REVITALISASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA BEBERAPA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI PROVINSI LAMPUNG

(1)

(2)

ABSTRAK

REVITALISASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA BEBERAPA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI PROVINSI

LAMPUNG

Oleh : Arlina Phelia

Perkembangan jumlah penduduk yang semakin meningkat akan mengakibatkan timbulan sampah. Timbulan sampah yang dibuang ke TPA akan menghasilkan air lindi. Air lindi yang dihasilkan berasal dari masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah. Untuk mejaga agar kualitas air di badan air tetap terjaga maka air lindi harus diolah terlebih dahulu dengan kolam pengolah lindi (IPAL).

Dari kondisi IPAL TPA pada empat lokasi di Provinsi Lampung yang belum memenuhi kriteria adalah TPA Metro, TPA Bakung, dan TPA Bandar Jaya Timur. Sedangkan untuk TPA Lubuk Kamal mendekati kriteria desain, hanya saja perlu penambahan waktu detensi.

Salah satu TPA yang pernah mengalami bencana adalah TPA Bakung akibat curah hujan tinggi menyebabkan tanggul penahan sampah jebol dan mengenai kolam IPAL dibawahnya. Akibatnya lindi yang dihasilkan tercemar sampai ke permukiman dan tidak memenuhi baku mutu air.

Untuk meredesain IPAL di TPA Bakung perlu dilakukan perhitungan ulang dari dimensi kolam.

Desain yang memenuhi kriteria untuk IPAL di TPA Bakung adalah dengan dimensi kolam anaerob 37x37 m; h: 2,5 m; td: 20 hari, kolam fakultatif 33,5x33,5 m; h: 1,5 m; td: 10 hari, kolam maturasi 34x34 m; h: 1 m; td: 7 hari, dan kolam biofilter 20,5x20,5 m; h: 2 m; td: 5 hari. BOD efluen yang dihasilkan pada kolam biofilter adalah 6,22 mg/l dengan persentase 63,6% dan memenuhi baku mutu kelas III (Permen. No. 82 Tahun 2001).


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xx

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 2

C. Rumusan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ……….. 5

E. BatasanMasalah ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Umum ... .. 7

B. Klasifikasi Sampah dan Timbulan Sampah ... …. 8

C. Sistem Pengelolaan Sampah ... ... 11

D. Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) ... ... 12

1. Sistem Pengolahan Sampah Pada TPA ………... 13

1.a. Open Dumping ……… 13

1.b. Controlled Landfill……….. 14


(7)

1.d. Improve Sanitary Landfill ………... 16

E. Lindi ... 17

1. Timbulan Leachate ……….……….... 17

2. Kualitas Leachate ………... 18

3. Kuantitas Leachate ... ……...……. 20

F. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Lindi Pada TPA... 20

1. Unit IPAL Pada TPA Sampah ………... 21

1.a. Kolam Anaerobik ………... 22

1.b. Kolam Aerobik ………... 22

1.c. Kolam Fakultatif ……….. 23

1.d. Kolam Maturasi ……… 23

1.e. Biofilter ……… 23

1.f. Contructed Wetland ……….. 24

1.g. Bak Kontrol / Monitoring ………. 25

1.h. Sumur Pantau ……… 26

2. Perencanaan Kapasitas IPAL ... 26

3. Perencanan Lokasi IPAL ... 27

4. Kebutuhan Lahan ... 27

5. Opsi Teknologi ………. 28

G. Baku Mutu Air ……… 28

III. METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian ………... 34

B. Lokasi Penelitian ………. 36


(8)

D. Alat Penelitian ……….. 37

E. Analisa Data ………. 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Survey ……… 41

B. Kondisi Eksisting ……… 42

1.b. TPA Bakung –Bandar Lampung ………. 42

2.b. TPA Karang Rejo –Metro ……… 46

3.b. TPA Lubuk Kamal – Lampung Selatan ...……… 49

4.b. TPA Bandar Jaya Timur –Lampung Tengah ………... 53

C. Analisa Sistem Operasional IPAL Lindi ………..…… 56

1.c. TPA Bakung –Bandar Lampung ………. 56

2.c. TPA Bandar Jaya Timur – Lampung Tengah ……….. 57

3.c. TPA Lubuk Kamal –Lampung Selatan ...……… 59

4.c. TPA Karang Rejo – Metro ……… 60

D. Analisa Dimensi dan Kapasitas IPAL Lindi ……… 61

1.d. TPA Bakung –Bandar Lampung ………. 61

2.d. TPA Bandar Jaya Timur – Lampung Tengah ……….. 63

3.d. TPA Lubuk Kamal –Lampung Selatan ...……… 65

4.d. TPA Karang Rejo –Metro ……… 68

E. Hasil Analisa ……….… 70

1.e. TPA Bakung –Bandar Lampung ………. 71

2.e. TPA Bandar Jaya Timur –Lampung Tengah ……….. 78

3.e. TPA Lubuk Kamal –Lampung Selatan ...……… 85


(9)

F. Rekomendasi Untuk TPA Bakung – Bandar Lampung ... 96 V. PENUTUP

A. Kesimpulan ……… 108

B. Saran ………... 109

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A ( Foto Foto Dokumentasi Hasil Survey Di Lapangan) LAMPIRAN B (Gambar Rencana Desain Instalasi Pengolahan Air Limbah Untuk TPA Bakung Bandar Lampung)

LAMPIRAN C (Data Perhitungan Neraca Air / Perkolasi) LAMPIRAN D (Surat Surat dan Lembar Asistensi)


(10)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Provinsi Lampung dikategorikan sebagai provinsi yang sedang berkembang. Provinsi lampung yang beribukota di Bandar Lampung memiliki areal dataran seluas 34623,80 Km2 termasuk 160 pulau yang terletak pada bagian paling ujung Tenggara Pulau Sumatera. Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada : 103040’ – 1050 0’ Bujur Timur; ser n r : 604 ’ – 304 ’ Lin ng Selatan. Sebagian besar lahan di Provinsi Lampung merupakan kawasan hutan yaitu mencapai 833.847 Ha atau 25,26%. Selain itu merupakan daerah perkebunan (20,92%); tegalan / ladang (20,50%); daerah pertanian, dan perumahan.

Provinsi Lampung mempunyai jumlah penduduk sebanyak 7,789,623 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 2,25 jiwa/km2 (Dinas Kesehatan Lampung, 2012). Sesuai dengan perkembangan daerah dan pertumbuhan penduduk, serta efektifitasnya, Provinsi Lampung terbagi menjadi 15 Kabupaten / Kota dan memiliki 206 kecamatan serta 2423 kelurahan / desa. Kabupaten – Kabupaten / Kota di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut:


(11)

1. Kabupaten Lampung Barat. 2. Kabupaten Lampung Selatan. 3. Kabupaten Lampung Tengah. 4. Kabupaten Lampung Timur. 5. Kabupaten Lampung Utara. 6. Kabupaten Mesuji.

7. Kabupaten Pesawaran. 8. Kabupaten Pringsewu. 9. Kabupaten Tanggamus. 10. Kabupaten Tulang Bawang. 11. Kabupaten Tulang Bawang Barat. 12. Kabupaten Way Kanan.

13. Kabupaten Pesisir Barat. 14. Kota Bandar Lampung. 15. Kota Metro.

Dari keseluruhan kabupaten / kota yang ada di Provinsi Lampung, terdapat beberapa kabupaten / kota yang memiliki jumlah kepadatan penduduk yang cukup tinggi.

