KAJIAN KINERJA ANGKUTAN PEDESAAN WILAYAH PESISIR (STUDI KASUS JALUR TERMINAL DEMAK - PANTAI MORO)
KAJIAN KINERJA ANGKUTAN PEDESAAN WILAYAH PESISIR
(STUDI KASUS JALUR TERMINAL DEMAK - PANTAI MORO)
Agustinus Masida Y. Rustanto Ir.Drs.Djoko Setijowarno, MT Mahasiswa Jurusan T. Sipil Mahasiswa Jurusan T. Sipil Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Unika Soegijapranata Unika Soegijapranata Universitas Katolik Soegijapranata Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Bendan Duwur – Semarang Bendan Duwur – Semarang Bendan Duwur – Semarang Telp. (024) 441555 - 316142 Telp. (024) 441555 - 316142 Telp. (024) 441555 – 316142 Faks. (024) 415429 Faks. (024) 415429 Faks. (024) 415429 E-mail : unika@semarang.wasantara.net.id ABSTRAKPenyediaan transportasi umum perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui keseimbangan antara kebutuhan
perjalanan, tingginya permintaan dengan sarana transportasi yang tersedia. Apabila tercapai keseimbangan antara
ketiga faktor tersebut di atas, maka pelayanan kebutuhan transportasi akan terpenuhi dengan baik.Studi kasus ini akan memberi gambaran secara umum tentang keadaan angkutan pedesaan di Kabupaten Demak.
Penelitian ini membahas evaluasi operasional angkutan pedesaan di wilayah pesisir dengan studi kasus rute
Terminal Demak-Pantai Moro. Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah dengan mengu mpulkan data
primer (wawancara langsung di lapangan, baik melalui pengemudi/kernet atau pemilik angkutan), dan data
sekunder diambil dari data yang telah ada, meliputi biaya yang ditanggung oleh pemilik angkutan, jumlah
angkutan yang beroperasi pada rute t ersebut, serta data yang berkaitan dengan hal di atas.Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi angkutan pedesaan dalam hal ini mobil penumpang
isuzu pelat kuning dan pelat hitam rute Terminal Demak -Pantai Moro pada saat ini, menganalisa biaya operasi
kendaraan dan memberikan usulan perbaikan dalam pengoperasian angkutan pedesaan pada rute tersebut. Rute
angkutan pedesaan Terminal Demak -Pantai Moro terbagi dalam 12 (delapan) zona wilayah. Selain dilayani
angkutan resmi pelat kuning ada jug a angkutan liar pelat hitam juga bebas berkeliaran menaikturunkan
penumpang. Hal ini sangat merugikan pengusaha, dan pengemudi angkutan pelat kuning (jumlah angkutan pelat
kuning = 28 kendaraan, sedangkan pelat hitam 23 kendaraan). Biaya operasi kendaraan hasil penelitian adalah
sebesar Rp. 987,65/km Kata kunci : angkutan pedesaan, biaya operasi kendaraan, angkutan pelat hitam1. PENDAHULUAN
Demak sebagai satu kota kabupaten di Jawa Tengah dan sebagai daerah industri mempunyai peranan yang sangat penting unt uk transportasi dalam mengalirkan arus lalu lintas di bagian utara pantai Jawa yang cukup padat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduknya adalah pekerja atau buruh di pabrik -pabrik, disamping itu ada yang bekerja sebagai petani, pelajar dan lain-lain. Demak terdiri dari daerah daratan dan daerah pesisir atau pantai yang utamanya bekerja sebagai nelayan (petambak). Angkutan pedesaan di kawasan pesisir merupakan sarana angkutan yang sangat vital untuk mengangkut hasil komoditi, dikarenakan daerah tersebut belum atau tidak dilayani oleh angkutan/kendaraan besar(bis), contohnya pantai utara Demak. Mutu pelayanan angkutan umum erat kaitannya dengan tingkat mobilitas penduduk dari suatu wilayah. Jika mobilitas penduduknya rendah, maka pela yanan angkutan umum relatif lebih baik. Sebaliknya jika tingkat mobilitas penduduknya tinggi, maka pelayanan angkutan umum akan cenderung buruk.
