SOLUSI PERMASALAHAN SAMPAH PLASTIK INSIN (2)

MAKALAH

SOLUSI PERMASALAHAN SAMPAH PLASTIK :
INSINERATOR DAN DAUR ULANG
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Lingkungan

Oleh :
1. Irani Ruth J.

(10501023)

2. Iska Sihombing

(10501075)

3. Sabrina G.R. Purba

(10502010)

4. Gema Listya Dewanti


(10502041)

5. Widy Fany

(10502048)

6. Mega Sutanto

(10502066)

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUIT TEKNOLOGI BANDUNG
2005
SOLUSI PERMASALAHAN SAMPAH PLASTIK :

INSINERATOR DAN DAUR ULANG
I. PENDAHULUAN
Plastik merupakan bahan polimer sintetik yang tidak pernah lepas dalam kehidupan
sehari-hari. Plastik telah menjadi bagian yang penting dan menjadi kebutuhan primer

setiap orang. Mulai dari perlengkapan rumah tangga, perlengkapan sekolah, perangkat
komputer, telepon, kabel, mainan anak-anak, pembungkus makanan sampai klep jantung
buatan, semuanya tidak lepas dari campur tangan polimer sintetik ini. Plastik telah
banyak berjasa dan memberi kemudahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun
benarkah tidak ada masalah yang ditimbulkannya?
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai permasalahan yang ditimbulkan oleh
penggunaan plastik dan penanggulangannya, ada baiknya jika penulis membahas secara
singkat mengenai polimer. Polimer digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer alam
(seperti pati, selulosa, dan sutra) dan polimer sintetik (seperti polimer vinil). Plastik yang
dikenal sehari-hari sering dipertukarkan dengan polimer sintetik. Ini disebabkan karena
sifat plastik yang mudah dibentuk (bahasa latin; plasticus = mudah dibentuk) dikaitkan
dengan polimer sintetik yang dapat dilelehkan dan diubah menjadi bermacam-macam
bentuk. Padahal sesungguhnya plastik mempunyai arti yang lebih sempit.
Plastik termasuk bagian polimer termoplastik, yaitu polimer yang akan melunak apabila
dipanaskan dan dapat dibentuk sesuai pola yang kita inginkan. Setelah dingin polimer ini
akan mempertahankan bentuknya yang baru. Proses ini dapat diulang dan dapat diubah
menjadi bentuk yang lain. Golongan polimer sintetik lain adalah polimer termoset (materi
yang dapat dilebur pada tahap tertentu dalam pembuatannya tetapi menjadi keras
selamanya, tidak melunak dan tidak dapat dicetak ulang). Contoh polimer ini adalah
bakelit yang banyak dipakai untuk peralatan radio, toilet, dan lain-lain.

Penemuan dan pengembangan polimer sintetik didasarkan pada adanya beberapa
keterbatasan yang ditemukan pada pemanfaatan polimer alam. Polimer sintetik yang
perkembangannya sangat pesat adalah plastik. Kemudahan dan keistimewaan plastik
telah banyak menggantikan penggunaan bahan-bahan seperti logam dan kayu dalam
membantu kehidupan manusia. Contoh plastik yang banyak digunakan dalam kehidupan

sehari-hari adalah polietilena (bahan pembungkus, kantong plastik, mainan anak, botol),
teflon (pengganti logam, pelapis alat-alat masak), polivinilklorida (untuk pipa, alat rumah
tangga, cat, piringan hitam), polistirena (bahan insulator listrik, pembungkus makanan,
styrofoam, mainan anak), dan lain-lain.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia, maka bertambah pula penggunaan
sumber daya alam dan energi secara besar-besaran. Hal itu mengakibatkan jumlah
sampah menjadi sangat meningkat. Di antara sampah tersebut, sampah plastik merupakan
sampah yang paling sulit penanganannya, karena sampah plastik tidak dapat terurai
dalam lingkungan. Akibatnya, sampah plastik sudah menjadi masalah lingkungan
berskala besar dan harus segera dicari penyelesaiannya.
Di negara-negara maju, berbagai metode penyelesaian permasalahan sampah sudah di uji
cobakan, dari skala terkecil sampai terbesar. Hasil penelitian tersebut telah memberikan
gambaran dalam memilih salah satu model yang paling tepat untuk diterapkan
menyesuaikan kondisi lingkungan dan sumber daya setempat. Dalam penanganan sampah