B.Identifikasi Masalah

Dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat, masyarakat pada umumnya di suatu kota akan menghasilkan sampah dengan karakteristik yang berbeda – beda. Pengelolaan sampah yang ada di Provinsi Lampung untuk saat ini pada umunya masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itulah


(12)

permasalahan sampah masih menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang paling serius yang dihadapi oleh masyarakat di Provinsi Lampung.

Menghadapi permasalahan dari timbulan sampah yang semakin hari semakin meningkat, diperlukan fasilitas pendukung dalam pengelolaan persampahan. Selain itu, mengingat meningkatnya penduduk serta memiliki tingkat ekonomi yang serba berkecukupan, maka diperlukan teknologi yang mudah dan murah dalam mengolah sampah.

Sebagai provinsi yang berkembang, kabupaten / kota di Provinsi Lampung menimbulkan timbulan sampah yang besar pula. Timbulan sampah yang tidak terurus akan menyebabkan terjadinya lingkungan yang kumuh dan menjadi tempat berkembangbiaknya sumber - sumber penyakit. Penanganan sampah yang ada selama ini selalu bertumpu pada pendekatan akhir (end of pipe), yakni memindahkan sampah dari satu tempat ke tempat yang lain (TPS/TPA). Penanganan sampah seperti ini sama halnya dengan memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat yang lain. Bila hal ini terus menerus dilakukan maka dalam beberapa dekade ke depan bumi ini akan penuh dengan timbunan sampah. Pengelolaan sampah harus memerlukan sistem pengelolaan yang efektif, efesien dan ekonomis dalam pendayagunaan biaya, tenaga dan sarana.

Pengolahan sampah di TPA akan menghasilkan limbah jenis lain seperti halnya air lindi yang berbahaya bagi lingkungan. Lindi yang dihasilkan dari TPA biasanya disalurkan melalui pengumpul yang akan mengalir ke dalam instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang terdiri dari bak kontrol, bak fakultatif, bak maturasi, bak filtrasi kerikil dan bak bio indikator. Kinerja pada


(13)

IPAL dipengaruhi faktor kriteria desain (waktu tinggal, beban BOD, beban volumetrik). Kinerja IPAL yang tidak optimal menyebabkan lindi yang dibuang ke sungai dapat menyebabkan pencemaran air sungai dan air tanah. Kasus - kasus pembuangan lindi yang berkualitas buruk ke sungai mungkin saja terjadi di beberapa TPA di Provinsi Lampung. Penyebabnya mungkin saja faktor teknis atau non teknis. Pengetahuan mengenai kinerja beberapa IPAL di TPA - TPA di Provinsi Lampung adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk meninjau dan merevitalisasi instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk lindi pada beberapa tempat pembuangan akhir (TPA) di provinsi Lampung.

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan indentifikasi masalah di atas dapat disimpulkan bahwa instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk lindi pada TPA merupakan hal yang sangat penting untuk dikaji dan diteliti. Karena dapat memberikan informasi kepada instansi – instansi yang terkait di provinsi Lampung mengenai IPAL. Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:

1. Bagaimanakah desain eksisting IPAL pada pengelolaan TPA sampah di lokasi – lokasi yang ditinjau (apakah sudah memenuhi syarat yang berlaku menurut pedoman / acuan yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengembangan PLP Ditjen Cipta Karya – Kementrian Pekerjaan Umum )?

2. Bagaimana sistem pengoperasian IPAL (lindi) pada pengelolaan TPA – TPA tersebut?


(14)

3. Apakah kapasitas atau dimensi IPAL (lindi) eksisting sudah memenuhi syarat yang berlaku?

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Melakukan tinjauan ulang mengenai instalasi pengolahan air limbah (lindi) di beberapa TPA provinsi Lampung.

2. Untuk mengetahui karakteristik desain IPAL lindi dan sistem pengoperasian IPAL lindi di beberapa TPA provinsi Lampung.

3. Mengetahui kapasitas / dimensi IPAL lindi di TPA Provinsi Lampung. 4. Mendesain Instalasi Pengolahan Air Limbah (Lindi).

E.Batasan Masalah

Berikut adalah batasan masalah pada penelitian ini :

1. Daerah yang ditinjau adalah IPAL dari 4 lokasi di provinsi Lampung. Yakni TPA Bakung – Bandar Lampung, TPA Lubuk Kamal – Lampung Selatan, TPA Karang Rejo - Metro, dan TPA Bandar Jaya Timur – Lampung Tengah.

2. Objek yang diteliti adalah desain IPAL dan kondisi eksisting IPAL lindi di TPA yang sudah ditentukan masing – masing di provinsi Lampung.

3. Melakukan evaluasi terhadap kapasitas / dimensi IPAL di masing – masing TPA provinsi Lampung.


(15)

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Dapat menjadi informasi mengenai sistem pengoperasian pengolahan air lindi khususnya pada TPA yang dilaksanakan di provinsi Lampung.

2. Dapat menjadi referensi bagi para pengelola TPA dan stakeholder di Kabupaten / Kota Provinsi Lampung, dalam merencanakan desain instalasi pengolah lindi sesuai dengan kriteria desain yang berlaku.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Umum

Sampah merupakan buangan berupa bahan padat atau tidak padat yang tidak terpakai, pada umumnya berasal dari suatu kegiatan manusia, hewan maupun tumbuh – tumbuhan. Berdasarkan undang – undang tentang pengelolaan sampah UU No. 18 Tahun 2008 disebutkan bahwa definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari – hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat.

Sampah yang semakin hari semakin bertambah dan menumpuk disuatu tempat dapat menyebabkan timbulnya polusi dan berbagai macam penyakit, menurunnya nilai estetika lingkungan, serta dapat menurunya nilai sumber daya. Akibat dari tumpukan sampah tersebut serta sistem pengelolaan yang kurang memadai ini dapat menimbulkan permasalahan baru bagi pemerintah Kota/Kabupaten mengenai pengelolaan sampah.

Pengelolaan sampah Kota / Kabupaten terutama di Provinsi Lampung secara umum masih memakai paradigma lama yakni dengan sistem kumpul – angkut – buang. Pengumpulan dan pengangkutan sampah di Kota/Kabupaten


(17)

tersebut masih belum terorganisir dengan baik. Akibatnya semakin banyaknya tumpukan sampah dan semakin besar pula biaya serta berpotensi menimbulkan konflik dan bencana. Kondisi untuk tempat pembuangan akhir di Kota/Kabupaten sebagian besar masih memakai sistem open dumping, dikarenakan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dll). Akan tetapi sejak diberlakukannya UU No. 18 Tahun 2008, sistem open dumping sudah tidak bisa dipergunakan, karena akan berpotensi mencemari lingkungan dan digantikan dengan sistem sanitary landfill.

B. Klasifikasi Sampah dan Timbulan Sampah

Sampah dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara tergantung dari kondisi yang dianut oleh kebijakan negara setempat. Penggolongan ini dapat didasarkan atas sumber sampah, komposisi, bentuk, lokasi, proses terjadinya, sifat, dan jenisnya. Penggolongan ini sangat penting dalam penentuan penanganan dan pemanfaatan sampah.

Berdasarkan tingkat penguraian, sampah pada umumnya dibagi menjadi dua macam (Hadiwiyoto, 1983):

a) Sampah organik, yaitu sampah yang mengandung senyawa – senyawa organik, karena tersusun dari unsur - unsur seperti C, H, O, N, dan sebagainya. Sampah organik umumnya dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan, karton, kain, karet, kulit, sampah halaman.