Pada dasarnya secara keseluruhan ada 4 (empat) komponen pokok yang berkaitan dengan angkutan umum, yakni user (pemakai jasa), operator (pemilik kendaraan), regulator (pemerintah) dan law enforcement (undang-undang dan peraturan pelaksanaannya). Keempat komponen tersebut harus saling berkaitan dan dapat berinteraksi secara optimal, agar sistem pelayanan angkutan u mum dapat dirumuskan dengan ideal. Indonesia sudah memiliki keempat komponen tersebut. Soalnya, tinggal bagaimana merumuskan komponen itu, agar dapat berfungsi maksimal, tanpa mengabaikan atau mengenyampingkan peran antarkomponen. Kondisi pengusaha angkut an umum saat ini, ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga. Sehingga sebenarnya tinggal menunggu waktu saja untuk gulung tikar saja. Selagi pengusaha memikirkan penghasilan yang menyusut karena menurunnya jumlah penumpang, lonjakan harga suku cadang juga tela h menciptakan kesulitan sendiri. Akibatnya pendapatan tidak lagi dapat menutupi biaya operasi sehari -hari. Dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan lalu lintas dan angkutan jalan dikuasai oleh negara dan pe mbinaannya
dilakukan oleh pemerintah .
Artinya bahwa pengadaan dan penyelenggaraan angkutan umum ada pada pemerintah. Termasuk kegagalan sistem, pemerintah yang turut bertanggungjawab. Karena menyangkut kepentingan orang kebanyakan yang mampu mendukung ke giatan sosial dan ekonomi, maka penyelenggaranannya harus diatur secara ketat dan bijaksana. Kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan pihak swasta lebih dominan sebagai operator, sementara peraturan yang kurang jelas menjadikannya banyak pelanggaran. Termasuk persoalan kepemilikan yang bersifat perseorangan menjadikannya kesulitan mengatur penyelenggaraan di lapangan.
1.1 Latar belakang penelitian Keberadaan angkutan pedesaan selama ini belum tersentuh dengan kebijakan pemerintah.
Pemerintah lebih banyak turut campur untuk penataan angkutan perkotaan. Salah satu kinerja pembangunan di pedesaan yang sangat dirasakan kurang adalah karena tidak tersedianya sarana transportasi yang memadai dan memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat desa. Apalagi dalam hal untuk menunjang pembangunan yang masih jauh dari keinginan. Dapat dikatakan, angkutan pedesaan masih dianggap kurang berfungsi sebagai penyokong pembangunan bagi pemerintah. Sebagian besar industri menengah dan kecil berada di daerah pedesaan atau wilayah terpencil yang masih jauh dari sarana transportasi. Minimnya perhatian tersebut, menyebabkan kurang berkembangnya angkutan pedesaan.
1.2 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi angkutan pedesaan saat ini, menganalisa biaya operasi kendaraan, dan memberikan usulan perbaikan dalam pengoperasian angkutan pedesaan.
2. Tinjauan pustaka
Transportasi merupakan akibat dari perpindahan orang atau barang karena aktivitas manusia yang memerlukan mobilisasi. Lokasi aktivitas, jumlah manusia akan mempengaruhi intensitas dan pola arus pergerakan. Permasalahan utama transportasi pada saat ini adalah pertumbuhan permintaan pelayanan angkutan umum yang sangat tinggi, namun tidak diikuti dengan ketersediaan prasarana dan sarana angkutan yang memadai (W arpani, 1988). Tingginya permintaan akan transportasi antara lain disebabkan : a) pertumbuhan populasi;
b) pemekaran areal perkotaan;
c) ketersediaan transportasi bermotor;
d) pertumbuhan pendapatan; e) pertumbuhan aktivitas komersial dan industri. Keberadaan angkutan p edesaan selama ini belum tersentuh dengan kebijakan pemerintah. Pemerintah lebih banyak turut campur untuk penataan angkutan perkotaan saja. Salah satu kinerja pembangunan di pedesaan yang sangat dirasakan kurang adalah karena tidak tersedianya sarana transportasi yang memadai dan memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat desa. Apalagi dalam hal untuk menunjang pembangunan yang masih jauh dari keinginan. Sehingga dapat dikatakan, bahwa angkutan pedesaan masih dianggap kurang berfungsi sebagai penyokong pemb angunan bagi pemerintah. Sebagian besar industri menengah dan kecil berada di daerah pedesaan atau wilayah terpencil yang masih jauh dari jangkauan sarana transportasi. Minimnya perhatian tersebut menyebabkan kurang berkembangnya angkutan pedesaan.
