BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Efektivitas Penerapan E-Procurement Dalam Meningkatkan Transparasi Pelayanan Publik Di Kota Pematangsiantar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hampir semua aspek

  kehidupan manusia. Dengan majunya perkembangan teknologi, manusia dapat bekerja dengan lebih efektif dan efisien, tidak terkecuali bagi dunia usaha jasa konstruksi. Teknologi telah menjadi salah satu upaya pemerintah untuk dapat memberikan pelayanan yang transparan dan tidak berpihak sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat.

  Di Indonesia pada umumnya pengadaan barang dan jasa sistem konvensional dilakukan dengan cara, peserta lelang melakukan tatap muka secara langsung dengan panitia lelang. Hal ini dirasa kurang efisien dari segi waktu, biaya serta dapat berpotensi menimbulkan praktek penyimpangan.

  Beberapa sisi negatif yang bisa ditimbulkan dalam pengadaan barang dan jasa yang sering terjadi antara lain: 1). Tender arisan dan adanya kickback pada proses tender; 2). Suap untuk memenangkan tender; 3) Proses tender tidak transparan; 4). Supplier bermain mematok harga tertinggi (mark up); 5).

  Memenangkan perusahaan saudara, kerabat atau orang-orang tertentu; 6). Pencantuman spesifikasi teknik hanya dapat dipasok oleh satu pelaku usaha tertentu; 7). Adanya almamater sentries; 8). Pengusaha yang tidak memiliki administrasi lengkap dapat ikut tender bahkan menang; 9). Tender tidak diumumkan; 10). Tidak membuka akses bagi peserta dari daerah (Udoyono,

  Pemerintah saat ini telah menerapkan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik yang dikenal dengan nama e-Procurement. E-Procurement merupakan proses pengadaan barang dan jasa yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik berbasis web/internet (Wijaya, 2010). Seluruh kegiatan pengadaan barang dan jasa pada e-Procurement dilakukan melalui media elektronik, yaitu melalui website pada interne

  Tujuan e-Procurement diantaranya adalah meningkatkan transparansi dan keterbukaan dalam proses engadaan barang dan jasa pemerintah; meningkatkan persaingan yang sehat dalam rangka penyediaan pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintah; meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.

  Negara yang telah sukses dalam mengembangkan sistem e-Procurement adalah Australia dan Skotlandia. Keberhasilan kedua negara itu ikut andil dalam perkembangan sistem e-Procurement di negara lain, termasuk Indonesia. Negara Australia sebagai salah satu negara pelopor pelaksanaan e-Procurement yang dimulai pada tahun 1990 telah menggunakan e-Procurement sebagai salah satu alat dalam efisiensi pengeluaran anggaran serta mempermudah dalam penyediaan barang dan jasa (Review of e-Procurement Project dalam Nightisaba, 2009).

  Keuntungan penggunaan e-Procurement secara makro adalah terjadinya efisiensi dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan e-Procurement dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih cepat dibanding dengan cara yang dilakukan secara konvensional, dan persaingan yang sehat antar pelaku usaha sehingga mendukung iklim investasi yang kondusif secara nasional (Jasin, 2007).

  Beberapa penelitian terdahulu yang mengukur keberhasilan implementasi sistem e-Procurement yang diukur dari persepsi dan tingkat kepuasan pengguna telah dilakukan pada pemerintah Kota Surabaya. Wijayanto (2008) menilai efektivitas dan efisiensi sistem e-Procurement mengukur kepuasan pengguna akhir yaitu, para pengguna barang dan jasa yang memanfaatkan layanan

  

e-Procurement menghasilkan gambaran bahwa implementasi sistem

e-Procurement di pemerintah Kota Surabaya. Hasil yang didapat menunjukkan

  bahwa kepuasan pengguna yaitu penyedia barang dan jasa dan pengelola sistem menunjukkan tingkat kepuasan yang sama, sehingga dari penelitian ini juda didapat hasil bahwa penerapan sistem e-Procurement yang sedang berjalan pada pemerintah Kota Surabaya telah berhasil.

  Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Pramasari (2013) dengan judul penelitian Penerpan Sistem e-Procurement Dalam Tata Kelola Pengadaan Barang Dan Jasa (Studi Kasus: Badan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Denpasar). Bedasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada pembahasan, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain, bahwa penerapan sistem elektronik procurement atau e-Procurement di Pemerintah Kota Denpasar merupakan suatu bagian upaya untuk mewujudkan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang lebih efisien dan transparan, serta menjadi salah satu inisiasi dalam rangka mencegah korupsi khususnya dibidang pengadaan. Proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik di Pemerintah Kota Denpasar ini meningkatkan efisiensi, transparansi, akuntabilitas, dan efektifitas dalam pembelanjaan uang negara. Penerapan pengadaan barang dan jasa secara online atau e-Procurement akan dilaksanakan jika pengadaan barang dan jasa bernilai minimal dua ratus juta rupiah, dan jika kurang dari dua ratus juta rupiah maka akan tetap menggunakan sistem manual.

  Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) adalah unit kerja yang dibentuk di seluruh Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi Lainnya (K/L/D/I) untuk menyelenggarkan sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara elektronik serta memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik.

  ULP/Pejabat Pengadaan pada Kementrian/Lembaga/Perguruan Tinggi/BUMN yang tidak membentuk LPSE dapat menggunakan fasilitas LPSE yang terdekat dengan tempat kedudukannya, misalnya Kota Pematangsiantar.

  Untuk melaksanakan pengadaan secara elektronik. Selain memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik LPSE juga melayani registrasi penyedia barang dan jasa yang berdomisili di wilayah kerja LPSE yang bersangkutan.

  Pengadaan barang/jasa secara elektronik akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, mendukung proses monitoring dan audit dan memenuhi kebutuhan akses infornasi yang real time guna mewujudkan clean and good government dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

  Penelitian ini berlatar belakang proses pengadaan barang/jasa yang ada di Bangladesh. Hasil dari penelitian ini adalah 70% para pengguna layanan memahami prosedur pengadaan dan 30% terpecah kedalam berbagai pendapat yaitu cukup paham dan tidak paham (Nightisaba, 2009).

  Sebagai proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan melalui internet,

  e-Procurement menjadi suatu sistem penyediaan barang dan jasa yang efisien,

  karena dapat menghemat biaya, waktu dan lebih transparan dalam pelaksanaannya. Penyedia jasa tidak perlu lagi dating ke kantor Pokja pengadaan barang dan jasa pemerintah, tetapi cukup melihat dan mendaftar pada website secara online. Pengadaan barang dan jasa secara elektronik akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, mendukung proses monitoring dan audit serta memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time, guna mewujudkan clean and good government dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

  Hal ini akan menjadi salah satu langkah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta upaya untuk mempersiapkan para penyedia jasa nasional dalam menghadapi tantangan dan perkembangan global. Pengadaan barang dan jasa yang lebih efisien, terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan barang dan jasa yang terjangkau dan berkualitas sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik.

1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian diatas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas penerapan

  e-Procurement dalam meningkatkan transparansi pelayanan publik di Kota Pematangsiantar”.

  1.3. Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang proses dan situasi terkini efektifitas penerapan e-Procurement dalam meningkatkan transparansi pelayanan publik di Kota Pematangsiantar.

  1.4. Manfaat Penelitian

  Disamping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian, penelitian ini juga bermanfaat. Adapun manfaat yang dicapai oleh penulis adalah:

  1. Bagi penulis khususnya, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan penulis menulis karya ilmiah, terutama dalam menganalisa permasalahan yang terjadi di masyarakat yang ada kaitannya dengan ilmu yang didapat dalam perkuliahan.

  2. Bagi instansi terkait, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi instansi itu sendiri.

  3. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melengkapi ragam penelitian yang telah dilakukan oleh para mahasiswa serta dapat menjadi bahan masukan bagi Fakultas dan diharapkan dapat menjadi salah satu referensi tambahan bagi mahasiswa dimasa yang akan datang.