(18)

b) Sampah anorganik, yaitu sampah yang bahan kandungannya bersifat anorganik dan umumnya sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca, kaleng, alumunium, debu, dan logam lainnya.

Klasifikasi sampah berdasarkan kandungan organik dan anorganik (Tchobanoglous, 1993) :

a) Sampah basah adalah sampah yang mengandung unsur-unsur organik, sifatnya mudah terurai dan membusuk, dan akan menghasilkan air lindi. Sampah golongan ini merupakan sisa - sisa pengolahan atau sisa - sisa makanan dari rumah tangga, hasil sampingan kegiatan pasar.

b) Sampah kering adalah sampah yang mengandung unsur-unsur anorganik, tidak membusuk, tidak mudah terurai, dan tidak mengandung air. Sampah jenis ini terdiri atas:

 Sampah mudah terbakar (combustible) seperti kayu, kertas, kain, dan lain-lain.

 Sampah tidak mudah terbakar (non combustible) seperti logam, kaca, keramik, dan lain-lain.

c) Abu adalah sampah yang mengandung unsur organik dan anorganik yang berasal dari proses atau kegiatan pembakaran baik pada lingkungan rumah, kantor, atau industri.

Timbulan Sampah

Timbulan sampah bisa dinyatakan dengan satuan volume dan satuan berat. Jika digunakan satuan volume, derajat pewadahan (densitas sampah) harus dicantumkan. Oleh karena itu, lebih baik digunakan satuan berat karena


(19)

ketelitiannya lebih tinggi dan tidak perlu memperhatikan derajat pemadatan. Timbulan sampah ini dinyatakan sebagai:

 Satuan berat: kg/o/hari, kg/m2/hari, kg/bed/hari, dan sebagainya.  Satuan volume: L/o/hari, L/m2/hari, L/bed/hari, dan sebagainya.

Rata-rata timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari, antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan antara satu negara dengan negara lainnya. Variasi ini terutama disebabkan oleh perbedaan, antara lain, jumlah penduduk, tingkat hidup masyarakat, musim, iklim, serta cara penanganan makanannya. Beberapa studi memberikan angka timbulan sampah kota di Indonesia berkisar antara 2-3 liter/orang/hari dengan densitas 200-300 kg/m3 dan komposisi sampah organik 70-80%.

Tabel 1. Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen – Komponen Sumber Sampah.

Sumber: Standar Spesifikasi Timbulan Sampah Untuk Kota Kecil & Sedang di Indonesia Dept. PU, LPMB, Bandung 1993.

No. Komponen Sumber Sampah

Satuan Volume (Liter)

Berat (kg) 1. Rumah Permanen /orang/hari 2,25 - 2,50 0,350 - 0,400 2. Rumah Semi Permanen /orang/hari 2,00 - 2,25 0,300 - 0,350 3. Rumah Non Permanen /orang/hari 1,75 - 2,00 0,250 - 0,300 4. Kantor /pegawai/hari 0,50 - 0,75 0,025 - 0,100 5. Toko/Ruko /petugas/hari 2,50 - 3,00 0,150 - 0,350

6. Sekolah /murid/hari 0,10 - 0,15 0,010 - 0,020

7. Jalan Arteri Sekunder /m/hari 0,10 - 0,15 0,020 - 0,100 8. Jalan Kolektor Sekunder /m/hari 0,10 - 0,15 0,010 - 0,050

9. Jalan Lokal /m/hari 0,05 - 0,10 0,005 - 0,025


(20)

Tabel 2. Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota.

No. Klasifikasi Kota Volume

(L/Orang/Hari)

Berat (Kg/Orang/Hari)

1. Kota Besar

(500.000 – 1.000.000 jiwa) 2,75 – 3,25 0,70 – 0,80

2. Kota Sedang

(100.000 – 500.000 jiwa) 2,75 – 3,25 0,70 – 0,80

3. Kota Kecil

(20.000 – 100.000 jiwa) 2,50 – 2,75 0,625 – 0,70 Sumber: Standar Spesifikasi Timbulan Sampah Untuk Kota Kecil & Sedang di Indonesia Dept. PU, LPMB, Bandung 1993.

Jumlah timbulan sampah perlu diketahui, agar pengelolaan persampahan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

C. Sistem Pengelolaan Sampah

Tchobanoglous (1977), mengatakan pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan (sementara), pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik (engineering), perlindungan alam (conservation), keindahan dan pertimbangan lingkungan lainnya dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat.

Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang bersangkut paut dengan pengendalian timbulnya sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir / pembuangan sampah, dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor – faktor lingkungan lainnya yang erat


(21)

kaitannya dengan respons masyarakat.

Menurut UU No. 18 Tahun 2008 pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Kegiatan pengurangan meliputi : 1) Pembatasan timbulan sampah.

2) Pendauran ulang sampah. 3) Pemanfaatan kembali sampah.

Sedangkan kegiatan penanganan meliputi : 1) Pemilahan.

2) Pengumpulan. 3) Pengangkutan.

D. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS)

Tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan / pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. Mengenai kondisi TPA di Indonesia, berdasarkan data SLHI 2007 (Damanhuri, 1995) sebagian besar merupakan tempat penimbunan sampah terbuka (open dumping) sehingga menimbulkan masalah pencemaran pada lingkungan.

Pada data tersebut menyatakan bahwa 90 % TPA dioperasikan dengan open dumping dan hanya 9 % yang dioperasikan dengan controlled landfill dan sanitary landfill.


(22)

1 . Sistem Pengolahan sampah pada TPA

Pembuangan sampah ke area landfill mempunyai beberapa tipe sistem pengolahan sampah yaitu:

a )Open Dumping

Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Akan tetapi masih ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dll).

Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:

 Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll.  Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan.

 Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul.  Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor.


(23)

b )Controlled Landfill

Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.

Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:

 Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan  Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan.  Pos pengendalian operasional.

 Fasilitas pengendalian gas metan.  Alat berat.


(24)

c ) Sanitary Landfill

Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internsional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan. Berdasarkan peletakkan sampah di dalam sanitary landfill, maka klasifikasi dari landfill dapat dibedakan menjadi :

 Mengupas lahan secara bertahap

Pengupasan membentuk parit – parit tempat penimbunan sampah dikenal sebagai metode trench. Metode ini digunakan pada area yang memiliki muka air tanah yang dalam. Area yang digunakan digali dan dilapisi dengan bahan yang biasanya terbuat dari membran sintetis, tanah liat dengan permeabilitas yang rendah (low-permeability clay), atau kombinasi keduanya, untuk membatasi pergerakan leachate dan gasnya.


(25)

 Menimbun sampah di atas lahan.

Untuk daerah yang datar, dengan muka air tanah tinggi, dilakukan dengan cara menimbun sampah di atas lahan. Cara ini dikenal sebagai metode area. Sampah dibuang menyebar memanjang pada permukaan tanah, dan tiap lapis dalam proses pengisian (biasanya per 1 hari), lapisan dipadatkan, dan ditutup dengan material penutup setebal 15-30 cm. Luas area penyebaran bervariasi tergantung pada volume timbulan sampah dan luas lahan yang tersedia.

Gambar 4. Klasifikasi Landfill Dengan Metode Area. d) Improved Sanitary Landfill

Improved Sanitary landfill merupakan pengembangan dari sistem sanitary landfill, dilengkapi dengan instalasi perpipaan sehingga air sampah atau Leachate (dibaca :licit) dapat dialirkan dan ditampung untuk diolah sehingga tidak mecemari lingkungan, bila air sampah yang telah diolah tersebut akan dibuang keperairan umum, maka harus memenuhi peraturan yang telah ditentukan oleh Pemerintah RI.


