

  

41

epitel, leukosit, platelet dan fibriblast.

  Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein yang sangat penting pada proses pembekuan yang disintesa di hati, terdapat didalam trombosit alfa granul dan larut di dalam plasma. Fibrinogen merupakan protein fase akut dimana kadarnya akan meningkat sebagai respon terhadap terjadinya infeksi, peradangan, stress, tindakan bedah, trauma, nekrosis jaringan, akibat peningkatan kadar fibrinogen ini akan menyebabkan peningkatan viskositas plasma dan peningkatan agregasi trombosit serta agregasi

  11 eritrosit.

2.2.2 Produksi dan Metabolisme Fibrinogen

  Fibrinogen terutama diproduksi oleh hepatosit dan dalam jumlah kecil diabsorbsi oleh megakariosit dan dikumpulkan di dalam α granul trombosit. Kecepatan produksi sekitar 1,7-5,0 gr perhari (30-60 mg/kg BB) dan memiliki cadangan sintesis sebanyak 20 kali apabila diperlukan.

  Produksi fibrinogen di hati distimulasi oleh acytokine yang disekresi oleh makrofag yang aktif atau sel endotel yang rusak dan mekanisme umpan balik berhubungan dengan terbentuknya produk degradasi fibrinogen,

  42 berbagai mekanisme lain mungkin juga terlibat.

  Konsentrasi fibrinogen dalam plasma 150-400 mg/dl, yaitu sekitar 75% dari fibrinogen yang beredar. Sekitar 10-25 % didistribusikan ekstravaskuler di dalam cairan interstitial dan getah bening. Waktu paruh biologis fibrinogen sekitar 3-5 hari (±100 jam).Penghancuran fibrinogen berlangsung terus menerus dan kemungkinan terjadi perubahan fibrinogen menjadi derivate yang larut dengan berat molekul yang rendah, yaitu sekitar 20 % dari fibrinogen plasma yang kemungkinan karena adanya thrombin dan plasmin. Sebagian mekanisme dan metabolisme fibrinogen belum jelas, diduga terjadi di hati. Fibrinogen yang berada di dalam α granul trombosit diabsorbsi ke permukaan trombosit dan dilepas

  43 bila terjadi aktivasi trombosit.

2.2.3.Patofisiologi Fibrinogen Pada Kardiovaskular

  Fibrinogen sangat besar mempengaruhi fungsi hemostasis, agregasi trombosit, dan fungsi endotel pembuluh darah. Keadaan hiperkoagulabel secara jelas dikatakan menyokong suatu keadaan trombotik pada penyakit kardiovaskular. Fibrinogen merupakan merupakan faktor yang utama yang dapat menyebabkan viskositas dari plasma dan agregasi dari trombosit. Hiperfibrinogenemia mempunyai peranan untuk terjadinya trombosis dan peningkatan terjadinya suatu aterogenesis. Peningkatan agregasi trombosit berperan untuk terjadinya pembentukan aterosklerotik dimana fibrinogen akan mengikat reseptor- reseptor pada mambran trombosit dan hal ini akan memulai terjadinya agregasi dari trombosit. Selanjutnya fibrinogen tersebut langsung berintegrasi dengan lesi aterosklerotik dan fibrinogen tersebut akan diubah menjadi fibrin dan Fibrin Degradation Products ( FDP ), mengikat LDL yang membutuhkan banyak fibrinogen. Fibrinogen dan FDP akan merangsang migrasi dan proliferasi sel otot polos yang akan menyebabkan terjadinya pembentukan dari plak. Peran fibrinogen sebagai reaksi fase akut juga dipertimbangkan peranannya pada aterosklerotik dimana peranannya hampir sama dengan proses inflamasi yang akan ditunjukkan dengan peningkatan dari protein fase akut dan beberapa

  44 variable lain pada respon fase akut.