1.5. Kerangka Teori

  Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian.

  Setelah masalah penelitian dirumuskan maka selanjutnya adalah mencari teori- teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian.

  Toeri-teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah:

1.5.1. Pelayanan Publik

I.5.1.1 Pengertian Pelayanan

  Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah sutu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. (Lukman, 2006).

  Pelayanan dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok orang dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan.

  Menurut Davidow (Waluyo, 2007:127), pelayanan adalah hal-hal yang jika diterapkan terhadap sesuatu produk akan meningkatkan daya atau nilai terhadap pelanggan.

  Menurut Kotler dalam Sinambela (2006 : 4), pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

  Monir (Pasolong, 2007:128), pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.

  Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas birokrat terhadap masyarakat (Sinambela, 2008 : 6)

I.5.1.2. Pengertian Pelayanan Publik

  Sinambela (Pasolong, 2007:128) mendefinisikan pelayanan publik sebagai setiap kegiatan yang dilakukan pemerintah terhadap sejunmlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasaan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

  Pelayanan publik menurut Agung Kurniawan (Pasolong, 2007:128) adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan.

  Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Pada hakekatnya, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara sebagai abdi masyarakat.

  Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Lebih lanjut dikatakan pelayanan publik dapat diartikan, pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan Departemen Dalam Negeri (www.kemendagri.go.id) menyebutkan bahwa; “Pelayanan Publik adalah

  Pelayanan Umum”, dan mendefinisikan “Pelayanan Umum adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan. Setiap pelayanan menghasilkan produk, baik berupa barang dan jasa”.

  Dalam Undang Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang - undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

  Di lain pihak, Thoha (2000) memberi pengertian tentang pelayanan masyarakat sebagai suatu usaha yang dilakukan seseorang dan atau sekelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan hakekat pelayanan umum adalah: 1.

  Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.

  2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdayaguna dan berhasilguna.

  3. Mendorong tumbuh kembangnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

  4. Pelayanan umum dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau.

  Penyelenggaraan pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undangundang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata- mata untuk kegiatan pelayanan publik.

  Maka dapat dirumuskan yang menjadi unsur yang terkandung dalam pelayanan publik yaitu:

  1. Pelayanan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu badan atau lembaga atau aparat pemerintah maupun swasta.

  2. Objek yang dilayani adalah masyarakat (publik) berdasarkan kebutuhannya.

  3. Bentuk pelayanan yang diberikan berupa barang atau jasa.

  4. Ada aturan atau sistem dan tata cara yang jelas dalam pelaksanaannya.

  Agar pelayanan publik berkualitas, sudah sepatutnya pemerintah mereformasi paradigma pelayanan publik tersebut. Reformasi paradigma pelayanan publik ini adalah penggeseran pola penyelenggaraan pelayanan publik dari yang semula berorientasi pemerintah sebagai penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna. Dengan begitu, tak ada pintu masuk alternatif untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain sesegera mungkin.

  Secara umum stakeholders menilai bahwa kualitas pelayanan publik mengalami perbaikan setelah diberlakukannya otonomi daerah; namun, dilihat dari sisi efisiensi dan efektivitas, responsivitas, dan kesamaan perlakuan (tidak diskriminatif) masih jauh dari yang diharapkan dan masih memiliki berbagai kelemahan. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, memang sangat disadari bahwa pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain:

  1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.

2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.

  3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.

  4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.

  5. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.

  6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.

7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perizinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.

  Sementara itu, dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.

  Terkait dengan itu, berbagai pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah tersebut masih menimbulkan persoalan (Suprijadi, 2004). Beberapa kelemahan mendasar antara lain: pertama, adalah kelemahan yang berasal dari sulitnya menentukan atau mengukur output maupun kualitas dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Ked ua, pelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom

  line

  ” artinya seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut. Ketiga, berbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan dalam memecahkan masalah eksternalitas, organisasi pelayanan pemerintah menghadapi masalah berupa internalities. Artinya, organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat dari kepentingan umum masyarakat yang seharusnya dilayaninya.