organik dengan teknologi pengomposan sampah rumah tangga, prosesnya sangat
bergantung pada “keajaiban” bakteri, baik bakteri aerob maupun bakteri anaerob yang
membantu proses fermentasi atau dekomposisi. Secara ilmiah berbagai hasil ekperimen
tersebut sangat signifikan membantu mereduksi timbunan dan tingkat pencemaran
kandungan toksik sampah rumah tangga.
Teknologi pengolahan sampah dengan memakai metode sanitary Landfill, Mini
Komposter, Vermicomposting, Insinerator, Open Windrow, Bak Aerasi, Bio Filter dan
masih banyak lagi merupakan alternatif cara untuk menyelesaikan permasalahan sampah.
Masing – masing teknologi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dalam
penerapannya atau pengoperasiannya. Jika tidak berhati – hati menyeleksi teknologi yang
digunakan, maka akan berakibat fatal bagi penggunanya, baik dari segi ekonomis,
kesehatan, waktu dan emosi. Hal itu dapat terjadi karena tiap teknologi memiliki banyak
kekhususan, misalnya ukuran-ukuran dan jenis bahan baku, perlakuan, serta perawatan
khusus.
Berbeda halnya dengan penanganan sampah organik yang kebanyakan berasal dari
sampah rumah tangga, penanganan sampah plastik lebih membutuhkan perhatian dan

pendekatan yang berbeda. Plastik memiliki beberapa keunggulan, seperti kuat, ringan,
dan stabil. Namun, plastik sulit terurai oleh mikroorganisme dalam lingkungan sehingga
menyebabkan pencemaran lingkungan yang serius. Dalam memecahkan masalah sampah

plastik, dilakukan beberapa pendekatan seperti daur ulang, teknologi pengolahan sampah
plastik, hingga pengembangan bahan plastik baru yang dapat hancur dan terurai dalam
lingkungan, yang dikenal dengan nama plastik biodegradabel.
Dalam makalah ini, secara khusus penulis akan membahas mengenai metode pengelolaan
sampah melalui proses pembakaran menggunakan insinerator dan proses daur ulang
untuk menangani hasil samping pembakaran tersebut. Diharapkan metode ini dapat
diterapkan di Indonesia untuk menangani permasalahan lingkungan yang disebabkan
karena ketidakmampuan lingkungan (khususnya mikroorganisme) dalam merombak dan
menguraikan sampah plastik.
II. SOLUSI PERMASALAHAN SAMPAH PLASTIK
Pemakaian plastik terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan pada tahun 1992, sampah
plastik menduduki urutan ketiga dari seluruh produksi sampah di Bandung. Sampah
plastik sendiri merupakan sampah yang sulit terdegradasi. Hal itu mengakibatkan
pencemaran pada kelestarian lingkungan.
JENIS SAMPAH

1988 / 1989

1989 / 1990


1990 / 1991

1991 / 1992

(%)

(%)

(%)

(%)

Organik / sayuran

73,35

73,35

73,35


73,25

Kertas / paper

9,74

9,70

9,70

9,70

Plastik

8,56

8,50

8,50


8,58

Logam

0,54

0,50

0,50

0,50

Karet / kulit tiruan

-

-

-


0,40

Kayu

-

-

-

3,60

Kain

1,32

1,32

1,32


0,90

Gelas / Kaca

0,43

0,43

0,43

0,43

Lain-lain

6,14

7,46

7,46


2,64

Tabel 1. Persentase Komposisi Sampah di Kodia Bandung Tahun 1992
Selama ini upaya penanganan sampah plastik dilakukan dengan metode sanitary landfill.
Metode ini merupakan salah satu pengolahan sampah terkontrol. Sampah dibuang ke TPA
(Tempat Pembuangan Akhir), kemudian sampah dipadatkan dengan traktor dan
selanjutnya di tutup dengan tanah. Cara ini akan menghilangkan polusi udara yang akn
ditimbulkan sampah. Pada bagian dasar tempat tersebut dilengkapi sistem saluran
leachate yang berfungsi sebagai saluran limbah cair sampah yang harus diolah terlebih
dulu sebelum dibuang ke sungai atau ke lingkungan. Pada sanitary landfill tersebut juga
dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas penguraian sampah. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sanitary landfill , yaitu:


Semua landfill adalah warisan bagi generasi mendatang.



Memerlukan lahan yang luas.



Penyediaan dan pemilihan lokasi pembuangan harus memperhatikan dampak
lingkungan.



Aspek sosial harus mendapat perhatian.



Harus dipersiapkan instalasi drainase dan sistem pengumpulan gas.



Kebocoran ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir (kontaminasi dengan zat-zat
beracun).



Memerlukan pemantauan yang terus menerus.

Gambar 1. Lokasi Sanitary Landfill
Metode ini

kurang efektif karena sering menyebabkan pencemaran air tanah dan

lingkungan di sekitar TPA. Bahkan belum lama ini, di Bandung terjadi suatu bencana
akibat TPA yang tidak memenuhi persyaratan. Selain itu ada kemungkinan timbul gas
yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Gas-gas yang mungkin dihasilkan adalah:
methan, H2S, NH3 dan lainnya Gas H2S dan NH3 walaupun jumlahnya sedikit, namun
dapat menyebabkan bau yang tidak enak sehingga dapat merusak sistem pernafasan
tanaman dan membuat tanaman kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati.
Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara
dihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan
pemampatan sampah. Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaan yang
berujung pada tambahan dana.

II.I TEKNOLOGI INSINERATOR
Suatu solusi yang lebih baik perlu dipikirkan. Solusi tersebut meliputi upaya pengurangan
produksi sampah plastik dan upaya pengolahan sampah yang telah ada.
A. Upaya pengurangan produksi sampah dapat dilakukan dengan:


Penggunaan plastik yang biodegradabel
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan plastik yang
biodegradabel. Biasanya polimer plastik dicampur dengan zat pengotor tertentu
yang menyebabkan kekuatan ikatan polimer berkurang. Berkurangnya kekuatan
ikatan tersebut akan menyebabkan plastik lebih mudah terurai oleh lingkungan.
Proses penguraian dapat dipercepat dengan memanfaatkan suatu dekomposer
yang biasanya berupa mikroba.



Pengurangan pemakaian plastik
Plastik mungkin dapat digantikan dengan bahan lain yang lebih ramah
lingkungan, misalnya kantong belanja yang selama ini terbuat dari plastik dapat
diganti dengan kertas.



Pembuatan undang-undang tentang sampah.

Undang-undang tentang sampah di Indonesia masih belum jelas. Belum ada sanksi tegas
bagi orang-orang yang membuang sampah sembarangan. Keadaan semakin diperburuk
dengan kurangnya kesadaran masyrakat tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Masyarakat kurang mendapat pengetahuan tentang bahaya membuang sampah
sembarangan. Satu hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah penerapan
kebijakan, antara lain:
a)

Penegakan hukum lingkungan terhadap pencemar lingkungan.

b)

Pemberlakuan eco-labelling untuk produksi bersih.

c)

Pemberlakuan eco-balancing di industri, yang didukung dengan pemberian
penghargaan atau Kalpataru.