(26)

mengenai buangan air limbah. Pada Improved Sanitary landfill juga dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan Gas yang dihasilkan oleh proses dekomposisi sampah di landfill.

E. Lindi (Leachate)

Lindi (leachate) adalah limbah cair yang dihasilkan ketika air hujan jatuh, mengalir dan meresap kedalam sampah. Air limbah ini membawa material terlarut yang didapat dari sampah yang dilewatinya. Pada umumnya leachate bersifat asam, kaya akan bahan organik yang bersifat asam, mengandung ion sulfat, dan mempunyai konsentrasi logam yang tinggi. Leachate mempunyai bau yang khas yang tidak sedap. Apabila lechate meresap kedalam tanah dan mencemari air tanah maka sumber air di sekeliling landfill akan menjadi tercemar pula (Susilo, 2007).

1) Timbulan Leachate

Tempat pembuangan akhir sampah merupakan salah satu susbsistem dalam sistem pengolahan sampah yang ditimbun di TPA dan mengalami proses pembusukan dalam jangka waktu tertentu sampai bisa berubah menjadi bahan seperti humus. Timbunan sampah yang terletak di TPA, biasanya terdiri dari bahan organik yang dapat terurai karena mengalami proses degradasi menghasilkan zat – zat hara, zat – zat kimia toksik, dan bahan organik sederhana akibat adanya air yang masuk ke dalam timbulan sampah.


(27)

Air tersebut dapat berasal dari air hujan, saluran drainase, air tanah atau sumber lain di sekitar TPA. Pada saat terjadi hujan di lokasi tempat pembuangan akhir, maka air hujan akan masuk dan meresap ke dalam tumpukan sampah yang kemudian membawa zat – zat berbahaya atau limbah cair yang keluar dari timbunan sampah yang dinamakan leacheate. Apabila limpahan tersebut sampai masuk ke dalam badan air yang ada di permukaan akan dapat mengganggu lingkungan sekitar.

Pada TPA yang masih beroperasi, BOD leachate dpat mencapai antara 2000 – 30000 mg/l, COD antara 3000 – 60000 mg/l, TOC antara 1500 – 20000 mg/l, dan PH antara 4,5 – 7,5 (Djoko H Martono).

Namun pada TPA yang sudah beroperasi lebih dari 15 tahun, pada umumnya akan terjadi penurunan kandungan BOD, COD, maupun TOC, bahkan PH dari leachate cenderung mendekati netral dan mempunyai kandungan karbon organik dan mineral yang relatif menurun ( Martin, 1991). Oleh karena itu leachate tidak dapat langsung dibuang ke badan air, karena dapat mencemari air dan mengganggu kesehatan manusia serta keseimbangan ekosistem badan air.

2) Kualitas Leachate

Secara umum kualitas leachate akan bergantung dari beberapa hal yang dapat mempengaruhi antara lain : (Enri Damanhuri, 1995)

 Variasi dan proporsi komponen dari timbunan sampah.  Keadaan musim dan curah hujan.


(28)

 Penerapan pelaksanaan pola operasional.  Waktu pelaksanaan sampling.

Sedangkan untuk karakteristik leachate yang khas pada beberapa tempat pembuangan akhir di Indonesia mempunyai karakter asam dan mempunyai nilai COD yang tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa kandungan karbon organik yang terkandung melebihi baku mutu efluen limbah cair. Ambang batas kualitas olahan yang diperkenankan dibuang ke badan air penerima diatur oleh masing – masing daerah. Semakin ketat nilai ambang batasnya, maka dituntut efisiensi pengolahan air lindi yang semakin tinggi. Beberapa kualitas hasil olahan yang diharapkan menurut peraturan yang berlaku di Indonesia :

Tabel 3. Beberapa Baku mutu yang berlaku di Indonesia. Kepmen

No.

Klasifikasi BODs mg/l COD mg/l pH Σ N Anorganik mg/l SS mg/l Kepmen LH 03/91

Golongan I 20 40 6 – 9 10,88

100

Golongan II 50 100 6 – 9 22 200

Golongan III 150 300 6 – 9 38 400

Golongan IV 300 600 6 – 9 75 500

Kepmen LH 03/98

Kawasan Industri

50 100 6 – 9 -

200 Kepmen LH 112/03 Air Limbah Domestik

100 - 6 – 9 -

100


(29)

3) Kuantitas Leachate

Perkiraan produksi merupakan salah satu dasar pertimbangan dalam perencanaan untuk menentukan Tempat Pembuangan Akhir. Sehingga nantinya dapat dibuat sistem dan rancangan dalam proses pengumpulan serta pengolahan leachate. Dalam kaitannya dengan perencanaan sarana dan prasarana sebuah TPA, harus mempunyai dua aspek yang dibutuhkan dari sebuah lahan urug, yaitu :

 Adanya saluran penangkap dan pengumpul leachate, yang mempunyai skala waktu dalam orde yang kecil (berskala jam) artinya saluran tersebut hendaknya mampu menampung leachate maksimum yang terjadi pada waktu tersebut.

 Adanya bangunan pengolahan leachate, yang biasanya mempunyai orde dalam skala hari, dan dikenal dengan debit rata – rata harian. F. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Lindi Pada TPA Sampah

IPAL adalah salah satu teknologi pengolahan limbah cair yang bertujuan untuk menghilangkan / memisahkan cemaran dalam air limbah sebelum dibuang ke lingkungan sampai memenuhi baku mutu lingkungan. Instalasi pengolahan air limbah memiliki beberapa macam tempat pengelolaan yang berbeda - beda, yakni IPAL berskala domestik / permukiman, IPAL untuk industri, IPAL rumah sakit, IPAL untuk tempat pembuangan akhir (TPA), serta instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik


(30)

maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan diperlihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan. IPAL yang baik adalah IPAL yang memiliki kriteria :

 Sedikit memerlukan perawatan.  Aman dalam pengoperasiannya.  Less biaya energi.

Less product excess (produk sampingan) seperti lumpur atau sludge IPAL.

1. Unit IPAL Pada TPA Sampah

Menurut Aluko et al. (2003) cara pengolahan air lindi yang efektif, murah dan ramah lingkungan adalah pengolahan kimia (netralisasi, oksidasi, flokulasi), filtrasi kerikil (biofilter), bak stabilisasi (bak anaerobik, fakultatif, maturasi) dan wetland. Permasalahan dalam operasional IPAL lindi biasanya adalah pengoperasian yang tidak benar karena tidak mengikuti kriteria standar desain dan SOP (standar operasional dan prosedur) (Aluko, 2003). Berikut ilustrasi Bak stabilisasi dapat dilihat pada Gambar 5.

(www.akvo.org)


(31)

a.) Kolam anaerobik

Menurut Mara (1997), kolam anaerobik biasanya memiliki kedalaman 2-5 m dan menerima limbah dengan beban organik tinggi (biasanya lebih besar dari 100g BOD/m3 hari ekivalen dengan lebih 3000 kg/hari untuk kedaman 3m). Kolam anaerobik berfungsi untuk mengolah cairan yang keluar dari kolam pengumpul yang masih mengandung kandungan BOD relatif tinggi. Proses yang terjadi dalam kolam ini adalah proses anaerobik (tanpa bantuan oksigen), sehingga kedalaman kolam ini dibuat sedemikian rupa dan pada permukaan dibiarkan terbentuk kerak buih sebagai pencegah masuknya sinar matahari ke dalam kolam.

b)Kolam Aerobik

Kolam aerobik, juga disebut sebagai kolam aerobik tingkat tinggi. Kolam ini relatif dangkal dengan kedalaman biasanya berkisar antara 0,3 sampai 0,6 m (1 sampai 2 ft) sehingga memungkinkan cahaya untuk menembus lapisan air hingga bagian dasar kolam. Hal ini menjaga agar DO tersebar di seluruh bagian kolam. Hal ini meransang kinerja ganggang sehingga terjadinya kondisi anaerobik dapat dicegah. DO pada air berasal dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh ganggang atau alga dan oksigen yang berasal dari permukaan kolam.