  Dari beberapa pengertian pelayanan dan pelayanan publik yang diuraikan tersebut, dalam konteks pemerintah daerah, pelayanan publik dapat disimpulkan sebagai pemberian layanan atau melayani keperluan orang atau masyarakat dan/atau organisasi lain yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan.

I.5.1.3. Asas dan Tujuan Pelayanan Publik

  Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan berdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 2009 (pasal 4), yaitu: 1.

  Kepentingan umum.

  Artinya, pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan atau golongan.

2. Kepastian hukum.

  Artinya, jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan

  3. Kesamaan hak.

  Artinya, pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

  4. Keseimbangan hak dan kewajiban.

  Artinya, pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.

  5. Keprofesionalan.

  Artinya, pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.

  6. Partisipatif.

  Artinya, peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

  7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif.

  Artinya, setiap warga negara memperoleh pelayanan yang adil.

  8. Keterbukaan.

  Artinya, setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.

  9. Akuntabilitas.

  Artinya, proses penyelengaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan.

  Artinya, pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.

  11. Ketepatan waktu.

  Artinya, penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.

  12. Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan.

  Artinya, setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah dan terjangkau.

  Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasaan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari: 1.

  Transparansi.

  Yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas.

  Yaitu pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

  3. Kondisional.

  Yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

  4. Partisipatif.

  Yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

  5. Kesamaan hak.

  Yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain- lain.

  6. Keseimbangan hak dan kewajiban.

  Yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

I.5.1.4 Kriteria Pelayanan Publik

  Menurut Zethaml & Haywood Farmer (Pasolong, 2007:133), ada tiga karakteristik utama tentang pelayanan, yaitu:

1. Intangibility

  Pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan hasil pengalaman dan bukan objeknya. Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung,

  Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan pada pelanggan.

  2. Heterogeinity Pemakai jasa atau klien atau pelanggan memilk kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin mempunyai prioritas berbeda. Demikian pula performance sering bervariasi dari suatu prosedur ke prosedur lainnya bahkan dari waktu ke waktu.

  3. Inseparability Produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan.

  Konsekuensinya didalam industri pelayanan kualitas tidak direkayasa kedalam produksi disektor pabrik kemudian disampaikan kepada pelanggan. Kualitas terjadi selama interkasi antara klien/pelanggan dengan penyedia jasa.

  Menurut Keputusan MenPAN Nomor 06/1995 tentang Pedoman Penganugerahan Piala Abdisatyabakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan Percontohan, sebagaimana tertera pada lampirannya diatur mengenai kriteria pelayanan masyarakat yang baik, yaitu sebagai berikut (Santosa, 2008:63):

  1. Kesederhanaan.

  Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur atau tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelitbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.

  2. Kejelasan dan Kepastian.

  Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai: a.

  Prosedur atau tatacara pelayanan.

  b.

  Persyaratan pelayanan.

  c.

  Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan.

  d.

  Rincian biaya atau tarif pelayanan dan tatacara pembayarannya.

  e.

  Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

  3. Keamanan.

  Kriteria ini mengandung arti bahwa proses serta hasil pelayanan dapat memberi rasa aman, kenyamanan, dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

  4. Keterbukaan.

  Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur, tatacara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi layanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif,serta hal-hal yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan pada masyarakat agar mudah diketahui.

  5. Efisien.

  Kriteria ini mengandung arti: a.

  Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan.

  b.

  Dicegah adanya pengulangan pemenuhan peryaratan dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintahan lain yang terkait.

  6. Ekonomis.

  Kriteria ini mengandung arti bahwa biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan: a.

  Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi diluar kewajaran.

  b.

  Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar.

  c.

  Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  7. Keadilan Merata.

  Kriteria ini mengandung arti bahwa cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

  8. Ketepatan Waktu.

  Kriteria ini mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu telah ditentukan.

I.5.1.5 Jenis-Jenis Pelayanan Publik

  Bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu:

  1. Pelayanan administratif.

  Pelayanan yang diberikan olah unit pelayanan berupa pencatatan, penelitian, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, rekomendasi, keterangan, dan lain24 lain. Contoh pelayanan ini, antara lain: Sertifikat tanah, IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, akte kelahiran, akte kematian), dan lain sebagainya.