Selain itu, untuk mempermudah penanganan sampah perlu suatu UU Pengumpulan
Sampah Terpilah dan Daur Ulang Kaleng dan Kemasan. Dalam undang-undang itu
diperjelas tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan produksi,
dan para konsumen. Para konsumen bertanggung jawab untuk memilah-milah sampah
masing-masing (sampah basah, sampah kering yang dipilah-pilah lagi menjadi botol
gelas dan plastik, kaleng aluminium, dan kertas), sedangkan pemerintah daerah
bertanggung jawab mengorganisasi pengumpulan sampah itu untuk diserahkan ke pabrik
pendaur ulang. Pabrik pendaur ulang ini bertanggung jawab untuk mendaur ulang bahan
yang sudah dipilah-pilah dan dikumpulkan itu.
Seharusnya pemilahan sampah harus sudah dimulai dari tingkat rumah tangga. Sampah
rumah tangga hendaknya telah dipisah menjadi sampah organik dan anorganik (termasuk
plastik) selanjutnya pemilahan juga dilakukan oleh tingkat yang lebih tinggi, misalnya
pasar swalayan (yang lebih bisa diatur daripada pasar tradisional), kantor-kantor, hotel,
dan apartemen. Pemerintah juga harus menyediakan bak sampah tersendiri untuk tiap
bahan sehingga rakyat yang sebelumnya sudah diberi penerangan dan buku panduan

tinggal memasukkan bahan yang bersangkutan ke bak khusus ini. Tidak dicampur-aduk
seperti sampah rumah tangga "primitif" sebelumnya.
B. Upaya pengolahan sampah yang telah ada.
Pada makalah ini, solusi yang lebih banyak dibahas ialah upaya pengolahan sampah yang
telah ada. Sampah plastik diolah sedemikian rupa sehingga dapat berkurang jumlahnya.
Alhasil pengolahan diharapkan dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Pengolahan sampah
dilakukan dengan metode pembakaran yang dipadukan dengan daur ulang sampah
plastik. Metode ini telah menunjukkan keberhasilan di negara-negara maju, misalnya
Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat.
Pembakaran ialah metode yang sudah umum digunakan. Metode ini membutuhkan suatu
insinerator (mesin pembakar) sampah. Sampah padat dibakar di dalam insinerator. Hasil
pembakaran adalah gas dan residu pembakaran. Penurunan volume sampah padat hasil
pembakaran dapat mencapai 70%. Cara ini relatif lebih mahal dibanding dengan sanitary
landfill, yaitu sekitar tiga kali lipatnya.
Kelebihan sistem pembakaran ini adalah:


Membutuhkan lahan yang relatif kecil dibanding sanitary landfill.



Dapat dibangun di dekat lokasi industri.



Residu hasil pembakaran relatif stabil dan hampir semuanya bersifat anorganik.



Dapat digunakan sebagai sumber energi, baik untuk pembangkit uap, air panas,
listrik, dan pencairan logam.

Kekurangannya terletak pada mahalnya investasi, tenaga kerja, biaya perbaikan dan
pemeliharaan, serta masih membuang residu, juga menghasilkan gas.
Secara umum proses pembakaran di dalam insinerator adalah:


Sampah yang dapat dibakar dimasukkan di dalam tempat penyimpan atau
penyuplai.



Berikutnya sampah diatur sehingga rata lalu dimasukkan ke dalam tungku pembakar.



Hasil pembakaran berupa abu, selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai penutup
sampah pada landfill.



Sedangkan hasil berupa gas akan dialirkan melalui cerobong yang dilengkapi
dengan scrubber atau ditampung untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi.

Salah satu insinerator yang dapat digunakan ialah insinerator Thermocontrol (TOHOJapan). Insinerator ini bekerja secara otomatis mengatur suhu. Akan berhenti secara
otomatis bila suhu tertinggi telah tercapai dan akan bekerja kembali pada suhu
yang telah diatur.

Cara Kerja:
Tungku pembakaran pada Incinerator masing - masing berfungsi menyempurnakan hasil
pembakaran pada tungku sebelumnya.Sampah yang terkumpul dibakar pada suhu 6001200° C dalam waktu 10-30 menit. Asap yang masih berwarna hitam pekat dan berbau
disaring pada tungku selanjutnya sehingga menghasilkan asap dan bau yang ramah
lingkungan.