3. Metodologi penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah Demak, dengan mengambil rute Terminal Demak – Pantai Moro. Responden dalam penelitian ini berjumlah 135 responden, terdiri dari 100 responden penumpang angkutan pedesaan, 25 responden pengemudi/kernet, dan 10 responden pemilik angkutan. Penelitian ini menggunakan metode kuesioner langsung bertipe pilihan bagi para responden, selain itu juga dilakukan wawancara, diskusi, pengamatan langsung di lapangan dan mencari data sekunder di instansi terkait (Dinas LLAJ K abupaten Demak dan pemilik angkutan).
3.1 Kondisi lokasi studi
Rute terminal Demak – Pantai Moro sepanjang 16 km ditempuh oleh angkutan pedesaan selama 1 jam dan selalu cukup padat penumpangnya pada jam -jam tertentu. Kondisi jalan pada rute tersebut banyak berlubang dan berebu, karena termasuk jalan kabupaten yang kurang pemeliharaan. Angkutan pedesaan yang beroperasi sejumlah 51 armada yang terdiri dari pelat kuning sebanyak 28 armada, sedangkan pelat hitam sebanyak 23 armada. Desa Moro sebagai tujuan akh ir perjalanan berada di daerah pesisir (dekat pantai) yang mata pencaharian sebagian besar penduduknya menangkap ikan. Segala adat istiadat dan budaya masih terpelihara dengan baik dan ini dapat dibuktikan dengan masih rutinnya kegiatan pesta Lomban pada setiap bulan Syawal (6 hari setelah Hari Raya Idul Fitri). Pada saat kegiatan ini berlangsung, maka arus transportasi penduduk setempat maupun pendatang sangat tinggi. tidak ketinggalan para wisatawan lokal turut ingin menikmati acara tersebut. Selain itu pada hari tertentu (pasaran), arus pergerakan penumpang dan barang juga tinggi, seiring dengan kemajuan perekonomian masyarakat setempat.
3.2 Pembagian zona penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi 14 zona (pulang pergi pada rute yang sama) yang bertuju an untuk memudahkan pengambilan data primer. Adapun zona -zona tersebut adalah seperti berikut ini :
a) zona 1, Terminal Demak – Kali Cilik;
b) zona 2, Kali Cilik – Karang Pandan;
c) zona 3, Karang Pandan – Bonang;
d) zona 4, Bonang – Jatirogo;
e) zona 5, Jatirogo – Tridono Rejo;
f) zona 6, Tridono Rejo – Gebang;
g) zona 7, Gebang – Pantai Moro;
h) zona 8, Pantai Moro – Gebang; i) zona 9, Gebang – Tridono Rejo; j) zona 10, Tridono Rejo – Jatirogo; k) zona 11, Jatirogo – Bonang; l) zona 12, Bonang – Karang Pandan; m) zona 13, Karang Pandan – Kali Cilik; n) zona 14, Kali Cilik – Terminal Demak
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis dan pembahasan didasarkan terhadap data primer dan data sekunder. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan 3 analisis, yaitu : 1) analisis pengemudi/kernet angkutan pedesaan; 2) analisis jumlah penumpang; 3) analisis biaya operasi kendaraan (BOK).
4.1 Analisis pengemudi/kernet angkutan pedesaan
Hasil survei yang dilakukan terhadap pengemudi/kernet angkutan pedesaan pada rute Terminal Demak – Pantai Moro yang memuat 14 pertanyaan, dan jumla h responden yang memberi tanggapan dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan data 25 responden pengemudi angkutan pedesaan dengan 14 pertanyaan dapat dianalisis sebagai berikut :
a) Pekerjaan Dari hasil jawaban diketahui bahwa pengemudi angkutan pedesaan adalah merupakan pekerjaan mereka yang utama/sehari -hari berjumlah 18 responden (72 %), sebagai kerja sampingan 7 responden (28 %). Hal ini berarti mengemudikan angkutan pedesaan merupakan pekerjaan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
b) Waktu operasi Dari hasil survei, diketahui waktu beroperasinya angkutan pedesaan sebagian besar menjawab antara pukul 05.00 WIB s/d pukul 18.00 WIB sejumlah 23 responden (92 %). Sisanya 2 responden (8 %) menjawab pukul 06.00 WIB s/d pukul 18.00 WIB.
c) Kepemilikan Dari hasil survei, diketahui bahwa angkutan pedesaan sebagian besar dimiliki oleh pengusaha (PO) sebanyak 21 responden (84 %) dan mereka bekerja sebagai pengemudi yang diharuskan menyerahkan setoran bersih sebanyak Rp.20.000,00 per hari (sebelum di tetapkan tarif angkutan yang baru, Juli 2000), sedangkan yang menjawab milik sendiri sebanyak 4 responden (16 %).