Bakteri aerobik memanfaatkan dan menstabilkan kandungan organik dalam air limbah untuk memperoleh nutrisi. Waktu tinggal (Hidraulic


(32)

Retention Time) di tambak adalah singkat, yaitu 3 sampai 5 hari. Penggunaan kolam aerobik biasanya hanya terbatas pada daerah yang beriklim hangat dan cerah, terutama di mana tingkat tinggi penghapusan BOD diperlukan tapi ketersediaan lahan tidak terbatas.

c) Kolam Fakultatif

Kolam fakultatif berfungsi sebagai kolam stabilisasi yang menerima air limbah yang sudah terolah di kolam anaerobik, dan mengalirkan air yang sudah diolah ke selokan kering atau ke kolam maturasi. Kedalaman biasanya 1-2 m (Standar Direktorat PLP PU).

d)Kolam Maturasi / Pematangan

Kolam maturasi / pematangan adalah kolam yang mengolah limbah cair, terutama secara aerobik karena sebagian besar zat organik telah terambil pada unit - unit anaerobik dan fakultatif, sehingga beban organik pada kolam maturasi menjadi rendah. Kolam maturasi menerima efluen yang berasal dari kolam fakultatif dan bertanggung jawab terhadap kualitas dari efluen akhir. Periode tinggal berkisar antara 7-20 hari dengan kedalaman 1-1,5 meter. Fungsi utama kolam maturasi adalah untuk menghilangkan bakteri atau mereduksi BOD, COD, dan SS (padatan tersuspensi) serta bakteri coli.

e) Biofilter

Proses pengolahan air limbah dengan biofilter secara garis besar dapat dilakukan dalam kondisi aerob, anaerob atau kombinasi anaerob dan aerob. Proses aerobik dilakukan dengan kondisi adanya


(33)

oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi anaerob dan aerob merupakan gabungan proses anaerob dan proses aerob.

Biofilter berfungsi untuk menampung air dari pengolahan leachate yang berupa bidang rembes atau menyaring efluen. Kolam ini merupakan bangunan pengolah terakhir sebelum air akan dibuang ke Badan Air Penerima (BAP) dengan ketentuan yang dipakai, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kedalaman yang dipakai 2 m, sedangkan bahan terdiri dari batu, kerikil, ijuk, dan pasir.

f) Contructed Wetland

Constructed wetland merupakan suatu rawa buatan yang di buat untuk mengolah air limbah domestik, untuk aliran air hujan dan mengolah lindi (leachate) atau sebagai tempat hidup habitat liar lainnya, selain itu constructed wetland dapat juga digunakan untuk reklamasi lahan penambangan atau gangguan lingkungan lainnya. Wetland dapat berupa biofilter yang dapat meremoval sediment dan polutan seperti logam berat. (wikepedia, 2007). Wetland memanfaatkan spesies tumbuhan tertentu yang toleran dan merupakan tumbuhan lokal dengan biaya yang minimal.

Bentuknya dapat berupa free flowing (aliran bebas) atau sub-surface flow (aliran bawah tanah) yang disesain dengan kemiringan dasar (slope) (1-4%) agar lindi dapat mengalir secara gravitasi keseluruh


(34)

sistem. Sub surface wetland didesain dengan menggunakan lapisan gravel atau batu belah (split) yang diatasnya diberi lapisan pasir sebagai media tanaman tumbuh. Ilustrasi Rawa buatan dapat dilihat pada Gambar 6.

(EDIS Image Page).

Gambar 6. Rawa buatan aliran permukaan dan aliran bawah tanah. g) Bak Kontrol / Monitoring

Fungsi dari bak kontrol adalah untuk mencegah adanya padatan yang terbuang ke badan sungai, dan untuk memastikan jika air yang akan dibuang sudah menurun kadar BOD maupun COD. Pada bak kontrol dapat diberikan beberapa ikan kecil pada kolam, agar dapat memastikan apakah efluen yang sudah diproses pada instalasi pengolah lindi mengeluarkan hasil yang memenuhi baku mutu air. Apabila ikan yang terdapat pada kolam sampai mati berarti efluen


(35)

belum bisa dibuang ke badan air penerima karena kadar efluen masih tinggi.

h)Sumur Pantau

Sumur pantau berfungsi untuk mengontrol atau melihat apakah terjadi pencemaran terhadap air tanah atau tidak pada suatu tempat pembuangan akhir sampah dan setelah itu dilakukan uji laboratorium terhadap kualitas air, agar yang berada disekitar TPA dapat digunakan sebagaimana mestinya.

2. Perencanaan kapasitas IPAL a) Perencanaan debit IPAL

Kapasitas rencana IPAL dihitung berdasarkan desain debit air limbah sebagai berikut :

 Debit rata – rata harian (dengan infiltrasi).  Debit harian maksimum (dengan infiltrasi).  Debit jam minimum (dengan infiltrasi).

Desain debit tersebut, adalah debit air limbah pada ujung akhir pipa induk yang menuju ke IPAL.

b) Proyeksi debit perencanaan

Kapasitas rencana IPAL di atas diproyeksikan untuk debit perencanaan 20 tahun sesuai periode perencanaan rencana induk.

c) Perencanaan debit pada masing – masing komponen

 Debit rata – rata : hanya pada unit – unit pengolahan kimia dan sekunder (biologi).


(36)

 Debit harian maksimum : hanya pada unit –unit pengolahan primer.  Debit jam maksimum : pada semua perpipaan unit – unit

pengolahan.

3. Perencanaan lokasi IPAL

Hal – hal yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan lokasi IPAL adalah sebagai berikut :

 Lokasi IPAL harus sesuai dengan ketentuan tata ruang.

 Pemilihan lokasi IPAL diujung muara pipa induk harus mempertimbangkan aspek hidrolis dan aspek pembebasan lahan.  Lokasi IPAL harus merupakan daerah bebas banjir untuk periode

ulang 20 tahun. 4. Kebutuhan lahan

i. Kebutuhan lahan untuk IPAL terdiri dari :

 Lahan untuk instalasi dan bangunan penunjang.  Lahan untuk buffer zone (untuk penghijauan).

ii. Kebutuhan lahan untuk instalasi dihitung berdasarkan debit harian maksimum yang diproyeksikan 20 tahun untuk penerapan IPAL berbasis teknologi proses alamiah atau proses biologis yang efisien dalam kebutuhan konsumsi listrik.

iii. Kebutuhan lahan untuk lahan penyangga (buffer zone) minimum harus dipersiapkan seluas 50% dari kebutuhan luas lahan untuk instalasi.


(37)

5. Opsi Teknologi

Beberapa pilihan alternatif teknologi yang diterapkan di Indonesia adalah :  Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi, dan Biofilter (alternatif 1).  Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi, dan Landtreatment / Wetland

(alternatif 2).

 Kolam Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon (alternatif 3).

 Proses Koagulasi – Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik atau ABR (alternatif 4).