Specification:
Spesifikasi Teknik
Type
Kapasitas
Burner
Daya Listrik
Konsumsi Minyak
Volume Tangki
Panjang
Lebar
Tinggi
Berat
Finishing
Plat Besi
Bahan Bakar

BUR-0.025
BUR-0.3 (Burnion)
20 – 35 kg / hours
0.3 m3/jam
2 buah
2 buah
± 650W/220V/1P/50Hz
± 650 W/220 V/IP/50Hz
5 – 13 liter/hour/burner
10-13 L/h/burner
60 liter
100 liter
600 mm
2000 mm
500 mm
1200 mm
850 mm
1160 mm
± 235 kg
± 3300 kg
Heat Resistance Paint
Heat Resistace Paint
2.0 & 6.0 mm
3 mm
Minyak solar
Solar atau minyak tanah
Ø 25 cm dengan ketinggian 6
± 6 meter
mtr

Ducting
Thermocontrol
Themocouple
(0 - 1200° C)
Type
Kapasitas
Burner
Daya Listrik
Konsumsi Minyak
Volume Tangki
Panjang
Lebar
Tinggi

and
Digital 1 unit (TOHO- Japan)
BUR-0.5
0.5m3/jam
2 buah
± 900 W/220 V/IP/50Hz
10-13 L/h/burner
200 liter
2300 mm
1300 mm
1350 mm

1 unit (TOHO- Japan)
BUR-1.0
1.0 m3mail.yahoo.com /jam
3 buah
± 950 W/ 220 V/1 P/ 50 Hz
10 – 13 L/h/burner
200 liter
2500 mm
1500 mm
1450 mm

Berat
Finishing
Plat Besi
Bahan Bakar

± 3300 kg
Heat Resistace Paint
2 & 3 mm
Solar atau minyak tanah

Ducting

± 6 meter

Thermocontrol

± 3.300 kg
Heat Resistance Paint
2.0 & 6.0 mm
Minyak tanah atau solar
Ø 25 cm dengan ketinggian
6 mtr

and

Themocouple

Digital 1 unit (TOHO- Japan)

(0 - 1200° C)
V
Panjang (mm)
Lebar (mm)
Tinggi (mm)

1.5 m3
2700
1350
1750

1 m3
2300
1150
2300

0.5 m3
2300
1150
1200

0.3 m3
2100
1150
1200

0.04 m3
600
700
1000

0.025 m3
600
600

Teknologi insinerator sering dianggap tidak ramah lingkungan karena akan mengeluarkan
suatu gas beracun. Padahal teknologi pembakaran sampah itu ternyata sama sekali tidak
menimbulkan masalah pencemaran udara. Kuncinya hanya satu: teknologi itu benarbenar diterapkan sesuai dengan spesifikasi dan persyaratannya.
Teknologi ini mengurangi volume sampah hingga 10%. Insinerator menghasilkan dua
macam limbah, yaitu debu dan sampah yang tidak habis terbakar. Sisa sampah yang tidak
habis terbakar didaur ulang dan digunakan kembali. Sedangkan debu yang sudah
dikumpulkan dan tidak bisa digunakan kembali dapat ditimbun di tempat penimbunan
yang berada di tengah laut.

II.2 DAUR ULANG
Daur ulang merupakan proses yang dilakukan terhadap sampah sampah plastik untuk
dapat dimanfaatkan lagi, baik di buat menjadi jenis plastik dan fungsi yang sama maupun
menjadi jenis dan fungsi yang berbeda. Hal ini tergantung pada metode daur ulang yang
digunakan dan jenis plastik yang di daur ulang. Sejauh ini, banyak jenis plastik yang
dapat didaur ulang, seperti polietilen, polipropilen, polistiren, dll, tetapi ada juga jenis