  James Stecc

  dalam penelitiannya menyatakan ada beberapa mekanisme dimana fibrinogen dapat meningkatkan risiko Kardiovaskular

  45

  yaitu:

  1. Fibrinogen terikat secara spesifik pada platelet yang aktif melalui glikoprotein IIb / IIIa

  2. Peningkatan kadar fibrinogen merupakan kontributor utama terhadap viskositas plasma.

  3. Fibrinogen merupakan reaktan fase akut yang bertambah dalam keadaan inflamasi.

  2.2.4. Fibrinogen dan Aterogenesis

  Dari beberapa penelitian mendapatkan bahwa deposit fibrin akan memprakarsai aterogenesis dan menambah pertumbuhan dari plak. Dari berbagai mekanisme ditemukan bahwa fibrinogen dan metabolismenya dapat menyebabkan kerusakan pada endotel. Pada lapisan intima dari arteri, fibrin akan menstimulasi proliferasi sel dan melalui ikatan fibronectin akan menstimulasi migrasi dan adhesi dari sel. Fibrinogen degradation products pada intima arteri akan merangsang mitogenesis dan sintesa kolagen, menarik leukosit dan merubah permeabilitas endotel dari pembuluh darah. Pada plak yang telah lanjut fibrin akan mengikat LDL

  11,46 sehingga terjadi akumulasi lipid pada lesi yang aterosklerotik.

  2.2.5 Fibrinogen dan Trombogenesis

  Proses trombogenesis diatur oleh keseimbangan antara sistem koagulasi dan fibrinolitik. Akibat trauma pada dinding pembuluh darah endotel akan melepaskan jaringan tromboplastin. Jaringan tromboplastin akan mencetuskan ekstrinsic pathway dengan mengaktivasi faktor VII menjadi VIIa. Adanya kontak antara darah dengan permukaan asing memprakarsai intrinsic pathway dengan mengaktivasi faktor XII menjadi

  XIIa. Pada jalur bersama dari kaskade koagulasi akan mengaktivasi faktor X menjadi Xa dan aktivasi berikutnya protrombin menjadi trombin. Trombin yang merupakan enzim protease akan memudahkan perubahan fibrinogen menjadi fibrin monomer kemudian akan menghubungkan bagian dari fibrin polimer. Aktivasi faktor XIII memudahkan untuk

  11 membentuk fibrin clot yang stabil.

  Plasma fibrinogen merupakan komponen yang sangat penting dari kaskade koagulasi dan sebagai faktor utama pada viskositas darah. Dari penelitian epidemiologi membuktikan peningkatan kadar plasma fibrinogen dihubungkan dengan peningkatan risiko penderita Penyakit Jantung Koroner. Pada pembuluh darah arteri kecepatan aliran darah dipengaruhi oleh viskositas plasma. Fibrinogen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi viskositas plasma. Konsentrasi fibrinogen yang tinggi akan menyebabkan viskositas plasma meningkat sehingga mengganggu aliran darah, meningkatkan agregasi trombosit yang akhirnya akan terbentuk thrombus. Pembuluh darah arteri dilapisi oleh endotel, bila endotel mengalami kerusakan maka jaringan sub endotel akan terpapar. Kerusakan akan menyebabkan system pembekuan darah diaktifkan, aktifitas system pembekuan darah baik melalui jalur intrinsik maupun ekstinsik akan menghasilkan thrombin. Trombin akan merubah fibrinogen menjadi fibrin yang akan menstabilkan massa trombosit sehingga terbentuklah trombus. Selain itu trombin juga merangsang agregasi trombosit dan pengeluaran zat-zat dari granula trombosit. Bila kerusakan endotel terjadi maka Platelet Derivad Growth Factor ( PDGF ) akan merangsang migrasi atau proliferasi sel otot polos dan penumpukan jaringan ikat serta lipid sehingga dinding arteri menjadi tebal dan terbentuk bercak aterosklerotik, bila bercak ini pecah akan terjadi pembentukan trombus. Dalam proses pembentukan trombus, fibrinogen akan berikatan dengan trombosit yang beragregasi dengan perantaraan Gp IIb/IIIa, yaitu suatu senyawa glikoprotein yang berfungsi untuk menghubungkan antara trombosit dan fibrinogen yang akan menjadi benang-benang fibrin (fibrin

  47 mesh) oleh pengaruh trombin sehingga terbentuklah trombus.

Gambar 2.4 Trombus pada pembuluh darah ( Ross, 1999 )

2.2.6 Faktor – faktor yang mempengaruhi kadar plasma fibrinogen Hipertensi

  Pada penderita Hipertensi menurut penelitian Framingham study selalu terjadi peningkatan kadar fibrinogen dibandingkan dengan

  11

  pada orang yang memiliki tekanan darah normal. Pada penelitian ini defenisi operasional untuk Hipertensi bila TD sistole ≥ 140 mmHg dan TD diastole ≥ 90 mmHg pada seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi ( WHO ). Beberapa penelitian mengatakan bahwa dislipidemia dan hipertensi dapat disertai dengan peningkatan kadar fibrinogen, pada binatang percobaan memperlihatkan bahwa free fatty acid ( FFA) dapat menekan biosintesa dari fibrinogen. Kecepatan sintesa fibrinogen di hati ditingkatkan oleh glukosa dan FFA, terutama palmitat. Kadar fibrinogen yang tinggi pada hipertensi dan dislipidemia merupakan faktor resiko untuk terjadinya penyakit-penyakit kardiovaskular.