  2. Pelayanan barang.

  Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi termasuk penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit/individu) dalam suatu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi penggunanya. Contoh pelayanan ini, antara lain: listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon, dan lain sebagainya.

  3. Pelayanan jasa.

  Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan sistem pengoperasian tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Contoh pelayanan ini, antara lain : Pelayanan angkutan darat/air/udara, pelayanan kesehatan, perbankan, pos, dan lain sebagainya. Ketiga jenis pelayanan tersebut, orientasinya adalah pelanggan atau masyarakat (publik). Artinya, kinerja pelayanan publik instansi pemerintah harus berorientasikan publik sehingga dapat mengubah paradigma aparatur dari “dilayani” menjadi “melayani.

  Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kinerja pelayanan publik senantiasa menyangkut tiga unsur pokok, yaitu : unsur kelembagaan penyelenggara pelayanan, proses pelayanan serta sumber daya manusia pemberi layanan. Dalam hubungan ini maka upaya peningkatan kinerja pelayanan publik senantiasa berkenaan dengan pengembang tiga unsur tersebut (Surjadi, 2009 : 9).

1.5.2.Kualitas Pelayanan Publik

  Pelayanan publik yang berkualitas bukan hanya mengacu pada pelayanan itu semata, juga menekankan pada proses penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai konsumer. Aspek- aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan.

  Kualitas pelayan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal sebagai konsep pelayan prima. Kualitas pelayanan publik merupakan mutu atau kualitas pelayan birokrat terhadap masyarakat yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan/masyarakat. (Sinambela, 2008).

  Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. (Undang-undang Nomor

  25 Tahun 2009 Pasal 7).

  Berdasarkan beberapa defenisi tentang kualitas pelayan public diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan publik adalah seluruh karateristik pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan (pegawai) kepada penerima layanan (publik) dalam suatu organisasi dengan menutamakan rasa puas bagi si penerima layanan/masyarakat.

  Lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan (Bediono, 2003) yaitu: 1.

  Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu Instansi dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik (gedung, ruang tunggu, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan/instansi untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

  Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

  3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberi pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negative dalam pelayanan.

  4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

  5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan/instansi diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

1.5.3.Efektivitas

  Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.

  Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program.

  Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson (Handayaningrat, 2005) yang menyatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

  Georgopolous dan Tannembaum (2000) mengemukakan, efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dalam mengejar sasaran. Dengan kata lain, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan masalah sasaran maupun tujuan.

  Menurut Steers (2001) mengemukakan, bahwa efektivitas adalah jangkauan usahasuatu program sebgai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu, serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya.

  Lebih lanjut menurut Kurniawan (2005), Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara

  Dari beberapa pendapat diatas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (2002) yang menjelaskan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, maka akan semakin tinggi efektivitasnya.

  Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output).

  Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur, sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.

1.5.4. E-Procurement

  E-Procurement menurut Sutedi (2012) adalah sebuah sistem lelang dalam

  pengadaan barang/jasa pemerintah dengan memanfaatkan teknologi, informasi dan komuni-kasi berbasis internet, agar dapat berlangsung secara efektif, efisien, dikutip oleh Andrianto (2007) bahwa e-Procurement diartikan sebagai sebuah proses digitalisasi tender/lelang penga-daan barang/jasa pemerintah berbantuan internet. Definisi lebih sederhana disampaikan oleh Andrianto (2007), bahwa adalah proses pengadaan barang/jasa yang dilakukan melalui

  e-Procurement lelang secara elektronik.

  E-Procurement adalah pengadaan secara elektronik atau pengadaan barang

  dan jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Kementrian Pekerjaan Umum, 2011).

  Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012,

  pasal 37. Pengadaan secara elektronik atau e-Procurement adalah pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

  E-Procurement adalah suatu aplikasi untuk mengelola data pengadaan

  barang/jasa yang meliputi data pengadaan berbasis internet yang didesain untuk mencapai suatu proses pengadaan yang efektif, efisien dan terintegrasi (Purwanto, 2008).

  Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

  e-Procurement adalah pengadaan barang dan jasa secara elektronik yang seluruh

  kegiatannya dilakukan secara online melalui website. Ruang lingkup e-

  Procurement meliputi proses pengumuman pengadaan barang dan jasa sampai

  dengan penunjukkan pemenang. Pengadaan barang dan jasa melalui proses e-

  Procurement diwajibkan oleh pemerintah sejak tahun 2010. Sampai dengan tahun

  2012, pengadaan barang dan jasa secara e-Procurement telah dilaksanakan di 33 provinsi meliputi 731 instansi di Indonesia

1.5.5. Tujuan Dan Manfaat E-Procurement

  Sedangkan Kalakota, Ravi dan Robinson (Widjaja, 2009) menyatakan bahwa e-procurement merupakan proses pengadaan barang atau lelang dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam bentuk website. Menurut Kalakota, Ravi dan Robinson (Widjaja, 2009) manfaat e-Procurement dibagi menjadi 2 kategori yaitu : efisien dan efektif. Efisiensi e-Procurement mencakup biaya yang rendah, mempercepat waktu dalam proses procurement, mengontrol proses pembelian dengan lebih baik, menyajikan laporan informasi, dan pengintegrasian fungsi-fungsi procurement sebagai kunci pada sistem back-office. Sedangkan efektivitas eprocurement yaitu meningkatkan kontrol pada rantai nilai, pengelolaan data penting yang baik, dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dalam proses pembelian pada organisasi. Keuntungan menggunakan e-

  Procurement : 1.

   Menyederhanakan proses procurement 2. Meningkatkan komunikasi 3. Mempererat hubungan dengan pihak supplier 4. Mengurangi biaya transaksi karena mengurangi penggunaan telepon atau fax atau dokumendokumen yang menggunakan kertas

5. Mengurangi waktu pemesanan barang 6.

  Menyediakan laporan untuk evaluasi 7. Meningkatkan kepuasan user

  Tujuan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor

  54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada Pasal 107, yaitu: 1.

  Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas 2. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat 3. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan 4. Mendukung proses monitoring dan audit 5. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

  Adapun manfaat dari e-procurement adalah (Nightisaba, 2009) : 1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya

  (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara.

  2. Meningkatkan transparansi, control, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Corporate Governance;

  3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholder nya untuk keperluan aktivitas sehari-hari.

  4. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru melalui interaksi nya dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

  5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada; serta

  6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan public secara merata dan demokratis

1.5.6. Prinsip-Prinsip E-Procurement

  Pengadaan barang/jasa melalui e-Procurement menerapkan prinsip-prinsip antara lain (Wijaya, 2010):

  1. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkat nya dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan; 3. Terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan; 4. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya;

  5. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun; 6. Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.

1.6. Definisi Konsep

  Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interprestasi ganda dari variabel yang diteliti. Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep yaitu:

  1. Efektivitas adalah pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan, proses, maupun keluaran. Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, saran dan prasarana serta metode dan model yang digunakan.

  2. Pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement) adalah suatu kegiatan dalam rangka memenuhi atau menyediakan sumber daya (barang atau jasa) pemerintah dengan memanfaatkan internet berbasis web sebagai sarana komunikasi dan informasi.

  3. Transpransi dalam pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua penerima kebutuhan pelayanan.

1.7. Definisi Operasional 1.

  Efektivitas dapat diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut:

  a) Menyederhanakan proses e-procurement.

  b) Meningkatkan komunikasi.

  c) Mempererat hubungan dengan pihak supplier.

  d) Mengurangi biaya transaksi karena mengurangi penggunaan telepon atau fax atau dokumen-dokumen yang menggunakan kertas.

  e) Mengurangi waktu pemesanan barang.

  f) Menyediakan laporan untuk evaluasi.

  g) Meningkatkan kepuasan user.

  2. Pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement) dapat diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut: a) Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah.

  b) Meningkatkan transparansi penerapan konsep Good Corporate Governance.