platik yang tidak dapat di daur ulang, seperti styrofoam dan plastik multilayer. Metode
daur ulang ulang yang dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
1. Metode generik
Jenis plastik bekas yang sama dikumpulkan, kemudian dilelehkan dan dimasukkan ke
dalam cetakan yang sesuai menghasilkan produk plastik yang sama dengan kualitas
sifat fisik yang lebih rendah.
Cara yang lebih baik dapat juga dilakukan dengan menggunakan alat extruder. Ke
dalam alat ini akan dimasukkan semua jenis plastik, kemudian dilelehkan pada suhu
tertentu dan dimasukkan pada cetakan yang sesuai dengan produk yang diinginkan.
2. Depolimerisasi
Teknik ini dilakukan untuk memproses plastik yang terdekomposisi menghasilkan
senyawa dasar penyusunnya, yaitu monomernya. Dari monomer ini kemudian dapat
dilakukan polimerisasi, menghasilkan polimer plastik yang sama dan kualitas yang
tidak berubah. Monomer-monomer yang dihasilkan dimurnikan terlebih dahulu
sebelum

polimerisasi.

Pemurnian

dapat dilakukan

dengan

size-exclusion

chromatography dan reversed-phase liquid chromatography.
Depolimerisasi dilakukan dengan melarutkan polimer plastik dengan pelarut air
superkritis (ScH2O). Air pada kondisi superkritis adalah air suhu di atas 374 oC dan
tekanan di atas 220 atm. Jika dilihat pada gambar diagram fasa di bawah(Gbr. 1), air
pada kondisi ini adalah pada warna coklat muda. Air pada kondisi ini memiliki sifat
yang berbeda dengan air pada kondisi normal, yakni pada suhu kamar dan tekanan 1
atmosfer. Pada kondisi yang superkritis, air mampu melarutkan polimer plastik.
Setelah pengkajian lebih lanjut, ternyata pemanfaatan kondisi superkritis pelarut
Tidak hanya pada air saja, tetapi juga pelarut-pelarut lain seperti methanol dan
toluene. Hanya saja ScH2O memiliki kelunggulan lebih karena antara lain harganya
murah, tidak beracun, serta tidak mudah terbakar dan meledak. Tidak menghasilkan
jelaga atau karbon karena reaksinya dalam sistem tertutup. Reaksi ini juga dapat
dilakukan tanpa menggunakan katalis. Namun, kekurangannya, ScH2O memerlukan

suhu dan tekanan kritis yang lebih tinggi dibandingkan fluida lain. Bandingkan
dengan metanol dan toluen yang memerlukan suhu 239,5oC dan 318,6oC serta
tekanan 8.10 dan 4.11 Mpa. Di samping itu, keasaman air akan meningkat pada suhu
tinggi, yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi ion hidrogen 30 kali lipat
dibandingkan dengan air pada kondisi normal.

Gbr 1. Diagram fasa air

Depolimerisasi polietilen tereftalat (PET) menjadi monomer dimetil tereftalat dan
etilen glikol adalah salah satu proses menggunakan methanol superkritis. Suhu
yang digunakan adalah 573-623 K dan tekanan 220 MPa. Reaksi berlangsung
selama 2-120 menit.
Penelitian lebih lanjut terhadap daur ulang menggunakan pelarut kondisi
superkritis menghasilkan hasil yang lebih baik. Produk yang dihasilkan bukan
monomer yang memerlukan polimerisasi lebih lanjut, yang mana hal ini
memerlukan syarat kondisi yang baik termasuk kemurnian monomer. Konsep
yang lebih baik adalah degradasi plastik menggunakan pelarut superkritis
menghasilkan produk akhir air, karbon dioksida, dan garam-garam anorganik.
Meskipun sebenarnya masih memerlukan penanganan lebih lanjut.

III. KESIMPULAN
Solusi-solusi yang telah dilakukan pemerintah Indonesia, sampai saat ini belum dapat
menyelesaikan masalah sampah plastik yang ada. Walaupun metode teknologi insenerator
dan daur ulang ini memakan biaya yang mahal, tapi jika pelaksanaannya dilakukan secara
efektif, cara ini benar-benar dapat mengurangi penimbunan sampah plastik. Masalah
sampah plastik tidak akan dapat diselesaikan tanpa kerjasama dari banyak pihak. Karena
itu, dibutuhkan kerjasama dan perhatian dari banyak pihak, termasuk masyarakat, agar
masalah sampah ini dapat terselesaikan dan tidak membawa dampak buruk bagi
lingkungan.