d) Dasar penetapan tarif bagi penumpang Dari hasil survei, diketahui ongkos/tarif yang diberlakukan kepada penumpang didasarkan pada jauh dekatnya lokasi 22 responden (88 %) dan juga banyaknya barang bawaan yang melebihi kapasitas angkut 3 responden (12 %). Sebelum adanya penetapan tarif angkutan baru, tarif rute Terminal Demak – Pantai Moro adalah Rp. 800,00.
e) Tujuan penumpang Lokasi yang ingin dituju penumpang melalui jasa angkutan pedesaan yaitu, lokasi pemukiman sebanyak 35 responden (35 %), 23 responden (23 %) menyatakan tujuannya adalah pusat perdagangan/pasar, 15 responden (15 %) menyatakan untuk ke sekolah dan sisanya 27 responden (27 %) menyatakan untuk ke pabrik/bekerja.
f) Penghasilan bersih yang diperoleh Penghasilan bersih rata -rata yang diperoleh pengemudi/kernet angkutan pedesaan menurut hasil survei adalah 23 responden (92 %) menjawab antara Rp. 17.500,00 s/d Rp. 20.000,00 dan sisanya 2 responden (8 %) menjawab > Rp. 20.000,00.
g) Harapan pengemudi angkutan pedesaan Harapan yang diinginkan oleh sebagian besar pengemudi angkutan pedesaan sebanyak 25 responden (100 %) adalah adanya perbaikan sarana maupun prasarana jalan yang menunjang kelancaran pengoperasian angkutan tersebut, dikarenakan jalan pada rute Terminal Demak – Pantai Moro banyak berlubang dan harus segera mendapatkan penanganan dari instansi terkait (dalam hal ini pihak DPU Bina Marga, DLLAJ Kab. Demak dan Kepolisian).
4.2 Analisis jumlah penumpang
Data jumlah penumpang memuat 17 pertanyaan, dan jumlah responden yang memberi jawaban dapat dilihat pada tabel 2.
a) Kebiasaan menggunakan sarana angkutan pedesaan Responden yang menyatakan naik angkutan pedesaan setiap hari sebanyak 90 r esponden (90 %), 10 responden (10 %) menyatakan tidak setiap hari menggunakan angkutan pedesaan. Hal ini dikarenakan angkutan pedesaan merupakan sarana yang sangat vital bagi transportasi setempat, sebab tidak mungkin rute tersebut akan dilalui oleh jenis angkutan besar/bis.
b) Frekuensi menggunakan angkutan pedesaan Responden yang menyatakan menggunakan angkutan pedesaan sekali sehari sebanyak 10 responden (10 %), dan 2 kali sehari naik angkutan pedesaan sebanyak 80 responden (80 %) sedang 10 responden (10 % ) menyatakan menggunakan angkutan pedesaan lebih dari 2 kali. Dari data di atas sebagian besar responden menggunakan angkutan pedesaan sebanyak 2 kali sehari, untuk keperluan semisal pergi pulang sekolah, pasar, pabrik/bekerja.
c) Alasan menggunakan angkutan pedesaan
Sebanyak 80 responden (80 %) menyatakan naik angkutan pedesaan karena tidak adanya alternatif angkutan umum yang lain, dan 20 responden (20 %) menyatakan naik angkutan pedesaan karena hal lain-lain.
d) Saran Sebanyak 15 responden (15 %) memberikan saran agar angkutan liar/pelat hitam perlu ditertibkan, 60 responden (60 %) memberi saran agar mutu pelayanan kepada konsumen/ penumpang perlu lebih ditingkatkan, dan 25 responden (25 %) memberi saran lain -lain.