 Proses Koagulasi – Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated Lagoon, Sedimentasi II (alternatif 5).

G. Baku Mutu Air

Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada dan atau harus ada unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Akan tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan kriterianya. Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001, yaitu :

1) Kelas satu yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2) Kelas dua yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk


(38)

mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3) Kelas tiga yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4) Kelas empat yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Mengenai klasifikasi mutu air berdasarkan kelas air dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas.

PARAMETER SATUAN

KELAS KETERANGAN

I II III IV

FISIKA

Temperatur o C deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 Deviasi temperatur dari keadaan almiahnya Residu

Terlarut mg/ L 1000 1000 1000 2000

Residu

Tersuspensi mg/L 50 50 400 400

Bagi pengolahan air minum secara konvesional, residu tersuspensi  5000 mg/ L


(39)

KIMIA ANORGANIK

pH 6-9 6-9 6-9 5-9

Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas

minimum Total Fosfat

sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5

NO 3 sebagai

N mg/L 10 10 20 20

NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-)

Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka  0,02 mg/L sebagai NH3

Arsen mg/L 0,05 1 1 1

Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2

Barium mg/L 1 (-) (-) (-)

Boron mg/L 1 1 1 1

Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05 Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01 Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01


(40)

Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu  1 mg/L

Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-)

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe  5 mg/L

Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb  0,1 mg/L

Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)

Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn   mg/L

Khlorida mg/l 600 (-) (-) (-)

Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)

Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)

Nitrit sebagai

N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-)

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2_N  1 mg/L

Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)

Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan Belereng mg/L 0,002 0,002 0,002 (-) Bagi pengolahan air


(41)

sebagai H2S konvensional, S sebagai H2S <0,1 mg/L

MIKROBIOLOGI Fecal coliform jml/100

ml 100 1000 2000 2000

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform  2000 jml / 100 ml dan total coliform  10000 jml/100 ml -Total coliform jml/100

ml 1000 5000 10000 10000

-RADIOAKTIVITAS

- Gross-A Bq /L 0,1 0,1 0,1 0,1

- Gross-B Bq /L 1 1 1 1

KIMIA ORGANIK Minyak dan

Lemak ug /L 1000 1000 1000 (-) Detergen

sebagai MBAS ug /L 200 200 200 (-)

Senyawa Fenol ug /L 1 1 1 (-)

sebagai Fenol

BHC ug /L 210 210 210 (-)

Aldrin /

Dieldrin ug /L 17 (-) (-) (-)

Chlordane ug /L 3 (-) (-) (-)

DDT ug /L 2 2 2 2


(42)

heptachlor

epoxide

Lindane ug /L 56 (-) (-) (-)

Methoxyclor ug /L 35 (-) (-) (-)

Endrin ug /L 1 4 4 (-)

Toxaphan ug /L 5 (-) (-) (-)

Keterangan :

mg = miligram

ug = mikrogram

ml = militer

L = liter

Bq = Bequerel

MBAS = Methylene Blue Active Substance ABAM = Air Baku untuk Air Minum Logam berat merupakan logam terlarut

Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO.

Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum.

Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan

Tanda  adalah lebih kecil atau sama dengan Tanda < adalah lebih kecil


(43)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian mencakup langkah - langkah pelaksanaan penelitian dari awal sampai akhir penelitian. Pada tahapan penelitian ini diawali dengan tinjauan ulang untuk menganalisis desain instalasi pengolahan lindi pada suatu tempat pembuangan akhir sampah (TPA), mengenali sistem operasional pada instalasi pengolahan lindi, mengidentifikasi data yang dibutuhkan, serta mengidentifikasi pustaka dan acuan yang akan digunakan.

Tujuan yang menjadi sasaran studi dan identifikasi pustaka adalah untuk meninjau lokasi TPA pada beberapa wilayah yang ditetapkan kemudian menganalisis pada desain IPAL eksisting untuk kemudian diolah dalam memenuhi penelitian ini.

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar. 7 sebagai berikut:


(44)

Flowchart Proses Analisis Penelitian ini :

Gambar 7. Diagram Alir Penelitian.

Mulai

Studi Literatur Pengumpulan Data Sekunder Tinjauan Studi Di Lapangan Pengumpulan Data

Data Primer :

 Pengamatan langsung pada IPAL lindi Eksisting, (Desain IPAL, Pengukuran pH, Do, Turb, dan Cond).

Data Sekunder :

 Data – data teknis awal desain IPAL dari Dinas terkait, seperti curah hujan, jumlah penduduk, geografi dan topografi TPA.

Analisa Data :

 Analisa dimensi dan kapasitas IPAL lindi.  Analisa sistem operasional IPAL lindi. 

 Rekomendasi.

MEMENUHI KRITERIA

TIDAK MEMENUHI KRITERIA

Kesimpulan dan Saran


(45)

B. Lokasi Penelitian

Studi kasus ini akan dilakukan di beberapa tempat pembuangan akhir sampah di Provinsi Lampung, yakni :

1. TPA Bakung – Bandar Lampung. 2. TPA Lubuk Kamal – Lampung Selatan. 3. TPA Karang Rejo – Metro.

4. TPA Bandar Jaya Timur – Lampung Tengah.

Adapun peta lokasi penelitian yang dapat di lihat pada Gambar 8. Sebagai berikut :

Sumber: Google Earth 2013.


(46)

C. Data yang Diperlukan

Data yang diperlukan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan melalui hasil wawancara dengan pengelola TPA, melakukan pengamatan ulang pada desain IPAL, serta melakukan pengukuran kualitas lindi dengan parameter pH, Do, Turbidity, dan Conduktivity. Untuk data sekunder yaitu data – data yang diperoleh dari instansi – instansi terkait yakni Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Bidang Permukiman berupa data - data kualitas limbah, curah hujan, jumlah penduduk, geografi dan topografi TPA, serta perhitungan desain IPAL eksisting.

D. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan untuk memperlancar pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Water Quality Checker digunakan untuk mengukur kualitas air (lindi) dengan parameter pH, Do, Turbidity, Conduktivity.

2. Botol digunakan untuk menampung air lindi yang nantinya akan dijadikan sampel untuk diuji lebih lanjut.

3. Kamera digital digunakan untuk mendokumentasikan foto – foto kolam pengolah lindi dan lokasi di sekitar TPA.


(47)

E. Analisa Data

Analisis data dilakukan untuk mengolah data – data yang telah diperoleh dari hasil survei lapangan. Dari data primer akan didapatkan data – data dan foto mengenai IPAL eksisting serta melakukan pengukuran kualitas air lindi sementara. Sedangkan untuk data sekunder yang diperlukan adalah data – data dari Dinas terkait yakni perhitungan awal desain IPAL eksisting. Dari data sekunder yang ada, diharuskan menganalisa dimensi dan kapasitas kolam pengolah lindi apakah dimensi pada kolam tersebut sudah memenuhi kriteria desain menurut pedoman / acuan Direktorat Pengembangan PLP Ditjen Cipta Karya – Kementrian PU mengenai alternatif kolam pengolah sebagai berikut : Tabel 5. Alternatif pertama kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi, dan Biofilter.