  Diabetes Mellitus

  Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang kompleks yang melibatkan berbagai organ. Framingham study juga memperlihatkan adanya korelasi positif antara kadar fibrinogen

  

48,11,49

plasma dengan kadar gula darah.

  Indeks Masa Tubuh ( IMT)

  Konsentrasi plasma fibrinogen mempunyai korelasi secara positif dengan IMT. Kadar plasma fibrinogen secara signifikan

  2

  meningkat pada pasien-pasien dengan IMT > 30 kg/m

  2

  11 dibandinngkan dengan IMT < 25 kg/m .

  Merokok

  Dari beberapa penelitian yang didapatkan bahwa rokok adalah faktor yang sangat kuat dihubungkan dengan peningkatan kadar plasma fibrinogen dan sebaliknya penyakit kardiovaskular yang merupakan efek dari merokok berperan dalam peningkatan kadar plasma fibrinogen. Bertambahnya setiap rokok yang dihisap/ hari meningkatkan rata-rata plasma fibrinogen 35 mg/dl. Pada penelitian Framingham selama lebih dari 10 tahun diikuti pada kedua jenis kelamin terdapat peningkatan yang progresif dari nilai plasma fibrinogen > 180-450 mg/dl pada perokok dibanding dengan tidak perokok.

  50,13

2.2.7. METODA PEMERIKSAAN KADAR FIBRINOGEN

  Untuk dapat melakukan pemeriksaan fibrinogen di laboratorium dapat dipakai dengan beberapa metoda. Metoda yang digunakan di Instalasi Patologi Klinik adalah Clauss. Metoda ini pertama kali dibuat oleh Clauss pada tahun 1957. Metoda ini didasarkan pada kecepatan terbentuknya bekuan dari plasma sitrat yang diencerkan setelah penambahan trombin. Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya bekuan setelah penambahan enzim trombin kedalam plasma yang diencerkan dibandingkan terhadap pooled standard plasma yang konsentrasi fibrinogennya sudah dikalibrasi terhadap reference plasma.

  34,51

2.3. Angiografi Koroner

  Pemeriksaan angiografi koroner memberikan informasi tentang lokasi lesi, derajat obstruksi ada tidaknya sirkulasi kolateral serta derajat penyempitan atau oklusi arteri koroner pada penderita PJK. Dilakukan dengan kateterisasi arterial dengan anastesi lokal, biasanya pada arteri femoralis, arteri radialis atau brakialis.

  Kateter dimasukkan di bawah kontrol spesialis kardiologi ke ventrikel kiri dan arteri koronaria kiri dan kanan, kemudian dimasukkan kontras media. Lesi yang sering tampak pada angiogram koroner adalah stenosis atau oklusi oleh ateroma yang bervariasi derajat luas dan beratnya, dengan kemungkinan adanya sirkulasi kolateral. Lokasi, morfologi dan beratnya lesi stenosis dapat dianalisis lebih rinci, dan dapat memberikan informasi penting untuk rencana tindakan selanjutnya.

  Penyakit arteri koroner yang signifikan didefinisikan sebagai penyempitan lumen proksimal > 70% baik di arteri desendens anterior kiri, arteri sirkumfleksa, atau arteri koroner kanan atau cabang utama kiri. Pasien kemudian diklasifikasikan sebagai memiliki single, double, or triple

  33

vessel disease. Single vessel disease yaitu luas penyempitan pada 1

  pembuluh epikardial utama ≥70%, double vessel disease yaitu luas penyempitan pada 2 pembuluh epikardial utama atau tiap pembuluh ≥70%, sedangkan triple vessel disease luas penyempitan pada 3

  52

  pembuluh epikardial utama atau tiap pembuluh ≥70%.

2.4. Kerangka Konsep ↑ Fibrinogen ↑ Reaktivitas pembuluh darah ↑ Kekentalan darah

  Kerusakan pada endotel Disfungsi pembuluh darah