4.3 Analisis biaya operasi kendaraan (BOK)
Jumlah penumpang untuk 1 (satu) rit dari Terminal Demak -Pantai Moro dan sebaliknya pada waktu jam-jam sibuk : pagi (06.00 – 07.30), siang (11.30 – 13.00), dan sore (16.00-17.30) rata-rata mencapai 25 orang, dengan nilai okupansi sebesar 72%. Padahal kapasitas angkut dari mobil isuzu adalah 18 tempat duduk penumpang. Tarif angkutan pedesaan pada jalur tersebut adalah Rp. 800, - (delapan ratus rupiah). Pendapatan untuk tiap 1 (satu) rit antara Rp. 17.500,00 – Rp. 20.000,00 dan pendapatan bersih dari pengemudi/ kernet setelah diserahkan ke pemilik (sistem setoran) Rp. 20.000, -. Setelah dilakukan analisa biaya yang digunakan untuk operasional kendaraan, yaitu : 1) biaya tetap;
a. per km = Rp. 419,19
b. per hari = Rp. 53.698,56 2) biaya variabel
a. per km = Rp. 541,11
b. per hari = Rp. 69.262,08 3) biaya tak langsung per angkutan per km = Rp. 27,35 4) biaya pokok
a. angkutan per km = Rp. 987,65
b. penumpang per km = Rp. 39,50 5) biaya operasi per angkutan per hari (sete lah krisis moneter) = Rp. 126.415,44 Pendapatan kotor per rit = Rp. 17.500,00 dengan satu hari sebanyak 8 rit, maka pendapatan kotor per hari = Rp. 140.000,00. Pemilik angkutan mendapatkan keuntungan walaupun kecil.
Hal itu disebabkan karena harga suku cadang/onderdil kendaraan mahal dan keuntungan yang diperoleh kecil maka untuk perbaikannya perlu ditetapkan penyesuaian tarif angkutan umum yang baru. Sehingga dari hasil penelitian tersebut yang menggunakan dasar perhitungan biaya operasi kendaraan didapat bahwa pada kondisi krisis moneter, rekapitulasi biaya pokok/biaya langsung angkutan pedesaan adalah Rp. 987,65/km (pada waktu penelitian dilakukan tahun 1999) sebelum dikeluarkannya kebijaksanaan kenaikan tarif angkutan yang baru (Juli 2000).
5 KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Dari hasil perhitungan didapat jumlah armada yang diperlukan sebanyak 24 armada, sedangkan jumlah armada saat ini yang beoperasi sejumlah 51 armada dengan rincian 28 armada pelat kuning (resm i) dan 23 armada pelat hitam (tidak resmi);
2) Keuntungan rata-rata pemilik kendaraan pelat kuning (angkutan resmi) adalah sebesar antara Rp. 15.000,00 – Rp. 20.000,00 dalam seharinya;
3) Sedangkan angkutan pelat hitam (tidak resmi) memiliki keuntungan rata -rata sebesar Rp. 25.000,00, karena banyak hal tidak dilakukannya seperti membayar pajak, pungutan bulanan dari organda, dll
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut berperan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Kepala Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Kabupaten Demak beserta staf,
2. Pengusaha angkutan PO. Sri Bersaudara,
3. Pengusaha angkutan PO. Sih,
4. Pengusaha angkutan PO. Sinar Jaya,
5. Pengusaha angkutan PO. Mk. Putra,
6. Penguasah angkutan PO. Abdi Utama,
7. Pengusaha angkutan PO. Jaya Setia,
8. Pengusaha angkutan PO. Barokah,
9. Pengusaha angkutan PO. Rosita,
10. Pengusaha angkutan PO. Kartika Alam,
11. Pengusaha angkutan PO. Tani Jaya, 12. Bapak-ibu, teman dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan dalam tulisan ini satu persatu.
DAFTAR PUSTAKA
Beratha, I. Nyoman, (1982), Desa, Masyarakat Desa Dan Pembangunan Desa , Penerbit
Ghalia Indonesia
Jati, P. & Robby, H., (1999), Evaluasi Angkutan Perkotaan (Studi Kasus Rute Ngaliyan -
Pucang Gading) , Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik
Soegijapranata, Semarang (tidak dipublikasikan)
Morlok, E. K. & Hainim J. K ., (1985), Pengantar Teknik Dan Perencanaan Transportasi ,
Penerbit Erlangga, Jakarta
Palandeng, R. & Pasaribu, Bien & Wibowo, H., , (1993), Lalu Lintas Dan Ang kutan Jalan
Aneka Pandangan Dan Opini, Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum, 1996, Departemen Perhubungan ____________ (1996), Penghitungan Biaya Operasi Kendaraan , Lembaga Afiliasi Penelitian Dan Industri, Institut Teknologi Bandung, Bandung ____________ (1992), Petunjuk Pelaksanaan Undang -Undang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan , Penerbit CV Eko Jaya, Jakarta
____________ (1992), Peraturan Pelaksanaan Undang -Undang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan , Penerbit Sinar Grafika, Jakarta Warpani, S., (1988), Rekayasa Lalu Lintas, Penerbit Bhratara, Jakarta