No. Kriteria Proses Pengolahan

Anaerobik Fakultatif Maturasi Biofilter

1. Fungsi Removal BOD

yang relatif tinggi (>1000 mg/L), sedimentasi, stabilisasi influen. Removal BOD Removal mikroorganisme pathogen, nutrien Menyaring effluen sebelum dibuang ke badan air

2. Kedalaman (m) 2,5 – 5 1 - 2 1 – 1,5 2

3. Removal BOD

(%) 50 – 85 70 - 80 60 - 89 75

4. Waktu Detensi

(hari) 20 – 50 5 - 30 7 – 20 3 – 5

5. Organic

Loading Rate (kg/ha/hari)

224 – 560 56 - 135 < 17 < 80

6. pH 6,5 – 7,2 6,5 – 8,5 6,5 – 10,5 -

7. Bahan Pasangan

Batu

Pasangan Batu

Pasangan Batu Psg. Batu, Kerikil, Ijuk, Pasir


(48)

Analisa data juga dimaksudkan untuk mengambil contoh air leachate eksisting pada kolam pengolah yang ditinjau, guna mengetahui berapa nilai pH, Do, Turbidity, Conduktivity, dan suhu eksisting. Dimana nilai tersebut akan digunakan untuk menganalisa kualitas dari lindi, sehingga diharapkan outlet dari instalasi pengolahan lindi dapat memenuhi kriteria baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001.

Apabila dari hasil analisis dimensi dan kapasitas tidak memenuhi kriteria desain seperti waktu detensi, kedalaman, pH, dan lainnya, maka dapat diberikan rekomendasi alternatif pengolahan lindi. Agar nantinya instalasi pengolahan air lindi tidak hanya mampu menampung debit air lindi, tetapi juga memiliki kemampuan mengolah air lindi dengan baik.

Metoda yang digunakan pada perhitungan perencanaan awal suatu timbulan leachate, dan kolam pengolahnya adalah Metode Neraca Air (Water Balance method). Metoda ini memprediksi banyaknya leachate yang timbul pada saat atau setelah pengoperasian suatu landfill dan didasari oleh asumsi bahwa leachate hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap masuk ke timbunan sampah (perkolasi).

Leachate = PERC = P – R/O – AET -  ST

Dimana : PERC = Perkolasi (tirisan) yang terjadi pada timbunan sampah. P = Prespitasi / peresapan.

R/O = Limpasan air permukaan.

ΔST = Perubahan kandungan air dalam air tanah dan sampah. AET = Evapotranspirasi.


(49)

Dari semua hasil analisa data yang sudah dilakukan, hasil analisa dapat diberikan berupa kesimpulan dan saran terkait tentang instalasi pengelolaan air limbah pada beberapa TPA di Provinsi Lampung.


(50)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari tinjauan dan kajian pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) lindi di beberapa tempat pembuangan akhir sampah Provinsi Lampung, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. TPA Bakung – Bandar Lampung :

 Pengolahan sampah masih menggunakan sistem Open Dumping.  Pada instalasi pengolahan air lindi tidak berfungsi lagi.

 Tidak adanya operator khusus dalam mengoperasikan IPAL lindi.  Perhitungan awal perencanaan terdapat beberapa koreksi. Kolam

maturasi dan kolam fakultatif pada parameter kedalaman tidak memenuhi kriteria

2. TPA Bandar Jaya Timur – Lampung Tengah:

 Sistem pengolahan yang ada adalah sistem Open Dumping.  Instalasi pengolahan lindi tidak berfungsi dengan baik.

 Tidak adanya bak kontrol / monitoring pada TPA, hanya outlet.  Tidak adanya operator khusus dalam mengoperasikan IPAL lindi.


(51)

 Perencanaan awal IPAL terdapat beberapa koreksi. Untuk semua kolam eksisting waktu detensi belum memenuhi kriteria.

3. TPA Lubuk Kamal – Lampung Selatan :

 Sistem pengolahan sampah masih berjalan optimal dengan sistem Controlled Landfill.

 Untuk IPAL lindi masih berfungsi dengan optimal.

 Untuk waktu detensi kolam eksisting belum memenuhi kriteria. 4. TPA Karang Rejo – Metro :

 Sistem pengolahan yang ada menggunakan sistem Open Dumping.  Untuk IPAL lindi masih cukup berfungsi.

 Hanya terdapat bak outlet.

 Untuk kolam aerob kedalaman eksisting belum memenuhi kriteria.

B. Saran

Dari kesimpulan diatas peneliti memberikan berupa saran yang dapat digunakan sebagai informasi yakni sebagai berikut :

1. TPA Bakung – Bandar Lampung :

 Perlunya operator khusus yang berkompeten dalam mengoperasikan instalasi pengolahan air lindi setiap minggunya. Agar nilai kadar efluen yang dihasilkan dapat dikeluarkan sesuai dengan baku mutu air.

 Perlunya pembenahan atau penataan kembali terhadap sarana dan prasarana yang ada di TPA Bakung – Bandar Lampung dalam upaya melakukan pengelolaan terhadap keberadaan leachate.


(52)

 Rekomendasi hasil perhitungan untuk dimensi pada masing – masing kolam adalah :

 Kolam Anaerob : P = 37 m; L = 37 m; h = 2,5 m; td = 20 hari; persentase BOD = 88 %.

 Kolam Fakultatif : P = 33,5 m; L = 33,5 m; h = 1,5 m; td = 10 hari; persentase BOD = 77,8 %.

 Kolam Maturasi : P = 34 m; L = 34 m; h = 1 m; td = 7 hari; persentase BOD = 71 %.

 Kolam Biofilter : P = 20,5 m; L = 20,5 m; h = 2 m; td = 5 hari; persentase BOD = 63,6%, memenuhi baku mutu air kelas III.  Perlunya penimbunan sampah di area landfill yang harus dilakukan

seminggu sekali.

2. TPA Bandar Jaya Timur – Lampung Tengah :

 Perlunya operator khusus yang berkompeten dalam mengoperasikan instalasi pengolahan air lindi setiap minggunya.

 Perlunya penataan kembali tempat pembuangan akhir sampah maupun pada IPAL lindi.

 Rekomendasi yang dapat diberikan untuk TPA Bandar Jaya Timur – Lampung Tengah, adalah dengan penambahan kolam kontrol / monitoring dan kolam biofilter.

3. TPA Lubuk Kamal – Lampung Selatan :

 Rekomendasi yang dapat diberikan untuk TPA Lubuk Kamal –

Lampung Selatan, adalah dengan penambahan kolam biofilter / kolam wetland.


(53)

4. TPA Karang Rejo – Kota Metro :

 Perlunya operator khusus yang berkompeten dalam mengoperasikan instalasi pengolahan air lindi setiap minggunya.

 Perlunya penataan kembali tempat pembuangan akhir sampah dalam hal penimbunan sampah yang terdapat di TPA Karang Rejo.

 Rekomendasi yang dapat diberikan untuk TPA Karang Rejo – Kota Metro, adalah dengan penambahan kolam fakultatif, kolam maturasi, dan penanaman tanaman pada kolam wetland.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Lampung. 2011. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Unila Offset. Bandar Lampung.

Materi Bidang Sampah I Diseminasi dan Sosialisasi Keteknikan Bidang PLP. 2012. Direktorat Jendral Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum.

Materi Bidang Sampah II Diseminasi dan Sosialisasi Keteknikan Bidang PLP. 2012. Direktorat Jendral Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum.

Materi Bidang Air Limbah Diseminasi dan Sosialisasi Keteknikan Bidang PLP. 2012. Direktorat Jendral Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum.

Siregar, A. Sakti. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius. Yogjakarta. Lita Afri, Leka. 2008. Alternatif Pengolahan Air Lindi Dari Tempat Pembuangan

Akhir Sampah (TPA) Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat. Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Alfiandy, Devri. 2003. Pengolahan Leachate Di TPA Tompogunung Kabupaten - Semarang. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Peraturan Pemerintah 82 - 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.


(55)

Teknologi Bandung.

Laporan Perencanaan Akhir TPA Bakung – Bandar Lampung. PPLP Lampung. 2007. Lampung.

Laporan Perencanaan Akhir TPA Lubuk Kamal – Lampung Selatan. PPLP Lampung. 2010. Lampung.

Laporan Perencanaan Akhir TPA Bandar Jaya Timur – Lampung Tengah. PPLP Lampung. 2009. Lampung.

Laporan Perencanaan Akhir TPA Karang Rejo – Kota Metro. PPLP Lampung. 2009. Lampung.

Noname.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/12524/BAB%20II%2 0Pendekatan%20Teoritis_I09wte.pdf. Diakses Pada Tanggal 17 September 2013.

Noname. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53608/BAB%20II% 20Tinjauan%20Pustaka.pdf. Diakses Pada Tanggal 19 September 2013.

Noname. pplpdinciptakaru.jatengprov.go.id/sampah/file/- . Diakses Pada Tanggal 23 Oktober 2013.


(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

(61)

(62)

(63)

(64)

(65)

(66)

Gambar B.1. Pengambilan Sampel Air Lindi Pada Kolam Anaerob Di TPA Lubuk Kamal – Lampung Selatan.

Gambar B.2. Pengambilan Sampel Air Lindi Pada Kolam Fakultatif Di TPA Lubuk Kamal – Lampung Selatan.


(67)

Gambar B.3. Sampel Air Lindi Di TPA Bakung – Bandar Lampung.


(68)

Gambar B.5. Sampel Air Lindi Di TPA Lubuk Kamal – Lampung Selatan.


(69)

Gambar B.7. Sumur Pantau Di TPA Lubuk Kamal – Lampung Selatan.


(70)

Gambar B.9. Pipa Gas Venting Di TPA Bandar Jaya Timur – Lampung Tengah.


(71)

Gambar B.11. Pengukuran Alat Water Checker Pada Kolam Anaerob Di TPA Lubuk Kamal – Lampung Selatan.

Gambar B.12. Pengukuran Alat Water Checker Pada Kolam Aerob Di TPA Karang Rejo – Kota Metro.


(72)

Tabel C.1. Perhitungan Neraca Air TPA Bakung – Bandar Lampung.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkolasi yang dapat dianggap sebagai timbulan leachate rerata sebesar 28.82 mm dan menjadi dasar dalam perhitungan bangunan pengolahan leachate.

1 2 3 4 5 6 7

MONTH PRECIP PET I AET / PET AET PERC

(my/yr) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

1 214.73 89.0 139.58 1.00 35.59 103.99 2 157.91 101.4 102.64 1.00 40.54 62.10 3 171.14 140.2 111.24 1.00 56.06 55.18 4 129.13 163.2 83.94 0.98 63.97 19.96 5 118.37 171.7 76.94 0.96 65.95 10.99 6 90.46 183.3 58.80 0.91 66.72 -7.92 7 92.84 189.1 60.35 0.90 67.89 -7.54 8 94.43 162.8 61.38 0.92 60.15 1.22 9 57.56 156.0 37.41 0.85 52.73 -15.31 10 91.04 135.8 59.17 0.94 51.16 8.01 11 131.92 102.0 85.75 1.00 40.80 44.95 12 160.22 84.9 104.14 1.00 33.98 70.17

TAHUNAN 1509.7579 345.80

RERATA 125.81316 28.82

Keterangan :

(1) BLN = Nama Bulan

(2) Rb = Curah Hujan andalan 80 % = Data hujan (3) PET = Penguapan Peluh Potensial = Modified Penmann (4) I = Intesitas Curah Hujan = P - P*Koif

(5) AET/PET = Rasio = Grafik

(6) AET = Penguapan Peluh Aktual = AET/PET x PET x Koef. (7) PERC = Perkolasi (Aliran Antara) = I - AET


(73)

Tabel C.2. Perhitungan Neraca Air TPA Bandar Jaya Timur – Lampung Tengah

1 2 3 4 5 6 7

MONTH PRECIP PET I AET / PET AET PERC

(my/yr) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 139,25 116,07 102,71 58,54 62,98 32,95 28,04 26,03 34,16 31,59 68,70 89,0 101,4 140,2 163,2 171,7 183,3 189,1 162,8 156,0 135,8 102,0 125,33 104,46 92,44 52,69 56,68 29,65 25,24 23,43 30,74 28,43 61,83 1,00 1,00 1,00 0,98 0,96 0,91 0,90 0,92 0,85 0,94 1,00 22,25 25,35 35,05 39,98 41,21 41,70 42,43 37,61 32,96 31,98 25,50 103,08 79,11 57,39 12,70 15,47 -12,05 -17,19 -14,18 -2,21 -3,55 36,33 TAHUNAN RERATA 828,3466 69,02888 348,27 29,02 Keterangan :

(1) BLN = Nama Bulan

(2) Rb = Curah Hujan andalan 80 % = Data hujan (3) PET = Penguapan Peluh Potensial = Modified Penmann

(4) I = Intesitas Curah Hujan = P - P*Koif

(5) AET/PET = Rasio = Grafik

(6) AET = Penguapan Peluh Aktual = AET/PET x PET x Koef. (7) PERC

NOMINAL = =

Perkolasi (Aliran Antara) 100 +0,2 Ra =

= I - AET mm

Berdasarkan tabel di atas maka dilakukan analisis perhitungan bahwa perkolasi yang dapat dianggap sebagai timbulan leachate rerata sebesar 29.02 mm dan besaran ini menjadi dasar dalam perhitungan jumlah timbulan leachate keseluruhan.


(74)

Tabel C.3. Perhitungan Neraca Air TPA Lubuk Kamal - Lampung Selatan.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkolasi yang dapat dianggap sebagai timbulan leachate rerata sebesar 25.9 mm dan menjadi dasar dalam perhitungan bangunan pengolahan leachate.


(75)

Tabel C.4. Perhitungan Neraca Air TPA Karang Rejo – Kota Metro.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkolasi yang dapat dianggap sebagai timbulan leachate rerata sebesar 23.37 mm dan menjadi dasar dalam perhitungan bangunan pengolahan leachate.

1 2 3 4 5 6 7

MONTH PRECIP PET I AET / PET AET PERC

(my/yr) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

1 126.59 89.0 113.93 1.00 22.25 91.68

2 105.52 101.4 94.96 1.00 25.35 69.61

3 93.38 140.2 84.04 1.00 35.05 48.99

4 53.22 163.2 47.90 0.98 39.98 7.91

5 57.25 171.7 51.53 0.96 41.21 10.32

6 29.95 183.3 26.96 0.91 41.70 -14.74

7 25.49 189.1 22.94 0.90 42.43 -19.49

8 23.67 162.8 21.30 0.92 37.61 -16.31

9 31.05 156.0 27.95 0.85 32.96 -5.01

10 28.72 135.8 25.85 0.94 31.98 -6.13

11 62.46 102.0 56.21 1.00 25.50 30.71

12 115.75 84.9 104.17 1.00 21.23 82.95

TAHUNAN 753.0423 280.50

RERATA 62.75353 23.37

Keterangan :

(1) BLN = Nama Bulan

(2) Rb = Curah Hujan andalan 80 % = Data hujan

(3) PET = Penguapan Peluh Potensial = Modified Penmann

(4) I = Intesitas Curah Hujan = P - P*Koif

(5) AET/PET = Rasio = Grafik

(6) AET = Penguapan Peluh Aktual = AET/PET x PET x Koef.


(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(82)

(83)

(84)

(85)

(86)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)